• Tidak ada hasil yang ditemukan

(ali) Jurnal Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "(ali) Jurnal Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

DISABILITAS BERAT

Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak

Penyandang Disabilitas Berat

Editor :

Bahrul Fuad, S.Psi, M.A DR. Karno, M.Si

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL

(2)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku sebagian atau seluruhnya tanpa izin dari Puslitbangkesos, Kementerian Sosial RI.

Editor:

Bahrul Fuad, S.Psi, M.A DR. Karno, M.Si

Penulis:

Hari Harjanto Setiawan Bambang Pudjianto

Mulia Astuti Ruaida Murni

Husmiati Moch. Syawi

Design Cover :

Tim Imaji

Tata letak : Tim Imaji

Cetakan Pertama : Januari 2017

ISBN 978-602-61471-0-3

Diterbitkan oleh:

PUSLITBANGKESOS KEMENTERIAN SOSIAL RI.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmad dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang berjudul “Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Berat” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial berupaya tampil dalam melaksanakan peran strategisnya guna mendukung Kementerian Sosial RI sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan sosial untuk mengembangkan kebijakan dan program pada Unit Teknis terkait.

Salah satu upaya penanganan masalah penyandang disabilitas berat oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial adalah melalui Asistensi Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas beratuntuk sandang, perumahan, makanan, kesehatan, pengasuhan, perawatan, serta perlindungan perlu adanya perhatian dan perlakuan khusus dari keluarga atau orang-orang terdekatnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran keluarga dalam pengembangan ekonomi dan kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan mempunyai pengaruh yang signiikan terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas berat. Namun kompetensi keluarga lebih besar pengaruhnya dibandingkan ekonomi keluarga.

(4)

dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.

Jakarta, Januari 2017

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Kepala,

(5)

PENGANTAR PENERBIT

Penyandang disabilitas berat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga Negara lainnya. Penyandang disabilitas berat berhak untuk memperoleh pelayanan dan kemudahan yang berhubungan dengan kedisabilitasannya dari pihak lain terutama pengasuhan dan perawatan dari keluarganya. Penyandang disabilitas berat adalah mereka yang hidupnya tergantung dari pihak lain.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani permasalahan penyandang disabilitas yaitu rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, jaminan dan perlindungan sosial. Upaya rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk motivasi dan diagnosa psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan isik; bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut dan/atau rujukan.

Program penyandang disabilitas berat melalui Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB) perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dengan bentuk-bentuk rehabilitasi lainnya seperti pengasuhan dan perawatan, bimbingan mental spiritual dan lainnya semaksimal mungkin potensi penyandang disabilitas berat. Penelitian ini mengungkap pengaruh ekonomi keluarga dan kopetensi keluarga terhadap penyandang disabilitas berat. Hasil penelitian cukup membuat kita terkejut karena yang semula asumsi kita pengaruh ekonomi keluarga besar pengaruhnya, ternyata pengaruhnya lebih kecil dibanding asistensi keluarga.

(6)

disabilitas berat. Buku hasil penelitian ini dapat menambah khasanah baru yang mencerahkan dan sangat layak untuk dibaca khalayak umum serta pemerhati masalah disabilitas, sehingga dapat berbuah kemanfaatan bagi semua.

Jakarta, Januari 2017

(7)

DAFTAR ISI

B. MASALAH PENELITIAN 5

C. TUJUAN 6

D. MANFAAT 7

F. SISTEMATIKA PENULISAN 7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 10

A. KONDISI KELUARGA PDB 10

B. EKONOMI KELUARGA 15

C. KOMPETENSI KELUARGA TENTANG DISABILITAS 16

D. PEMENUHAN HAK PDB 18

BAB 3 METODE PENELITIAN 23

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN 23

B. VARIABEL PENELITIAN 23

C. POPULASI DAN SAMPEL 25

D. METODE PENGUMPULAN DATA 26

E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA 27

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 28

G. METODE ALALISIS DATA 28

H. PENGUJIAN HIPOTESIS 29

I. TAHAPAN PENELITIAN 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 31

A. GAMBARAN KELUARGA PENYANDANG DISABILITAS

BERAT 31

B. EKONOMI KELUARGA 38

C. KOMPETENSI KELUARGA 50

(8)

BAB 5 ANALISIS 87 A. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN EKONOMI

KELUAGA(X1), TERHADAP PEMENUHAN

HAK PDB (Y) 87

B. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN KOMPETENSI KELUARGA(X2), TERHADAP PEMENUHAN

HAK PDB (Y) 89

C. HASIL PENGUKURAN HUBUNGAN EKONOMI KELUARGA (X1) DAN KOMPETENSI KELUARGA (X2),

TERHADAP PEMENUHAN HAK PDB (Y) 92

BAB 6 PENUTUP 96

A. KESIMPULAN 96

B. REKOMENDASI 98

DAFTAR PUSTAKA 100

BIODATA PENULIS 102

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Variabel Penelitian 24

Tabel 2 : Populasi Penelitian 25

Tabel 3 : Populasi Penelitian 26

Tabel 4 : Descriptive Statistics 87

Tabel 5 : Correlations 88

Tabel 6 : Model Summary 88

Tabel 7 : ANOVAa 89

Tabel 8 : Coeicients 89

Tabel 9 : Descriptive Statistics 90

Tabel 10 : Correlations 90

Tabel 11 : Model Summary 91

Tabel 12 : ANOVAa 91

Tabel 13 : Coeicients 92

Tabel 14 : Descriptive Statistics 92

Tabel 15 : Correlations 93

Tabel 16 : Model Summary 93

Tabel 17 : ANOVAa 94

Tabel 18 : Coeicients 94

(10)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 : Jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia 2 Diagram 2 : Umur Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat 34 Diagram 3 : Pendidikan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat 35 Diagram 4 : Pekerjaan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat 36 Diagram 5 : Pendapatan Rumah Tangga PDB 38 Diagram 6 : Keluarga Mempunyai Pekerjaan 39 Diagram 7 : Lama Bekerja Setiap Hari Sesuai Harapan 40 Diagram 8 : Anggota Keluarga Mendukung Pekerjaan Saat Ini 41 Diagram 9 : Mempunyai Penghasilan Yang Tetap Setiap Bulan 42 Diagram 10 : Penghasilan Yang Diperoleh Mencukupi Kebutuhan

Keluarga 43 Diagram 11 : Dapat Menabung Dari Penghasilan Keluarga 44 Diagram 12 : Pengeluaran Keluarga untuk Makan PDB Dapat

Dipenuhi 46 Diagram 13 : Pengeluaran untuk Pakaian PDB Dapat Dipenuhi 47 Diagram 14 : Pengeluaran Keluarga untuk Kesehatan PDB Dapat

Dipenuhi 48 Diagram 15 : Keluarga Mampu Memenuhi Pengeluaran Kebutuhan

PDB 49 Diagram 16 : Keluarga Saling Membantu Mencukupi Kebutuhan

Sehari-hari 50 Diagram 17 : Pengetahuan Keluarga Tentang Disabilitas Berat 51 Diagram 18 : Pengetahuan Keluarga PDB Memerlukan Perharian

Khusus 52 Diagram 19 : Pengetahuan Keluarga Tentang Akses Bagi PDB 53 Diagram 20 : Pengetahuan Keluarga Tentang Kebutuhan Khusus

Harian PDB 54

(11)

Diagram 23 : Keterampilan Keluarga Dalam Memandikan PDB 58 Diagram 24 : Ketrampilan Dalam Membantu Mengenakan Pakaian

PDB 59 Diagram 25 : Keterampilan Keluarga Dalam Memberikan Terapi

Sendiri 60 Diagram 26 : Sikap Keluarga Tentang Kesabaran Dalam Merawat

PDB 61

Diagram 27 : Sikap Keluarga Dalam Memperlakukan PDB 62 Diagram 28 : Sikap Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk

PDB 63

(12)

Diagram 48 : Keluarga Melindungi dari Kekerasan Seksual 85 Diagram 49 : Keluarga Melindungi Dari Kekerasan Fisik 85

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat 32 Gambar 2 : Pendamping Program Asistensi Sosial Penyandang

Disabilitas Berat (ASPDB) 33

Gambar 3 : Pekerjaan Keluarga dengan Penyandang

Disabilitas Berat 37

Gambar 4 : Rumah Keluarga Penyandang dengan

Disabilitas Berat 72

(13)

A. LATAR BELAKANG

Penyandang disabilitas merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang menpunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan isik, intelektual, mental, dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas). Menurut BPS pada Susenas 2012 Jumlah penyandang disabilitas sebanyak 6.008.640 orang. Sementara menurut PPLS 2011 data penduduk disabilitas yang tergolong rumah tangga miskin sebanyak 1.313.533 orang.

