• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Konsumsi Obat Tradisional di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Konsumsi Obat Tradisional di Kota Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Pengobatan tradisional dan obat tradisional telah menyatu dengan masyarakat, digunakan dalam mengatasi masalah kesehatan. Kemampuan masyarakat untuk mengobati sendiri, mengenai gejala penyakit dan memelihara kesehatan perlu ditingkatkan dalam rangka menjaga kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk ini obat tradisional dan jamu merupakan potensi yang besar karena sudah dikenal masyarakat, mudah diperoleh, harga relatif murah serta merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat (Agoes dan Jacob, 1996).

Menurut Rukmana (2004) sejak jaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional (jamu) semakin meningkat pesat. Berkembangnya teknologi (modern) menyebabkan seduhan jamu yang pahit telah diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan obat tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan rakyat turun-temurun.

(2)

Tumbuhan obat adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat. Maksudnya yaitu tanaman obat tradisional digunakan sebagai bahan untuk membuat obat (Siswanto,1997).

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005: 4-6), menyebut obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan, mengandung dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu, tetapi tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, cukup dengan bukti empiris. Kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu sediaan jamu adalah: aman, klaim khas iat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan mutu. 2. Obat herbal terstandar (Standarized Based Herbal Medicine) merupakan

(3)

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatan fitofarmaka telah terstandarisasi yang didukung oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada manusia. Pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.

2.1.1 Kebijakan Obat Tradisional

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (2007) KOTRANAS adalah dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan dan sasaran nasional di bidang obat tradisional beserta prioritas, strategi dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen - komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan.

Adapun Tujuan KOTRANAS adalah :

1. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan (sustainable use) untuk digunakan sebagai obat tradisional dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan.

2. Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia secara lintas sektor agar mempunyai daya saing tinggi sebagai sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara yang berkelanjutan.

(4)

4. Menjadikan obat tradisional sebagai komoditi unggul yang memberikan multi manfaat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, memberikan peluang kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Obat tradisional pada KOTRANAS mencakup bahan atau ramuan bahan tumbuhan, hewan, mineral termasuk biota laut atau sediaan galenik yang telah digunakan secara turun temurun maupun yang telah melalui uji pra-klinik/klinik seperti obat herbal terstandar dan fitofarmaka, untuk menjembatani pengembangan obat tradisional kearah pemanfaatannya dalam pelayanan kesehatan formal dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia.

KOTRANAS adalah kebijakan tentang obat tradisional secara me nyeluruh dari hulu ke hilir, meliputi budidaya dan konservasi sumber daya obat, keamanan dan khasiat obat tradisional, mutu, aksesibilitas, penggunaan yang tepat, pengawasan, penelitian dan pengembangan, industrialisasi dan komersialisasi, dokumentasi dan database, pemgembangan sumber daya manusia serta pemantauan dan evaluasi. 2.1.2 Manfaat Jamu

Adapun manfaat dari jamu, yaitu (Yuliarti, 2008): a. Menjaga kebugaran tubuh

Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang menganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu.

b. Menjaga kecantikan

(5)

menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan sebagainya.

c. Mencegah penyakit

Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah gangguan – gangguan kesehatan ringan misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah cacat pada janin.

d. Mengobati penyakit

Manfaat jamu yang paling dikenal di masyarakat adalah untuk mengobati penyakit. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobat berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronchitis, demam berdarah, hipertensi, influenza, kanker, gangguan kolesterol, lever, luka, malaria, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.

2.2 Usaha Kecil Obat Tradisional

Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen ( Depkes RI, 2012).

2.3 Jamu

Defenisi jamu atau obat tradisional berdasarkan Undang – Undang Kesehatan RI no. 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galerik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

(6)

1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat 2. Narkotika atau psikotropika

3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

2.3.1 Jamu dan Kesehatan

Menurut Hermanto (2007), jamu bisa dimanfaatkan untuk obat luar dan obat dalam yang harus diminum. Obat luar bisa dioles, direndam, atau ditempel. Image jamu biasanya bau yang tidak enak dan rasanya pahit. Khasiat jamu dipercaya sejak jaman dahulu. Selanjutnya, seiring dengan berjalannya waktu, negara Indonesia dijajah Belanda. Sehingga masuklah budaya barat yang memperkenalkan obat medis yang praktis, kecil, tidak berbau dan tinggal telan. 2.3.2 Jenis Jamu

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No. 00.05.4.2411 tahun 2004, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (POM,2004) :

