BAB II
GAMBARAN UMUM DUSUN GAMAN DESA SIHASTORUAN
KECAMATAN TARABINTANG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
2.1 Letak geogrfafis Dusun Gaman Desa Sihastoruan
Desa Sihastoruan terbagi menjadi 4 dusun yaitu, Dusun Gaman, Dusun
Gaman Toruan, Dusun Situmeang dan Dusun Onggol, termasuk Kecamatan
Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan. Desa ini merupakan salah satu desa
dari 10 desa yang terdapat di Kecamatan Tarabintang. Sihastoruan merupakan
kepanjangan dari Sihotang Hasugian Toruan, disebut sebagai Desa Sihotang
Hasugian Toruan karena penduduk desa ini kebanyakan marga Sihotang dan
Hasugian.
Terletak pada ketinggian 700-1000 m diatas permukaan laut, dengan topografi
berbukit-bukit atau pengunungan, banyaknya curah hujan pertahun 2000 mm, dan
suhu udara rata-rata 280 C. Desa Sihastoruan berbatasan dengan Kecamatan Parlilitan di sebelah Utara, Desa Marpadan di sebelah Timur, Desa Sihombu di sebelah Selatan,
dan Desa Tarabintang di sebelah Barat. Jarak kota Medan sebagai ibukota provinsi
adalah 400 Km, Doloksanggul sebagai ibukota kabupaten adalah 50 Km, jarak
Tarabintang sebagai ibukota kecamatan adalah 12 Km. Luas Desa Sihastoruan adalah
sekitar 46 Km2. wilayahnya merupakan pedesaan yang masih dikelilingi hutan yang ditumbuhi tanaman keras, sedangkan pada lahan yang datar dijadikan persawahan dan
mengalir beberapa sungai kecil yang mengelilingi Desa Sihastoruan, sungai inilah
yang dimanfaatkan penduduk desa untuk keperluan sehari-hari, seperti memasak,
mandi, mencuci, menjala, dan juga untuk mengairi sawah. Pola pemukiman didesa ini
adalah pola berbanjar dengan posisi rumah berhadap-hadapan satu dengan
lainnya,lantai dan dinding terbuat dari papan dan seng.
Hanya sebagian kecil saja rumah penduduk yang terbuat dari keramik dan
beton. Jalan yang terbentang dihadapan rumah merupakan halaman bersama seluruh
warga desa, pada umumnya halaman warga desa masih luas, sehingga halaman ini
biasa digunakan sebagai tempat untuk bermain anak-anak, melaksanakan upacara
adat dan tempat para pengrajin melaksanakan kegiatannya. Pada bagian belakang,
biasanya terdapat kandang ternak babi atau ayam, diantara kandang ternak tersebut
biasanya ditanami kopi, rambutan, langsat, sirsak dan lain-lain.
2.2 Komposisi Penduduk
Mata pencaharian di kecamatan Tarabintang pada umumnya adalah bertani.
Hal ini terjadi karena wilayah pertanian yang masih luas. Mayoritas penduduk adalah
petani padi yang kemudian merangkap menjadi petani karet, di Desa Sihastoruan
tepatnya di Dusun Gaman sebagian masyarakat juga bekerja sebagai pengrajin.
Dalam hal pekerjaan, terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan.
Biasanya laki-laki akan turun tangan menangani pohon karet mereka sedangkan
Data-Data Penduduk Desa Sihas Toruan
NO KETERANGAN JUMLAH ( JIWA )
1 Jumlah Laki-Laki 436
2 Jumlah Perempuan 404
3 Pendidikan SD 345
4 Pendidikan SLTA 169
5 Pendidikan D3/S1 13
Sumber: Data Umum Desa Sihas Toruan, Kantor Kepala Desa Sihas Toruan
Tahun 2009.
2.3 Kehidupan Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat Desa Sihastoruan didominasi kehidupan
sebagai petani, karyawan baik negri/swasta dan pedagang. Kehidupan ekonomi ini
tampak dalam hal pemilikan rumah tempat tinggal, kelengkapan rumah tangga,
makanan, pendidikan dan juga pakaian. Sebagian besar rumah tempat tinggal
penduduk terbuat dari bahan baku kayu baik untuk lantai maupun dindingnya, atap
rumah umumnya telah menggunakan seng ada juga rumah yang sudah berlantaikan
semen, sebagian masyarakat juga sudah berlantai keramik dan berdinding beton.