Berdasarkan derajat kedisabilitasannya, penyandang disabilitas dapat dikelompokkan menjadi disabilitas berat, sedang dan ringan Sebagian dari populasi di atas menyandang disabilitas berat. Jumlah penyandang disabilitas berat berdasarkan data Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) tahun 2014 sebanyak 163.232 orang. Penyandang disabilitas berat (PDB) adalah

penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah tidak dapat direhabilitasi, tidak dapat melakukan aktivitas kehidupannya sehari-hari dan/atau sepanjang hidupnya tergantung pada bantuan orang lain, dan tidak mampu menghidupi diri sendiri.

(Pedoman Pelaksanaan Kegiatan ASPDB). Deinisi tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas berat total tergantung

1

PENDAHULUAN

(14)

dan membutuhkan orang lain semur hidupnya. Sedangkan data menurut derajad kedisabilitasan dapat di dilihat sebagai berikut:

Diagram 1: Jumlah Penyandang Disabilitas di Indonesia

Sumber : Susenas 2012

Negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial”.

(15)

pendidikan, hingga akses fasilitas. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan sosial, termasuk penyandang disabilitas. Oleh karena itu diperlukan adanya berbagai upaya nyata agar kesetaraan taraf hidup penyandang disabilitas dengan warga negara Indonesia lainnya dapat terwujud, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat menciptakan kemandirian dan kesejahteraan hidup bagi penyandang disabilitas.

Ada tiga upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menangani permasalahan penyandang disabilitas yaitu rehabilitasi sosial, pemberdayaan, jaminan dan perlindungan sosial. Upaya rehabilitasi sosial dilakukan dalam bentuk motivasi dan diagnosa psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan isik; bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut dan/atau rujukan.

Pemenuhan hak penyandang disabilitas berat oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sosial telah dilaksanakan dalam bentuk Asistensi Sosial bagi PDB (ASPDB) dengan pemberian bantuan langsung berupa uang tunai sebesar Rp. 300.000,- per orang per bulan selama 1 (satu) tahun, yang penyalurannya dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap. Bantuan disampaikan melalui wali (individu yang bertanggungjawab menjamin hidup PDB)dalam rangka pemenuhan kebutuhan makanan, peningkatan gizi, pembelian sandang, dan perawatan sehari-hari. Kegiatan ini sudah diawali sejak tahun 2006. Sudah 10 tahun program ini diimplementasikan namun belum menjangkau keselurahan PDB, yaitu baru menjangkau 22.000 orang dengan biaya Rp. 79.200.000.000 per tahun. Hal ini disebabkan karena keterbatasan keuangan Negara.

(16)

bentuk cash untuk PDB, diantaranya program ASPDB. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah memberikan dukungan agar PDB tetap mampu menjalankan kehidupannya sehari-hari dan memperoleh pemenuhan kebutuhan dasarnya, tidak menjadikan kehidupannya semakin buruk.

Usaha mempercepat keterjangkauan pemenuhan hak penyandang disabilitas berat perlu adanya kegiatan terobosan. Hasil evaluasi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (2012) dan hasil kajian kebijakan ASPDB yang dilaksanakan Biro Perencanaan Kementerian Sosial RI Tahun (2013) menunjukkan penerima ASPDB dapat dikelompokkan ke dalam 3 karakteristik. Pertama, keluarga sangat miskin (35 %), dimana pendidikannya juga rendah, tidak punya pekerjaan tetap dan penghasilannya juga sangat minim atau kurang dari Rp. 750.000,-/per bulan, wali atau orang tuanya tidak potensial untuk dikembangkan karena sudah lanjut usia. Kedua, keluarga yang tergolong miskin, dengan penghasilan Rp.750.000 – Rp.1.500.000,- orang tua masih potensial dalam arti masih bisa dikembangkan potensi mereka dalam penanganan PDB. Ketiga, keluarga mampu secara ekonomi jumlahnya yang menerima bantuan tidak begitu banyak karena ada klausul dalam kriteria penerima diutamakan dari keluarga miskin.

(17)

Implementasi rekomendasi tersebut, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) pada tahun 2015 mengadakan Uji Coba Pengembangan Kemampuan Keluarga dalam Pemeliharaan taraf Kesejahteraan Sosial PDB dengan memberdayakan keluarga dalam hal perawatan PDB dan peningkatan ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan dasar minimal PDB. Untuk mengembangkan peran keluarga dalam upaya rehabilitasi sosial khususnya kegiatan ekonomi dan kompetensi keluarga dalam pengasuhan dan perawatan penyandang disabilitas berat, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial perlu mengadakan penelitian.

B. MASALAH PENELITIAN

Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang disabilitasnya sudah tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Penyandang disabilitas berat adalah penyandang disabilitas yang kedisabilitasannya sudah, tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan atau sepanjang hidupnya tergantung orang lain dan tidak mampu menghidupi diri sendiri. Dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat terutama untuk sandang, perumahan, makanan, kesehatan, pengasuhan, perawatan, serta perlindungan perlu adanya perhatian dan perlakuan khusus dari keluarga atau orang-orang terdekatnya. Mengingat kondisi yang demikian maka penelitian ini melihat pengaruh peran keluarga dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat.

(18)

sosial, kepercayaan diri, gangguan belajar, keterampilan, pekerjaan. 2) Permasalahan Eksternal: Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap masalah disabilitas, Stigma (kutukan, nasib), isolasi dan perlindungan yang berlebihan, kurangnya peran keluarga dan masyarakat terhadap masalah disabilitas dan penanganannya, kurangnya upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan, masih banyaknya penyandang disabilitas yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tingkat pendidikan masih sangat rendah, masih banyaknya keluarga penyandang disabilitas yang menyembunyikan atau menutupi bila memiliki anggota keluarga disabilitas dan peran dunia usaha belum maksimal (Diono, 2014).

Terkait dengan permasalahan tersebut, penyandang disabilitas berat ini sangat rentan dalam segala aspek kehidupan, karena semuanya tergantung dari keberfungsian keluarga/wali dan orang-orang disekitarnya. Sehubungan dengan itu pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh ekonomi keluarga terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

2. Bagaimana pengaruh kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

3. Bagaimana pengaruh ekonomi keluarga dan kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

C. TUJUAN

Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini melihat hubungan peran keluarga terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas berat sebagai berikut: a. Membahas dan menganalisa pengaruh ekonomi keluarga

(19)

b. Membahas dan menganalisa pengaruh kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

c. Membahas dan menganalisa pengaruh ekonomi dan pengetahuan tentang disabilitas keluarga terhadap pemenuhan hak Penyandang Disabilitas Berat?

D. MANFAAT

Manfaat penelitian permasalahan Penyandang Disabilitas Berat (PDB) ini bersifat akademis maupun praktis.

Secara akademis, penelitian ini memberikan kontribusi teoritis ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial, terutama disiplin ilmu sosial. Penelitian ini juga memberikan wawasan metodologis tentang fenomena PDB.

Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi para pemerhati, lembaga sosial baik LSM maupun Pemerintah, dan lembaga yang berkepentingan untuk dijadikan sebagai dasar dalam membuat kebijakan tentang PDB sehingga menghasilkan suatu program yang sistematis dan berkesinambungan. Khusus bagi Kementerian Sosial khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) dalam pengembangan kebijakan tentang Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat. Selain itu bermanfaat juga bagi penentu kebijakan dibidang sosial, pendidikan, hukum, politik dan ekonomi agar membuat kebijakan yang berpihak pada PDB sehingga dapat mengangkat harkat dan martabatnya. Sementara bagi PDB sendiri, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan media menyampaikan keinginan dan harapan terhadap stakeholder melalui cara pandang mereka.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

(20)

dalam bab yang saling berkaitan. Terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, analisa hasil penelitian dan penutup.

Bab satu, Pendahuluan dibahas mengenai latar belakang dilakukan penelitian ini bahwa penyandang disabilitas berat ini sangat rentan dalam segala aspek kehidupan, karena semuanya tergantung dari keberfungsian keluarga/wali dan orang-orang disekitarnya. Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi Kementerian Sosial khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) dalam pengembangan kebijakan tentang Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Berat.

