• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Marsirimpa “Gotong Royong” Pada Masyarakat Batak Toba di Desa Sigapiton Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tradisi Marsirimpa “Gotong Royong” Pada Masyarakat Batak Toba di Desa Sigapiton Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI MARSIRIMPA “GOTONG ROYONG” PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SIGAPITON KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA

SKRIPSI

JULIUS RENALDI TAMPUBOLON NIM. 170703007

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(2)
(3)

i

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menunjukkan rahmat dan keindahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul tradisi marsirimpa “gotong-royong” pada masyarakat Batak Toba di desa Sigapiton Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba. Penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi yang berguna bagi para pembaca. Untuk memudahkan pemahaman pada skripsi ini penulis membaginya ke dalam beberapa bab, yaitu sebagai berikut.

Bab I, membahas mengenai pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II, membahas mengenai tinjauan pustaka yang meliputi, kepustakaan yang relevan, pengertian gotong-royong, pengertian tradisi lisan, teori yang digunakan dan tradisi lisan.

Bab III, membahas mengenai metode penelitian yang dari metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data.

Bab IV, merupakan pembahasan tentang masalah yang ada pada rumusan masalah.

Bab V, berisi mengenai kesimpulan dan saran.

(5)

iii

Penulis menyadari penulisan skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna dan masih banyak kekurangan baik dari bentuk tulisan, tata bahasa, struktur maupun isinya. oleh karena itu, penulis mengharapkan analisis dan ide yang bermanfaat dari semua pertemuan untuk penyempurnaan nya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2022 Penulis

Julius Renaldi Tampubolon Nim. 170703007

(6)

iv

HATA PATUJOLO

Mauliate ma dipasahat panurat tu amanta Debata pardenggan basa di sala asi dohot holong Na mangaramoti jala manghaholongi sude jolma na tinomparna gabe boi panurat pasaehon skripsi on. Judul ni skripsi on I ma tradisi marsirimpa “gotong- royong” pada masyarakat Batak Toba di desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.

Dipilit panurat pe judul skripsi on Alana judul on nga maol ni lestarihon sahat tu saonari, asa boi skripsion gabe paningot tu akkan naposo dohot akka pinompar na naeng ro. Disangkapi roha panurat do nian sai anggiat ma skripsion marlapatan di angka na manjaha dohot na mamboto di angka kajian na pinangke ni panurat na laho pasaehon skripsi on. Asa pamurahon parbinotoan taringot tu skripsi on ni bahen panurat ma bindu-bindu na, songonon onma partordingna

Bindu parjolo, ima pendahuluan binduon manoranghon latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dohot manfaat penelitian.

Bindu paduahon, ima tinjauan pustaka, dibagas binduon ma kepustakaan na relevan dohot teori na dipangke ni panurat.

Bindu patoluhon, ima metode penelitian, dibagas binduon ima metode dasar, inganan penelitian, sumber data penelitian, dohot cara papunguhon data.

Bindu paopathon, ima pembahasan, di bagas binduon di patorang jala di patangkas ma sude angka masalah na adong di rumusan masalah.

Bindu palimahon, ima panimpuli dohot anggka poda.

Tangkas do diboto panurat na godang dope na hurang denggan di skripsi on disiala ni ma mardongan serep ni roha panurat paimahon angka poda dohot pangajarion sian na manjaha laho paulihon skripsi on.

Panumpuli idok panurat godang mauliate tu angka na mangurupi panurat pasaehon skripsi on. Jala sai anggiat ma skripsi on marlapatan tu angka na manjaha dohot na naeng mangkarejohon skripsi di tingki na naeng ro.

Medan, Juli 2022 Panurat

Julius Renaldi Tampubolon Nim. 170703007

(7)

v

htpTjolo

mUliatEmdipsht\pNrt\Tamn\tdebtpr\de^gn\bsdisl asidohot\holo^nm<rmotijlm^hholodiSdejol\mntinom\p r\ngbeboIpNrt\pshehno\s\k\rpi\siano\JdL\nis\h\

rpi\siaon\Imt\rdisigoto^royo^pdms\yrkt\btk\tobd idessigpitno\kesmtn\ajibtkBptne\tobdipilti\pNrt

\peJdL\ano\alnJdL\aon\<malo\nilse\trihno\sht\T saonriasboIs\k\rpi\sigbepni<to\Tak\knposodohto

\ak\kpinmo\pr\nae^rodis^kpirohpNrt\donian\sIa^gi at\ms\k\ripsi\ano\mr\lptn\dia^knmn\jhdhto\nm m\botodia^kkjian\npin^kenipNrt\nlhopsaEhno\s\k\r pi\siano\aspMrhno\pr\binotoan\tri<to\Ts\k\rpi\

siano\nibhne\pNrt\mbni\Dbni\Dnso<onno\ano\mpr\

tno\di^nbni\Dpr\joloImpne\dHLan\bni\Dano\mnor^h no\ltr\belk^mslh\RMsn\mslh\TJan\penelitian\doh to\mn\paat\penelitian\bni\DpDahno\Imtni\jwn\pS

\tkdibgs\bni\Dano\mkepS\tkaan\nrelpn\dohto\tea orindip^kenipNrt\bni\DptoLhno\Immetodepenelitian\di bgs\bni\Dano\Imametodedsr\I<n\penelitian\sM\bre\

dtpenelitian\dohto\srpP>hno\dtbni\Dpaopt\hno\I mpme\bhsn\dibgs\bni\Dano\diptor^jldipt^ks\mSdea^

kmslh\nado^diRMsn\mslh\bni\Dplimhno\Imapnmi\

Plidohto\a^kpodt^ks\dodibotopNrt\ngod^dopenHr^de^gn\

dis\k\rpisiano\disialnimmr\do<n\serpe\nirohpNrt\

pImhno\a^kpoddohto\p<jriano\sian\nmn\jhlhopUl ihno\s\k\rpi\siano\pnM\PliIdko\hno\pNrt\god^mUl iateTa^knm>RpipNrt\psaehno\s\k\rpi\siano\jlsIa^

giat\ms\k\rpi\siano\mr\lptn\Ta^knmn\jhsdohto\

nnae^m^krejohno\s\k\rpi\siditi^kinnae^ro

medn\Jli2022 pNrt\

JliaS\renl\dit m\Pbolno\

Nmi\170703007

(8)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis yang telah berkenan hadir dan menyelesaikan kuliah ini sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini sebagaimana dimaksud.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi, pengertian, pikiran, semangat, dorongan, dukungan dan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan rasa hormat dan kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, antara lain:

1. Ibu Dr. Dra. T. Thyrhaya Zein, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum., sebagai Ketua Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., merupakan dosen pembimbing yang telah memberikan, nasehat, dan motivasi serta waktu dan tenaga yang maksimal kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Batak tanpa terkecuali, Bapak/Ibu Dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya yang telah mengajar penulis dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan..

6. Bang Risdo Saragih, S.S., sebagai staf administrasi yang membantu dan memperlancar urusan administrasi ketika penulis memulai studinya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Terimakasih kepada Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum., dan Ibu Evita Eliana Tamba selaku orangtua penulis yang penulis hormati dan sayangi karena berkat dukungan tenaga, nasehat, materi, serta doa yang tak henti- hentinya mendukung penulis dalam memulai perkuliahan hingga sampai saat ini.

8. Saudara-saudara penulis yaitu Michael Novelando Tampubolon, Andrew Bastian Tampubolon sebagai orang-orang yang sangat penulis sayangi, atas doa dan dukungan, yang senantiasa memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman stambuk 2017 tanpa terkecuali penulis mengucapkan terimakasih untuk selalu ada baik suka maupun duka, senang maupun susah,

(9)

vii

tertawa maupun menangis dalam awal perkuliahan hingga sampai saat ini dalam penyelesaian skripsi Penulis. Penulis juga mengucapkan tetap semangat bagi kawan-kawan.