Begitu pula pemilikan dalam kelengkapan rumah tangga masih tampak jelas,
belum semua warga yang mempunyai TV dirumahnya, akan tetapi baik di kedai kopi
maupun kedai tuak televisi dapat kita temukan. Sebagaiman biasanya masyarakat
nasi tiga kali satu hari, yakni pagi, siang, dan malam. Dalam bersantap makanan tidak
ketinggalan lauk dan sambal, lauk yang biasa dimakan warga adalah ikan asin, dan
kadang-kadang ikan yang dipancing dan di jala dari sungai seperti ikan haporas, ikan
gaman, dan ikan anak garing dan juga lauk dari hewan buruan atau yang didapat
warga dari jorat atau perangkap yang dipasang warga di kebun karet mereka, seperti
kancil, monyet, dan babi hutan. Biasanya jika warga mendapatkan hasil
perangkapnya maka akan dimakan bersama oleh warga dan dibuat tambul9oleh
laki-laki yang minum tuak, sedangkan sayur-sayuran biasanya langsung dari ladang warga
dipetik dan dimasak menunggu hari pekan yang ada sekali seminggu di ibukota
kecamatan. Kebiasaan lain yang dikenal warga Desa Sihastoruan adalah
manggadong10
Masyarakat Desa Sihastoruan sebagian besar belum memiliki kamar mandi,
sehingga untuk mandi, mencuci, dan mengangkat air semua dari sungai yang
mengalir berada dekat rumah penduduk. Sarana penerangan sudah menjangkau
sampai ke desa-desa sehingga sebagian besar penduduk sudah memanfaatkan fasilitas
penerangan berupa listrik tersebut. Masih sedikit masyarakat yang memiliki
kendaraan roda dua apalagi memiliki mobil masih bisa dihitung jari. Untuk bepergian
ke kota Medan hanya ada satu bus yaitu Sampri yang sejak dulu sampai saat ini
masih beroperasi.
,akan tetapi sekarang telah berkembang dan bervariasi jenis
makananya, seperti goreng pisang, lepat, mi sop, mi ayam dan bakso.
9
Tambul sejenis makanan yang diminum bersama tuak atau nira .
10
Manggadong adalah sejenis makanan pengganti nasi pada zaman dulu yang artinya
Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak-anak kaum ibu
bekerja di ladang dan sawah mereka, sedangkan kaum ayah bekerja dikebun karet dan
diusaha pandai besi bagi yang memiliki usaha pandai besi, anak-anak biasanya
membantu orangtua setelah pulang sekolah. Kebutuhan warga desa ini agaknya masih
tergolong sederhana apabila ditinjau dari segi pemilikan barang-barang serta menu
makanan serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
2.4. Kehidupan Sosial Budaya
Penduduk Desa Sihastoruan mengikuti garis keturunan Patrilineal, yakni
sistem penarikan garis keturunan mengikuti pihak laki-laki, oleh karena itu, bapak
adalah sumber keturunan dan kekuasaan maka garis keturuna patrilineal berlaku
sampai saat ini di Desa tersebut. Satu keturunan kelompok yang mempunyai garis
keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang yang sama dinamakan marga.Suatu
kelompok kekerabatan didesa ini dihitung berdasarkan satu bapak atau ayah (sa
ama)satu kakek atau nenek moyang(sa ompu). Warga desa ini masih menunjukkan
garis hubungan kekerabatan terhadap kaum kerabatnya sampai beberapa generasi
sebelumnya. Satuan kekerabatan yang paling kecil adalah keluarga batin yang disebut
ripe yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah. Satuan
kekerabatan yang lebih besar adalah marga yang dapat berarti klen. Bagi mereka
kesamaan marga sangat penting karena orang yang satu marga masih merasa satu
keturunan yang sangat dekat. Hal ini menimbulkan adanya rasa persaudaraan yang
bertanggungjawab satu sama lain, meskipun telah dipisahkan oleh garis keturunan
Perkawinan yang semarga tidak diperbolehkan dan dianggap tabu oleh warga
Desa.Suatu perkawinan mengakibatkan terjadinya hubungan antar
kelompok-kelompok kerabat dari seseorang dengan kelompok-kelompok kerabat tempat istrinya berasal
dan kelompok kerabat suaminya. Kelompok pemberi anak disebut dengan hula-hula,
kelompok penerima anak disebut dengan boru, sedangkan kelompoknya sendiri
disebut dengan dongan sabutuha. Secara keseluruhan ketiga kelompok ini dinamakan
Dalihan Na Tolu dan merupakan prinsip dasar yang menjadi landasan dan ukuran
dalam tata hubungan sosial orang Batak Toba. Dalihan Na Tolu tidak hanya sekedar
menetapkan struktur sosial dan fungsi sosial masyarakat Toba, tetapi juga
menetapkan sikap dan perilaku yang patut ditampilkan oleh setiap kelompok. Manat
atau berhati-hati merupakan sikap terhadap dongan sabutuha (marga yang sama).