Bab dua, tinjauan pustaka yang membahas tentang kerangka teori yang dipakai dalam menganalisis hasil penelitian. Ada tiga toeri/konsep sebagai indikator dalam penelitian ini antara lain;

Pertama, kondisi ekonomi keluarga PDB yang meliputi pekerjaan, pendapatan dan pengeluaran. Kedua, kompetensi keluarga tentang PDB yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai. Ketiga, pemenuhan hak PDB yang meliputi pangan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan perawatan, dan perlindungan

Bab tiga, akan membahas metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu kuatitatif untuk mengeksplorasi peran keluarga/ wali dalam rangka pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat. Penelitian ini menggunakan metode survai, sedangkan dalam menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

(21)

Sumatera Selatan, dengan jumlah sampel sebanyak 133 keluarga terpilih ditentukan dengan stratiiet random sampling. Kota yang menjadi sampel antara lain Kab. Bogor, Kab. Jepara, Kota Padang, Kota Palembang, dan Kab. Sleman.

Bab ke lima akan membahas analisis terhadap hasil penelitian yang akan mengemukakan hubungan atar variabel. Pertama mengukur hubungan variabel ekonomi keluarga terhadap pemenuhan hak PDB. Kedua mengukur hubungan kompetensi keluarga terhadap pemenuhan hak PDB. Ketiga mengukur hubungan antara variabel Ekonomi Keluarga Dan Kompetensi Keluarga terhadap Pemenuhan Hak PDB.

(22)

A. KONDISI KELUARGA PDB

Keluarga sejahtera merupakan bentuk ideal dalam proses perkembangan pada anak. Konsep keluarga sejahtera ini dituangkan dalam Undang Undang RI Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Kesejahteraan Keluarga pada Pasal I Ayat (2) sebagai berikut : “Keluarga adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota keluarga, masyarakat dan lingkungan.” Berdasarkan, deinisi tersebut maka keluarga dikatakan sejahtera jika memenuhi hal berikut: a) Ada kebersamaan hidup antara seorang pria dan wanita yang diikat oleh perkawinan sah. b) Anggota keluarga minimal terdiri dari seorang suami, istri dengan atau tanpa anak, c) Dalam keluarga terjadi hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan, d) Setiap anggota keluarga baik sebagai individu maupun sebagai anggota keluarga mampu melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam keluarga, e) Sesuai dengan fungsinya, maka keluarga tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak bagi anggotanya, f ) Mengingat bahwa ukuran kesejahteraan sangat dinamis, maka dalam pemenuhan kebutuhan sangat ditentukan oleh kondisi masing-masing keluarga.

2

KAJIAN PUSTAKA

(23)

Keluarga yang sejahtera mempengaruhi pola pengasuhannya terhadap anak dalam masa perkembangannya. Hubungan timbal balik adalah sosialisasi yang berpengaruh dua arah, seperti yang dilustrasikan berikut adalah hubungan perkawinan, pengasuhan dan perlaku anak saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung (Santrock, 2007). Meningkatnya kepuasan perkawinan seringkali menghasilkan pengasuhan yang baik dan hubungan perkawinan memberikan dukungan yang penting bagi perkawinan (Cumings dkk, 2002; Fincham &Hall, 2005 dalam Santrock, 2007).

Suatu keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak merupakan keluarga batih / inti. Dalam keluarga besar masih ada pribadi-pribadi lain seperti nenek, kakek, paman dll. Adapun peran keluarga bagi PDB antara lain: pendidik, pelindung, motivator, pelayan, tempat Curah Hati. Adapun fungsi keluarga antara lain; reproduksi, afeksi, pelindung, pendidik dan keagamaan. Sedangkan menurut rancangan undang undang tentang disabilitas pasal 32 bahwa: (1) Setiap keluarga, yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, wajib melindungi, memajukan, dan menghormati hak asasi penyandang disabilitas. (2) Setiap keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas dan/atau organisasi orang tua penyandang disabilitas dapat dilibatkan dalam perumusan kebijakan dan program yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.

(24)

dua orang) dan polyadic (melibatkan lebih dari dua orang) (Santrock, 2007). Subsistem ini mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap satu dengan lainnya. Pengertian keluarga yang lain adalah: “…may be changing generally but, even within an individual family group, family membership alters as children are borm, parent divorce and remarry and grandparents die.” (Bowes & Hayes, 1999). Setidaknya ada tujuh dimensi dari fungsi keluarga yaitu: problem solving, communication, role in the family, emotional involvement, behavior control, emotional responses and general functioning (Al-Krenawi & Graham, 2009).

(25)

kekerasan atau penelantaran terhadap anak yang membutuhkan pendampingan untuk mengembangkan fungsinya, menghilangkan resiko penganiayaan, dan mencegah keluarnya anak dari rumah (Hearn, 2010).

(26)

sesuatu hal, maka masyarakat seharusnya berperan sebagai parent patriae, yaitu peran yang mengambil alih peran orang tua yang tidak mampu memberikan pengasuhan / perlindungan pada anaknya. Di samping itu masyarakat juga melakukan pelarangan untuk mencegah timbulnya perlakuan kesewenangan dan penelantaran anak. Menurut Home Oicial for England kekerasan di rumah tangga dideinisikan berikut ini: . . . the term ‘domestic violence’ shall be understood to mean any violence between current and former partners in an intimate relationship, wherever and whenever the violence occurs. he violence may include physical, sexual, emotional and inancial abuse. Blunkett (2003) (Cooper & Vetere, 2005).

Keluarga menjadi penyelesai masalah, ada delapan model intervensi yang bisa dikembangkan (Hook, 2008) antara lain: 1) social learning approach to family counseling, menekankan pada pembelajaran ketrampilan baru, perilaku yang ditampilkan dan memperbaharui kepercayaan. 2) structural family therapy, yang menekankan pada mengkreasikan efektiitas organisasi keluarga. 3) solution focused family therapy, yang menekankan pada mengembangkan solusi baru terhadap masalah yang dihadapi. 4) Narative family therapy, yang menekankan pada transformasi permasalahan kepada harapan yang diinginkan. 5) Psychoeducational approaches to family counseling, yang menekankan pada kemungkinan anggota keluarga mengatasi sakit atau permasalahan lainnya. 6) Multisystem approach to family therapy, menekankan pada kemungkinan keluarga yang mengalami banyak masalah dengan dihubungkan dengan system support. 7) Object relation family therapy, yang menekankan pada issue hubungan interpersonal dengan pengalaman hidupnya. 8)

Spirituality, yang menekankan pada perasaan mengenai arti, nilai dan hubungan dengan aspek-aspek kehidupan.

(27)

sebagai unit sosial yang menghadirkan anak-anak sebagai anggota masyarakat. b) Care of the young (perawatan anak) adalah anak-anak yang dilahirkan memerlukan perawatan dan perlindungan yang dilakukan oleh keluarga, c) Socialization of new members

(Sosialisasi) adalah keluarga menyediakan anggota-anggota masyarakat yang produktif, dimana keluarga menjadi tempat untuk mensosialisasikan nilai dan norma yang ada di masyarakat. d) Regulation of sexual behavior (regulasi perilaku seks) adalah keluarga menyediakan tempat untuk mengatur pelaksanaan hubungan seksual, e) Source of afection (sumber kasih sayang) adalah keluarga memberikan pemuasan kebutuhan yang manusiawi, dukungan emosional dan aturan-aturan yang positif yang dapat membantu terwujudnya keteraturan kehidupan sosial.

Pada keluarga yang mempunyai anggota yang mengalami disabilitas berat ada peran pokok yang harus dilakukan yaitu memenuhi hak hidupnya. Dalam memenuhi hak hidup tersebut ada dua peran yang penting yaitu memperkuat ekonomi keluarga dan menambah pengetahuan tentang kedisabilitasan anaknya.

B. EKONOMI KELUARGA 1. Pendapatan

(28)

2. Pekerjaan

Purwodarminto (1996) mengartikan pekerjaan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah dan mata pencaharian. Menurut Dakir yang dikutip oleh Ermawan Susanto (2001) jenis pekerjaan dibagi menjadi : 1). Pegawai Negeri Sipil, yaitu orang yang memenuhi persyaratan, diangkat oleh pejabat yang berwenang, dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, serta digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku. 2). Pedagang ialah orang yang memiliki perusahaan atau bidang usaha besar atau kecil. Dari segi pendapatan, pedagang ada yang berpenghasilan besar ada pula yang berpenghasilan sedang atau kecil tergantung besar usaha. 3). Petani ialah orang yang pencahariannya bercocok tanam baik di ladang, sawah atau perkebunan. Petani terbagi menjadi beberapa golongan yaitu petani penggarap atau buruh tani dan petani pemilik. Petani penggarap atau buruh tani biasanya berpenghasilan kecil. 4). Buruh ialah orang yang pencahariannya dengan menjual jasa seperti tukang batu, sopir dan buruh pabrik. Penghasilan buruh rata-rata kecil. Untuk buruh pabrik biasanya pendapatan disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang berbeda-beda tiap daerah.

