• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Marhajabuan Suku Batak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Tahapan Siklus Daur Hidup

4.2.4 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Marhajabuan Suku Batak

55

ayam. kemudian pihak hula-hula sebaliknya memberikan ulos kepada orangtua dan bayi yang baru menerima nama. Begitu juga pihak boru memberikan tumpak (amplop berisi uang) bersama dengan kerabat tetangga dan saudara semarga sibayi.

5) Marsaor

Tahapan terakhir yaitu marsaor (temu ramah dan makan bersama) duduk di rumah hasuhuton. Pada tahap terakhir ini seluruh audiens atau seluruh elemen dalihan natolu setelah mereka makan mereka menyampaikan doa harapan kepada si bayi dan ditutup dengan mangampu (membalas jawaban dan ungkapan terima kasih) dan acarapun selesai. Kalau pun elemen dalihan na tolu ingin pulang telah dapat kembali ke rumah mereka sendiri karena acara sudah terlaksanakan berjalan dengan lancar.

Namun adat martutu aek ini sudah tidak berlaku lagi di desa Sigapiton melainkan sudah beralih ke tradisi pembaptisan “tardidi” karena tradsisi adat martutu aek ini boleh dikatakan bertolak belakang dengan ajaran agama yang dianut. Tradisi ini dilestarikan pada masa sebelum mengenal aliran agama. Tetapi menganai acara adat pembaptisan ini tidak jauh beda dengan marsitutu aek. Hanya saja unsur magis yang di lestarikan zaman dahulu sudah berganti menjadi mengatas namakan Tuhan dan gereja yang dianut sebagai permohonan doa untuk menyebutkan nama dan penabalan nama si bayi tersebut.

4.2.4 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Marhajabuan Suku

56 1 Tahap

keempat

Mangaririt Mangalului anak boru tu huta na asing na so pariban na Terjemahan:

Mencari

perempuan keluar kampung

halaman atau yang bukan pariban (anak paman)

Perantara, Uang, Kain sarung, Perlengkapan pribadi, Dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

pergi keluar untuk bertemu atau melihat jodoh yang akan di pinangnya untuk

berumahtangga Konteks

situasi:

beberapa kali dan selang waktu yang cukup lama

2 Mangalehon

tanda

Mangalehon tanda tu borua na naeng solhot tu imana

Uang, Kain sarung, Ulos,

Tikar pandan

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

57 Terjemahan:

Memberi

kepastian kepada sang pujaan hati yang dipilihnya

memberi buah tangan tanda bahwa wanita itu yang telah dipilih untuk menjadi kekasih hatinya Konteks situasi: pagi hingga siang hari

3 Marhusip Mampatakkas tu

keluarga ni pihak parboru asa boi saut tu boru na Terjemahan:

Membahas mengenai

keseriusan untuk melakukan pernikahan

Makanan, Minuman, Beras, Tikkar, dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

keluarga besar dari mempelai laki-laki dan perempuan berkumpul untuk

58

membahas tentang keseriusan untuk menikah Konteks situasi: siang hari di rumah pihak

perempuan

4 Marhata

sinamot

Manghataon si leanon pihak paranak tu parboru lao gabe tuhor ni boru /sinamot Terjemahan:

Membahas mengenai mahar yang akan di sediakan dan diberikan kepada pihak mempelai

Meja, Jambar, Beras, Sirih, Uang,

Makanan dan minuman, dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

datang ke gereja, setelah itu menuju gedung

pertemuan atau dihalaman gereja, makan siang. Setelah makansiang

59

perempuan mulailah acara

pembahasan mengenai sinamot sekaligus pembagian jambar Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari di gereja dan halaman gereja/gedung pertemuan gereja

5 Marpudun

saut

Mambahen simpul ni ulaon tu ari nanaeng ro di ulaon unjuk Terjemahan:

Menyimpulkan

- Konteks

budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

berkumpul meyepakati

60 atau mengambil keputusan atas pembahasan mengenai persiapan pesta adat

hasil dari pembahasan untuk

persiapan pesta adat

Konteks situasi: sore hari

6 Martupol Mangahtindakhon

hata haporseanon tu gareja

Terjemahan:

Ikat janji di hadapan Tuhan atau di dalam gereja

Hadirin tamu undangan, Perlengkapan pribadi, Kertas perjanjian

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

berkumpul di gereja untuk mengikat perjanjian antara si perempuan dan si laki-laki Konteks situasi: pagi hari

61

7 Martonggoraja Marapot tu ulaon unjuk asa

diparade sude tamu undangan dohot sudena.