10. Abangda dan kakanda stambuk 2013, 2014, 2015, 2016, serta adik-adik junior stambuk 2018, 2019, 2020, 2021 yang telah memberikan motivasi, pemikiran terhadap penulis sehingga penulis dapat tetap kuat dalam menyelsaikan skripsi ini.

11. Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada teman-teman baik itu di Fakultas lain maupun di Uiversitas lain dan juga yang tidak berkuliah sekalipun karena telah mengenal penulis dan berteman dengan penulis baik mulai dari perkuliahan hingga sampai saat ini. Karena dengan dukungan teman-teman penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya karena berkat dukungan dan tekanan mental yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini mulai dari penelitian, pengerjaan skripsi maupun revisi sehingga penulis dapat mampu menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Akhir kata penulis berharap semua dukungan, bantuan, wejangan yang telah diberikan kepada penulis kiranya memperoleh balasan yang berlipat ganda dan tetap diberikan kesehatan dan umur yang panjang dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2022 Penulis

Julius Renaldi Tampubolon Nim. 170703007

(10)

viii ABSTRAK

Julius Renaldi Tampubolon,2017. Judul skripsi: Tradisi Marsirimpa “Gotong Royong” Pada Masyarakat Batak Toba di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Tradisi marsirimpa “gotong- royong” pada masyarakat Batak Toba pada siklus kehidupan masyarakat mulai dari kelahiran hingga kematian di desa Sigapiton. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu sekaligus menjelaskan jenis-jenis gotong-royong masyarakat Batak Toba di desa Sigapiton Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba, dan juga menjelaskan gotong-royong apa saja yang masih dilaksanakan maupun yang sudah di tinggalkan untuk guna melestarikan kembali gotong-royong yang pernah dilaksanakan. Penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Tahapan metode tersebut, yakni: metode dasar (pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan ringkasan), lokasi dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tradisi lisan. Hasil penelitian ini adalah semacam tahap performansi gotong-royong, ada tiga, yakni:

performansi tahapan gotong-royong pada siklus menanam hingga memanen, performansi tahapan gotong-royong pada siklus daur hidup, dan performansi tahapan gotong-royong yang dilakukan dalam pekerjaan umum. Adapun yang dilakukan dalam proses gotong-royong tersebut semuanya di dasari dengan musyawarah dan kesepakatan bersama. Dari penelitian ini, penulis mendapat banyaknya gotong- royong yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat baik di desa Sigapiton maupun di daerah-daerah lainnya.

Kata Kunci: Tradisi Marsirimpa “Gotong Royong” Masyarakat Batak Toba

(11)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

HATA PATUJOLO ... iv

AKSARA ... v

UCAPAN TERIMAKASIH... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kepustakaan Yang Relavan ... 9

2.2 Pengertian Gotong Royong ... 11

2.3 Pengertian Tradisi Lisan ... 14

2.4 Teori Yang Digunakan ... 15

2.5 Teori Tradisi Lisan ... 16

BAB III METODE PENELITIAAN ... 19

3.1 Paradigma Penelitiaan ... 19

3.2 Model Penelitiaan... 19

3.3 Lokasi Penelitiaan ... 20

3.4 Instrumen Penelitiaan ... 21

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.6 Metode Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” Mulai Menanam Hingga Memanen ... 25

4.1.1 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mamukka Porlak ... 25

(12)

x

4.1.2 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mandodos Porlak ... 27

4.1.3 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mambahen Tali Ni Aek Porlak ... 30

4.1.4 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Marsuan ... 32

4.1.5 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mamuroi ... 35

4.1.6 Marsiurupan “Gotong-Royong” dalam Mangalap Kompos ... 37

4.1.7 Marsiadapari/Marsialapari “Gotong-Royong” dalam Manggotil ... 39

4.2 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Tahapan Siklus Daur Hidup ... 43

4.2.1 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Maresek-Esek Suku Batak Toba... 43

4.2.2 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mangharoan Suku Batak Toba... 46

4.2.3 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Martutu Aek/Tardidi Suku Batak Toba ... 49

4.2.4 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Marhajabuan Suku Batak Toba... 55

4.2.5 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mambosuri Suku Batak Toba .... 81

4.2.6 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Hamatean Saur Matua / Sari Matua Suku Batak Toba ... 85

4.2.7 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mangongkal Holi ... 93

4.3 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Pekerjaan Umum ... 101

4.3.1 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Acara Pesta Gotilon ... 101

4.3.2 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Acara Penyambutan Hari Paskah ... 103

4.3.3 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong dalam Acara Hari Natal dan Tahun Baru ... 106

4.3.4 Tradisi Marsirimpa “Grotong-Royong dalam Acara Penyambutan HUT RI ... 109

4.3.5 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Pembangunan dan Perbaikan Jalan... 111

4.3.6 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong dalam Kegiatan Kebersihan Lingkungan ... 116

4.3.7 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong dalam Kesejahteraan Warga Desa ... 119

4.3.8 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong dalam Keseharian Warga Desa ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

(13)

xi

5.1 Kesimpulan ... 126

5.2 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

LAMPIRAN ... 130

1. Data Informan ... 130

2. Dokumen penelitian ... 131

3. Surat Izin Penelitian ... 140

4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 141

5. LoA ... 142

6. Jurnal ... 143

(14)
(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki tradisi gotong-royong yang merupakan kebiasaan masyarakat berupa tindakan untuk melakukan aktivitas atau suatu pekerjaan secara bersama-sama yang melibatkan orang-orang yang berada di sekitar kita, untuk menghasilkan pencapaian yang bermanfaat bagi sesama masyarakat. Selain itu tradisi gotong -royong juga dapat mempererat tali silaturahmi dan juga kebersamaan sesama masyarakat.

Kearifan lokal gotong-royong benar-benar merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah dan di berbagai suku bangsa Indonesia dengan berbagai variasi istilah dan penerapannya. Meskipun persyaratan dan penerapannya berbeda, namun pada kenyataannya segala sesuatu yang berkaitan dengan gotong royong selalu berkaitan dengan upaya memadukan potensi, tenaga, sumber daya, dan sumber dana secara bersama-sama dalam penyelesaian pekerjaan (Sibarani, 2014: 1).

Dalam masyarakat Batak Toba, tradisi gotong-royong telah dilakukan sejak zaman dahulu. Kegiatan tersebut diaplikasikan untuk mengatasi masalah kehidupan.

Dalam bahasa Batak Toba, istilah gotong royong disebut dengan marsirimpa.

Pengertian marsirimpa adalah bekerja di ladang atau ladang dengan bersama-sama, secara bergantian, dan tolong menolong. Istilah gotong-royong disamakan dengan

(16)

2

marsirimpa, karena unsur gotong -royong dapat dimaknai dengan saling atau disebut dengan kebersamaan.

Kegiatan gotong-royong yang ada di Desa Sigapiton adalah kegiatan gotong- royong yang ada hubungannya dalam hal bidang pertanian, adat istiadat, upacara perkawinan, upacara kematian, ritual religi maupun pekerjaan desa lainnya.

Kegiatan gotong-royong sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu, namun tidak dapat disangkal bahwa perkembangan globalisasi, modernisasi, westernisasi, ini sudah mengikis nilai-nilai kearifan lokal khususnya tradisi gotong-royong yang ada pada masyarakat Batak Toba. Sistem yang dahulu dibangun oleh leluhur sudah berganti dengan pengupahan atas transaksi jasa dan semakin populer pada kehidupan masyarakat. Uang menjadi hal utama dan lumrah apabila ada seorang membantu menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini menimbulkan sikap antipati dan egoisme pada kehidupan masyarakat.

Untuk menimbulkan dan melestarikan kembali nilai-nilai yang ada pada kegiatan gotong-royong, penulis mengangkat judul “Tradisi gotong-royong pada masyarakat Batak Toba di desa Sigapiton, kecamatan Ajibata, kabupaten Toba”. desa Sigapiton dipilih sebagai lokasi penelitian karena tradisi gotong-royong masih terlaksana di Desa. Tradisi yang dibahas dalam penelitian ini adalah menggali jenis- jenis gotong-royong dan tahapan-tahapan apa saja yang terlaksana di desa guna menjaga kerukunan masyarakat dan melestarikan budaya gotong-royong di desa Sigapiton.

