• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Marsirumpa Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Palipi: Kajian Tradisi Lisan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Marsirumpa Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Palipi: Kajian Tradisi Lisan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakan Yang Relevan

Kajian pustaka ialah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan data penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

(2)

Kearifan lokal dapat digunakan sebagai pedoman hidup untuk membina krakter bangsa. Oleh karena itu rakyat mengharapkan krakter atau tindakan yang bersumber dari kearifan lokal dan nilai budaya yang masih dapat diterapkan dan digunakan secara arif pada masa kini untuk menciptakan kedamaian ataupun nilai budaya untuk meningkatkan hidup masyarakat yang lebih baik.

Buku sumber lainnya yaitu, “Kearifan Lokal Gotong-Royong Pada Upacara Adat Etnik Batak Toba,” (Sibarani 2014). Buku ini menjelaskan konsep gotong-royong yang terdapat dalam perumpamaan Batak Toba sebagai memori Kolektif, bahkan sebagai penyimpanan kegotong- royongan dalam masyarakat Batak Toba. Melalui ingatan yang kolektif tersebut, struktur kegotong-royongan mencakup nilai gotong-royong, namun harus saling mendukung, saling menyetujui, saling mengiakan, saling bekerja sama, dan saling memahami.

Almaysah (1984) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Propinsi Daerah Istimewah Aceh,” buku ini menjelaskan bahwa gotong-royong sangat dominan dalam struktur sosial dan sistem kepercayaan yang dianut oleh penduduknya.

Sibarani (2014) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Pada Masyarakat Batak Toba di Kawasan Danau Toba,” buku ini menjelaskan bahwa gotong-royong harus dilakukan secara kompak, serempak, dan bersama-sama bekerja untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahterah.

(3)

gotong-ronyong pada masyarakat pedesaan Sumatera Barat ini, lebih memperhatikan dalam faktor yang ada di Sumatera Barat dengan melakukan gotong-royong dengan asas timbal balik yang mengujudkan adanya keteraturan sosial didalam masyarakat, yang artinya ketika melakukan Sitem gotong-royong dengan asas timbal balik ini bukan untuk hanya kepentingan perseorangan melainkan setiap orang ingin menerima balasan dari pemberian tersebut. Jadi sikap memberi, menerima dan kerja sama itulah yang terlihat dalam masyarakat tersebut.Sibarami (2015) dalam bukunya pembentukan krakter: Langkah-langkah berbasis keariarfan lokal,” buku ini menjelalaskan bahwa gotong-royong harus dilakukan secara kerja sama atau bekerja bermitra dengan melakukan hubungan antara dua belah pihak untuk melakukan pekerjaan yang saling menguntungkan. Selain saling menguntungkan, gotong-royang juga harus bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan seperti suatu tim yang terdiri atas beberapa orang untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu.

Soebadio (1983) dalam bukunya,“Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Derah Istimewa Yogyakarta,”menjelaskan bahwa gotong-royong terjadi pada masayarakat Daerah IstimewahYogyakarta, lebih mengutamakan pada struktur sosial, yang artinya terbentuknya sistem gotong-royong pada masyarakat tersebut, dapat kita lihat ketika warga sekitarnya mendirikan rumah, dan mengelolah tanah.

(4)

dan juga dalam upacara adat (merunggu, merkebbas, toktok ripe, muat makan peradupen), dalam aktivitas ekonomi (rimpah-rimpah, abin-abin, mangurupi,

merkua page kongsi, marbellah, memakan, jampalen, bendar kongsi), aktivitas

religi, (membangun gereja, mesjid) dan berbagai aktivitas sosial lainnya. Untuk keperluan lainnya, masyarakat masih memperlihatkan secara langsung dalam kehidupan mereka sehari-hari, seperti, kerja bakti jalan, perbaikan jembatan, menciptakan pemandian umum, dan saling tolong-menolong dalam melakukan upacara adat serta hari-hari kebesaran Republik Indonesia. Masyarakat melakukan gotong-royong untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan juga bertujuan untuk kepentingan bersama.