Terjemahan:

Rapat mengenai teknis pesta adat

Dalihan natolu, Kertas dan pulpen, Lapet, Kopi dan the manis

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

berkumpul untuk

membahas apa saja dan siapa saja yang dapat hadir, dan membahas acara yang akan

dilaksanakan di pesta adat Konteks situasi: sore hari

8 Ulaon unjuk Ulaon unjuk di

hari pesta pernikahan Terjemahan:

Baju pengantin, Ulos, Gedung,

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

62 Pesta adat

pernikahan orang Batak

Meja dan kursi, Makan dan minum, Parjambaran, Uang,

Tandok beras, Beras, Dll

melaksanakan pesta adat di gedung atau di halaman dihadiri dengan

keluarga pihak perempuan, pihak laki-laki, dan tamu undangan Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari

9 Paulak une Mampaboa dohot

mampaulakhon tu kaluarga pihak parboru une nai Terjemahan:

Memberi tahu dan

Buah tangan, Jamuan makan dan minum, Dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

suami si perempuan datang

63 mengembalikan kepada orangtua perempuan bahwa anaknya masih gadis/perawan

kerumah orangtua si perempuan untuk mengatakan bahwa istinya masih

gadis/perawan saat dinikahi olehnya Konteks situasi: pagi hari dirumah orangtua perempuan

10 Manjae Mamulai hidup

naumbaru, kaluar sian bagasni jabu natorasna

Terjemahan:

Berpisah dari kedua orang tua,

Harta warisan, Bekal hidup, Seluruh perlengkapan untuk

memulai

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

berkumpul untuk membahas

64

atau memisahkan tempat tinggal untuk memulai rumahtangga yang baru sebagai suami istri

rumah tangga, Pakaian Dll

langkah kehidupan yang baru bersama pasangannya di tempat tinggal yang baru

Konteks situasi: pagi hari atau malam hari

11 Manikkir

tangga

Natoras sian parboru ro tu jabu ni gellengna lao manikkir keadaan ni boruna

Terjemahan:

Berkunjung untuk anak

perempuannya yang tinggal di

Ikan mas, Makanan kesukaan si perempuan, Dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

orang tua dari si perempuan datang kerumahnya untuk melihat dan

65

rumah yang baru memastikan

bahwa

anaknya tidak sengsara dan susah di kehidupan rumahtangga si anak

Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari

Dalam tradisi marhajabuan ada beberapa tahapan teknis bergotong-royong dan ada juga yang tidak. Marhajabuan adalah upacara pernikahan secara konvensional menurut adat Batak Toba, marhajabuan (menikah) mengandung arti bahwa setiap kelompok Orang Batak yang ingin atau menikah harus melalui pernikahan adat, tidak hanya diberkahi di kapel atau hanya akad nikah. Acara akan dihadiri oleh seluruh anggota keluarga laki-laki dan perempuan dan ulos akan diberikan kepada pasangan suami istri.

Adapun tahapan-tahapan dalam tradisi adat marhajabuan ialah sebagai berikut:

(1). Mangaririt

66 (2). Mangalehon tanda

(3). Marhusip

(4). Marhata sinamot (5). Marpudun saut (6). Martupol (7). Martonggo raja (8). Ulahon unjuk (9). Paulak une (10). Manjae

(11). Manikkir tangga

(1). Mangaririt

Mangaririt adalah mencari/memilih jodoh, atau upaya yang dilakukan seorang pemuda/perjaka (doli-doli) mendapatkan gadis (mangalap boru) pilihan hatinya sebagai calon istri yang bukan pariban-nya. Dahulu sudah tentu mangaririt dilakukan dengan pergi berkunjung (martandang) ke huta (kampung) lain atau mangaririt tuna dao/mangaririt tu luat na dao (mencari jodoh ke tempat yang jauh. Tu = ke; Luat = tempat, daerah, negeri; Dao = jauh).