(17)

3

Tempat penelitian berlokasi di desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba. Alasan penulis memilih Tempat penelitian ini ialah sebab yang tinggal di wilayah tersebut merupakan suku Batak Toba yang masih melakukan tradisi gotong-royong.

Berikut adalah gambaran umum lokasi penelitian Desa Sigapiton:

Sumber by. Id.m.wikipedia.org

Desa Sigapiton merupakan salah satu desa yang dipilih untuk dikembangkan menjadi desa wisata berbasis agrowisata pada komoditas bawang merah dan padi.

Disamping itu Alam desa Sigapiton memang sangat menarik, posisinya oleh perbukitan dan persawahan. Tak begitu jauh dari desa ini juga ada Pulau pantai menarik yang diberi nama serupa, yaitu pantai Sigapiton.

(18)

4

Desa Sigapiton adalah mayoritas suku Toba, marga yang mendominasi di desa Sigapiton adalah Marga Gultom, Butarbutar, dan Manurung. Terdapat juga 8 bagian Huta (kelompok) kampung. Di dalam tiap bagian Huta terdapat 8 sampai 14 rumah dan rumah lainnya berlokasi di pinggir jalan umum berjumlah sekitar 12 rumah.

a. Luas wilayah

Secara geografis dan secara administratif desa Sigapiton merupakan salah satu desa dari antara 9 desa dan 1 Kelurahan di Kecamatan Ajibata kabupaten Toba yang memiliki luas wilayah 900 km. secara topografis terletak pada ketinggian 915 meter di antara permukaan air laut. Berada pada ketinggian antara +915 m di atas permukaan laut(dpl). terletak antara : 2.36 LU dan 98.56.14 BT, Terletak antara : 915 m di atas permukaan laut(dpl) curah hujan:+/- 223 mm/tahun.

b. Batas wilayah

Desa Sigapiton masuk dalam wilayah Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba.

berjarak + 8 km dari kantor camat Ajibata, dengan batas-batas bagian berikut:

Sebelah Utara: Motung

Sebelah Selatan: Sirungkungon Sebelah Timur: Pardamean Sibisa Sebelah Barat: Danau Toba c. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk desa Sigapiton berdasarkan profil desa tahun 2021 sebesar 686 jiwa. Ini dibuktikan dengan tabel keadaan penduduk desa sigapiton

(19)

5

Berikut ini adalah tabel keadaan penduduk desa sigapiton:

Jumlah penduduk

Nama

Kampung/huta

Marga yang mendominasi

Status penduduk Orang tua

50%

Lumban Manurung

Gultom 18%

Menikah 60%

Dewasa

20%

Sosor baringin Butar-Butar 13%

Belum menikah 40%

Anak-anak 30%

Lumban Sirait Manurung 10%

Lumban Hasahatan

Nadapdap 8%

Lumban Butar Butar I

Sirait 5%

Sijabat 5%

Lumban Butar Butar II

Marga Lain 38%

Lumban Pea Non Batak 1%

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tradisi gotong-royong yang terdapat di desa Sigapiton Kecamatan Ajibata

(20)

6

Kabupaten Toba. Oleh sebab itu penulis melakukan penelitian jenis-jenis gotong- royong apa saja yang ada pada mata pencaharian yang mendukung kesejahteraan hidup pada masyarakat Batak Toba di Desa Sigapiton, maka dari itu peneliti melakukan penelitianan yang berjudul “Tradisi gotong-royong pada Masyarakat Batak Toba di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah ini sangat penting untuk membuat sebuah skripsi. Dengan adanya rumusan masalah maka gambaran masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dipahami oleh pembaca. Masalah adalah suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan pemecahan atau pemecahan masalah. Rumusan masalah umum berupa kalimat tanya yang dapat menarik perhatian pembaca.

Masalah yang dibahas adalah:

1. Jenis-jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa saja yang ada pada siklus mata pencaharian mulai dari menanam hingga memanen di Desa Sigapiton?

2. Jenis-jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa yang ada pada upacara daur hidup masing-masing tahapan mulai dari lahir hingga kematian di Desa Sigapiton?

3. Jenis-jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa yang di lakukan dengan melaksanakan pekerjaan umum?

(21)

7 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah:

1. Mendeskripsikan jenis-jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa saja yang ada pada siklus mata pencaharian mulai menanam sampai memanen di Desa Sigapiton tersebut.

2. Mendeskripsikan jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa yang ada pada upacara daur hidup masing-masing tahapan mulai dari lahir hingga kematian di desa Sigapiton.

3. Mendeskripsikan jenis performansi marsirimpa “gotong-royong” apa saja yang dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan umum.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberi manfaat praktis untuk masyarakat dan manfaat teoritis bagi tradisi lisan. Hasil penelitian ini nantinya memungkinkan agar diterapkan kembali dan semaksimal mungkin bagi masyarakat.

Adapun manfaat yang diberikan penulis adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Manfaat kepada masyarakat terkait hasil penelitian ini dapat diterapkan kepada masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membangun dan melestarikan tradisi gotong royong di desa Sigapiton.

(22)

8 2. Manfaat Teoritis

1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai proses gotong- royong di desa Sigapiton.

2. Sebagai referensi kepustakaan khususnya mengenai tradisi lisan gotong- royong di desa Sigapiton.

3. Manfaat pengetahuan untuk melestarikan gotong-royong dalam menyelesaikan pekerjaan dengan tradisi budaya.

4. Bermanfaat bagi masyarakat khususnya bagi generasi muda untuk memotivasi, untuk tetap melestarikan tradisi gotong-royong karena dapat menghemat tenaga, dana, dan waktu.

(23)

9 Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Pustakaan, literatur atau konsep yang mendukung pemecahan masalah selama penelitian atau konsep tersebut berasal dari pendapat ahli, pengalaman penelitian, dokumentasi, tulisan (artikel) dan penalaran peneliti terkait dengan masalah yang diteliti.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari buku-buku pendukung. Karena menciptakan karya ilmiah harus bertanggung jawab dan disertai dengan informasi yang akurat.

Tinjauan pustaka ini menggambarkan literatur yang relevan dan landasan teori yang digunakan. Bahan pendukung lainnya dalam penulisan skripsi ini adalah::

1. Sumber buku yang digunakan adalah buku “Kearifan Lokal, Hakikat, Peran dan Metode Tradisi Lisan”, (Sibarani, 2014.5) Kearifan lokal, (Wawasan Lingkungan) dapat dipahami sebagai nilai budaya, gagasan tradisional, dan kearifan lokal. arif, penuh kearifan, nilai-nilai luhur, dan keutamaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat dalam masyarakatnya. Kearifan lokal berasal dari tradisi budaya atau tradisi lisan karena kearifan lokal mengandung tradisi lisan dan tradisi budaya yang diwariskan secara turun temurun dan digunakan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat secara arif dan bijaksana. Buku ini dapat memberikan wawasan dan masukan bagi penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

(24)

10

2. Buku selanjutnya adalah “Pengembangan Karakter (langkah-langkah berbasis kearifan lokal)”. Menurut Sibarani, 2015 dalam buku ini disebutkan bahwa pengembangan karakter bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki etos kerja dan karakter yang baik. Hakikat etos kerja adalah menciptakan perdamaian sehingga tercipta masyarakat dan bangsa yang damai dan sejahtera. Pengembangan karakter berbasis kearifan lokal berupaya membentuk karakter dengan menerapkan nilai-nilai budaya yang melekat pada tradisi budaya bangsa. Pembentukan karakter tersebut akan menyebabkan karakter orang tersebut dapat diterima di masyarakat, dan sesuai dengan kebutuhan bangsa. Sangat penting untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya dan menjelaskan peran nilai-nilai budaya tersebut dalam memecahkan masalah sosial yang dihadapi masyarakat, sehingga anak-anak dan generasi muda memahami manfaat praktisnya. Pembentukan karakter di berbagai jenis, metode, strategi, dan cara untuk membangun karakter. Buku ini dapat memberikan bahasa dan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi tentang langkah-langkah berbasis kearifan lokal.