1. Jamu

Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang. Di pasaran , bisa dijumpai dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar rebusan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong (Yuliarti, 2008). Beberapa contoh jamu gendong menurut Lewi (2008) :

a. Jamu Kunir Asam

(7)

panas dalam atau sariawan serta membuat perut menjadi dingin. Bahan yang digunakan yaitu kunyit, gula.

b. Jamu beras kencur

Jamu beras kencur dipercaya dapat menghilangkan pegal – pegal pada tubuh. Selain itu dapat merangsang nafsu makan sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat. Bahan baku yang digunakan beras dan kencur.

c. Jamu Pahitan

Jamu pahitan dimanfaatkan untuk gatal – gatal dan kencing manis. Manfaat lainnya untuk menghilangkan bau badan, menurunkan kolesterol, perut kembung, jerawat, pegal, dan pusing. Bahan baku yang digunakan yaitu sambiloto.

Menurut Yuliarti (2008), demi alasan kepraktisan, kini jamu juga diproduksi dalam bentuk kapsul dan dalam bentuk pil siap minum. Pada umumnya jamu dalam kelompok ini diracik berdasarkan resep leluhur, yang belum diteliti secara ilmiah. Khasiat dan keamanannya dikenal secara empiris atau berdasarkan pengalaman secara turun temurun.

2.3.3 Legislasi Jamu atau Obat Tradisional di Indonesia

Jamu atau obat tradisional yang beredar di Indonesia mempunyai sertifikat berjenjang, yaitu (Hermanto, 2007) :

(8)

2. Sertifikat Obat Herbal Terstandar apabila sebuah ramuan suda h diujicobakan kepada hewan percobaan, atau dilakukan uji praklinis.

3. Sertifikat Fitofarmaka untuk obat yang sudah dilakukan uji klinis. 2.3.4 Syarat Pembuatan Jamu/Obat Tradisional

Terhadap jamu/obat tradisional, pemerintah belum mengeluarkan persyaratan yang mantap, namun dalam pembinaan jamu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa petunjuk yakni sebagai berikut (Santosa, 2006) :

1. Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah berkembang biaknya bakteri, kapang dan khamir (ragi).

2. Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000. 3. Jumlah bakteri nompatogen tidak lebih dari 1.000.000. 4. Bebas dari bakteri pathogen seperti Salmonella.

5. Jamu yang berbentuk pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15 menit (menurut Farmakope Indonesia). Toleransi sampai 45 menit.

6. Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia berkhasiat.

Selain itu, pembuatan jamu tradisional juga memerlukan bahan tambahan berupa pengawet yang tidak lebih dari 0,1 %.

Pengawet yang diperbolehkan (Depkes R.I, 1994) : 1. Metil p – hidroksi benzoate (Nipagin) 2. Propil p – hidroksi benzoat (Nipasol) 3. Asam sorbet atau garamnya

(9)

2.4 CPOTB

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk menjamin produk yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani (Depkes, 1991).

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan, dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional (BPOM, 2015).

2.5 Pedoman Untuk Mengonsumsi Jamu Tradisional

Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin membeli atau mengonsumsi obat tradisional, Pemerintah telah menetapkan Permenkes RI no 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan pendaftaran obat tradisional yaitu :

Pada pembungkus, wadah atau etiket brosur obat tradisional Indonesia harus dicantumkan kata “JAMU” yang terletak dalam lingkaran dan ditempatkan pada

(10)

Kata “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dan ukuran huruf sekurang –

kurangnya tinggi lima millimeter dan tebal setengah millimeter dicetak dengan warna hitam diatas warna putih atau warna lain yang menyolok.

Lambang daun harus jelas dengan ukuran sekurang – kurangnya lebar 10 milimeter dan tinggi 10 milimeter, warna hitam diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok dengan bentuk dan rupa.

Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, dan brosur harus berisi informasi tentang :

a. Nama obat tradisional atau nama dagang b. Komposisi

c. Bobot, isi atau jumlah oba tiap wadah d. Dosis pemakaian

e. Khasiat atau kegunaan f. Kontra indikasi (bila ada) g. Kadaluwarsa

h. Nomor pendaftaran i. Nomor kode produksi

j. Nama industri atau alamat sekurang – kurangnya nama kota dan kata “INDONESIA” (Depkes R.I, 1990)