C. KOMPETENSI KELUARGA TENTANG DISABILITAS

(29)

Kompetensi sebaiknya dimiliki oleh orang tua/ anggota keluarga sebagai pendamping bagi anggota keluarganya yang mengalami disabilitas berat. Adapun yang dimaksud kompetensi orang tua atau anggota keluarga yang menjadi pendamping anak atau anggota keluarganya yang mengalami disabilitas berat, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap (attitude).

1. Pengetahuan (knowledge)

Orang tua atau anggota keluarga yang merawat anak atau anggota keluarganya mengalami disabilitas berat perlu dibekali dengan pengetahuan. Pengetahuan tentang kedisabilitasan, cara merawat penyandang disabilitas, bagaimana akses yang bisa didapat dari pemerintah, dan program-program yang disediakan pemerintah.

2. Keterampilan (skill)

Orang tua atau anggota keluarga dituntut memiliki ketrampilan yang berkaitan dengan cara merawat anak atau anggota keluarga yang mengalami disabilitas berat. Ketrampilan tidak hanya dalam merawat secara isik tapi juga ketrampilan secara non isik seperti memotivasi anggota keluarga yang lain agar dapat sama-sama merawat dan menjaga PDB. Keterampilan dalam memahami apa yang dibutuhkan PDB.

(30)

3. Sikap dan Nilai (Attitude and Value)

Motivasi menjadi pendamping (caregiver) bagi PDB terinspirasi oleh rasa keterpanggilan kemanusiaan. Kesabaran dan keikhlasan sangat diperlukan, karena kondisi keterbatasan yang disandang penyandang disabilitas membutuhkan pelayanan sesuai dengan kemampuan, menerima kondisi sebagaimana adanya, serta ikhlas dalam menjalankan tugas merupakan suatu bentuk sikap ingin membantu tanpa memikirkan imbalan. Rasa empati, dengan turut merasakan apa yang dirasakan dan menempatkan diri pada kesulitan yang dialami penyandang disabilitas. Dengan menolong akan melahirkan sikap mengasihi antar sesama, saling mengasihi, serta memperhatikan akan melahirkan kedamaian bagi penyandang disabilitas. Rasa empati, kepedulian, dan solidaritas sosial akan mewujudkan rasa tenggang rasa, toleransi, ikatan emosional, dan persaudaraan antara pendamping dan penyandang disabilitas. Semangat pengabdian, perhatian, dan komunikatif mempunyai arti ingin memberikan apa yang dimiliki dalam mendampingi penyandang disabilitas. Perhatian dan komunikatif merupakan bentuk dari keterlibatan mental dan emosional, dimana merupakan salah satu cara dalam menghadapi penyandang disabilitas yang menjadi tanggung jawabnya.

D. PEMENUHAN HAK PDB

Keberadaan penyandang disabilitas telah ada sejak dahulu kala hingga saat ini. Pada mulanya manusia sering kali mengkaitkan antara kecacatan dengan dosa, sehingga terjadinya kecacatan dapat membawa aib bagi keluarga atau penyandangnya sendiri. Istilah penyandang disabilitas pun sangat beragam. WHO mendeinisikan disabilitas sebagai “A restriction or inability to perform an activity in the manner or within the range considered normal for a human being, mostly resulting from impairment”. (Barbotte, E.Guillemin, F.Chau, & N. Lorhandicap Group, 2011)

(31)

untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang atau dalam rentang dianggap normal bagi manusia, sebagian besar akibat penurunan kemampuan. Selain pengertian secara umum, WHO mengemukakan pula deinisi disabilitas yang berbasis pada model sosial sebagai berikut: a) Impairment (kerusakan atau kelemahan) yaitu ketidaklengkapan atau ketidaknormalan yang disertai akibatnya terhadap fungsi tertentu. Misalnya kelumpuhan di bagian bawah tubuh disertai ketidakmampuan untuk berjalan dengan kedua kaki. b) Disability/handicap (cacat/ ketidakmampuan) adalah kerugian/ keterbatasan dalam aktivitas tertentu sebagai akibat faktor-faktor sosial yang hanya sedikit atau sama sekali tidak memperhitungkan orang-orang yang menyandang “kerusakan/ kelemahan” terentu dan karenanya mengeluarkan oranmg-orang itu dari arus aktivitas sosial (Peter, 2007)

Pengertian lain disebutkan pula olehhe International Classiication of Functioning (ICF) yaitu “Disability as the outcome of the interaction between a person with impairment and the environmental and attitudinal barriers s/he may face” (UNESCO Bangkok, 2009). Pengertian ini lebih menunjukkan disabilitas sebagai hasil dari hubungan interaksi antara seseorang dengan penurunan kemampuan dengan hambatan lingkungan dan sikap yang ditemui oleh orang tersebut.

(32)

Disabilitas). Sebagai konsekuensi dari ratiikasi adalah adanya pergeseran paradigma penanganan penyandang disabilitas yaitu pendekatan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan belas kasih (charity based approach) tetapi pada pendekatan yang lebih mengedepankan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas (rights based approach). Dalam hal ini, penyandang disabilitas tidak lagi dipandang sebagai objek tetapi harus diperlakukan sebagai subjek dalam pembangunan nasional setara dengan mereka yang non-disabilitas.

Salah satu upaya untuk melindungi hak penyandang disabilitas adalah dengan memberikan payung hukum yaitu UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang diikuti dengan PP No. 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat. Pada UU 4/1997, tentang Penyandang Cacat Pasal 1, Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: a) Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; b) Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; c) Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; d) Aksebilitas dalam rangka kemandiriannya; e) Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan f ) Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

(33)

melanjutkan keturunan; p) kebebasan dari eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan; q) kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia; r) penghormatan atas integritas; s) perlindungan dari diskriminasi; t) memperoleh kartu identitas diri; u) memperoleh akte kelahiran; dan v) perlindungan khusus.

Pada pasal 9 memuat tentang pemenuhan hak Pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk: a) pelayanan kesehatan; b) pelayanan sosial; c) penyediaan pelayanan pendidikan dan keterampilan; d) bantuan hukum; e) penyediaan akses pekerjaan; f ) penyediaan alat bantu; g) memperoleh aksesibilitas gedung dan transportasi; h) memperoleh akses terhadap informasi dan teknologi; i) menyediakan akomodasi yang layak. j) menyediakan kouta untuk dipilih, memilih, dan penyelenggara dalam pemilu/ pemilukada. k) menyediakan sarana dan prasarana olahraga; l) menyediakan sarana dan prasarana rekreasi; dan m) menyediakan sarana dan prasarana budaya.

Pada pasal 13 tentang pelayanan sosial untuk penyandang disabilitas dalam memenuhi hak adalah sebagai berikut: (1) Pelayanan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar penyandang disabilitas. (2) Pelayanan sosial dilaksanakan melalui rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial terhadap penyandang disabilitas. Sedangkan pasal 14 menyebutkan: (1) Pelayanan sosial melalui pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk: a) pemberian bantuan modal usaha; b) pemberian pelatihan ketrampilan; c) pendirian koperasi;dan d) pelatihan usaha mandiri.

(34)

e) bimbingan isik; f ) bimbingan sosial dan konseling psikososial; g) pelayanan aksesibilitas; h) bantuan dan asistensi sosial; i) bimbingan resosialisasi; j) bimbingan lanjut; dan/atau k) rujukan. Sedangkan ayat (2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.

(35)

3

METODE PENELITIAN

Bab

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuatitatif dengan mengeksplorasi peran keluarga/wali dalam rangka pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berat. Penelitian ini menggunakan metode survai, sedangkan dalam menganalisis data menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008). Jenis penelitian kuantitatif merupakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik (Sugiyono, 2008). Penelitian ini diperkuat dengan data kualitatif yang digali melalui wawancara.