3. Buku selanjutnya berjudul “Marsirimpa Kearifan local gotong royong pada masyarakat Batak Toba di wilayah Toba” yang ditulis oleh Sibarani, 2017 dalam buku ini di Jelaskan pengertian gotong-royong, metode penelitian yang akan digunakan dalam melaksanakan penelitian tradisi gotong-royong, mencakup paradigma penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, roadmap kegiatan penelitian dan alur penelitian. Selain dari pada itu

(25)

11

buku ini juga menjelaskan istilah dan konsep marsirimpa, jenis-jenis marsirimpa, pola marsirimpa, dan model revitalisasi marsirimpa pada masyarakat Batak Toba.

2.2 Pengertian Gotong Royong

Gotong-royong (marsimpa) adalah pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dengan melibatkan beberapa orang untuk menyelesaikannya, sebelum gotong-royong membuat kesepakatan terlebih dahulu tentang waktu pelaksanaan gotong-royong, penyediaan makanan pada hari kerja. , serta di mana gotong royong berlangsung terlebih dahulu. Hal ini dilakukan selain tradisi kehidupan masyarakat, mereka juga merasakan nasib yang sama dan berpartisipasi dalam suka dan duka, karena tidak ada yang kaya atau miskin dan mereka semua bekerja.

Mengenai konsep kearifan lokal gotong royong, konsep marsirimpa adalah

“gotong royong, guyub rukun” sangat penting sebagai sikap terhadap peserta gotong royong agar ketiga kaidah tersebut dapat diterapkan. Syarat awal yang harus dimiliki seseorang yang ingin melaksanakan ketiga kaidah gotong royong itu adalah kekompakan. Dengan kata lain, prinsip gotong royong didasarkan pada konsep

“kepaduan, kesatuan, dan kebersamaan” dalam rangka mewujudkan gotong-royong, rukun, dukung (Marsiatusan, marsiamininan, marsitukol-tukolan), gotong royong (marsiurupan). , dan gotong royong (rampak mangula). Sibarani, dkk (2014: 41-42).

Istilah yang dapat digunakan untuk semua jenis gotong-royong dalam masyarakat Toba, yaitu marsirimpa atau marsirumpa “bekerja dengan kompak,

(26)

12

serentak, dan bersama”. (Sibarani, 2014: 42) Jenis-jenis gotong-royong dalam masyarakat Batak Toba. (Sibarani, 2014:43)

1. Marsiadapari atau marsialapari, yakni gotong-royong yang dilaksanakan di bidang pertanian untuk mengerjakan sawah atau ladang secara bergantian.

2. Marhobas, yakni yang dilakukan di bidang upacara adat untuk mempersiapkan makanan pada pesta adat.

3. Marjule-jule, dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu desa atau arisan dengan memberikan uang atau beras sebanyak-banyaknya jika warga desa mengadakan acara adat seperti pernikahan anak atau acara saurmatua/sarimatua “acara kematian orang tua”.

4. Mangindahani, adalah gotong royong dengan memberikan nasi yang banyak yang telah dimasak di rumah untuk dibawa ke warga desa yang melakukan acara adat.

5. Manumpahi, adalah gotong royong dengan memberikan uang secara sukarela kepada yang mengundang acara adat.

6. Mangulosi, adalah gotong royong yang menyediakan “kain adat Batak” pada saat acara adat.

7. Memboan sipir ni tondi, yakni gotong-royong yang memberikan beras pada waktu ada acara adat.

8. Marria raja, adalah gotong royong berupa pertemuan orang tua untuk merencanakan suatu acara adat.

(27)

13

9. Marangap, adalah gotong royong dengan merawat wanita yang baru saja melahirkan.

10. Margugu, merupakan gotong royong yang dilakukan untuk bersama-sama membiayai kebutuhan masyarakat.

11. Mangalelang, adalah gotong royong yang dilakukan dengan mengumpulkan uang dari masyarakat secara sukarela dalam acara-acara yang telah ditetapkan untuk membangun fasilitas umum seperti rumah ibadah atau untuk pelaksanaan upacara.

12. Masiurupan, adalah gotong royong yang dilakukan untuk membantu keluarga atau orang yang kurang atau membutuhkan.

13. Masipature hutanabe, adalah gotong royong yang dilakukan secara bersama- sama antara masyarakat desa dengan perantau untuk gotong royong merawat dan membantu masyarakat desa itu sendiri.

14. Marsiboan indahanna, yakni gotong-royong sebagai usaha membawa makanannya masing-masing pada suatu acara.

(28)

14 2.3 Pengertian Tradisi Lisan

Tradisi menurut pandangan etimologi adalah kata yang merujuk pada suatu kebiasaan atau sesuatu yang diwariskan secara turun-temurun, atau suatu aturan yang dianut oleh suatu masyarakat. Tradisi identik dengan kata “budaya”. Keduanya merupakan karya masyarakat yang dapat memberikan dampak bagi masyarakat karena kedua kata ini dapat dikatakan memiliki arti hukum tidak tertulis dan ini merupakan norma baku dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar.

Tradisi awalnya berasal dari bahasa latin traditio (bersambung) atau kebiasaan yang telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari sekelompok orang, biasanya dari negara, budaya, waktu, atau agama yang sama. Ini adalah tradisi pelapukan yang mendasar, yaitu adanya informasi yang diturunkan dari generasi ke generasi, baik tertulis maupun lisan, karena tanpanya tradisi tersebut bisa punah. Dalam pengertian lain, tradisi adalah kebiasaan atau kebiasaan turun temurun yang masih dipraktekkan dalam masyarakat.

Tradisi lisan merupakan salah satu jenis warisan budaya masyarakat lokal yang eksposisi warisannya dilakukan secara lisan. Menurut Budhisantoso (1981: 64) bahwa tradisi lisan merupakan sumber budaya seperti keterampilan berperilaku dan keterampilan sosial sesuai dengan nilai, norma dan kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat pendukungnya.

Menurut Pudentia (Sibarani, 2014: 32-35) bahwa tradisi lisan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, serta berbagai pengetahuan dan jenis seni yang diungkapkan secara lisan. Jadi tradisi lisan tidak

(29)

15

hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, lagu daerah, mitologi, dan legenda, seperti yang umumnya dipikirkan, tetapi juga berhubungan dengan sistem kognitif dalam budaya, seperti sejarah hukum dan kedokteran. Namun, pada zaman modern tradisi lisan tidak seperti dulu lagi karena pengaruh zaman sekarang dan keselarasannya dengan konteks zaman yang kita jalani saat ini, namun nilai dan norma tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai dan norma tradisi lisan dapat digunakan untuk mendidik anak, memperkuat jati diri dan karakternya dalam menghadapi masa depan sebagai generasi penerus bangsa. Tradisi lisan merupakan kegiatan masa lalu yang berkaitan dengan keadaan sekarang dan harus diwariskan di masa yang akan datang untuk mempersiapkan masa depan generasi mendatang.

2.4 Teori Yang Digunakan

Teori sebagai landasan adalah argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban atas masalah yang akan dibahas, atas dasar teori ini segala hal yang muncul dalam skripsi ini akan terjawab. Berdasarkan judul penelitian ini, secara umum teori yang digunakan untuk mendeskripsikan tradisi masrimpa.

(30)

16 2.5 Teori Tradisi Lisan

Tradisi lisan merupakan salah satu cara masyarakat untuk menyampaikan sejarah lisan melalui tuturan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi lisan bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan secara ilmiah warisan budaya nenek moyang di masa lalu dan membentuk karakter generasi sekarang dalam rangka mempersiapkan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi generasi berikutnya (Sibarani, 2014: 2-3).