Somba atau hormat merupakan sikap yang patut ditampilkan terhadap hula-hula dan
elek atau lemah lembut merupakan sikap yang patut ditampilkan terhadap boru.
Hubungan tersebut digambarkan dalam suatu kalimat yang bersifat hipotesis dan
selalu diucapkan oleh orang Batak Toba pada umumnya yakni “somba
marhula-hula”, “elek marboru”, dan “manat mardongan tubu” yang kira-kira berarti sembah
sujud kepada hula-hula, bersifat membujuk pada boru, dan berhati-hati terhadap
kerabat semarga.11
Disamping kelompok kekerabatan dalam masyarakat Desa Sihastoruan
terdapat pengelompokan sosial seperti dongan sahuta, yaitu( kerabat satu kampung
/desa) yang merupakan kesatuan yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal,
11
dongan saparadaton yaitu (pengelompokan sosial yang didasarkan atas kesatuan
dalam kerja adat). Biasanya kelompok ini adalah gabungan dari beberapa desa yang
masih mempunyai hubungan kekerabatan walaupun sudah agak jauh. Biasanya
ibu-ibu yang masih semarga atau semarga suaminya mempunyai kumpulan yang disebut
dengan arisan yang dilakukan sekali sebulan secara bergilir dirumah masing-masing
anggota. Selain untuk menjalin kekeluargaan ibu-ibu ini juga membuat kumpulan
uang khas guna menambah simpanan untuk keperluan mendadak dan keperluan
lainya.
Dalam adat-istiadat penduduk desa ini sangat ditekankan menghormati
orangtua dan orang yang lebih tua. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam kerja adat di desa ini. Selain itu terdapat pula pantangan terhadap anak
untuk menyebutkan nama orang tua, biasanya mempunyai panggilan berdasarkan
nama anaknya yang tertua.
Di desa Sihastoruan masih sering diselenggarakan upacara-upacara adat terutama
upacara dalam daur hidup atau mangukkal holi,12
12
Mangungkkal holi adalah upacara atau pesta menggali tulang tulang nenek moyang yang
telah lama meninggal dan menyatukan nya dengan keluarganya yang sudah meninggal juga dalam suatu tugu yang telah dibangun, acara mangukkal holi adalah salah satu pesta besar bagi orang Batak Toba
meskipun dalam pelaksanaanya
telah diwarnai oleh upacara keagamaan khususnya agama Kristen. Dengan masuk dan
berkembangnya kehidupan beragama di Desa Sihastoruan sangat berpengaruh dalam
kehidupan seluruh warga desa khusunya bagi keluarga inti, hal ini dapat dilihat dari
lebih dari satu, selain itu sangat jarang ditemukan kasus perceraian suami-istri di
Desa Sihastoruan.
Disamping satuan sosial yang didasarkan atas kesatuan geneologis dan
kesatuan teritorial, terdapat pula kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan
agama, satuan sosial yang didasarkan atas agama dibedakan berdasarkan sektenya,
yaitu sekte HKBP, sekte GKLI, dan Katolik. Setiap sekte memiliki perkumpulan
kaum ibu, perkumpulan bapak-bapak, dan perkumpulan remaja atau muda-mudi.
Kegiatan kelompok tersebut diutamakan untuk tujuan pengembangan kerohanian dan
mengisi sebagian dari acara kebaktian setiapa hari minggu di gereja.
Di Desa Sihastoruan terdapat lembaga PKK, Poskesdes dan Posyandu,
disamping itu terdapat pula lembaga sosial dibidang pendidikan formal seperti PAUD
dan SD. Untuk menciptakan lingkungan yang bersih warga desa melaksanakan
gotong royong sekali dalam dua bulan, belum terdapat balai desa sebagai tempat rapat
atau pertemuan warga, dinas dan pejabat yang mengadakan pertemuan. Jika ingin
diadakan rapat atau pertemuan maka akan diadakan di rumah kepala desa dan rumah
raja huta.
Penduduk Desa Sihastoruan terdiri dari etnis Batak Toba dan Etnis Pakpak.