B. VARIABEL PENELITIAN

(36)

Tabel 1. Variabel Penelitian

NO VARIABEL INDIKATOR

1 EKONOMI KELUARGA a. Pekerjaan

b. Pendapatan c. Pengeluaran

2 KOMPETENSI KELUARGA TENTANG KEDISABILITASAN

a. Pengetahuan c. Keterampilan d. Sikap dan Nilai

3 PEMENUHAN HAK PDB a. Sandang

b. Papan c. Pangan

d. Kesehatan dan Keperawatan e. Perlindungan

Dalam penelitian ini deinisi operasional variabel peran keluarga dalam pemenuhan hak PDB adalah sebagai berikut:

Peran keluarga sebagai variabel bebas (X) :

a. Ekonomi keluarga sebagai X1 dan kompetensi kedisabilitasan sebagai X2. Variabel peran diukur dengan menggunakan 4 poin skala Likert, responden diminta untuk memberikan konirmasi atas pernyataan pernyataan yang diberikan dalam skala 1 (tidak setuju) sampai dengan 4 (sangat setuju).

b. Pemenuhan hak PDB sebagai variabel terikat (Y)

Variabel Pemenuhan Hak PDB diukur dengan menggunakan menggunakan 4 poin skala Likert, responden diminta untuk memberikan konirmasi atas pernyataan pernyataan yang diberikan dalam skala 1 (tidak setuju) sampai dengan 4 (sangat setuju).

(37)

Keterangan:

X1 = Ekonomi keluarga

X2 = Kompetensi tentang kedisabilitasan Y = Pemenuhan hak PDB

C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu 5 lokasi berdasarkan 1) lokasi uji coba pemberdayaan keluarga penyandang disabilitas berat yang dilakukan oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan tahun 2015. 2) lokasi kegiatan ASPDB yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006, dimana pada tahun 2016 akan dilakukan pemutusan kegiatan (exit strategy). Jumlah populasi pada setiap lokasi penelitian menurut Provinsi dan Kabupaten Kota adalah sebagai berikut:

Tabel 2 : Populasi Penelitian

No. Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah Populasi

1. Jawa Tengah Kab. Jepara 261

2. Jawa Barat Kab. Bogor 256

3. DIY Kab. Sleman 234

4. Sumatera Barat Kota Padang 205

5. Sumatera Selatan Kota Palembang 322

(38)

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2008), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus representatif. Berdasarkan populasi tersebut maka penentuan sampel yang representatif dalam penelitian ini adalah 10 persen dari jumlah populasi yaitu sebanyak 128 keluarga. Pendapat lain mengemukakan bahwa apabila populasi di bawah 1000 maka sampel yang diambil adalah 30%, sedangkan apabila jumlah populasi di atas 1000 maka sampel yang diambil adalah 10% (Neuman, 2006). Berdasarkan tersebut maka jumlah sampel pada setiap lokasi yang dijadikan penelitian menurut Provinsi dan Kabupaten Kota adalah sebagai berikut:

Tabel 3: Populasi Penelitian

No. Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah Sampel

1. Jawa Tengah Kab. Jepara 28

2. Jawa Barat Kab. Bogor 26

3. DIY Kab. Sleman 24

4. Sumatera Barat Kota Padang 25

5. Sumatera Selatan Kota Palembang 30

JUMLAH 133

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian sangatlah penting karena berkaitan dengan tersedianya data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian, sehingga simpulan yang diambil adalah benar. Oleh karena itu dalam penelitian, metode pengumpulan data harus dilakukan dengan tepat. Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Angket

(39)

Mengingat kondisi responden maka pengisian angket dibantu oleh enumerator agar tidak terjadi salah persepsi.

2. Wawancara

Data kuantitatif diperkuat dengan data kuantlitatif yang diperoleh dengan wawancarayang menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan keluarga/wali penyandang disabilitas berat.

3. Studi Dokumentasi dan Pustaka

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yang berbentuk surat, catatan harian, laporan, foto dan sebagainya. Disamping itu juga dilakukan studi kepustakaan dari buku-buku, websidedan laporan hasil penelitian.

4. Observasi

Observasi terhadap kondisi penyandang disabilitas berat, keluarganya dan lingkungan isik dan sosialnya.

E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

(40)

Jawaban setiap item instrumen tersebut menggunakan skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2001). c) Tabulasi, yaitu kegiatan melakukan pengolahan data ke dalam bentuk tabel dengan memproses hitung frekuensi dari masing-masing kategori, baik secara manual maupun dengan bantuan komputer.

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 1. Uji Validitas

Suatu instrumen (daftar pertanyaan) dalam kuesioner dikatakan valid apabila pertanyaan tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi-rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r = 0.3, jadi jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0.3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan keterandalan suatu alat ukur. Tujuan dari dilakukan uji reliabilitas adalah agar instrumen yang digunakan yaitu kuesioner dapat dipercaya (reliable). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan

internal consistency, yaitu mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Internal consistency diukur dengan menggunakan koeisien Cronbach alpha. Jika koeisiensi alpha lebih besar daripada 0.60 maka dinyatakan bahwa instrumen pengukuran yang digunakan dalam penelitian adalah handal.

G. METODE ALALISIS DATA

(41)

dengan tujuan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan simpulan. Teknik pengolahan data menggunakan perhitungan komputasi program SPSS (Statistical Program for Social Science) yaitu suatu program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara tepat dan cepat, menjadi berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan.

H. PENGUJIAN HIPOTESIS

Pada penelitian ini, pengujian hipotesis dengan menggunakan

Spearman mengingat data yang dihasilkan adalah ordinal. Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1 = Terdapat pengaruh ekonomi keluarga terhadap pemenuhan hak hidup Penyandang Disabilitas Berat

H2 = Terdapat pengaruh kompetensi keluarga tentang

kedisabilitasan keluarga terhadap pemenuhan hak hidup Penyandang Disabilitas Berat

H3 = Terdapat pengaruh ekonomi keluarga dan kompetensi keluarga tentang kedisabilitasan terhadap pemenuhan hak hidup Penyandang Disabilitas Berat

I. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tahapan-tahapan ilmiah sebagai berikut:

1. Persiapan

a. Konsultasi penyusunan rancangan

b. Penyusunan rancangan dan instrumen penelitian c. Pembahasan rancangan dan instrumen

d. Ujicoba instrumen

e. Perbaikan rancangan dan instrumen f. Penjajagan lokasi (Advance)

2. Pelaksanaan

(42)

3. Pengolahan data dan analisa data a. Entry data

b. Interpretasi data 4. Pelaporan

a. Penyusunan laporan

b. Pembahasan laporan sementara

(43)

4

HASIL PENELITIAN

Bab

Hasil penelitian ini akan menguraikan tentang gambaran umum keluarga, peran keluarga dan hak Penyandang Disabilitas Berat (PDB). Hasil Penelitian diolah secara nasional diwakili lima provinsi yang dijadikan sampel penelitian antara lain DIY, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan, dengan jumlah sampel sebanyak 133 keluarga terpilih ditentukan dengan stratiiet random sampling. Kota yang menjadi sampel antara lain Kab. Bogor, Kab. Jepara, Kota Padang, Kota Palembang, dan Kab. Sleman. Kecamatan yang menjadi sampel sebanyak 114 kecamatan. Sebanyak 133 responden tersebut tersebar di pedesaan sebanyak 55 keluarga (42%) dan di perkotaan sebanyak 76 keluarga (58%).

A. GAMBARAN KELUARGA PENYANDANG DISABILITAS BERAT

(44)

Gambar 1 : Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat

(45)

program ASPDB membutuhkan seorang pendamping lapangan yang membantu orang tua dalam mengakses progran ASPDB maupun program yang lainnya terkait perawatan terhadap PDB. Pendamping yang ada dirasakan masih kurang ideal karena satu orang pendamping masih mendampingi sekitar 30 sampai 40 orang dan bahkan ada yang mendampingi sampai dengan 60 orang. Sehingga kebanyakan yang dilakukan masih sebatas urusan administrasi pencairan bantuan. Gambar berikut adalah pendamping lapangan penyandang disabilitas berat.

Gambar 2 : Pendamping Program Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB)

(46)

perbandingan ideal adalah 1 orang pendamping mendampingi 10 keluarga. Gambaran keluarga penyandang disabilitas yang didampingi dapat dilihat dari karakteristiknya berikut ini.

1. Umur Keluarga

Salah satu karakteristik keluarga PDB dapat dilihat dari umurnya. Umur keluarga berkaitan erat dengan kemampuan merawat karena ada beberapa orang tua sudah lansia merasa kesulitan merawat PDB yang sudah dewasa.