Menurut Sibarani (2014: 251-2 52), “tradisi lisan dapat dipelajari dari latar belakang sastra. Semua struktur seperti latar, alur, gaya bahasa, penokohan, dan elemen estetika lainnya selalu menjadi fokus penting dalam studi sastra”. Jika saja teks tradisi lisan dipelajari dari sudut pandang sastra, dan studinya hanya studi sastra, bukan studi tradisi lisan dari latar belakang sastra.

Amanat yang terkandung dalam tradisi lisan dari segi sastra sangat penting untuk diungkapkan, namun amanat tersebut harus relevan dengan konteks tradisi tersebut. Penelitian sastra tidak hanya mengkaji karya sastra dari tradisi lisan, tetapi lebih mampu mengkaji keseluruhan tradisi lisan secara holistik dengan kajian yang khas dari sudut pandang sastra. Kajian tradisi lisan harus mampu mengungkap bentuk dan isi tradisi lisan yang sebenarnya. Oleh karena itu, perlu kajian sastra yang relevan untuk mengkaji tradisi lisan dengan tetap mempertimbangkan bentuk (teks, ko-teks, dan konteks), isi (makna, atau fungsi, nilai atau norma, dan kearifan lokal), dan model revitalisasi atau pelestarian tersebut. Sebagai pengelolaan, komposisi pusaka,

(31)

17

perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan tradisi lisan yang ada pada masyarakat Sigapiton.

Nilai budaya dan norma tradisi lisan merupakan warisan masa lalu, bagaimana nilai dan norma budaya tersebut dapat dilestarikan, direvitalisasi, dan diwujudkan pada generasi sekarang untuk mempersiapkan generasi penerus yang damai dan sejahtera. Di sini terlihat bahwa tradisi lisan memiliki bentuk dan isi.

Bentuk-bentuk yang dimaksud antara lain:

a. Teks, yaitu unsur verbal berupa bahasa yang berurutan seperti bahasa sastra dan bahasa naratif yang menggambarkan tradisi lisan nonverbal seperti teks pembuka penjelasan performansi.

b. Ko-teks adalah totalitas memastikan bahwa ia menyertai teks seperti unsur paralinguistik, proksemik kinesik, dan unsur-unsur material lainnya, yang hadir dalam tradisi lisan.

c. Konteks adalah kondisi yang berkaitan dengan budaya, masyarakat, situasi, dan ideologi tradisi lisan.

Isi yang terkandung dalam suatu tradisi lisan adalah suatu nilai atau norma, yang secara umum menggambarkan makna, tujuan, peran, dan fungsinya. Nilai-nilai tradisi lisan atau norma yang dapat digunakan untuk membentuk kehidupan sosial disebut kearifan lokal. Dalam hal ini, konten dapat dibagi menjadi beberapa konstituen. Pertama, isi adalah makna atau tujuan dan fungsi atau perannya. Kedua, nilai atau norma yang dapat diturunkan dari makna atau tujuan dan fungsi atau peran dengan keyakinan terhadap nilai atau norma tersebut. Ketiga, kearifan lokal adalah

(32)

18

pemanfaatan nilai dan norma budaya dalam mengelola kehidupan bermasyarakat secara arif. Contoh objek kajian tradisi lisan adalah tradisi gotong royong, (Sibarani, 2012: 248).

MARSIRIMPA (GOTONG-ROYONG)

BENTUK ISI Struktur Siklus Mata

Pencaharian

Menanam

Mengelola Tanaman

Memanen

Makna dan Fungsi

Nilai dan Norma

Kearifan Lokal

(33)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan paradigma kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari, menemukan, mengungkapkan dan menjelaskan

“makna” (meaning) dan “pola” (pattern) objek penelitian yang diteliti secara holistik (keseluruhan). “makna” dapat dipahami sebagai fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal, sedangkan “pola” dapat dipahami sebagai aturan, struktur, formula yang selanjutnya dapat menghasilkan model (Sibarani, 2017: 39). Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam penelitian ini berdasarkan dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang tradisi budaya dan kearifan lokal masyarakat marsirimpa pada masyarakat Batak Toba yang memerlukan beberapa data lapangan yang masih dapat ditegakkan dan kontekstual. Kedua, pilihan pendekatan ini didasarkan pada hubungan masalah yang diteliti dengan beberapa informasi. Dari dua kasus di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini pendekatan kualitatif sangat nyaman digunakan.

3.2 Model Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan Model Interaktif. Miles dan Huberman dalam Sugiono (2012:334) mengemukakan bahwa kegiatan analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dilakukan secara terus

(34)

20

menerus hingga menyeluruh, sehingga data menjadi jelas. 20 Menurut Miles dan Huberman (1984) teknik analisis data model interaktif ini memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data (data collection), yaitu mengumpulkan data berupa kata- kata dengan cara wawancara, observasi, pencernaan dokumen, catatan perekaman, dan catatan;

2. data reduction (reduksi data), yaitu meringkas, memilih hal-hal yang pokok, memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola serta

“menyingkirkan” yang tidak perlu;

3. data display (penyajian data), yaitu menampilkan data, mengklasifikasikan data, dan menyajikannya dalam bentuk teks naratif atau bagan;

4. penarikan kesimpulan/verifikasi, (drawing kesimpulan/verifikasi), adalah penarikan kesimpulan/verifikasi dalam rangka merumuskan temuan-temuan penelitian.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba, yang hingga pada saat ini masih ada tradisi gotong-royong. Di desa ini, penulis dapat memperoleh keterangan lebih luas tentang Marsimpa. Alasan penulis memilih tempat lokasi ini karena desa tersebut merupakan desa budaya dan wisata serta penduduk asli desa Sigapiton masih melestarikan dan meneruskan tradisi gotong- royong

(35)

21 3.4 Instrumen Penelitian

Ada dua hal yang menjadikan kualitas hasil penelitian, kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan informasi (Sugiyono, 2011:305). Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti sebagai instrumen manusia memiliki fungsi untuk menentukan fokus penelitian, memilih diskusi informan sebagai sumber data, menganalisis data, menafsirkan data dan menarik kesimpulan dari temuan di lapangan. Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, namun kemudian dikembangkan instrumen penelitian yang sederhana, yang diharapkan mampu melengkapi informasi dan membandingkan dengan informasi yang telah diuraikan. ditemukan melalui observasi dan wawancara.

Saat melakukan wawancara dengan informan, penulis menggunakan instrumen penelitian yang terdiri dari daftar pertanyaan yang diajukan oleh penulis saat wawancara dengan informan. Perangkat yang digunakan adalah: 1) Alat perekam:

dengan keterbatasan memori, penulis tidak dapat menghasilkan data dengan sempurna dan lengkap. Oleh karena itu penulis harus membawa alat perekam untuk merekam apa yang penulis peroleh dari informan. 2) pulpen dan buku tulis, sebelum terjun ke lapangan, penulis membutuhkan buku catatan dan pulpen untuk menuliskan data atau menuliskan pertanyaan-pertanyaan penting kepada informan tentang topik yang diteliti, agar tidak lari dari topik yang dibahas dan di dapatkan sebagai informasi yang benar.

(36)

22 3.5 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data sebagai cara peneliti untuk memeriksa data dari studi literatur dan penelitian lapangan. Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah:

a. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap responden (wawancara dan kuesioner) tetapi peneliti harus berusaha untuk diterima sebagai warga daerah atau orang dalam responden, karena teknik ini memerlukan untuk menghilangkan kecurigaan akan kehadiran responden. Metode ini digunakan terutama untuk memperoleh informasi untuk menjawab pertanyaan tentang tradisi budaya dan kearifan lokal gotong royong selama siklus hidup masa lalu dan masa kini Metode ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dari beberapa informan atau pakar budaya tentang tradisi budaya dan kearifan lokal gotong royong sebagai objek penelitian, sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap.