Sebelum martandang si pemuda akan mencari informasi dari teman-temannya atau dari orang-orang tua yang ada di kampung si gadis, atau dengan menggunakan jasa orang perantara/penengah (mat/mak comblang) berupa teman-teman, teman si

67

gadis, orang tua-tua atau siapa pun. Mat comblang ini dalam istilah Batak disebut domu-domu (asal kata: domu, artinya kumpul, ketemu, kompak).

Proses perkenalan yang dilakukan saat martadang yaitu pergi dengan wanita muda yang diliriknya ketika dia manduda eme (mengaduk padi) atau manduda baion (semacam pandan untuk anyaman tikar atau gantang)

Unsur gotong-royong yang terkandung dalam proses mangaririt ini ialah saling membantu satu dengan yang lain dalam menemukan jodoh. Pihak dari saudara si wanita akan mengenalkan wanita tersebut kepada saudara pihak pria, begitu juga sebaliknya. Sehingga yang akan di kenalkan ini akan diberitahukan kepada si pria dan pria tersebut akan mengunjungi wanita yang di tunjukkan kepadanya untuk berkenalan. Proses ini juga berguna untuk menambah relasi antara keluarga pria dan wanita.

(2). Mangalehon tanda

Tahap selanjutnya sebelum marhajabuan yaitu mangalehon Tanda, artinya memberi petunjuk jika seorang pria telah memiliki seorang wanita sebagai calon istrinya, maka keduanya akan saling memberi petunjuk. Pria biasanya memberikan berupa uang tunai kepada wanita, sementara wanita akan menyerahkan sarung (mandar) kepada pria. Setelah itu pria dan wanita itu kemudian menjalin hubungan satu sama lain. Pria itu kemudian mendatangi orang tuanya, dan orang tua pria itu akan mengatur seorang penengah atau (domu-domu) bahwa anaknya yang dikenalnya telah menjaminkan kepada gadis yang mengenal anaknya itu. Setelah itu perantara

68

(domu-domu) akan menyampaikan kepada pihak wanita bahwa putri dari keluarga tersebut sudah memiliki hubungan dengan pria yang dikenalkan kepada putrinya.

Unsur gotong-royong yang terkandung dalam tahap mangalehon tanda ini tidak jauh dengan tahap mangaririt. Dimana unsur gotong-royong dalam tahap ini melibatkan orang lain untuk membantu kedua belah pihak keluarga yang terlibat dalam hubungan perjodohan tersebut. Peran dari perantara (domu-domu) tersebut melancarkan proses perjodohan mulai dari mengenalkan, sampai menemukan kecocokan antara si pria dan si wanita.

(3). Marhusip

Tahap selanjutnya adalah marhusip bisa berarti bisikan. Tahapan ini memiliki makna percakapan rahasia atau disebut juga perundingan antara wakil mempelai pria dengan wakil mempelai wanita. Pada tahap inilah sudah umum untuk membicarakan mahar yang seharusnya tidak diumumkan kepada publik karena diketahui acara tersebut telah gagal..

Sebelum terjadinya marhusip pihak keluarga dari pria akan berkunjung ke rumah pihak keluarga wanita untuk membahas persiapan di acara marhusip. Peristiwa ini disebut dengan marhori-hori dinding (bertamu membahas keseriusan pihak laki-laki).

Di pembagi marhori-hori, pria yang akan datang membawa semua kerabat keluarga besar bersama raja parhata (sipembicara) dan penatua (orang-orang yang dituakan) ke rumah orang tua wanita . penatua (orang yang dituakan) akan duduk di atas panggung bersama pengantin pria dan orang tuanya. Di Marhori-hori dindingg pembagian yang akan dibahas adalah harga tuhor/sinamot. Didalamnya juga akan membahas tentang

69

acara pernikahan seperti tempat gedung ,jadwal pernikahan,dan jumlah undangan yang akan dipersiapkan. Percakapan terjadi secara resmi dan diakhiri dengan perjamuan makan malam yang telah dipersiapkan di rumah mempelai wanita.

Setelah pembicaraan dalam pembagi marhori-hori, kemudian dilanjutkan tahap marhusip, pokok pembicaraan masih belum berubah sama seperti dalam patua hata (nasehat orangtua), namun dalam marhusip akan dikembangkan lebih lanjut. Ini menjadi awalan perjanjian pihak antara keluarga calon wanita dan pria sebagai bentuk keseriusan dalam mematangkan persiapan acara . Parade ini juga akan menggabungkan makan malam bersama sebelum percakapan poin demi poin selesai.