Ini terlihat dari daftar marga-marga di buku data penduduk Desa Sihastoruan, terdiri
dari marga: Hasugian, Sihotang, Tumanggor, Meka, Nahampun, Tinambunan,
Simbolon, Purba dan lain-lain.13
Saat ini akibat terjadinya migrasi dan tingginya mobilitas, kelompok
masyarakat yang mengaku etnis Pakpak sudah menyebar hampir keseluruh wilayah
nusantara, walaupun dibandingkan dengan sub etnis Batak lainnya jumlahnya
termasuk minoritas dan tertinggal ditinjau dari aspek sosial ekonomi. Berdasarkan Meskipun terdapat dua etnik yang mendominasi
akan tetapi masyarakat Desa Sihastoruan hidup rukun dan hampir tidak pernah ada
kesenjangan sosial diantara mereka. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa
Sihastoruan menggunakan Bahasa Pakpak atau lazimnya disebut Bahasa Dairi,
meskipun menggunakan bahasa Dairi dalam bahasa sehari-hari mereka juga mengerti
dan mahir berbahasa Batak Toba. Adat yang dipakai dalam pesta adalah adat Batak
Toba dan ibadah gerja juga menggunakan Bahasa Batak Toba.
Bayak kalangan yang mengelompokkan pakpak sebagai bagian dari sub etnis
Batak, pendapat ini bisa saja bila ditinjau dari berbagai unsur kebudayaan yang
dimiliki, seperti adanya kesamaan struktur sosial, bahasa, dan sistem kekerabatan
yaitu menganut prinsip patrilineal. Secara geografis sub etnis Pakpak berbatasan
langsung dengan sub etnis Batak lainnya, malah beberapa nama marga dari
masing-masing sub etnis hampir sama sebutannya dan bahkan diakui berasal dari nenek
moyang yang sama. Contohnya marga Manik Siketang (Sihotang),
Lembeng(Limbong), Kebeaken (Habeahan) dan marga-marga lainya. Secara teoritis
kesamaan dapat terjadi karena faktor intensitas dan intervensi dari proses difusi,
akulturasi, dan asimilasi, disamping didukung oleh faktor geografi.
13
dialek dan daerah asalnya, wilayah Pakpak dapat dikategorikan menjadi 5 sub yang
dalam bahasa Pakpak disebut Pakpak silima suak, yakni: Pakpak Simsim, Pakpak
Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Kelasen Dan Pakpak Boang.
Dusun Gaman Desa Sihastoruan termasuk kategori Suak Pakpak Kelasen.
Pakpak Kelasen berarti orang Pakpak yang berasal dari wilayah Kelasen, yang berada
diwilayah pemerintahan Tapanuli Utara (khusunya kecamatan Parlilitan) dan
Tapanuli Tengah (khususnya Kecamatan Manduamas).14
Aktifitas gotong royong yang bersifat ekonomi di Dusun Gaman akan terlihat dalam
kehidupan masyarakat petani. Dalam masyarakat Toba kegiatan gotong royong yang
dilakukan untuk kegiatan pertanian disebut marsiadapari
Hal ini yang menjadi alasan
mengapa masyarakat Desa Sihastoruan menggunakan Bahasa Pakpak atau Bahasa
Dairi dalam percakapan sehari-hari, walaupun demikian mereka juga memahami
Bahasa Batak Toba.
Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus hidup saling tolong menolong sesama
manusia dalam masyarakat. Seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia.
15
14
Lister Berutu, Aspek-aspek kultural etnis Pakpak suatu eksplorasi tentang potensi lokal, Medan: Monora, 2002, hal. 23.
15
Marsiadapari adalah suatu aktifitas yang dilakukan secara berkemlompok dan saling
membatu dalam pekerjaan baik di sawah, ladang, maupun dalam lingkungan sehari-hari.
.Kelompok ini pada
dasarnya berasaskan kekeluargaan.Kelompok marsiadapari biasanya bekerja di
ladang ataupun di sawah secara berkelompok. Mereka terlebih dahulu mengerjakan
sawah yang perlu dikerjakan lalu kemudian sawah berikutnya hingga seluruh sawah
teknologi dan dorongan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan rasa
kebersaman antara mereka semakin berkurang sehingga aktifitas marsiadapari sudah
mulai hilang.