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan informasi yang dilakukan secara tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul informasi dan peneliti kepada narasumber atau informan. Wawancara mendalam dan terbuka dilakukan dengan purposive testing pada informan terpilih untuk menjawab pertanyaan pertama, kedua, dan ketiga. Hasil wawancara dicatat dan direkam sehingga tidak ada informasi yang tertinggal.

(37)

23

Wawancara dibagi menjadi wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur berarti peneliti mengetahui secara pasti informasi apa yang akan diperoleh dari responden sehingga daftar pertanyaan telah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan tap recorder, kamera foto, dan bahan lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.

2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara mandiri, dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan khusus yang akan ditanyakan, dan hanya memuat hal-hal penting yang diinginkan oleh responden. Sesuai dengan kriteria pendekatan kualitatif, jumlah informan ditentukan berdasarkan kepadatan, kecukupan, dan keakuratan informasi.

c. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah mengumpulkan data dan informan dari buku- buku, website, dan disertasi yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah cara atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah. Pada dasarnya saat menganalisis data dibutuhkan imajinasi dan kreativitas agar kemampuan penalaran peneliti diuji. metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah suatu cara untuk merumuskan dan menginterpretasikan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang tradisi budaya dan kearifan lokal gotong royong pada umumnya.

(38)

24

Dalam cara menganalisis data gotong royong penulis menggunakan langkah-langkah berikut.

1. Data yang diperoleh diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

2. Selanjutnya diklasifikasikan menurut objek studi penelitian.

3. Data yang terklasifikasi dianalisis sesuai dengan kajian penelitian yang telah ditentukan.

4. Menarik kesimpulan.

(39)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Tahapan Siklus Mata Pencaharian Mulai Dari Menanam Hingga Memanen

Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan siklus mata pencahariaan mulai dari menanam hingga memanen pada masyarakat Batak Toba tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:

4.1.1 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mambuka Porlak

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks

1 Tahap pertama

Mambuka Porlak (membuka lahan)

Tuhamu akka dongan sahuta on asa adaong sikarejoon ta di hutaon jadi tabukka ma lahan na bolak di puhit. Jala dihamu sude asa marpungu mahita rap mangkarejoi lahan kosongon.

Songoni ma hata sian hami patua

Parang, Cangkul, Arit, Makanan dan minuman, dll

Konteks budaya:

bergotong- royong marsipature hutanabe (membenahi lingkungan desanya masing- masing) Konteks sosial:

(40)

26 nihuta.

Terjemahan:

Kepada seluruh warga desa yang bertempat tinggal disini biar ada yang kita kerjakan kita buka lah lahan yang lebar di bukit ini.

Jadi kepada kalian semua berkumpul dan bekerja sama lah kita

mengerjakannya.

Begitu lah dari kami tokoh adat di desa ini

menyampaikan.

bersama melakukan yang terbaik Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari, dan dilakukan beberapa hari

Dalam tradisi gotong-royong sebelum memulai menanam benih, terlebih dahulu setiap kelompok masyarakat yang berada didesa Sigapiton melakukan pembukaan lahan secara bergantiaan baik dari tempat masyarakat satu kemasyarakat lainnya.

(41)

27

Dahulu dalam pembukaan lahan ini biasanya menggunakan alat-alat berladang yaitu parang, cangkul, arit, dll.

Umumnya pada kelompok yang terlibat dalam pembukaan lahan ini biasanya bekerja selama beberapa hari. Setiap masyarakat menyiapkan makanan, minuman dan perlengkapannya masing-masing. Tetapi pada saat ini masyarakat sudah banyak menggunakan alat modern seperti mesin babat dan mesin potong kayu, sehingga pada pembukaan lahan pertanian saat ini sudah meninggalkan sistem bergotong-royong.

Dokumentasi pribadi Pembukaan lahan

4.1.2 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mandodos Porlak

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks

1 Tahap kedua

Mandodos Porlak

Dung sae tabukka lahan on tuhita

Cangkul, Parang,

Konteks budaya:

(42)

28 (menggarap

lahan)

sudena asa tong rap hita mampature porlakna be di ingganan nabe asa ringgas

pangkarejoonta sahat tu marsuan di lahanta be.

Terjemahan:

Setelah selesai kita buka lahan ini kepada semuanya agar tetap kita bekerja sama membenahi bagian sawahnya masing- masing biar bagus pekerjaan kita sampai saat kita mulai menanam dilahan kita.

Bajakan sawah, Tali, dll

bergotong- royong Konteks sosial:

bekerja bersama- sama Konteks situasi: pagi hingga sore hari dan dilakukan beberapa hari

(43)

29

Pada tahap menggarap lahan atau yang biasa di sebut dalam bahasa batak yaitu mandosdos biasanya dilakukan oleh seluruh kelompok masyarakat yang berada didesa Sigapiton. Setiap masyarakat memiliki perannya masing-masing dalam membentuk tepian sawah sehingga menjadi sebuah lahan sawah yang utuh.

Umumnya pengerjaan ini dilakukan sesuai dengan luas lahan pertanian yang akan dibentuk.

Pada fase pengerjaan ini seluruh masyarakat sudah menyepakati mengenai teknis kerja dan luas lahan yang di kerjakan setiap kelompok masyarakat tersebut. Setiap perlengkapan dan kebutuhan saat pengerjaan lahan ini di sepakati masyarakat seperti misalnya alat dan bahan yang di bawa oleh masing-masing masyarakat di kumpulkan di sebuah tempat. Tempat itu akan menjadi tempat berkumpul baik itu memulai bekerja, beristirahat, makan siang, hingga menyimpan perlengkapan kerja setiap hari.

Dokumentasi pribadi Mengarap lahan

(44)

30

4.1.3 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mambahen Tali Ni Aek Porlak

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks

1 Tahap ketiga

Mambahen tali ni aek porlak (membuat irigasi persawahan)

Dung sae ta bahen porlakta saonari asa rap mahita mambukka tali ni aek sian buhit asa boi porlakta maraek sian ginjang saat tu toru. Jadi tamulai ma sian mambahen bedeng dohot paripean sian toru sahat tuginjang.

Terjemahan:

Setelah selesai kita membuat sawah, sekarang kita agar tetap bekerja sama membuat mata air dari bukit sampai

Cangkul, Bambu atau pipa,

Tahap modern pengecoran dengan semen

Konteks budaya:

gotong- royong Konteks sosial:

bekerja bersama menggali dan membuat aliran air Konteks situasi:

pagi hari dan dilakukan beberapa hari

(45)

31

kebawah. Jadi kita buat lah bedeng dan wadah dari bawah sampai keatas.

Pada awal pembuatan saluran aliran air dilakukan secara bergotong-royong.

Kegiatan ini dulu dilakukan saat pertama sekali membuka area lahan persawahan.uniknya Desa sigapiton memanfaatkan perairan melalui mata air yang berasal bukit yang berada di antara desa Sigapiton tersebut. Masyarakat di Sigapiton jarang memanfaatkan air danau sebagai sumber perairan ke lahan persawahan. Lahan pertanian yang mereka kelolah berada di daerah dataran tinggi sehingga tidak memungkinkan mengalirkan air danau ke lahan pertanian mereka.

Dokumentasi pribadi Pembuatan irigasi

(46)

32

4.1.4 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Marsuan

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks

1 Tahap keempat

Marsuan (menanam lahan pertanian)

Tuhamu sude akka na adong dihuta on, nga sae hita mambuka jala mambaen sude na dohot muse do dalan ni aek sian ginjang sahat tu toru. Saonari nga boi be hita marsuan di inggananna masing-masing.

Jala hupasahat tuhamu asa tong rap hita

marsiurup-urupan marsuan di inggananna asa boi hatop sae jala

Benih,

Perlengkapan pribadi, Makan dan minum

Konteks budaya:

bergotong- royong Konteks sosial:

bekerja bersama, menanam bersama ke tempat- tempat lahan pertanian warga Konteks situasi: pagi hari hingga siang hari, berpindah-

(47)

33

boi rap marpanen annon.