(4). Marhata sinamot

Marhata Sinamot adalah sebuah tradisi adat batak untuk bicara tentang berapa banyak sinamot yang diberikan paranak (keluarga pria) kepada parboru ( keluarga wanita). Awal dari acara dimulai dengan mendatangnya paranak ke parboru sambil membawa makanan bersama. Setelah makan bersama dilanjutkan dengan membahas berapa sinamot yang akan diberikan oleh paranak, hewan yang akan disembelih, berapa ulos, berapa undangan dan dimana akad nikahnya.

Jadi makna marhata sinamot adalah menggambarkan jumlah uang yang akan diserahkan oleh keluarga suami kepada keluarga istri untuk biaya pernikahan. Jika pernikahan diadakan di tempat orang tua wanita, maka dalam istilah adat disebut

“dialapjual”, maka jumlah sinamot akan jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pernikahan adat yang diadakan di tempat pria yang ada dalam adat. . istilahnya disebut “taruhon jual”.

70

Menurut adat, uang sinamot yang diterima oleh orang tua perempuan harus dibagi:

Sijalo bara atau pamarai, adalah saudara laki-laki atau perempuan dari orang tua perempuan.

"Tulang", adalah saudara perempuan dari ibu wanita itu.

“Pariban”, adalah saudara perempuan dari seorang wanita yang sudah menikah, jika tidak perannya digantikan oleh “Namboru”, yaitu saudara perempuan dari ayah wanita yang juga sudah menikah. Adapun fungsi dari kegiatan marhata sinamot, pada tradisi masyarakat Batak Toba adalah sebagai berikut:

1. Mempertemukan kedua keluarga mempelai sah secara adat.

2. Secara adat merupakan pengesahan bahwa akan dilaksanakannya pernikahan antara anak kedua keluarga, karna saat marhata sinamot, sudah ada upacara adat yang berjalan.

3. Bagian kegiatan paling penting, karena sinamot yang merupakan bagian penting pada adat perikahan Batak Toba dibahas dan diberikan setengah pada acara ini, juga acara untuk membicarakan mengenai seluruh kegiatan adat selanjutnya akan dilaksanakan.

4. Merupakan pemberitahuan secara adat pada dongan sahuta bahwa akan diadakannya acara pernikahan dari anak salah satu warganya

Waktu (hari H) Marhata Sinamot telah disepakati pada pertemuan sebelumnya saat acara Marhusip. Unsur-unsur yang akan diundang dalam acara Marhata Sinamot yaitu seminggu sebelumnya telah diumumkan atau undangan telah diterima.

71

Untuk hari H (marhata sinamot), Paranak (keluarga pria) akan membawa daging babi yang dimasak khusus lengkap dengan na margoarna. Jumlah babi yang akan disembelih disesuaikan dengan jumlah orang yang hadir pada acara tersebut, umumnya dari parboru sekitar 20 orang dan paranak 20 orang. Parboru menyediakan ruang untuk tamu undangan yang masuk, dan menyediakan nasi dengan lauk dengke (ikan mas) diluar dengke yang akan disajikan khusus untuk suhut paranak. Selain itu, keluarga paranak dan parboru juga akan mempersiapkan pecahan uang dengan harga Rp. 5000 atau Rp. 10.000 di antaranya akan dibagikan sebagai ingot-ingot di akhir acara.

Inti/kesimpulan pembahasan Marhata Sinamot sama dengan pembahasan Marhusip.

Itu hanya acara yang lebih formal dan dihadiri oleh unsur-unsur Dalihan Natolu, dalam pesta unjuk paranak dan pesta parboru.

Begitu rombongan paranak sampai di pelataran parboru, salah satu paranak boru menyuruh mereka datang dan sekaligus menanyakan apakah sudah boleh masuk.

Kedatangan paranak boru juga merupakan tanda bahwa pihak parboru siap menerima kedatangan rombongan paranak, kemudian parboru berdiri dari ambang pintu hingga ke dalam ruangan. Rombongan paranak masuk satu per satu dan yang di depan berteriak: Horas nama di hamu! (selamat datang semuanya) lalu parboru menyapa:

Horas mama tutu! (selamat datang juga) lalu berjabat tangan satu per satu.

