• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mangongkal Holi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Performansi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Tahapan Siklus Daur Hidup

4.2.7 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mangongkal Holi

93

berbela sungkawa mereka. Biasanya ini dilakukan pada acara adat yang sacral atau hari H ulaon sebelum acara penguburan dilaksanakan.

Saat acara adat warga sekitar berikut juga dengan STM yang bertugas dalam marhobas guna mengenal sekaligus orang yang paham dalam situasi keluarga yang meninggal tersebut. Tahap-tahap dalam marhobas ini dilakukan mulai dari memasak hidangan makan, minum berupa kopi, dan teh persiapan jambar yang akan di potong pada acara ulaon. Biasanya ini dilakukan dengan teknis pembagian kerja dengan beberapa kelompok hingga saat acara adar selesai.

Untuk teknis penguburan biasanya dilihat dari acara maria raja apakah teknis penguburannya di bawa ke kampong atau di tempat pemakaman gereja atau di lingkungan rumahnya. Jika jenazah dibawa kekampung pihak tetangga akan segera mencarikan ambulan guna mempermudah keluarga dalam pengantaran jenazah ke kampong. Jika penguburannya dilakukan di lingkungan tempat tinggal atau di tempat pemakaman gereja pihak STM dan juga tetangga akan menemani sekaligus menghantarkan peti mati tersebut ke peristirahatan terakhir. Biasanya setelah acara penguburan STM dan tetangga yang berperan dalam acara kematian tersebut akan diberikan jamuan makan sekaligus piham keluarga mengucapkan terimakasih kepada mereka.

4.2.7 Tradisi Marsirimpa “Gotong-Royong” pada Adat Mangongkal Holi Suku

94

No Tahapan Pelaksanaan Teks Ko-teks Konteks Tahap

ketujuh

Mangongkal holi

Manjou sude akka dongan sahuta dongan huria lao

papindahon holi-holi na mate tu tugu parsaktian Terjemahan:

Memindahkan tulang-belulang yang sudah meninggal ke tugu atau tempat parsaktian marganya

Parjambaran pinahan horbo, Jamuan makan dan minum, Peti ukuran lebih kecil, Kuas, Cangkul, Sekop, Dll

Konteks budaya:

gotong-royong Konteks sosial:

berkumpul untuk

menggali dan memindahkan tulang

belulang, lalu pesta adat Konteks situasi: pagi hari hingga sore hari

Tradisi manggokal holi merupakan tradisi turun temurun dalam masyarakat Batak. Pada umumnya upacara manggokal holi dilakukan untuk melestarikan silsilah bagi masyarakat Batak dan juga berfungsi untuk menunjukkan keberadaan dan taraf

95

hidup keluarga yang menjalankan tradisi tersebut. Upacara adat manggokal holi merupakan salah satu upacara dalam masyarakat Batak. Mangongkal artinya menggali dan holi artinya tulang, sehingga bisa disebut menggali tulang. Tujuan dari upacara manggokal holi adalah untuk memindahkan tulang belulang almarhum dari kuburan tua ke kuburan yang lebih baik, lebih indah, dan lebih besar.

Oleh karena itu, upacara adat manggongkal holi dimulai dengan menggali tulang dari kuburan sementara. Tulang-tulang itu kemudian ditempatkan di tempat baru, biasanya dari semen dan disebut tugu atau tambak marga. Penguburan tulang belulang hanya berlaku bagi mereka yang telah meninggal dunia dan keturunannya telah berhasil mencapai cita-cita memperoleh kekayaan, kemuliaan, dan keturunan yang banyak. Tujuan pemberian monumen marga ini adalah agar masyarakat lebih mudah memahami identitas leluhurnya secara turun-temurun. Keseluruhan rangkaian upacara adat untuk melakukan manggongkal holi sebelum pengaruh agama Kristen dapat dibagi menjadi enam tahapan, yaitu manopot hula-hula ni si okalon, martonggo raja, manngkal holi, mata ni horja, penguburan, dan panambakan.

1) Manopot Hula-Hula Ni Si Ongkalon

Pemanggilan raja keluarga marga dari pihak istri, dapat bersifat sekedar hubungan marga yang terdiri dari empat, yaitu: (1) Bona ni ari, yaitu tulang kakek (saudara laki-laki yang melahirkan. Kakek) yang akan melaksanakan upacara adat manggokal holi. (2) bonatulang, yaitu tulang ayah atau nenek yang melahirkan ayah.