2.6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Obat Tradisional

(11)

a. Ketersediaan Bahan Baku Obat Tradisional

Produksi produk obat tradisional targantung dengan bahan baku herbal yang notabone-nya tergantung dari alam, maka ketersediaan bahan baku, menjadi perhatian penting untuk menjaga ketersediaan yang berkesinambungan; dibudidayakan secara baik sehingga kualitas simplisia yang dihasilkan seragam dan bermutu baik. Banyak bahan baku herbal yang masih sulit untuk didapatkan; menurut Amzu dan Haryanto (1991) dalam Yuliani (2001), ada 41 jenis tumbuhan obat langka yang perlu dilestarikan, di antaranya purwoceng (Pimpinella pruatjan), kayu angin (Usnea misaminensis), pulasari (Alyxia reinwardtii), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan kayu repat (Parameria barbata). Sehingga, dengan menjaga kesinambungan bahan baku, produksi obat tradisional dapat terjaga ketersediaannya.

b. Ketersediaan Tenaga Kerja yang Sesuai dengan Kualifikasinya

(12)

maupun supervisor. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personil hendaklah sesuai dengan persyaratan kualifikasi yang tertera pada uraian tugas masing- masing tenaga kerja.

c. Ketersediaan Bangunan, Mesin dan Alat Produksi

Aspek bangunan mempunyai dua sub aspek, yaitu bangunan dan ruangan. Pada sub aspek bangunan, secara ideal industri kecil obat tradisional yang baik dan sehat hendaknya berada di lokasi yang bebas dari pencemaran. Bangunan pabrik juga hendaknya memenuhi persyaratan sanitasi dan higiene dengan cara-cara tertentu. Bangunan hendaknya memiliki rancangan, ukuran, dan konstruksi yang memenuhi syarat dan peraturan yang berlaku. Bangunan industri obat tradisional hendaklah memiliki ruangan-ruangan pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk yang dibuat, jenis, dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan (BPOM, 2005). Antar ruangan hendaklah dilakukan penyekatan sesuai dengan fungsi khusus masing- masing ruangan guna mencegah terjadinya tercampurnya bahan maupun kemungkinan terjadinya kontaminasi silang antar bahan serta mencegah resiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi.

d. Proses Produksi Obat Tradisional

(13)

produsen obat tradisional dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan memproduksi obat tradisional, wajib berpedoman pada CPOTB. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional dengan tujuan untuk menjamin produk yang dihasilkan agar dapat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani (Depkes, 1991). Tujuan umum diterapkannya CPOTB agar melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam era pasar bebas (BPOM RI, 2005). Dengan begitu dapat meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap penggunaan obat tradisional (jamu). e. Pemasaran Obat Tradisional

(14)

Pemasaran pada industri kecil obat tradisional umumnya menggunakan pemasaran langsung, yaitu proses jual beli berlangsung langsung dari produsen ke pelanggan (direct-to-customers bussines). Komunikasi terjadi langsung antara pelaku usaha dengan konsumen baik untuk memperoleh respon dan tanggapan langsung dari konsumen mengenai efek dari khasiat jamu yang dikonsumsi. Keuntungan pemasaran ini bisa berinteraksi langsung dengan target pasar sehingga bisa tahu responnya secara langsung terhadap produk/jasa yg ditawarkan, serta dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari produk tersebut dari respon pasar (mengetahui "consumer insight").

f. Pengetahuan Pelaku Usaha

Menurut Hidayat (2007) pengetahuan adalah adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Hal penting yang harus dimiliki oleh seorang pelaku usaha obat tradisional dalam menjalankan usahanya adalah kemampuan dalam meracik jamu dan tidak hanya itu, pelaku usaha obat tradisional juga harus benar – benar memahami mengenai khasiat dari jamu yang diproduksinya. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh pelaku usaha berdasarkan pengalaman sendiri dan juga informasi dari konsumen mengenai kemanjuran dari jamu yang dikonsumsi oleh konsumennya.

g. Kelengkapan Informasi pada Kemasan

(15)

produk. Kemasan memuat komponen dasar yaitu label yang merupakan deskripsi informasi produk yang tercetak pada kemasan tersebut. Kejelasan dan kelengkapan informasi produk pada label ke masan obat tradisional (jamu) merupakan suatu kesempatan baik yang diberikan produsen bagi konsumen dalam rangka mengkomunikasikan pengeta huan poduknya secara menyeluruh dan dapat mempengaruhi konsumen dalam meningkatkan konsumsi terhadap jamu.

h. Jumlah dan Variasi Obat Tradisional

Menurut BBPOM (2015) dalam rencana strategis bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk di kota Medan, maka permintaan terhadap obat juga akan semakin meningkat sehingga penawaran dari obat juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar seharusnya membuat para produsen obat termasuk obat tradisional di kota Medan semakin meningkatkan jumlah dan variasi obat tradisional.

Sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut :

a. Ketepatan Konsumen dalam Penggunaan Obat Tradisional

(16)

b. Kualitas Obat Tradisional

Obat bahan alam termasuk jamu yang diproduksi oleh industri obat bahan alam (IOT) maupun industri kecil obat bahan alam (IKOT) mempunyai persyaratan yang sama yaitu aman untuk digunakan, berkhasiat atau bermanfaat dan bermutu baik (Lestari, 2007). Hal yang menjadi penilaian konsumen dalam mengonsumsi obat tradisional dengan memperhatikan efek samping dari obat tradisional, respon yang cepat terhadap penyembuhan dan khasiat yang diperoleh konsumen setelah mengonsumsi obat tradisional.

c. Ketersediaan Obat Tradisional

Menurut Mullins dan Walker (2010) salah satu kategori yang dievaluasi oleh konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembeliaan adalah ketersediaan.

Dalam upaya mengembangkan obat tradisional, ketersediaan bahan baku, ketersediaan obat dalam jenis dan jumlah yang cukup, keterjaminan kebenaran khasiat, mutu dan keabsahan obat yang beredar, serta perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan obat yang dapat merugikan/membahayakan masyarakat merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan (Yuliani, 2001).

d. Kepercayaan Konsumen dalam Penggunaan Obat Tradisional

(17)

faktor yang penting untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Kepercayaan ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain/ mitra bisnis, melainkan harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan.

Menurut Prasaranphanich (2007), ketika konsumen mempercayai sebuah perusahaan, mereka akan lebih suka melakukan pembelian ulang dan membagi informasi pribadi yang berharga kepada perusahaan tersebut. e. Peran Balai Besar Pengawasan Obat Tradisional

Badan POM berperan dalam membina industri maupun importer/distributor secara komprehensif mulai dari pembuatan, peredaran serta distribusi, agar masyarakat terhindar dari penggunaan obat tradisional yang berisiko bagi pemeliharaan kesehatan. Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran, inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran. Oleh karena itu peran balai besar pengawasan obat dan makanan sangat berpengaruh terhadap keamanan mutu produk obat tradisional yang akan dikonsumsi konsumen.

f. Peran Pengusaha Gabungan Pengusaha Jamu

(18)

usaha jamu termasuk bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat mengonsumsi obat tradisional (BPOM, 2015).

g. Pendapatan

Menurut teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap obat yang memiliki standar dan kualitas. Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan pada masyarakat kota Medan bahwa sebagian besar penduduk masih banyak yang mengonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Jumlah konsumen obat modern adalah sebanyak 91,40 % sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33 %.

Menurut Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang akan dikonsumsi. Dengan bertambahnya pendapatan, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah akan tetapi kualitas barang juga akan menjadi perhatian.

h. Bahaya Obat Modern atau Obat Kimia

Bahaya mengkonsumsi obat kimia sangatlah penting karena efek yang di timbulkan dari obat kimia ini berdampak buruk bagi kesehatan tubuh secara jangka panjang . Obat yang mengandung kimia tidak baik untuk tubuh jika secara terus menerus mengkonsumsi obat kimia maka akan banyak faktor resiko penyakit yang lebih parah. Semakin rutin mengkonsumsi obat kimia , maka resisten tubuh dan penyakit akan lebih kebal untuk melawan pengobatan yang di berikan .

(19)

tersebut akan kambuh lagi, dengan kata lain hanya menekan gejala yang timbul tanpa menjangkau penyebab dari penyakit tersebut.

2.7. Landasan Teori

Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT. Dimana analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuata n (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003).

Menurut Rangkuti (2008), analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisis situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberikan gambaran). Analisis ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing- masing.

Untuk merumuskan strategi yang tepat dibutuhkan faktor- faktor strategis internal dan eksternal. Faktor strategis internal merupakan suatu kondisi yang ada di dalam perusahaan dan dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor strategis eksternal merupakan suatu kondisi di luar perusahaan dan tidak dapat dikontrol oleh perusahaan.

(20)

dalam sumberdaya, ketrampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan (Rangkuti, 2008).

Faktor strategis eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Peluang adalah berbagai hal dalam situasi yang mungkin menguntungkan bagi suatu perusahaan, serta kecenderungan-kecenderungan yang merupakan salah satu sumber peluang. Ancaman adalah faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan da lam perusahaan jika tidak diatasi maka akan menjadi hambatan bagi perusahaan yang bersangkutan baik masa sekarang maupun yang akan datang (Rangkuti, 2008).