Tidak lama kemudian rombongan paranak di rumah (ruangan) itu masih berdiri, salah satu parboru berkata: Di hamu parboruon nami naro! (kepada pihak perempuan yang datang) Mauliate nama di Godta, hipas hamu sahat is bagas na marampang na marjual

72

on, hipas hami angsal hamu. Horas mama hamu na ro, horas mama hami nidapotmuna. Kemudian paranak menerima kata-kata parboru.

Diskusi informal di atas akan berlangsung kurang lebih 10 menit, biasanya pembicaraan di atas adalah tentang hal-hal yang nyata dan tidak menyangkut kejadian yang akan datang. Saat boru dari pihak paranak menyiapkan tudu ni sipanganon (santap makan) untuk disiapkan/disajikan sebelum suhut parboru. Demikian juga boru dari parboru menyiapkan makanan, termasuk dengke, yang akan disajikan di hadapan suhut paranak. Setelah makan selesai, boru dari parboru dan boru dari paranak, terutama ibu-ibu, bergotong-royong membersihkan peralatan makan, kecuali tudu-tudu ni sipanganon (makanan yang dibawa). Kemudian parhata dari parboru berinisiatif membuka percakapan.

Unsur gotong-royong yang terkandung dalam tahap marhata sinamot juga cukup kental. Dalam tahap ini selain melibatkan masyarakat umum dalihan natolu juga sangat berguna di adat ini. Tanpa adanya dalihan natolu di tahap ini acara adat marhata sinamot tidak dapat dilaksanakan. Umumnya dalihan natolu ini mempunyai dan memiliki peran-perannya masing-masing. Mulai dari hula-hula yang harus hadir membantu acara adat marhata sinamot, parboru yang bergotong-royong menyediakan segala sesuatu yang diperlukan mulai dari memasak hingga membersihkan dan membereskan hidangan yang selesai di konsumsi, dongan tubu yang membantu mengatur acara adat marhata sinamot agar dapat berjalan dengan baik.

(5). Marpudun Saut

73

Marpudun saut artinya mewujudkan apa yang digambarkan dalam Paranak Hata, Marhusip, dan Marhata sinamot. Semuanya dibahas dalam tiga tahap pembahasan sebelum digabungkan (disimpulkan, dirangkum) menjadi satu yang selanjutnya disahkan oleh para tetua adat. Dalam Marpudun saut telah ditetapkan: ketentuan tertentu tentang sinamot, ketentuan jambar sinamot jalo todoan, ketentuan sinamot parjambar nagok, ketentuan sinamot parjambar sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan tentang ulos. digunakan, ketentuan mengenai ulos-ulos hingga paranak, dan ketentuan mengenai adat. Setelah semuanya diputuskan dan disetujui oleh paranak dan parboru, langkah selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (mas kawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah bohi ni sinamot tiba di parboru, kemudian diadakan makan bersama dan padalan jambar (pembagian jambar).

Dalam marpudun saut tidak ada diskusi atau tawar menawar mengenai sinamot, karena langsung menarik perhatian penonton, kemudian parsinabung parboru mewakili diskusi tersebut. Pariban yang pertama diberi kesempatan berbicara, kemudian simandokkon, pamarai, dan terakhir tulang. Setelah menyelesaikan percakapan dengan sijalo todoan, keputusan parboru selesai; kemudian keputusan diserahkan kepada paranak untuk melakukan pengiriman bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan. Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yaitu saat akad nikah.

Dalam tahap marpudun saut juga masih mengandung unsur gotong-royong yang melibatkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Parboru bertugas dalam pembagian jambar. Begitu juga dengan pihak-pihak lain yang terlibat dan juga

74

sekaligus mengikuti acara tersebut. Setiap kegiatan yang berjalan dilakukan dengan bermusyawarah dan bergotong-royong sehingga proses dapat berjalan dengan lancar tanpa ada kekurangan sesuatu apapun.

