• Tidak ada hasil yang ditemukan

Drinking water quality of refill depots in Banyumas | Abriandy | Berita Kedokteran Masyarakat 12696 60853 5 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Drinking water quality of refill depots in Banyumas | Abriandy | Berita Kedokteran Masyarakat 12696 60853 5 PB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

7

Kualitas air minum di depot isi ulang Banyumas

Drinking water quality of refill depots in Banyumas

Harry Abriandy1, Dibyo Pramono2, Susi Iravati3

Dikirim: 19 Agustus 2016 Diterima: 20 November 2016 Dipublikasi: 01 Januari 2017

Abstrak

Tujuan: Penggunaan air isi ulang meningkat karena kurangnya akses terhadap sumber air minum. 420 depot air tersedia di Banyumas. 66% di antaranya telah menerapkan pemantauan kualitas air dan hanya 83,4% memenuhi syarat sebagai air minum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penentu kualitas air isi ulang. Metode: Penelitian observasional ini melibatkan 162 depot air yang menerapkan pemantauan kualitas air sebagai sampel. Analisis data dilakukan secara statistik. Hasil: Ada 13,58% depot air belum memenuhi syarat. Sumber air minum berasal dari sumur (53,09%), perusahaan air minum lokal (33,95%) dan mata air (12,96%). Studi ini menunjukkan bahwa sumber air, kualitas tandon, kebersihan lingkungan, perilaku kebersihan penangan, ukuran saringan, penggunaan desinfektan dan penggunaan koagulan tidak terkait dengan kualitas air isi ulang. Namun ada hubungan yang signifikan antara kualitas filter dan kualitas isi ulang air (p value = 0,03; 95% CI = 1.00-10,53; PR = 3,26). Kesimpulan: Situasi ini juga mengindikasikan kelemahan pengawasan depot air isi ulang yang membuat kualitas air belum memenuhi standar keselamatan konsumen.

Kata kunci: kualitas air minum; depot isi ulang; pemantauan

Abstract

Purpose: The use of refill water is increasing due to lack of access to drinking water sources. 420 water depots are available in Banyumas. 66% of them have implemented water quality monitoring and only 83.4% qualify as drinking water. This study aims to identify the determinants quality of refills water. Method: This observational study involves 162 water depots that have implemented water quality monitoring as samples. Data analysis was done statistically. Results: There are 13.58% water depots are not yet eligible. Source of drinking water comes from wells (53.09%), local water company (33.95%) and springs (12.96%). This study show that water sources, tandon quality, environmental hygiene, hygiene behavior of handlers, filter size, use of disinfectant and coagulant usage are not related to quality of refill water. But there is a significant relationship between filter quality and quality of water refill (p value = 0,03; 95% CI = 1.00-10.53; PR = 3.26). Conclusion: This situation also indicates the weaknesses supervision of refill water depots that make the water quality has not met safety standards for consumers.

Keywords: drinking water quality; refill depots; monitoring

1 Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (abriandy@gmail.com) 2 Fakultas Kedokteran Gigi, UGM

(2)

8 PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) kualitas air minum merupakan penentu ling-kungan yang sehat. Manajemen mutu air mi-num telah menjadi pilar utama pencegahan selama lebih dari satu setengah abad dan terus menjadi dasar pencegahan dan pengendalian penyakit yang ditularkan melalui air. Penyakit yang paling dominan ditularkan melalui air adalah diare, yang memiliki kejadian tahunan diperkirakan sebesar 4,6 miliar, menyebabkan 2,2 juta kematian setiap tahun (1).