(3) tulang, yaitu saudara perempuan ibu. (4) Hula-hula, yaitu keluarga kandung istri yang akan digali. Tujuannya adalah untuk mengajak keempat pihak untuk

96

menginformasikan, meminta izin, dan mengundang mereka untuk menghadiri upacara adat manggokal holi.

2) Martonggo Raja

Martonggo raja, adalah musyawarah semua raja dan tetua adat ni huta menurut aturan dalihan na tolu. Dalihan na tolu merupakan sistem kekerabatan yang sangat penting dan dianut oleh masyarakat Batak Toba. Susunan dalihan na tolu pada upacara adat manggokal holi, adalah doa tubu dari suhut, hula-hula dari keluarga yang memberi istri, dan boru dari keluarga yang menerima istri. Selain mengatur berkah dalihan na tolu, keluarga biasanya juga mengundang para datu, tetangga sekitar, dan dongan tubuna. Sebelum pemakaman raja dimulai, semua tamu undangan diundang untuk menikmati pesta yang telah disiapkan oleh keluarga untuk diadakan. . manggokal holi. Selanjutnya, setelah hidangan makan, barulah diadakan marhata (musyawarah).

Mortonggo raja adalah musyawarah yang melibatkan raja hula-hula, dongan tubu, ianakhon, dan dongan sahuta. Dalam martonggo, semua orang yang berkumpul akan membicarakan rangkaian pada tata cara pemakaman, adat istiadat, membicarakan bagaimana harus bertindak atau apa yang harus dilakukan pada hari pemakaman dan siapa yang berperan dalam adat. Secara detail, panggung di Martonggo Raja adalah persiapan untuk acara teknis dan non teknis. Setelah semua undangan datang, yang pertama menghadirkan acara Martonggo Raja adalah Paidua ni Hasuhuton.

3) Acara Penggalian Tulang (mangongkal holi)

97

Sebelum seluruh keluarga berangkat ke pemakaman, raja adat terlebih dahulu meminta keselamatan dan berkah dari Ompu Mulajadi Na Bolon dan arwah leluhur diiringi musik tradisional Batak yaitu gondang. Selanjutnya boras ni sipirni tondi (nasi) ditaburkan di atas kepala. Kemudian raja hula-hula, boru, dan dongan sahuta diundang untuk manortor. Setelah manortor selesai, semua orang di pesta itu manggongkal holi itu berangkat ke kuburan ditemani oleh gondang jalan. Pada saat pemakaman, para ratu menyampaikan harapan agar Debata Mulajadi Na Bolon dapat memberikan arahan kemana tulang belulang akan digali. Jika kuburan yang akan digali sudah tidak terlihat lagi, maka pada saat gondang mangelek ditiup akan ada tamu undangan yang datang, biasanya datunya akan disiarkan (linglung). Datu yang akan memberi Anda petunjuk di mana harus menggali. Setelah menemukan tempat untuk menggali, hula-hula (keluarga laki-laki dari pihak suaminya) akan menggali terlebih dahulu. Kemudian keturunan yang mengadakan acara manggokal holi, pertama dari keturunan laki-laki kemudian keturunan perempuan. Pada saat penggalian, keluarga pengantin akan membuang uang ke kuburan.

Hal ini dimaksudkan untuk menandakan bahwa keturunan penggali kubur hadir dalam acara manggongkal holi, sekaligus sebagai simbol agar tulang belulang yang digali dapat segera ditemukan, sekaligus sebagai hadiah bagi para penggali.

Pada saat penggalian, hampir semua tamu yang datang menangis dengan ratapan (isi).

Setelah tulang ditemukan, tulang-tulang akan diterima dan diberi ulos sebagai tempatnya, kemudian ditaruh di pingan na hadohoan (sejenis piring), kemudian ditaruh di ampang na marnidok (keranjang khusus). Selanjutnya, keranjang berisi

98

tulang atau tanah (jika tulang tidak ditemukan lagi) dibawa ke rumah. Jika tulangnya sudah tidak ditemukan lagi, maka keranjang berisi tanah galian dapat diperlakukan sebagai tulang belulang, dan diadakan upacara manulangi di rumah, artinya memberikan makanan kepada tanah yang diperlakukan seperti tulang. Setelah tulang dibawa pulang, kemudian dibersihkan dengan air, kemudian ditaburi kunyit dan jeruk nipis. Tulang-tulang yang telah dibersihkan dan dicuci kemudian dimasukkan ke dalam wadah (lebih kecil dari peti) yang telah disiapkan, kemudian ditaruh di dalam panci yang artinya sebuah telaga di depan rumah Suhut. Sebelum tulang-tulang tersebut ditaruh di tambak yang baru, beberapa dari Suhut mengucapkan terima kasih kepada Debat Mulajadi Na Bolon dan para tamu undangan yang hadir, serta berharap tulang-tulang di tempat-tempat tinggi diberkahi. Para raja-raja adat juga diberikan keberkahan, kekayaan, kehormatan, dan keturunan, serta bagi keluarga tamu yang hadir juga.