2.1.1 Pengertian Tradisi lisan

Secara etimologi tradisi merupakan satu kata yang mengarah pada tindakan yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya sendiri baik dalam upacara adat maupun dalam hal lainnya. Kebiasaan ini datang dari nenek moyang kita yang diwariskan secara turun-temurun untuk diteruskan para generasi muda masa kini. Tradisi dapat disamakan sebagai “Budaya” karena bagaimanapun juga kedua kata tersebut merujuk pada hasil karya atau tindakan masyarakat yang mampu merubah pola tingkah laku masyarakat tersebut. Tradisi dan Budaya adalah dua kata yang tidak tertulis dalam ilmu hukum tetapi tetapi kedua kata tersebut dapat dijadikan menjadi cerminan untuk menata kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik.

(5)

budaya, agama, yang dianut komunitasnya. Dengan demikian tradisi dapat kita artikan sebagai informasi yang perlu diwariskan dari generasi ke generasi lainnya baik secara lisan maupun tulisan. Karena tanpa adanya tindakan seperti ini sebuah tradisi dapat rusak atau punah.

Sibarani (2014:47) tradisi lisan merupakan kegiatan tradisonal suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi kegenerasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lisan yang bukan lisan (non-verbal) .

(6)

2.1.2 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan Lokal terdiri dari dua kata yaitu, kearifan (wisdem) yang artinya kebijaksanaan, sedangkan kata lokal (local) artinya setempat. Oleh sebab itu, kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdem) dapat kita diartikan sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kerifan, bernilai baik, berbudaya, berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan dilakukan oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal dapat dilihat atau diperoleh melalui tradisi budaya atau tradisi lisan, karena kearifan lokal merupakan bagian dari tradisi lisan atau tradisi budaya yang diwarisi secara turun-temurun dan dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang untuk mengatur struktur sosial kehidupan komunitasnya.

Sibarani (2014:114) mengatakan bahwa, kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam arti lain keariafan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dimanfaatkan untuk mengatur kehidupan masyarakat secara arif dan bijaksana. Maka kearifan lokal ini dapat dimanfaatkan sebagai cerminan masyarakat untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahterah.

Menurut Balitbangsos Depsos RI (Sibarani 2004:115) Kearifan lokal (lokal wisdem)merupakan kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang

(7)

baik dan positif. Dalam arti lain kearifan lokal merupakan bagian dari tradisi lisan atau tradisi budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang kehidupannya. Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.

Sibarani (2015:79) kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai budayanya sendidri dengan menggunakan segenap akal budi, pikiran,hati,dan pengetahuan untuk melaksanakan dan bersikap terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.

Sibarani (2015:50) kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.

2.1.3 Pengertian Marsirumpa (Gotong –Royong)

Marsirumpa (gotong-royong) merupakan suatu kegiatan sosial yang

(8)

terjadi perbedaan yang kaya dan yang sederhana karena semuanya ikut mengambil bagian dalam melaksanakan marsirumpa (gotong-royong) tersebut.

Melalui tatanan konsep kearifan lokal gotong-royong tersebut, konsep marsirumpa “kompak, serempak, bersama-sama” sangat diutamakan bagi masyarakat khusunya bagi orang yang ikut melakukan gotong-royong sehingga ketiga kaidah tersebut dapat berjalan dengan lancar. Ketentuan awal yang harus dimiliki oleh masyarakat yang ingin menerapkan ketiga kaidah gotong-royong dilandasi oleh “ kekompakan, keserempakan, dan kebersamaan ” untuk dapat mewujudkan saling memahami, menyepakati, dan saling mendukung (marsiantusan, sadaroha, marsiaminaminan), saling membantu (marsiurupan) dan bekerja sama (rampak mangulahon) sibarani (2015-283-301).

(9)

Pekerjaan yang akan dilakukan oleh para kelompok masyarakat akan menetukan dari daerah mana yang akan dikerjakan. Kelompok masyarakat tersebut tidak boleh saling berbeda pendapat agar tercipta etos kerja yang lebih baik, baik itu dalam pekerjaan yang ringan maupun pekerjaan yang berat. Para kelompok masyarakat harus siap bekerja tanpa ada perintah dari siapapun dalam arti masyarakat harus bisa bekerja dengan kesadaran sendiri, dengan demikian terciptalah etos kerja yang baik dan berkualitas.

Menurut KBI(Sibarani 2014:8) bahwa bergotong-royong telah dikembangkan dan telah diperlihatkan didalam kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan hal paling penting bagi kehidupan masyarakat demi meningkatkan kebersamaan dengan jiwa yang membangun.