Pada tahun 2007 angka kematian bayi di In-donesia tergolong tinggi, yaitu mencapai 34 ka-sus per 1.000 kelahiran, jumlah tersebut masih di atas target pencapaian Millenium Develop-ment Goals (MDGs), yakni 25 kasus per 1.000 kelahiran. Salah satu penyakit infeksi yang mengakibatkan kematian bayi adalah diare, penyakit yang paling mematikan nomor dua setelah infeksi saluran pernapasan akut, penyebab utamanya dikarenakan buruknya akses terhadap air bersih serta sanitasi. Dari hal ini kita dapat mengetahui kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan tempat tinggal masih begitu rendah. Berdasar-kan hasil studi WHO tahun 2007 dibuktiBerdasar-kan bahwa kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengel-olaan air minum yang aman di rumah tangga, sedangkan menggabungkan ketiga perilaku in-tervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94% (2).

Air minum yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan berbagai macam penyakit, dimana mikroorganisme menjadi penyebab penyakit masuk melalui mulut kemudian usus dapat menjadi infeksi atau disebut infeksi en-terik. Dalam hal ini bukan air yang menyebab-kan infeksi, melainmenyebab-kan tinja yang berasal dari manusi dan atau hewa, tinja tersebut dapat

mengandung patogen-patogen enterik bila ber-sal dari orang sakit dan orang menularkan penyakit. Bakteri Escherichia coli dapat me-nyebabkan penyakit infeksi usus seperti diare, bakteri phatogen dalam air terkontaminasi ko-toran manusia atau koko-toran hewan berdarah panas. Shigella, mikroba penyebab gejala di-are, demam dan kram perut, Salmonella penyebab tifus, Vibrio penyebab penyakit kol-era, Entamoeba sebagai penyebab disentri dan muntah-muntah (3).

Air memiliki sejumlah peran yaitu sebagai pelarut, penyangga suhu, metabolit, ling-kungan hidup dan pelumas untuk meminimal-kan gesememinimal-kan (4). Meskipun kemajuan besar yang telah dicapai di negara-negara maju su-dah hampir tidak ada lagi penyakit yang ditularkan melalui air, namun demikian wa-bah terus terjadi. Wawa-bah relatif jarang terjadi di negara-negara maju, namun ketika wabah itu terjadi dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan sangat serius bagi masyarakat dan berdampak besar pada biaya sosial, ekonomi (5). Pengolahan air modren menghasilkan kualitas air minum yang baik, efisien dan efek-tif, mulai dari berbagai sumber dan kualitas seumber air, air yang diolah dan diangkut ke pengguna akhir (konsumen) melalui berbagai macam cara distribusi. Meskipun demikian, beberapa mikroorganisme dapat bertahan setelah pemberian disinfeksi dan dapat ber-tahan selama proses distribusi (6).

(3)

9 KKP. Sedangkan untuk pengawsan kualitas air

minum secara internal dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk menjamin kualitas air yang diproduksi memenuhi syarat (8). Pemeriksaan air baku dan air yang di-masukan kedalam galon/wadah air minum dil-akukan 1 bulan sekali untuk parameter mikro-biologi dan fisika, sedangkan untuk parameter kimia wajib dan kimia tambahan diperkisa se-tiap 6 bulan sekali (9).

Kabupaten Banyumas mempunyai DAM sebanyak 420, yang memiliki sertifikat laik hi-giene sanitasi sebanyak 239 DAM atau 56,9% dan sisanya sebanyak 181 DAM atau 43,1% tidak memiliki sertifikat laik higiene sanitasi. Dari jumlah 420 DAM yang ada, sebanyak 277 DAM atau 66% melaksanakan pengawasan kualitas air secara internal, yang hasilnya 231 DAM atau 83,4% memenuhi syarat dan 46 DAM atau 16,6% lainnya tidak memenuhi persyara-tan, parameter yang diperiksa hanya parame-ter mikrobiologi dan kimia (10).

Tujuan umum dalam penilitian ini adalah untuk mengetahui depot air minum isi ulang yang memenuhi syarat mikrobiologis di Kabu-paten Banyumas, tujuan khususnya adalah un-tuk mengetahui hubungan antara sumber air, tandon air, higiene tempat proses pengolahan air minum, perilaku penjamah, ukuran filter, kualitas filter, disinfektan, koagulan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang pada depo air minum.

METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan disain penelitian cross sec-tional, Penelitian ini dilaksanakan di Kabu-paten Banyumas pada tanggal 25 Januari sam-pai dengan 2 Maret 2016. Pemilihan sampel dilakukan pertama-tama peneliti meminta data di dinas kesehatan tentang DAM yang ada di Kabupaten Banyumas, sebanyak 420 DAM yang terdata di Dinas Kesehatan Banyumas, 277 DAM telah melaksanakan pengawasan

kualitas air minum internal. Depot air minum yang melaksanakan pengawasan internal ter-sebut dirandom menggunakan aplikasi epi tools sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 162. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pemilik DAM, variabel pengaruh (independent) dalam penelitian ini adalah sumber air, tandon air, higiene tempat proses pengolahan air minum, perilaku pen-jamah, ukuran filter, kualitas filter, disin-fektan, koagulan, variabel terpengaruh ( de-pendent) dalam penelitian ini adalah kualitas mikrobiologis air minum isi ulang pada depo air minum. Instrumen penelitian yaitu kuesioner, check list dan hasil pemeriksaan la-boratorium, analisis data dilakukan dengan cara deskriptif, univariat, bivariat dan multi-variat. Penelitian ini mendapatkan kelaikan etik Penelitian dari Komisi Etik Penilaian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedok-teran Universitas Gadjah Mada, persetujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas serta persetujuan oleh responden untuk terli-bat dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Semua data yang ada dalam penelitian ini hanya digunakan untuk keperluan ilmiah, identitas responden dan data mengenai DAM akan dira-hasiakan untuk umum.

HASIL

Pada penelitian ini melibatkan 162 DAM se-bagai sampel, sampel tersebut dipilih dengan cara random sederhana dari 420 DAM yang terdata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang telah melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas air minum internal. Karakteristik DAM dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

10 (48,15%). Berdasarkan variabel perilaku

pen-jamah, 3 (1,85%) depot yang memenuhi syarat akibat ketidaktahuan petugas untuk matuhi standar pelayanan. Depot yang me-menuhi syarat variabel ukuran filter 50 (30,86%) dan kualitas filter 55 (33,95%), pem-ilik depot menggunakan 1 ukuran filter karena pertimbangan aspek ekonomis dan ketidakta-huan mengenai pentingnya variasi ukuran fil-ter untuk menyaring.

Tabel 1 Karakteristik depot isi ulang Banyumas

Variabel

Depot yang menggunakan disinfektan sebanyak 97,53%, tetapi penggunaan koagulan masih sedikit. Hal ini ditunjukan dengan jumlah penggunaan koagulan hanya 9,26%. Faktor penyebab antara lain adalah penge-tahuan pemilik depot, aspek ekonomis dan kurangnya informasi dari petugas sanitarian tentang koagulan untuk pengolahan air mi-num.

Tabel 2 menunjukkan variabel yang secara statistik bermakna yang ditunjukan oleh nilai p value <0,05 adalah vairabel kaulitas filter. Namun, yang akan dimasukan ke dalam anailisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p value <0,25, maka variabel yang masuk kedalam analisis multivariat ada-lah variabel tandon, vairabel hygiene ling-kungan dan variabel kualitas filter. Hasil ana-lisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2 Analisis bivariat

Variabel PR 95%CI P value

Tabel 3 menunjukkan analisis multivariat model 2 ditemukan bahwa variabel kualitas filter yang mempunyai nilai CI tidak melewati angka 1 dan nilai p value <0,05, sedangkan var-iabel hygiene lingkungan tidak memenuhi niali dari CI dan p value.

Tabel 3 Hasil analisis multivariat model 2

Variabel OR P>|z| CI

Higiene 2,165 0,118 0,822 – 5,705

Kualitas Filter 3,689 0,044 1,035 – 13,147

PEMBAHASAN

(5)

11 sebagai seumber airnya. Pencemaran air bisa

terjadi pada air tanah dangkal seperti sumur, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap air baku yang bersumber dari sumur diperoleh hasil sebanyak 4 sampe1 (1,1%) tidak

memen-uhi syarat mikrobiologi MPN Coliform dan 1

sampel (8,3%) tidak memenuhi syarat mikrobi-ologi E.coli (3).