(6). Martupol

Martumpol (tatap muka) adalah proses pengantin berhadap-hadapan dan di satukan dihadapan Tuhan dan jemaah untuk membuat perjanjian. Dalam acara tersebut, perjanjian akan dibuat dengan sebuah buku tanda tangan yang memuat kedua mempelai dan keluarganya sepakat untuk melangsungkan pemberkatan perkawinan di hadirat Tuhan pada waktu yang telah ditentukan. Surat yang ditandatangani bersama ini akan menjadi dasar dan dibawa ke gereja atau tempat pernikahan dan menjadi dasar untuk mengirimkan instruksi pra-nikah. Martumpol biasanya diadakan pada 2 minggu sebelum acara, sehingga pengumuman di jemaat gereja masih bisa dilakukan dua kali. Martumpol dilakukan di gereja, jadi panggung ini hanya untuk pengantin Batak Toba yang beragama Kristen

Dalam tahap martupol unsur gotong-royong juga masih terkandung didalamnya.

Setiap masyarakat yang di undang pada acara ini akan datang bersama untuk menyaksikan dan juga menjadi saksi secara tidak tertulis untuk tahap pemberkatan pernikahan. Setiap masyarakat dan juga keluarga yang datang ke gereja mempersembahkan sebagian dari uang mereka untuk persembahan kegereja.

(7). Martonggo Raja

Martonggo raja adalah, sebuah acara berkumpulnya semua anggota keluarga.

Dalam adat batak pernikahan adalah urusan penting bagi seluruh anggota keluarga

75

sehingga semua keluarga harus berkumpul untuk membahasnya. Proses ini berlangsung setelah martumpol dan biasanya dua minggu sebelum hari H adat atau pesta unjuk. Fungsinya dari pelaksanaan ini adalah untuk lebih mematangkan persiapan pernikahan, sekaligus untuk memberitahukan adanya pernikahan kepada seluruh bagian dari keluarga besar sehingga pada hari yang sama diharapkan pihak lain juga tidak menyelenggarakan dihari acara tersebut. Upacara ini juga diadakan untuk mendapatkan izin dari masyarakat sekitar.

Pada tahap ini unsur gotong-royong yang terkandung didalamnya ialah bermusyawarah. Setiap persiapan acara pernikahan yang akan dilakukan haruslah melalui tahap ini agar tidak terjadi kesalah pahaman dan terlambat menerima berita mengenai akan dilaksanakan pesta pernikahan ini. Semua keluarga yang terlibat didalam acara martonggo raja ini diundang kerumah si orang tua yang melaksanakan pesta untuk berdiskusi mengenai kesiapan mereka di hari H acara pernikahan tersebut. Jika semua sudah memberi alasan dan menyepakati hasil musyawarah tersebut barulah persiapan untuk ulaon marunjuk di matangkan.

(8). Ulaon unjuk

Ulaon unjuk adalah proses pernikahan adat suku Batak Toba yang paling penting. Dalam ulaon unjuk ini seluruh tahap yang dipersiapkan pada tahap-tahap sebelumnya di singkronkan dan dilaksanakan. Tahap ini juga sebagai unsur terpenting dalam pernikahan adat Batak Toba. Setelah menyelesaikan pemberkatan dari Gereja, mempelai laki-laki juga menerima pemberkatan dari adat, yaitu dari seluruh keluarga terutama orang tua. Dalam upacara adat ini, doa untuk kedua

76

mempelai diwakili dengan pemberian ulos dilanjutkan pembagian jambar (jatah daging) berupa daging dan uang. Jambar yang dibagikan kepada wanita adalah jambar juhut (daging) dan jambar tuhor ni boru (uang) yang dibagi menurut aturan.

Dalam tahapan pesta pernikahan adat Batak Toba terbagi menjadi dua versi yaitu, pesta di halaman perempuan yaitu “dialap jual” dan pesta di halaman laki-laki

“ditaruhon jual” pesta tersebut akan disepakati oleh masing-masing pihak yang akan melaksanakan pesta, pesta di pihak perempuan “parboru” atau piham laki-laki

“paranak”

Dalam tahapan ulaon unjuk ini juga terdapat unsur-unsur gotong-royong yang terkandung didalam proses berjalannya acara.

Yaitu pada saat memasuki ruangan dan menjamu tamu undangan, biasanya dilakukan lohe protokoler (perwakilan dari melpelai) setiap tamu yang akan masuk baik pihak laki_laki maupun perempuan akan di panggil oleh protokoler. Ini menunjukkan agar setiap bagian dari keluarga tertata rapi untuk memasuki dan berada di tempat yang seharusnya. Setelah seluruhnya sudah masuk kedalam ruangan dilakukan lah perjamuan makan yang biasanya dibagikan oleh pihak parboruon (saudara perempuan) dan juga serikat tolong menolong. Setelah pembagian jamuan makan pembagian jambar pun turut dilakukan oleh protokoler dan juga parboru (suami dari perempuan).