Terjemahan:

Kepada kalian semuanya yang ada di kampung ini, sudah selesai kita membuka dan segala

kesiapannya sudah terpenuhi termasuk jalan air dari atas sampai kebawah. jadi sudah bias kita menanam saling membantu lah kita mengerjakan lahan kita agar bias sekalian selesai dan sekalian panen.

pindah ketempat lahan pertanian yang lainnya

(48)

34

Pada fase menanam biasa disebut dengan marsuan umumnya juga dilakukan secara bergotong-royong. Setiap masyarakat hingga saat ini masih melestarikan tradisi yang disebut rampak marusan, rampak marsuan adalah menanam dengan kurun waktu yang bersamaan atau menanam padi secara serempak untuk menghindari gangguan hama, seperti burung, ayam, ulat pemakan tumbuhan, hingga tikus.

Sebelum memulai menanam padi ada tahapan sebelum melakukan penanaman yaitu mangengge atau biasa disebut merendam terlebih dahulu benih yang akan ditanam. Setelah iitu maname yaitu menyemaikan bibit yang sudah berhasil di rendam yang sudah berkecamba. Setelah semua persiapan sudah selesai barulah raja bius atau kepala desa memberitahukan mengenai hari baik dalam menanam benih tersebut.

Dokumentasi pribadi Menanam lahan

(49)

35

4.1.5 Marsirimpa “Gotong-Royong” dalam Mamuroi

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks 1 Tahap

kelima

Mamuroi (Pembersihan dan perawatan lahan)

Saonari pungu ma hita di hari sabtu lao paiashon porlakta be jala sude ma hita marpunggu lao mangkarejoi ingananna masing-masing asa hatop tor sae jala bagak ma sude

sisuanontaon.

Terjemahan:

Sekarang kumpul lah kita di hari sabtu di sawah kita masing- masing agar cepat langsung selesai

Cangkul, Arit, Gisgis, Pestisida pembasmi hama

Konteks budaya:

dilakukan secara

serempak dan bersama oleh setiap pemilik lahan

Konteks sosial:

meyemprot, membersihkan rumput

Konteks situasi: pagi hari hingga siang hari lalu dilanjut di sore hari

(50)

36 kerjaan kita, sehingga bagus lah hasil tanaman kita semua.

Pada fase ini masyarakat yang sudah menanam padi secara bersamaan juga membersihkan atau merawat tanaman dengan bergotong-royong guna mempercepat pengerjaan dari masing-masing lahan. Umumnya ini di kerjakan secara berkelompok dari setiap masyarakat yang memiliki lahan sawah berdekatan.

Setiap masyarakat yang mendapat jadwal bergotong-royong juga membersihkan setiap aliran air yang tersumbat dan merapikan bagian-bagian sawah yang rusak, begitu juga rumput dan segala jenis yang menghambat pertumbuhan padi di sawah mereka. Masyarakat Sigapiton juga bergotong-royong untuk melakukan pembasmian hama seperti menyemprot setiap lahan pertanian mereka, umumnya dilakukan oleh pemilik lahan secara pribadi tetapi dengan cara bersama-sama atau serempak.

(51)

37

Dokumentasi pribadi

Pembersihan dan perawatan lahan

4.1.6 Marsiurupan “Gotong-Royong” dalam Mangalap Kompos

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks 1 Tahap

keenam

Mangalap kompos (Menyiapan dan

menyediakan pupuk)

Dihita saluhutna asa bagak susuanonta mamupuk nama hita, jei asa tor singkop sudena rap manuhor

Angkutan menjemput pupuk, Ember, Pupuk

Konteks budaya:

gotong- royong bergantian menjemput pupuk

(52)

38 pupuk ma hita dohot rap

mamupuk mahita sude di inganan na be. Asa boi rap sidung hita namamupuk on mar siurup-urupan mahita di porlakta.

Terjemahan:

Kepada kita semua biar bagus tanaman kita memupuk lah kita, jadi membeli pupuk bersamaan lah kita dan juga sekalian memupuk secara bersamaan pula lah kita agar bias menghasilkan yang sempurna.

Konteks sosial:

menyediakan pupuk masing- masing secara bersama- sama Konteks situasi:

menjemput pupuk saat pecan tiba di kota,

memupuk di pagi hari

(53)

39 Jadi saling membantu satu sama lain lah di sawahnya.

Pada tahap memupuk lahan pertanian masyarakat didesa Sigapiton juga memiliki tradisi bergotong-royong dalam menyediakan pupuk, dikarenakan desa Sigapiton cukup sulit dalam pemasokan bahan-bahan pertanian seperti pupuk, dan juga pembasmi hama masyarakat di desa ini biasanya membeli pupuk dan segala jenis perlengkapan pertanian di daerah Parapat dan juga di daerah Balige sehhingga masyarakat membuat sebuah kelompok untuk bergantian dalam membeli perengkapan keluar dari desa tersebut.

4.1.7 Marsiadapari/Marsialapari “Gotong-Royong dalam Manggotil

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks

1 Tahap ketujuh

Manggotil (Memanen)

Nga jonok be hari, tokkin nai marpanen ma hita, jadi dihamu asa boi hita marsiurupan tu akka sudena jala

Sasabi, Terpal, Meja

membanting, Goni,

Perlengkapan pribadi,

Konteks budaya:

gotong- royong Konteks sosial:

bekerja

(54)

40

marganti mahita sian porlak ta be asa boi hatop sidung marpanen di ari nanaeng ro.

Terjemahan:

Sudah dekat harinya, sebentar lagi akan

memanen lah kita jadi kepada kalian semua supaya saling membantu lah kita dalam memanen ini dengan bergantian ke sawah satu dan kesawah yang lainnya biar bias cepat selesai dihari yang akan datang.

Makan dan minum

bersama secara bergantian dari lahan satu kelahan lainnya secara bersama- sama setiap harinya Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari di ladang secara berpindah- pindah selama beberapa hari

(55)

41

2 Mamboan

(Mengangkut)

Dung sidung hita marpanen dohot mamaspas marsiurupan ma hita muse mamboan sian porlak sahat tu jabu ta be Terjemahan:

Setelah selesai kita memanen saling membantu lah kita lagi membawa dan mengangkut dari sawah kita ke rumah kita masing-masing.

Angkong (sorong- sorong), Dipikul

Sore hari

Proses panen biasanya dilakukan saat sudah menunjukkan tanda-tanda pada tumbuhan tersebut sekaligugus hari yang sudah memasuki masa panen. Biasanya sistem memanen di desa Sigaiton juga menggunakan sistem bergotong-royong atau

(56)

42

panen secara serempak atau bersama-sama. Umumnya setiap masyarakat yang melaksanakan panen, berkumpul dan mengerjakan lahan sawahnya secara bergantian.

Proses panen juga biasanya mengunakan alat sasabi atau pisau pemotong khusus padi. Proses memanen ini dinamakan manabi eme, yang artinya memotong pohon padi. Pengerjaan ini membutuhkan waktu satu hari penuh dalam setiap lahan sawah, biasanya masyarakat bergantian setiap harinya mengerjakan lahan-lahan mereka hingga selesai.

Setelah padi selesai di panen masyarakat Sigapiton juga bergotong-royong dalam proses mamaspas eme (merontok padi yang sudah di panen). Pengerjaan dalam merontok padi yang sudah di panen masyarakat menerapkan sistem bergotong- royong.

Setelah padi selesai di sabi dan dipaspas padi di kumpulkan di sebuah wadah yang disebut goni atau karung. Padi yang sudah di kumpulkan juga di gotong bersama-sama ke rumah pemilik sawah tersebut guna di jemur hingga mengering dan akhirnya akan di rontok menggunakan sistem menumbuk. Sistem menumbuk ini juga biasanya dilakukan secara bergntian setiap warga yang memiliki padi yang baru selesai dipanen. Pada saat ini sistem menumbuk padi sudah jarang digunakan di desa Sigapiton dikarenakan penduduk desa Sigapiton juga sudah memanfaatkan mesin perontok padi yang mengakibatkan tradisi dalam merontok padi ini sudah ditinggalkan.