Aktifitas gotong royong yang dilakukan masyarakat secara spontanitas yang
bersifat kekeluargaan terlihat apabila ada masyarakat yang mengalami musibah
kemalangan ataupun ketika ada acara-acara adat. Masyarakat akan memberikan
bantuan berupa materi ataupun tenaga. Dalam hal ini masyarakat tidak pernah
memandang agama, suku maupun status sosialnya. Masyarakat menganggap bahwa
mereka adalah satu keluarga yang seharusnya saling membantu. Hal seperti ini
menyebabkan masyarakat dapat hidup berdampingan secara rukun, meskipun
konflik-konflik kecil ada juga terjadi antar sesama tetangga.
Demikian juga apabila salah satu dari warganya yang baru mendapatkan
kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluargannya, maka etnik Toba khususnya
dan masyarakat pakpak umumnya, terutama kaum ibu akan datang ke rumah tersebut
untuk memberikan ucapan selamat. Biasanya pada waktu berkunjung mereka
membawa beras dan telur yang dimasukan ke dalam sebuah wadah yang lajim disebut
dengan Tandok16
Selain itu apabila salah satu masyarakat mengadakan upacara pernikahan,
maka semua tetangga akan menghadiri pesta tersebut untuk menghadiri dan
memberikan ucapan selamat. Masyarakat juga akan membantu si penyelenggara pesta . Beras ini ditujukan untuk anak yang dilahirkan dengan harapan
anak tersebut cepat besar.
16
Tandok adalah wadah seperti karung yang dianyam dari pandan yang biasa dipakai sebagai
dalam hal tenaga untuk mempersiapkan acara tersebut dan juga dalam hal materi
karena biasanya pada saat pesta diadakan setiap keluarga akan memberikan
sumbangan sukarela yang lajim disebut oleh orang Toba yaitu Papungu Tuppak17
17
Papungu Tuppak adalah istilah mengumpulkan uang dalam etnik Toba ketika hendak
melakukan acara pesta.
.
Masyarakat Desa Sihastoruan yang dihuni oleh etnik pakpak dan etnik Toba
dapat hidup berdampingan secara damai dengan etnik pendatang lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat terbuka dan memiliki rasa toleransi yang cukup
tinggi. Hubungan yang erat dan saling memiliki antara masyaraka tercermin dalam
kehidupan sehari-hari. Keberadaan suatu etnik di suatu wilayah memiliki sejarah dan
latar belakang tersendiri, khususnya menyangkut status yang dimiliki oleh suatu etnik
dalam hubungannya dengan etnik lainnya. Sebagai suatu etnik yang merupakan
kelompok etnik pendatang dan berinteraksi dengan etnik asli dalam suatu wilayah,
maka secara alami akan menempatkan etnik pendatang tersebut dalam posisi yang
lemah. Ruang sosial merupakan ruang publik serta wadah dimana berbagai perbedaan
etnik dipertemukan. Suatu etnik dengan etnik yang lain memiliki titik pertemuan
yang memungkinkan mereka untuk memperkenalkan nilai-nilai etniknya sehingga
rasa menghargai antar etnik dapat tercapai. Interaksi yang terjadi di dalam ruang
publik tersebut akan memberikan ruang gerak untuk belajar berkomunikasi dengan
etnik lain dan juga belajar untuk menghargai perbedaan-perbedaan yang ada diantara
berbagai etnik. Hal tersebut memungkinkan terciptanya kedamaian dan hubungan
Budaya yang dimiliki etnik Toba memiliki kemiripan dengan budaya etnik
Pakpak yang. Toba dan Pakpak memang awalnya satu dalam sub-etnik Batak. Hal
tersebut dibuktikan dengan kesamaan ras dan budaya-budaya yang dimiliki
etnik-etnik tersebut hampir sama. Tetapi akhir-akhir ini etnik-etnik Pakpak tidak lagi ingin
disebut Batak Pakpak. Kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
penggunaan istilah Batak yang terlalu umum dan pemahamannya lebih mengarah
kepada etnik Toba. Begitu juga dengan sub-etnik Batak lainnya yang juga tidak ingin
disebut Batak seperti Etnik Karo dan Simalungun.
Kemiripan budaya Toba dengan budaya Pakpak sangat terlihat jelas, misalnya
seperti arsitektur bangunan rumah adat, penggunaan ulos, serta menggunakan
identitas marga. Begitu juga dengan rangkaian proses-proses adat diantara kedua
etnik tersebut. Batasan kebudayaan yang paling nyata antara etnik Toba dan etnik
Pakpak hanya pada penggunaan bahasa. Oleh karena itu hubungan interaksi kedua
etnik itu berlangsung dengan mudah.