Menurut Kartodirjo (Sibarani 2014 :8) menyatakan bahwa gotong-royong itu bukan hanya khas Indonesia, tetapi merupakan pranata suatu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris.

Menurut Pranadji (Sibarani 2014:8) merupakan kekayaan adat istiadat dan inti modal sosial budaya bangsa, yang didalamnya terkandung nilai budaya (adat istiadat) komposit sosial budaya dari berbagai suku, daerah masyarakat yang tersebar diseluruh penjuru nusantara.

Sibarani (2014) mebagi tiga jenis gotong royong yang dikenal pada masyarakat Batak Toba:

1) Gotong-royong dalam tolong-menolong seperti marhobas, manumpahi, mangulosi, mamboan boras sipir ni tondi, marria raja, maranggap, dan

(10)

2) Gotong-royong dalam kerja bergantian seperti marsiadapari, marjula-jula, dan mangindahani, margugu.

3) Gotong-royong dalam bekerja bersama-sama atau kerja bakti seperti mangalelang dan pauli dalan, pauli mual, pauli bondar

Koentjaraningrat (Sibarani 2014:8) membagi dua jenis gotong -royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia yakni:

1) Gotong –royong dalam bentuk kerja bakti, wujud gotong-royong ini dapat kita lihat pada saat melakukan pekerjaan yang bersifat umum yang dibagiatas duajenis yang pertama, kerja bakti aktivtas sosial (jalan, irigasi, gereja, pekarangan,dan penanggulangan bencana) yang kedua kerja bakti karenadipaksakan atau karena diperintah.

2) Gotong-royong berbentuk tolong menolong, wujud dari gontong-royong tolong- menolong ini dapat kita lihat pada sistem pertanian, aktivitas rumah tangga, aktivitas pada pesta dan peristiwa bencana dan kematian.

Dalam buku Almaysah (1984) sistem gotong-royong dalam bentuk tolon-menolong ada empat jenis yaitu:

1) Tolong menolong dalam bidang sterifikasi sosial 2) Tolong menolong dalam sistem mata pencaharian

3) Tolong menolong dalam bidang kesatuan hidup setempat 4) Tolong menolong dalam sistem kekerabatan

(11)

pemilik acara dan juga ikut serta menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Kemudian tolong menolong dalam sistem kekerabantan ini, kalau ada keluarga yang tidak mampu, untuk biaya berobat, melahirkan, dalam aktivitas ini keluarga ikut serta memberi dana secara suka rela atau pinjaman agar orang tersebut dapat menutupi biaya yang dibutuhkan.

Menurut Berutu dalam jurnal Antropologi Sosial Budaya (Sibarani 2014:10) bahwa, gotong-royong dapat didefinisikan sebagai suatu model kerja sama yang disetujui bersama.

Menurut Makmur dan Berutu (Sibarani 2014 :10) memiliki tiga definisi yakni.

1) Gotong-royong sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia ummnya dan masyarat Pakpak Bharat sebagai suatu solusi pemecahan masala hidup yang dihadapi.

2) Sebagai bagian dari kebudayaan yang bersifat dinamis, bentuk struktur sistem gotong-royong di Pakpak Bharat telah terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

3) Salah satu petensi sosial, gotong-royong yang terdapat di Pakpak Bharat yang dapat dijadikan untuk mengembangkan fisik, strata budaya, maupun stratasosial ekonomi lainya

(12)

perkawinan, dan kematian) dalam bentuk pertanian (membibit, mananam, merawat, dan memanen).

Menurut koentjaraningrat (Sibarani 2014:11) ada lima alasan utama untuk melakukan gotong- royong, yaitu:

1) Seseorang tidak dapat hidup sendiri tanpa berada dalam suatu komunitas lingkungan alamnya. Karena setiap manusia membutuhkan orang lain untuk bertukar pikiran untuk menghadapi lingkungannya.

2) Sebagaimana manusia lainnya, yang memiliki kelamahan dan kelebihan yang menyebabkan harus bekerja sama dengan orang lain.

3) Dengan demikian, keberadaannya, sangat ketergantungan terhadap orang lain,

4) Atas dasar itu, masyarakat harus menjaga hubungan baik dengan sesama, dan

5) Menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang lain.