Diagram 2 : Umur Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat

(47)

yang cukup besar seperti popok sekali pakai, makanan khusus, pakaian yang selalu harus diganti dan kebutuhan terapi. Kebutuhan PDB tersebut menyebabkan beban keluarga yang lebih besar pula. Sehingga usia produktif berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan potensi keluarga perlu mendapatkan perhatian dalam rangka pemenuhan hak penyandang disabilitas berat. 2. Pendidikan Keluarga

Selain usia keluarga, karakteristik keluarga yang lain dapat dilihat dari segi pendidikannya. Pendidikan sangat erat hubungannya dengan pekerjaan, penghasilan dan cara merawat anaknya yang mengalami disabilitas berat. Pendidikan keluarga dapat dilihat sebagai berikut;

Diagram 3 : Pendidikan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat

(48)

memenuhi hak anaknya.Pendidikan keluarga merupakan unit fundamental yang bertanggung jawab dan harus melayani kebutuhan isik dan fsikis anak selama mereka dalam pertumbuhan menuju kedewasaan. Tanggung jawab dimaksud terutama berada dipundak orang tua, sehingga ia dituntut dapat benar-benar berfungsi sebagi pendidik. Karena ternyata salah satu faktor dominan yang mempengaruhi pola prilaku anak dalam proses pendidikannya adalah lingkungan keluarga. Pendidikan keluarga responden dapat dilihat daalam diagram berikut.

3. Pekerjaan

Pekerjaan keluarga dapat dikelompokkan antara lain; tidak bekerja, dagang, jasa (pijat, kos, menjahit dan ukir), buruh/ karyawan, pembantu rumah tangga, sopir, petani/nelayan dan pensiunan. Pekerjaan keluarga akan mempengaruhi kehidupan PDB dan sebaliknya permasalahan PDB akan mempengaruhi pekerjaan.

Diagram 4 : Pekerjaan Keluarga Penyandang Disabilitas Berat

(49)

%. Hal ini mempengaruhi kondisi pemenuhan hak PDB. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga penyandang disabilitas berat menghadapi persoalan dalam pembagian peran antara pemenuhan hak PDB dan tuntutan peran ekonomi keluarga. Situasi semacam ini banyak dialami keluarga PDB yang terpaksa mengorbankan pekerjaan demi merawat PDB. Di satu sisi keluarga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, di sisi lain keluarga juga harus merawat PDBsecara rutin. Berrikut adalah salah satu gambar pekerjaan orangtua penyandang disabilitas.

Gambar 3 : Pekerjaan Keluarga dengan Penyandang Disabilitas Berat

(50)

4. Penghasilan

Karakteristik keluarga selanjutnya yang terkait dengan pekerjaan adalah upah dan gaji.Perbedaan pendapatan dalam upah dan gaji pada rumah tangga timbul dari perbedaan ciri-ciri para pekerja yang ditentukan dari keterampilan, pelatihan, pendidikan, pengalaman dan lainnya. Selain itu juga ditentukan adanya perbedaan pekerjaan antara lain berbahaya, sulit, gemerlapan dan seterusnya.

Diagram 5 : Pendapatan Rumah Tangga PDB

Pendapatan rumah tangga PDBberbeda menurut jumlah anggota rumah tangga dalam angkatan kerja. Semakin banyak anggota rumah tangga yang bekerja semakin besar juga tingkat pendapatannya. Sebagian besar keluarga PDB berpenghasilan Rp.500.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,. Penghasilan yang demikian perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan secara ekonomis namun tidak meninggalkan aktivitas dalam merawat PDB.

B. EKONOMI KELUARGA 1. Pekerjaan

(51)

lain sebagaimana keduanya berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Dari pengamatan selama proses penelitian pekerjaan seseorang dapat mengubah tidak hanya lingkungan namun juga dirinya, memperkaya dan menumbuhkan hidup dan semangatnya. Sedangkan keluarga dipandang sebagai hal yang pertama dan paling penting dalam human society. Keluarga juga dikaitkan dengan kasih sayang yaitu seseorang dapat mengembangkan diri dan memperoleh pemenuhan dirinya, serta merupakan tempat yang penting bagi sebuah kebahagiaan dan harapan. Sedangkan pekerjaan adalah kondisi dan kebutuhan dasar bagi kehidupan keluarga, dan pada sisi lain merupakan sekolah pertama bagi pekerjaan untuk setiap orang. Jadi pekerjaan ditujukan bagi seseorang dan keluarga. Di dalam penelitian ini pekerjaan keluarga diukur antara lain keluarga bekerja atau tidak, lama bekerja sudah sesuai harapan atau belum, dan dukungan keluarga terhadap pekerjaan yang dijalani.

Diagram 6 : Keluarga Mempunyai Pekerjaan

(52)

Sebagian besar pekerjaan responden sebagai buruh/karyawan. Sementara itu sebanyak 18% tidak mempunyai pekerjaan yaitu 11% menjawab kurang setuju yang artinya keluarga tidak punya pekerjaan tetapi disumbang dari anggota keluarga yang lain dan 7% menjawab tidak setuju yang artinya tidak punya sama sekali. Lama bekerja setiap hari juga menjadi salah satu ukuran dalam mengukur pekerjaan. Hal ini berhubungan dengan lamanya keluarga meninggalkan rumah dan berkaitan dengan besarnya penghasilan. Lamanya bekerja setiap hari dengan penghasilan yang sedikit akan cenderung menjawab tidak sesuai dengan harapan.

Diagram 7 : Lama Bekerja Setiap Hari Sesuai Harapan

(53)

Lama bekerja orangtua berkisar dari 2 – 18 jam sehari, dan rata-rata 6,5 jam sehari. Orang tua yang bekerja lebih dari 8 jam sehari adalah bekerja sebagai pedagang (warung sembako dan warung sayur). Walaupun bekerja lebih dari 8 jam sehari (18 jam), namun orang tua tidak selama 18 jam meninggalkan rumah, karena tempat bekerja orang tua di rumah tempat tinggal keluarganya. Sedangkan orangtua yang bekerja hanya 2 jam sehari adalah bekerja sebagai asisten rumah tangga, pekerjaannya hanya mencuci dan mensetrika pakaian tetangga dekat rumahnya, selama 2 jam meninggalkan rumah. Untuk mendapatkan pekerjaan yang ditekuni saat ini pada umumnya tidak membutuhkan keterampilan khusus.

Dukungan keluarga terhadap pekerjaan sangat penting untuk dijadikan ukuran karena dukungan keluarga akan memberikan ketenangan saat bekerja.

Diagram 8 : Anggota Keluarga Mendukung Pekerjaan Saat Ini

(54)

Dukungan keluarga yang biasa diberikan oleh anggota keluarga antara lain berupa dorongan psikologis anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang bekerja.

2. Penghasilan

Penghasilan keluarga penyandang disabilitas adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Penghasilah keluarga diukur dengan beberapa indikator antara lain mempunyai penghasilan tetap, penghasilan dapat memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung.

Penghasilan tetap setiap bulan dapat dijadikan indikator dalam mengukur penghasilan karena seolah-olah memberikan jaminan kepada keluarga dalam pemenuhan kebutuhan terutama dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas berat.

Diagram 9 : Mempunyai Penghasilan Yang Tetap Setiap Bulan

(55)

keluarga ini mempunyai penghasilan tetap dengan bekerja sebagai buruh. Misalnya yang bekerja mengukir mendapat penghasilan setiap minggu sekitar Rp.300.000 sampai dengan Rp.400.000.

Selain penghasilan tetap, yang dijadikan indikator penghasilan adalah penghasilan tersebut dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Walaupun setiap bulannya mendapatkan penghasilan, namun penghasilan tersebut rata-rata relatif rendah dan belum tentu dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Terlebih lagi keluarga yang mempunyai anggota penyandang disabilitas berat. Keluarga ini pengeluarannya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tidak mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas berat.