Proses strategi terdiri dari tiga tahapan yaitu : a. Perumusan strategi

Perumusan strategi adalah mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman (faktor eksternal) perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan (faktor internal), menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan.

b. Implementasi strategi

(21)

c. Evaluasi strategi

Evaluasi strategi merupakan tahap akhir dalam manajemen strategi. Tiga macam aktivitas dasar untuk mengevaluasi strategi adalah: (1) meninjau faktor- faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan hari ini tidak menjamin keberhasilan di masa depan (David, 2006). Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini meliputi pemaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pemanfaatan dan peningkatan konsumsi obat tradisional itu sendiri. Dengan demikian, konsumen sebagai perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor- faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:

1. Tahap pengumpulan data. 2. Tahap analisis.

3. Tahap pengambilan keputusan.

(22)

a. Matriks faktor strategi eksternal. b. Matriks faktor strategi internal. c. Matriks posisi.

Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Menurut Glueck dan Jauch (1997), lingkungan internal adalah proses dimana perencanaan strategi mengkaji faktor internal perusahaan untuk menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berarti sehingga dapat mengelola peluang secara efektif dan menghadapi ancama n yang terdapat dalam lingkungan. Sedangkan menurut Pearce dan Robinson Jr, dalam Kotler (2005), analisis lingkungan internal adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal.

Hasil dari analisis lingkungan internal akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan perusahaan.Kekuatan atau keunggulan perusahaan itu meliputi keunggulan pemasaran, keunggulan sumberdaya manusia, keunggulan keuangan, keunggulan operasi dan keunggulan organisasi dan manajemen

Lingkungan eksternal terdiri atas unsur-unsur yang berada di luar organisasi, dimana unsur-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui terlebih dahulu oleh manajer. Disamping itu juga akan mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan eksternal organisasi contohnya yaitu perubahan ekonomi, peraturan pemerintah, perilaku konsumen atau masyarakat, perkembangan teknologi, politik dan lain sebagainya. 2.8. Kerangka Pemikiran

(23)

Pemanfaatan dan peningkatan konsumsi tanaman obat didukung dengan besarnya potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang dapat diolah menjadi obat tradisional. Oleh karena itu, diperlukan penentuan alternatif strategi dalam peningkatan konsumsi obat tradisional dengan menggunakan analisis SWOT, dimana didalam analisis SWOT tersebut dapat diidentifikasi faktor internal, yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness)dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat)

dalam suatu usaha tanaman obat tradisional.

Setelah dilakukan analisis faktor internal dan eksternal dengan menggunakan SWOT, berdasarkan hasil skoring dan pembobotan serta dibuat dalam matriks posisi dan matriks SWOT, maka kita dapat menentukan strategi peningkatan apa yang cocok dan bisa diterapkan untuk meningkatkan konsumsi obat tradisional didaerah penelitian.

(24)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

3. Ketersediaan fasilitas, mesin dan alat produksi

8. Jumlah dan variasi obat tradisional

Eksternal

6. Peran gabungan pengusaha jamu 7. Rasa obat tradisional

8. Pendapatan konsumen 9. Bahaya obat modern/kimia

Gambar

Gambar 1.  Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Perangkat yang digunakan untuk melakukan serangan DoS pada tugas akhir ini hanya dapat melakukan serangan sampai dengan 200 message, dan jika count yang digunakan adalah 250

untuk selalu menerapkan 3M (Menggunakan masker, Mencuci tangan pakai sabun, dan Menjaga jarak) dalam adaptasi kebiasaan baru. 3) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Dumai (2009), cakupan keluarga yang menggunakan sumur gali sebagai akses air bersih yaitu 47,52% termasuk didalamnya pesantren, dan dari 8

Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangis kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga

Adapun teknik pengumpulan data dari penelitian ini berupa pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder, pengumpulan data primer meliputi (1) observasi yaitu

Alat diagnostik ini baru-baru ini juga diteliti oleh Van Gorp et al., pada tahun 2010 digunakan sebagai alat skrining pada tumor ovarium epitel, hasilnya ROMA mempunyai

Upaya untuk memperoleh Natrium (Na) dan Magnesium (Mg) yang terdapat pada limbah garam (Bittern) diperlukan suatu metode yang dapat memisahkan mineral secara

Pemerintahan Daerah namun dalam perjalanannya dengan masih terlalu kompleksnya pengarturan tentang pemerintahan daerah dalam UU tersebut maka pengaturan tentang Pilkada, Desa,