Tahap selanjutnya yang mengandung unsur gotong-royong yaitu pemberian tumpak

“sumbangan tanda kasih”

77

Setelah makan selesai, raja Parhata meminta izin kepada raja parhata perempuan untuk memberinya waktu untuk menerima tanda kasih yang akan disampaikan tamu undangan. Ketika raja parhata perempuan memanggil, raja parhata laki-laki memberikan kepada donggan tubu, boru/bere dan undangan agar suhut laki-laki siap menerima kedatangan tamu undangan untuk menyampaikan tanda kasih. Yang memberikan tupak adalah undangan dari Suhut paranak, yang disampaikan ke tempat Suhut duduk dengan meletakkannya di baskom yang telah disediakan/diletakkan di depan Suhut, sambil menyalam mempelai dan Suhut.

Setelah itu selanjutnya adalah pengajuan panandaion. Tujuan dari acara tersebut adalah untuk mengenalkan pihak keluarga perempuan agar keluarga dari pihak laki-laki mengetahui siapa saja kerabat pihak perempuan sekaligus memberikan uang kepada orang yang diinginkan secara simbolis diberikan langsung kepada 4 orang yang disebutkan. patodoan atau “suhi ampang na opapat” yang merupakan simbol rukun suatu acara adat. Jadi, meskipun hanya empat yang diketahui/diterima secara langsung, mereka telah mewakili penerima semuanya. Kemudian dilanjutkan dengan pasahat upa tulang “memberikan bagiannya kepada pamannya” Pasahathon Upa tulang. parboru “pihak perempuan” mengarahkan paranak “laki-laki” ke tulang untuk memberikan upah tulang. Selanjutnya memberikan tingting maraangkup, pihak paranak (laki-laki) dan mengarahkan pihak parboru “perempuan” kepada tulang yang mengawinkan, untuk memberikan tingting marangkup tersebut.

Setelah itu barulah memasuki tahap mangulosi “memberikan kain adat Batak”

pada tahap ini ada beberapa ulos yang akan diberikan yaitu, ulos pansamot “ulos yang

78

diberikan oleh orangtua pengantin laki-laki. Selanjutnya mandar hela “kain yang diberikan orangtua pihak perempuan kepada pengantin laki-laki. Selanjutnya paramai

“abang/adik dari bapak pengantin laki-laki” selanjutnya simanggokkon “abang/adik dari pengantin laki-laki. Selanjutnya ulos sihuti ampang “saudara perempuan/namboru dari pengantin”.

(9). Paulak une

Paulak une dalam budaya Batak Toba diartikan sebagai upacara mengunjungi orang tua wanita dengan menyatakan bahwa berjalan dengan baik atau 'une'. Inti dari paulak une adalah acara inti antar keluarga, beberapa hari setelah pesta unjukan berakhir. Keluarga muda ini bersama orang tuanya akan datang ke rumah parboru, untuk bersilaturahmi, mengingat di pesta pernikahan tidak banyak waktu bersama.

Namun yang penting adalah mengatur ucapan syukur mempelai pria, karena orang tua mempelai wanita berhasil memelihara, mendidik dan memelihara borunya tata krama dan adat istiadat yang baik, sehingga tetap dalam keadaan "Perawan", sampai hari pernikahan gadis itu, tetap "UNE". Pada zaman kuno, "UNE", adalah jenis jimat yang melindungi seorang gadis dari pria jahat (jimat dari pemerkosaan), yang diberikan oleh orang tua kepada seorang anak perempuan. UNE dijawab (diucapkan UNE) dengan hormat oleh sang menantu.

Pada tahap ini tidak banyak yang terlibat, melainkan hanya keluarga inti saja yang datang berkunjung dan bersilaturahmi. Namun unsur gotong-royong yang terkandung didalam tahap paulak une ini juga masih terlihat mulai dari menyediakan hidangan makan. Hidangan makan yang di sajikan di bantu pembuatannya oleh