Diagram 10 : Penghasilan Yang Diperoleh Mencukupi Kebutuhan Keluarga

(56)

Keluarga PDB memenuhi kebutuhan hidupnya dari pekerjaan yang ditekuni saat ini, kadang kala penghasilan keluarga belum cukup untuk memenuhi keseluruhan kebutuhan sehari-hari keluarga PDB. Cara memenuhi kekurangan tersebut, sebagian informan mengatakan memimjam ke tetangga, warung dan ke tempat kerja. Kemudian ada yang ngojek, mencari tambahan dengan menawarkan jasa memperbaiki listrik tetangga maupun pompa air, menawarkan tenaga mencuci dan mensetrika pakaian tetangga. Kemudian ada yang mengatakan menunda membeli yang lain dan ada yang mengatakan pasrah saja, apa adanya saja. Walaupun demikian pemenuhan terhadap kebutuhan PDB selalu menjadi prioritas dari kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Diagram 11 : Dapat Menabung Dari Penghasilan Keluarga

(57)

3. Pengeluaran

Pengeluaran adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga penyandang disabilitas berat untuk memenuhi kebutuhannya.Pengeluaran keluarga per bulan berkisar dari Rp. 1.500.000 – Rp. 4.500.000, terbanyak adalah 3.000.000. Pengeluarnya pada umumnya hanya untuk kebutuhan primer seperti untuk makan, bayar listrik, kebersihan (sabun cuci, mandi dan lain lain), angsuran rumah dan angsuran motor, kebutuhan anak sekolah serta kebutuhan anak PDB. Menurut informan pengeluaran khusus untuk PDB adalah makan, pempers (bagi PDB yang harus memakai pempers), terapi, berobat dan susu. Pengeluaran untuk setiap PDB berbeda sesuai dengan tingkat kesulitan PDB nya. Seperti untuk makan, ada yang sama seperti kebutuhan anak normal karena mampu menelan makanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan makanan orang normal. Namun ada yang membutuhkan pengeluaran yang khusus baik untuk makanan, pakaian, pengobatan maupun yang lain.

Pengeluaran keluarga yang diukur ada 5 indikator antara lain untuk makan PDB, untuk pakaian PDB, untuk kesehatan PDB, kemampuan keluarga dalam memenuhi pengeluaran, dan usaha keluarga dengan cara saling membantu dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari.

(58)

Diagram 12 : Pengeluaran Keluarga untuk Makan PDB Dapat Dipenuhi

Sebagian besar keluarga penyandang disabilitas berat mengaku bahwa dapat memenuhi kebutuhan makan PDB yaitu sebanyak 87%, dan hanya 13% yang mengaku tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan makan disesuaikan dengan kondisi keluarga, apabila mempunyai biaya maka kebutuhan nutrisi cenderung terpenuhi. Ada juga yang menyamakan dengan yang normal, tetapi cara penyajiannya saja di lembutkan. Jadi walaupun pendapatannya masih kurang, namun untuk pemenuhan kebutuhan makan PDB selalu diusahakan.

(59)

Diagram 13 : Pengeluaran untuk Pakaian PDB Dapat Dipenuhi

Sebagian besar pengeluaran pakaian untuk penyandang disabilitas berat dapat dipenuhi yaitu sebanyak 78%. Sebanyak 25% menyatakan sangat setuju dan 53% menyatakan setuju. Hanya 22% yang menyatakan tidak dapat memenuhi kebutuhan pakainnya. Dari yang dapat memenuhi tersebut sebagian menyatakan membelikan pakaian setiap lebaran saja. Kebanyakan keluarga menyatakan bahwa yang banyak dibutuhkan oleh PDB adalah pakaian kaos karena lebih leksibel dalam memakaikannya. Kebutuhannya lebih banyak dan harus sering ganti karena kotor kena air liur maupun air kencing dan kotoran saat buang air besar. Agar tidak sering ganti pakaian maka penggantinya adalah dipakaikan popok sekali pakai (diapers) yang membutuhkan biaya tambahan tidak sedikit. Biasanya dalam satu hari rata-rata ganti dua sampai tiga kali. Walaupun sudah dewasa secara umur, penyandang disabilitas berat harus diperlakukan secara anak-anak bahkan seperti bayi yang masih selalu tergantung pada orang tuanya.

(60)

kejang-kejang. Kondisi yang demikian membutuhkan perhatian khusus dan membutuhkan biaya untuk berobat yang lebih dibanding orang normal.

Diagram 14 : Pengeluaran Keluarga untuk Kesehatan PDB Dapat Dipenuhi

(61)

Kebutuhan secara umum keluarga yang mempunyai anggota penyandang disabilitas berat selain pengeluaran di atas adalah lebih tinggi dibanding keluarga normal. Kemampuan keluarga dalam memenuhi pengeluaran kebutuhan PDB merupakan indikator penting dalam mengukut pengeluaran.

Diagram 15 : Keluarga Mampu Memenuhi Pengeluaran Kebutuhan PDB

(62)

Salah satu indikator pengeluaran antara lain keluarga saling membantu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apabila dilakukan sendiri akan terasa berat sehingga keluarga perlu saling membantu dalam mencukupi kebutuhannya.

Diagram 16 : Keluarga Saling Membantu Mencukupi Kebutuhan Sehari-hari

Sebagian besar keluarga PDB saling membantu dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari sebanyak 85% yaitu 46% menyatakan sangat setuju dan 39% menyatakan setuju. Hanya 9% yang menyatakan kurang setuju dan 6% menyatakan tidak setuju. Hal ini menunjukan bahwa jiwa gotong royong masyarakat Indonesia masih cukup tinggi.

C. KOMPETENSI KELUARGA

Kompetensi keluarga diukur dengan tiga indikator antara lain pengetahuan, keterampilan dan sikap.

1. Pengetahuan

(63)

akses memperoleh bantuan baik bantuan untuk kesehatan kebutuhan terapi dan lain-lain.

Diagram 17 : Pengetahuan Keluarga Tentang Disabilitas Berat

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga (52%) mempunyai pengetahuan yang cukup tentang PDB. Dari data yang didapat, sebagian besar keluarga dapat menyebutkan jenis-jenis disabilitas, bahwa PDB memerlukan perhatian khusus yang berbeda dari anggota keluarga yang lain, apa saja yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas, serta mereka mengetahui anggota keluarganya termasuk penyandang disabilitas berat. Pengetahuan keluarga tentang disabilitas akan berpengaruh terhadap cara perawatan dan perhatian terhadap penyandang disabilitas berat. Pengetahuan keluarga tentang disabilitas berat dari keluarga tidak diperoleh dari pelatihan, melainkan ketika dalam proses perjalanan dalam berobat sambil konsultasi ke dokter atau membaca media informasi. Setelah mendapatkan informasi barulah dirumah dipraktekkan, misalnya terapi sederhana, cara memperlakukan PDB maupun aturan-aturan pemberian makanan dan nutrisi. Pengetahuan juga didapat dari pengalaman berinteraksi dengan PDB setiap harinya.

(64)

bahkan sejak lahirsehingga hafal betul sifat anaknya yang memerlukan perhatian khusus dibandingkan dengan anak yang normal.

Diagram 18 : Pengetahuan Keluarga PDB Memerlukan Perharian Khusus

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga (56%) mempunyai pengetahuan yang sangat baik tentang keperluan perhatian khusus PDB. Dari data yang didapat, sebagian besar keluarga dapat memberikan perhatian yang khusus pada anggota keluarganya yang PDB, hal ini didapat dari keterangan mereka yang sanggup berhenti bekerja karena ingin selalu berada disamping anak mereka yang PDB, bahkan mau berbagi waktu dengan anggota keluarga yang lain dalam menjaga PDB. Walaupun secara verbal tidak bisa berkomunikasi dengan PDB, namun orang tua dapat mengerti keinginan-keinginannya. Seperti isyarat kalau mau makan, isyarat kalau tidak suka terhadap makanan tertentu dan isyarat merasa tidak enak badan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman selama ini dalam proses berinteraksi dengan PDB.

(65)

rata-rata pengobatan dan terapi dilakukan pada saat anak baru mengalami sakit. Namun ketika sudah dewasa mereka tidak melakukanya lagi. Keluarga PDB dalam kondisi ini hanya bersikap menerima dan pasrah.

Diagram 19 : Pengetahuan Keluarga Tentang Akses Bagi PDB

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga (53%) mempunyai pengetahuan yang Baik tentang akses bagi PDB. Dari data yang didapat, sebagian besar keluarga mengetahui akses yang diperlukan oleh PDB. Hal ini didapat dari jawaban yang mereka berikan seperti tempat terapi di rumah sakit atau puskesmas, Akan tetapi kendala yang banyak ditemui dilapangan adalah kekurangan biaya untuk menjangkau akses dan juga ketiadaan sarana yang dapat digunakan oleh PDB dalam menjangkau akses tersebut. Kebanyakan keluarga menjawab tidak memperoleh bantuan dari lingkungan sekitar maupun bantuan lainnya selain bantuan Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB). Namun beberapa keluarga menjawab pernah mendapat bantuan dari beberapa orang secaara pribadi dalam momen-momen tertentu seperti lebaran.