2.5 Sejarah Dusun Gaman Desa Sihastoruan
2.5.1. Sebelum Penjajahan Belanda
Kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman sebelum kedatangan penjajahan
Belanda sudah dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap
Raja-raja Adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh Raja ihutan/Takal
Aur/Kampung/Suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai kepala
Adapun struktur Pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut :
1. Raja ihutan, sebagai pemimpin satu wilayah (suak) atau yang terdiri dari
beberapa suku/kuta/kampong, Raja Ihutan disebut juga Takal Aur, yang
merupakan Kepala Negeri.
2. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampung, setingkat dibawah Raja Ihutan.
3. Sulang Silima, sebagai pembantu pertaki pada setiap kuta (Kampung), yang
terdiri dari :
1) Perisang-isang;
2) Perekur-ekur;
3) Pertulan tengah;
4) Perpunca ndiadep;
5) Perbetekken.
2.5.2. Masa Penjajahan Belanda
Pada zaman Belanda Desa Sihotang Hasugian Toruan termasuk Keresidenan
Tapanuli yang berdiri tahun 1842 yang berpusat di Sibolga dan merupakan salah satu
keresidenan dari Gouvernemen van Sumatera Westkust (Provinsi Sumatera Barat).18
18
Lister Berutu, Aspek-aspek kultural etnis pakpak, Medan:Monora, 2002, hal. 4
Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi beberapa wilayah/distrik antara lain: Papatar,
Onan ganjang, Barus hulu dll. Suatu distrik dibagi menjadi beberapa daerah dan
dipimpin oleh suatu Raja ihutan(Raja yang harus di ikuti).Raja ihutan dipilih secara
demokratis dari beberapa Raja huta di setiap kampung. Distrik Papatar dibagi
ihutan marbun, Raja pakkat/doloksanggul. Tahun 1906 Residen Tapanuli terpisah
dari Provinsi Sumatera Barat.
2.5.3. Masa Pemerintahan Penduduk Jepang
Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka
pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum
pemerintahan Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 bagian yaitu
1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang
berkedudukan di Jakarta;
2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan Angkatan
Darat yang berkedudukan di Tebing Tinggi
3. Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang
berkedudukan di Makassar.
Hal yang menarik dalam pengaturan tingkat Pemerintahan pada masa penjajahan
Jepang adalah wilayah/Daerah Propinsi dihapus dan wilayah Keresidenan tingkatan
yang tertinggi. Nama wilayah juga diganti dengan bahasa Jepang yaitu :
• Keresidenan, diganti menjadi Syuu dan residen disebut Syuu-Co
• Kabupaten, diganti menjadi Ken dan Bupati disebut Ken-Co
• Kewedanaan, diganti menjadi Gun dan Wedana disebut Gun-Co
• Kecamatan, diganti menjadi Son dan Camat disebut Son-Co.
Sedangkan untuk Dusun Gaman sendiri Pada zaman Jepang Raja ihutan dihapus dan
kepala kappung yaitu: Sihotang Hasugian dolok (Parluasan), Sihotang Hasugian
tonga (Parlilitan), Sihotang Hasugian Toruan(Gaman dolok).
2.5.4. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal
18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang
Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945
menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan)
Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi
dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen
dibantu oleh Komite Nasional Daerah.
Setelah merdeka Desa Sihotang Hasugian Toruan ditetapkan jadi desa yang
terdiri dari beberapa dusun yaitu:Gaman,Gaman Toruan, Situmeang, Onggol,
Napahorsik, Hutabaion. Tahun 2004 Dusun Napahorsik dan Hutabaion mekar
menjadi Desa Marpadan.
Desa Sihastoruan ini merupakan bagian dari Kecamatan Tarabintang,
kecamatan Tarabintang terbentuk dari hasil musyawarah dari elemen masyarakat
yang ingin mempercepat akselerasi pembangunan kecamatan baru dari kecamatan
induk, yang sebelumnya adalah Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Tarabintang
dimekarkan dari Kecamatan Parlilitan, kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 01
April 2003 dan menjadi bagian dari Kabupaten Humbang Hasundutan. Tarabintang
tersebut. Adapun yang desa bagian dari kecamatan Tarabintang adalah: Desa
Sihombu,Laetoras, Tarabintang, Sihastoruan, Sibongkare, Sibongor, Sirpang tellu,
Onggol, Simbara, Siantar-Sitanduk.19
19
Wawancara , Esmar Nahampun (kepala desa Sihastoruan), Dusun Gaman, Rabu, 15