(13)

cara gotong-royong. Oleh karena itu, segala kegiatan dapat dikerjakan dengan ringan dan tidak memakan waktu yang cukup lama untuk menyalesaikannya dan juga akan menambah tingkat kemajuan daerah. Dalam hal lain, dengan adanya kesadaran masyarakat menanamkan jiwa bergotong-royong maka akan memperkuat tali persaudaraan yang semakin erat.

2.2Teori Yang Digunakan

Teori merupakan hal yang sangat penting dalam menganalisis data tradisi marsirumpa yang diajukan sebagai objek peneliti. Teori adalah landasan atau

pondasi untuk melihat persoalan-persoalan yang terdapat dalam tradisi marsirumpa. Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam proposal skripsi

ini, penulis menggunakan teori tradisi lisan.

2.2.1Teori Tradsisi Lisan

Sibarani (2014:2) Tradisi lisan adalah satu cara untuk menyampaikan sejarah lisan melalui tutur/lisan dari generasi ke generasi selanjutnya. Teori tradisi lisan adalah suatu teori yang berusaha menggali, menjelaskan, dan menginterprestasi secara ilmiyah warisan-warisan budaya leluhur pada masa lampau untuk membentuk karakter generasi masa kini demi mempersiappkan kehidupan yang damai dan sejahtera untuk generasi masa mendatang.

2.2.2 Performansi

(14)

konteks situasi trasdisi lisan dan bertujuan untuk menemukan formula yang dirumuskan dalam struktur konteks tradisi lisan untuk menggali nilai, norma, dan kearifan lokal serta berupaya berupaya merumuskan model penghidupan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan (revitalisasi) tradisi lisan, dirujuk dari tesis Sibarani (Rolan 2015:21).”

Menurut Duranti(Rolan 2015:22-23) performansi merupakan penggunaan bahasa secara nyata dalam penyampaian komunikasi yang sebenarnya yang merupakan gambaran dari sistem yang ada pada penutur dan menyangkut konsep partisipasi dalam bentuk tuturan secara lisan.

Sibarani (2014:43) performansi merupakan kegiatan atau peristiwa pengguna konteks untuk membedakan tradisi lisan dengan sastra lisan. Tradisi lisan harus memiliki peristiwa tertentu dan oleh karena itu harus dikaitkan atau tergantung pada konteks peristiwa tersebut. Tradisi lisan memiliki tempat kejadian, dan prosedur dalam pelaksanaannya, oleh sebab itu performansi digunakan untuk memahami tradisi lisan tersebut. Contoh objek kajian tradisi lisan dalam bentuk tradisi lisan dalam bentuk marsirumpa (gotong-royong ), (diambil dari Sibarani 2014:248)

Tradisi Marsirumpa

Performansi

Isi

Makna Dan Fungsi

Nilai Dan Norma

Siklus Mata

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu dirasa lebih praktis, tidak merepotkan dan lebih up to date (sesuai dengan perkembangan zaman). Kebiasaan para orang tua Batak Toba yang sudah mulai

a) Salah satu ciri bibit padi yang sudah siap tanam adalah memiliki daun dua sampai tiga helai dan telah berusia kurang lebih 2 minggu. b) Cara menanam bibit padi tersebut bisa

Kearifan Lokal Gotong-royong Pada Upacara Adat Etnik Batak Toba. Medan : Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Sumatera

Judul Tesis : TRADISI LISAN NYANYIAN RAKYAT ANAK- ANAK PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KECAMATAN LINTONGNIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN.. Nama Mahasiswa : Demak

Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi semakin punahnya nyanyian anak- anak pada masyarakat Batak Toba, menganalisis fungsi dan

Dalam penelitian nyanyian rakyat anak-anak pada MBT, analisis teks dilakukan dengan cara menemukan tema maupun topik yang merupakan makna secara keseluruhan dari

Teks Nyanyian Menidurkan Anak Dideng Dideng Teks Nyanyian Dideng Dideng versi informan Op Felix Sihombing: Molo huingot i sude.. loja ni

Hal itu dirasa lebih praktis, tidak merepotkan dan lebih up to date (sesuai dengan perkembangan zaman). Kebiasaan para orang tua Batak Toba yang sudah mulai