4) Mata Ni Horja

Mata ni horja, merupakan inti dari acara manggokal holi yang diadakan. Di mata horja itulah Suhut melakukan semua tugasnya sesuai dengan adat. Setelah pegangan diletakkan di atas wajan, para istri atau wali manortor diikuti oleh suaminya. Selanjutnya selama manortor, raja adat menempatkan parbue sipir ni tondi di kepala orang yang menikah. Sementara manortor, Suhut menangis sambil menyanyikan ratapan (isi). Sedangkan sebagian orang Suhut mengatakan dalam syair yang berisi permohonan, agar sukar untuk mengubah keceriaan, maka para penabuh

99

disuruh memainkan gondang gabe agar semua keturunan leluhur menjadi marhujingjang, artinya tarian tortor dengan kaki yang kuat. tekanan.

5) Dikubur kembali

Setelah pesta mata ni horja diadakan, batangnya dibawa ke tugu yang telah disediakan oleh keluarga. Sebelum berangkat ke kuburan, seekor kerbau yang diikat di halaman dimuat (diapanton) dan dibiarkan tergeletak. Umumnya kerbau yang disembelih dalam suatu upacara adat melambangkan kesanggupan keluarga dalam melaksanakan acara, kerbau melambangkan kesabaran, keberanian, kebenaran, dan penangkal roh jahat. Kemudian saat setelah dimakamkan kembali tidak banyak acara yang digelar.

6) Manambak

Pelaksanaan manambak dilakukan sehari setelah tulang dikubur kembali.

Rombongan Dongan Sabutuha menyelesaikan pemakaman baru (manambahi).

Setelah selesai menambahkan, dongan sabutuha pun makan bersama di kuburan.

Sesampainya di desa, daging kerbau di halaman rumah Suhut dibagi menjadi suhi-suhi jambar.

Seperti upacara adat lainnya dalam budaya Batak, prosesi upacara adat manggokal holi tetap tidak terlepas dari kerbau yang akan disembelih. Kerbau merupakan salah satu hewan keramat dalam adat Batak, sehingga dalam kepercayaan masyarakat etnis Batak tidak sembarang orang menyembelih kerbau. Dalam prosesi upacara adat manggongkal holi, kerbau digunakan sebagai media kurban bagi seluruh keluarga dan kerabat yang berkumpul. Sebelum menyembelih kerbau, biasanya akan

100

dilakukan penggiringan oleh raja adat dengan tali pengikat khusus. Orang Batak percaya bahwa kerbau yang menggembala dapat berjalan bersama dengan mudah, artinya semua keluarga yang memiliki hubungan darah dengan almarhum, akan diberkahi kehidupan yang sejahtera dan semua keturunannya tidak akan dirugikan. . Saat disembelih, darah kerbau sengaja ditumpahkan ke tanah, agar setiap orang yang memiliki tanah di huta juga mendapat berkah dengan melakukan upacara adat manggokal holi.

Dalam tahap magongkal holi ini juga masih mengandung unsur gotong-royong dimulai dari persiapan dimulai, hingga mengakhiri acara. Semua unsur terlibat di dalamnya mulai dari unsur dalihan natolu, raja adat, datu/pendeta begitu juga warga setempat yang berada disekitar lokasi tersebut. Pada umumnya magongkal holi selalu melibatkan ketua nihuta “raja adat setempat” untuk keberlangsungan acara mangongkal holi tersebut.

Seluruh rancangan kegiatan juga sudah terlihat mengandung unsur gotong-royong. Mulai dari mempersiapkan jamuan makan, mempersiapkan jambar, mempersiapkan alat dan bahan untuk keberlangsungan kegiatan tmenggali kuburan tersebut. Dalam acara mangongkal holi ini keluarga akan memberi jamuan makan kepada warga setempat guna melancarkan acara tersebut, dan seluruh warga yang mengetahui hal itu akan memberi tahu akan adanya acara mangongkal holi tersebut.

Tak lepas juga warga setempat mempersiapkan apa yang diperlukan pihak keluarga guna membantu melancarkan acara mangongkal holi tersebut.

101