(66)

Diagram 20 : Pengetahuan Keluarga Tentang Kebutuhan Khusus Harian PDB

(67)

kebutuhan khusus yang harus dipenuhi oleh orangtua, seperti yang dikatakan berikut “orang seperti anak saya yang dibutuhkan adalah kasih sayang saya dan ibunya, kita harus memperhatikan apa yang harus kita penuhi untuk memperingan beban anak kami, mana tau ada mukjijat dari Tuhan”, demikian informan.

Pengetahuan tentang cara merawat PDB sangat penting karena harus dilakukan setiap harinya. Pengetahuan yang baik akan berdampak pada pemenuhan hak penyandang disabilitas berat.

Diagram 21 : Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Merawat PDB

(68)

Sedangkan untuk pengobatan atau terapi untuk PDB, informan orangtua memiliki pengetahuan yang juga berbeda. Ada informan yangmengatakan PDB harus dibawa berobat ke dokter spesialis dan mendapatkan terapi yang rutin. Namun ada juga yang mengatakan kalau sakit cukup beli obat warung atau berobat ke bidan saja. Ada juga yang mengatakan ke puskesmas ke rumah sakit, dokter praktek maupun ke tukang urut sebagai terapi.

Terapi terhadap penyandang disabilitas sangat penting artinya karena terapi dapat merubah kondisi isik maupun mentalnya. Pengetahuan ini akan mempengaruhi perawatan secara isik PDB.

Diagram 22 : Pengetahuan Keluarga Tentang Tempat Terapi PDB

(69)

Informan mengatakan, anaknya selalu dibawa terapi setiap seminggu sekali, sehingga perkembangan nya terlihat cukup baik. Pendamping mengatakan, dulu anak ini tidak bisa apa-apa, tangannyakaku, tidak bisa apa-apa. Tapi saat ini, PDB sudah bisa duduk, walaupun harus dibantu untuk duduk, tangan dan kaki tidak lagi kaku. Hal ini menurut pendamping karena kepedulian orang tua dan perhatian orang tua terhadap PDB.

2. Keterampilan

Orang tua atau anggota keluarga dituntut memiliki keterampilan yang berkaitan dengan cara merawat anak atau anggota keluarga yang mengalami disabilitas berat. Keterampilan tidak hanya dalam merawat secara isik tapi juga keterampilan secara non isik seperti memotivasi anggota keluarga yang lain agar dapat sama-sama merawat dan menjaga PDB. Keterampilan dalam memahami apa yang dibutuhkan PDB.Sebagian besar informan belum pernah mengikuti pelatihan, baik pelatihan merawat PDB maupun pelatihan keterampilan usaha atau bekerja. Hanya satu informan yang pernah mengikuti pelatihan keterampilan menjahit yang diadakan oleh salah satu perusahaan.

(70)

orang normal, tidak dimandikan disembarang ruangan/tempat. Satu orang PDB mampu mandi sendiri dengan merangkang ke kamar mandi, keluarga menyiapkan air dan peralatan mandi, menurut informan sesekali dimandikan keluarganya.

Diagram 23 : Keterampilan Keluarga Dalam Memandikan PDB

(71)

Diagram 24 : Keterampilan Dalam Membantu Mengenakan Pakaian PDB

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga (62%) mempunyai keterampilan yang sangat terampil dalam membantu mengenakan pakaian pada PDB. Dari data yang didapat, sebagian besar keluarga telah terampil dalam membantu mengenakan pakaian, mengganti pampers PDB ataupun mengganti alas tidur PDB bila telah basah oleh air kencing. Ada beberapa kasus yang ibunya sudah tua dan anaknya sudah mulai dewasa sehingga ibunya mengalami kesulitan dalam merawat anaknya terutama dalam memandikan sehingga ibunya merasa susah payah dalam memandikan dan mengenakan pakaian anaknya. Begitu juga dalam menjaga tempat tidur ada beberapa yang masih tercium bau pesing saat peneliti melakukan observasi kondisi kamar penyandang disabilitas berat.

(72)

Diagram 25 : Keterampilan Keluarga Dalam Memberikan Terapi Sendiri

Berdasarkan diagram di atas, keluarga menyatakan terampil dalam memberikan terapi sendiri pada PDB sebesar (34%), yang menyatakan kurang terampil dalam memberikan terapi sendiri pada PDB sebesar (23%), serta yang menyatakan tidak terampil dalam memberikan terapi sendiri pada PDB sebesar (28%). Dari data yang didapat, hanya sebagian kecil keluarga cukup terampil dalam memberikan terapi sendiri pada PDB. Kondisi ini terjadi karena tingkat pendidikan orangtua, kurangnya informasi, juga karena kurangnya perhatian dari aparat setingkat RT atau RW dilingkungan tempat tinggal PDB maupun dari dinas terkait setempat dalam menjangkau para keluarga yang memiliki anggota atau anak yang PDB. Keterampilan terapi yang dilakukan keluarga masih tergolong sederhana dan dilakukan tanpa supervisi. Keterampilan didapat saat berkonsultasi tentang visioterapi, kemudian dirumah dicoba untuk dipraktekan sendiri.

3. Sikap

(73)

mental dan emosional antara keluarga dan PDB. Penyandang disabilitas adalah manusia yang juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang terdekatnya. Apabila hubungan emosional antara keluarga dan PDB terjalin dengan baik, maka secara tidak langsung pemenuhan kebutuhan dasar psikologis PDB akan terpenuhi. PDB merasa menjadi bagian dari keluarga, merasa disayang, dan diperhatikan.

Diagram 26 : Sikap Keluarga Tentang Kesabaran Dalam Merawat PDB

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga sangat baik kesabarannya dalam merawat PDB (58%) dan keluarga yang masuk kategori baik dalam kesabarannya merawat PDB sebesar (41%). Kondisi ini menggambarkan bahwa keluarga yang menjadi reponden dalam penelitian ini sebagian besar menerima apa adanya kehadiran anak atau anggota keluarga mereka ditengah-tengah keluarga. Mereka merawat PDB semampu dan sebisa mereka. Mereka menerima PDB sebagai titipan Tuhan yang harus dijaga.

(74)

Diagram 27 : Sikap Keluarga Dalam Memperlakukan PDB

(75)

Diagram 28 : Sikap Keluarga dalam Menyediakan Waktu untuk PDB

Berdasarkan diagram di atas, sebagian besar keluarga (56%) sangat baik dalam menyediakan waktu untuk PDB. Kondisi ini menggambarkan bahwa keluarga yang menjadi reponden dalam penelitian ini sebagian besar mau meluangkan waktunya untuk merawat PDB. Bahkan ada rela berhenti dari pekerjaannya semata-mata agar selalu ada disamping anaknya. Solusinya mereka membuka warung dirumahnyaatau orang tua melakukan pekerjaan yang merupakan matapencahariannya dengan bekerja di sekitar rumah, seperti yang dilakukan orangtua sebagai pemahat kayu. Apabila ada kepeluan dan harus keluar rumah, orangtua akan mencari orang yang mau menjaga PDB selama mereka pergi.Sikap keluarga terhadap PDB menunjukkan keihlasan keluarga dalam mengurus PDB, yang berakibat pada kondisi PDB, bersih atau tidak, sehat/ tidak sehat dab lain lain.

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2 : Populasi Penelitian
Tabel 3: Populasi Penelitian
Gambar 1 : Keluarga Dengan Penyandang Disabilitas Berat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, bahan mentah atau bahan makanan yang digunakan dalam sereal tersebut kebanyakan memang merupakan bahan makanan yang juga menjadi bahan dasar produk lain

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan sekripsi yang berjudul “Pengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik dibandingkan dengan

Nilai kini kewajiban imbalan pasti ditentukan dengan mendiskontokan estimasi arus kas di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga obligasi pemerintah (dikarenakan tidak

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk membuat suatu sistem pemantauan aras ketinggian cairan berbasis pengolahan citra yang dapat diakses melalui jaringan.. 1.3

Skripsi ini berjudul “Perilaku Pencarian Informasi Petani Padi di Desa Rowosari, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

Konsumen lebih cenderung untuk membeli merek yang sudah dikenal karena merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal, konsumen merasa aman, terhindar dari berbagai

Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses deteksi benda – benda yang terkubur di bawah tanah dengan tingkat kedalaman tertentu,