(57)

43

4.2 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Tahap Siklus Daur Hidup Mulai Dari Lahir Hingga Kematian

Berdasarkan tahapannya ada banyak siklus kegiatan dalam bergotong-royong tahapan tahapan itu dapat dilihat mulai dari peristiwa kelahiran hingga pada saat kematian. Dalam tahapan bergotong-royong yang ada di indonesia tidak semua tahapan itu berlaku di setiap daerah maupun suku adat. Biasanya faktor pendukung dalam setiap tahapan gotong-royong itu ialah yang dibutuhkan dan mendukung dalam ruang lingkup disetiap daerah-daerah tertentu.

Adapun tahapan gotong-royong mulai dari kelahiran hingga kematian yang ada di desa Sigapiton sebagian besarnya juga di terapkan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba di daerah lainnya. Penulis mengetahui hal-hal tersebut sehingga penulis mencoba untuk mencari tahu dan menggali lebih dalam kembali mengenai sistem bergotong-royong pada masyarakat Batak Toba yang ada di desa Sigapiton yang belum diangkat di daerah lainnya. Adapun tahapan-tahapan dalam bergotong-royong pada masyarakat Batak Toba di desa Sigapiton ialah sebagai berikut:

4.2.1 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Maresek-Esek Suku Batak Toba

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks 1 Tahap

pertama

Maresek-esek Haroroni dakdanak na tubu, boru

Perlengkapan pribadi, Sandang

Konteks budaya:

gotong-

(58)

44 manang bawa.

Dohot marjaga di borngin ni ari Terjemahan:

Syukuran kelahiran anak lahir, baik anak perempuan maupun anak laki-laki

sekaligus berjaga dimalam hari

pangan, Pakaian, Kayu bakar, Tungku api, Hadiah pemberian, Selendang, Dll

royong Konteks sosial:

kebersamaan menjaga sibayi

dimalam hari Konteks situasi:

malam hingga pagi hari, dan hingga beberapa hari

Pada setiap keluarga yang baru membangun rumah tangga tentu sanggat mengharapkan yang namanya kelahiran khususnya suku Batak Toba, setiap anak laki- laki atau anak perempuan (borunya) yang baru saja menikah sanggat diharapkan untuk segera mempunyai keturunan. Keturunan merupakan salah satu simbol kesuksesan dalam hidup bagi masyarakat suku Batak Toba. Dalam arti lain anak yang

(59)

45

lahir adalah salah satu penerus generasi marga yang dibawa dari marga ayahnya. Baik pria atau wanita akan membawa marga dari ayah mereka.

Maresek-esek adalah salah satu tradisi di adat batak toba dimana setiap keluarga yang baru melahirkan akan membuat acara syukuran terhadap anaknya karena telah di lahirkan ke dunia ini dengan selamat dan sehat. Biasanya, setelah "sibaso" yaitu dukun beranak membantu proses kelahiran, segera besoknya akan diadakan syukuran dengan mengundang saudara sekampung untuk jamuan bersama. Kepada penduduk sekampung akan dikabarkan bahwa sudah lahir seorang anak. Karenanya setelah malam tiba, tetangga diundang ke rumah untuk manggallang esek-esek, makan bersama ucapan syukur. Umumnya menu khas untuk syukuran anak baru lahir berupa

"saksang" dan "ubangun-umbangun". Saksang itu olahan makanan berbahan daging babi yang masih muda (disebut lomok-lomok). Umbangun-umbangun itu sayuran seperti daun mint. Dimasak dengan santan dan serta irisan daging. Umbangun- umbangun berkhasiat memperbanyak produksi air susu ibu. Banyak keluarga dan tetangga yang diundang ke rumah untuk makan bersama dan biasanya tamu yang datang akan membawa kado untuk diberikan kepada bayi yang baru saja lahir dan membawa kebutuhan-kebutuhan untuk berjaga dimalam hari.

Sekitar satu bulan, rumah yang mendapat kelahiran anak itu akan ramai di malam hari. Penduduk sekampung tidur disana untuk menemani keluarga tersebut. Konon, ibu yang baru saja melahirkan harus tetap di jaga dan begitu juga dengan bayinya karena rentan diserang makhluk halus. Tidur di rumah keluarga yang baru lahir anaknya disebut maranggap. Kegiatan marangap ini terus dilakukan secara bergantian

(60)

46

oleh ibu-ibu yang bertempat tinggal di lingkungan si keluarga yang baru melahirkan anak tersebut.

Kaum bapak-bapak dan remaja biasanya akan mengumpulkan "saganan" yaitu kayu bakar ukuran agak besar. Saganan ini nanti akan dibakar di dekat si ibu yang melahirkan sebagai pemanas ruangan dan menghabiskan malam dengan bermain kartu joker atau gaple. Sedangkan anak-anak biasanya akan menghabiskan malam dengan bermacam permainan seperti marturi-turian (mendongeng, bergantian) atau marhuling-hulingan (main teka-teki).

Tradisi ini dilaksanakan turun-temurun dan terus menerus didesa tersebut. Hingga saat ini sistem bergotong-royong yang dilakukan masyarakat di desa Sigapiton terhadap anak yang baru lahir ini sangat mempererat talisilaturahmi kekeluargaan dan rukun dalam bertetangga. Namun di sebagian daerah khususnya daerah yang bersuku Batak Toba juga sudah jarang melaksanakan tradisi maresek-esek tersebut, sehingga dapat memungkinkan tradisi ini lambat laut akan terlupakan.

4.2.2 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong pada Adat Mangharoan Suku Batak Toba

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks 2 Tahap

kedua

Mangharoan Manjou saluhut patuani huta lao mambaen pasu- pasu tu

Jamuan makan, Beras sipirnitondi,

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

(61)

47 dakdanak na tubu.

Terjemahan:

Mengundang seluruh tetuah adat setempat yang berada di lingkungan desa

Ulos,

Parjambaran, Ikan mas Dll

syukuran dan memberimakan kepada tulang dengan dibarengi pembagian jambar sekaligus pemberkatan dari tulang si anak yang lahir Konteks

situasi: siang hari saat acara makan siang

Mangharoan adalah Upacara adat Batak Toba setelah dua minggu umur kelahiran si anak bayi. Begitu pentingnya kelahiran seorang anak dalam suatu keluarga, sehingga setiap kelahiran seorang anak pada Suku Batak Toba akan disambut kelahirannya dengan upacara yang disebut mangharoan. Adapun tujuan dari upacara mangharoan ini adalah sama seperti maresek-esek namun upacara syukuran atas kelahiran seorang anak ini dilakukan setelah si anak bayi tersebut sudah berumur dua

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan tradisi Gumbregan di Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali tahun 2013 dan

Implementasi karakter kepedulian sosial melalui kegiatan gotong royong di Desa Widodaren Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi adalah masyarakat di Desa Widodaren mampu bekerja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai sejarah dan latar belakang, alat yang digunakan, prosesi dan aspek pendidikan nilai religius dan gotong-royong tradisi

GONDANG NAPOSO PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SEI MUKA KECAMATAN TALAWI KABUPATEN BATUBARA, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasinilai gotong royong di masyarakat perkotaan (studi kasus pada masyarakat Dusun Sidomulyo, Desa Makamhaji, Kecamatan

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui jenis gotong royong dalam pembangunan pedesaan di masyarakat Desa Karae Kecamatan Siompu Kabupaten Buton

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi dengan baik, yang berjudul: “Implementasi Nilai Gotong Royong dalam Tradisi Gumbregan (Studi Kasus pada

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai tradisi songgot- songgot di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir sebagaimana diuraikan, dapat