Penelitian di Banyumas ditemukan hasil

yang berbeda dengan hasil penelitian

sebe-lumnya, karena Kabupaten Banyumas berada pada kisaran 25-100mdpl, serta letaknya di ler-eng gunung Slamet, kemiringan wilayah terse-but lebih dari 400 meliputi areal seluas 32.446,3 Ha 24.44% yaitu daerah gunung Slamet (11). Jarak perpindahan bakteri akan sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor diantaranya porositas tanah. Perpinda-han horizontal melalui tanah dengan cara itu biasanya kurang dari 90 cm, dengan perpinda-han ke arah bawah kurang dari 3m pada lubang yang terbuka terhadap air hujan dan biasanya kurang dari 60cm pada tanah berpori (12).

Nilai PR variabel tandon yaitu 2,441, artinnya DAM yang tidak memenuhi syarat tandon menunjukan peningkatan prevalensi 2,441 kali air minumnya tidak memenuhi per-syaratan kualitas mikrobiologis air minum dibandingkan dengan DAM yang memenuhi syarat tandon. Akan tetapi, variabel tandon tidak bermakna yang ditunjukan dari nilai p value 0,0541 (95% CI 1,104-5,394). Sebagian be-sar pengusaha DAM menempatkan tandon didalam bangunan DAM, tandon yang berada di dalam bangunan DAM terlindungi dari kon-taminasi vektor, karena kondisinya yang ter-jaga. Penelitian lain menunjukan faktor yang perlu diperhatikan adalah membersihkan tangki penampungan air (tandon) 6 bulan sekali dan selalu menjaga kebersihan ling-kungan sekitar depot (3).

Variabel higiene lingkungan menunjukan tidak ada hubungan secara statistik dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang, hal ini ditunjukkan nilai dari p value 0,0991 (95% CI 0,856-4,620), walaupun nilai PR 1,989 yang menunjukan prevalensi kualitas mikrobiologis air minum isi ulang pada DAM yang tidak me-menuhi syarat higiene lingkungan akan meningkat 1,989 kali dibandingkan dengan DAM yang memenuhi persyaratan variabel hi-giene lingkungan. Secara statistik tidak ada hubungan antara perilaku higiene penjamah dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang, yang ditunjukan dari nilai p value 1,000, karena ada nilai didalam sel yang 0, maka an-alisis secara bivariat tidak dapat dilakukan un-tuk menenun-tukan nilai CI dan PR dari variabel perilaku higiene penjamah.

Varibel ukuran filter secara statistik menunjukan tidak ada hubungan antara uku-ran filter dengan kualitas mikrobiologis air mi-num isi ulang yang dilihat dari dari nilai p value 0,9170 (95% CI 0,415-2,200), demikian juga dengan nilai PR 0,956. Dalam penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan antara ukuran filter dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang, hal ini disebabkan karena penggunaan merk mikro filter di masing-mas-ing DAM berbeda dan juga tidak ada spesifi-kasi khusus oleh pemerintah mengenai mikro filter yang harus digunakan, sehingga setiap merek mikro filter yang digunakan juga mempunyai perbedaan kualitas penyaringan. Dalam penelitian lainnya, filter terbukti dapat mengurangi berbagai jenis bakteri walaupun masih ada risiko keberadaan bakteri dalam air minum tersebut (13).

(6)

12 yang tidak memenuhi syarat kualitas filter

akan meningkat 3,255 kali lebih besar dari DAM yang memenuhi persyaratan kualitas fil-ter. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan kawan-ka-wan, hasilnya dari uji hubungan antara kuali-tas filtrasi dengan kualikuali-tas mikrobiologi air

produk DAMIU dengan menggunakan uji chi-

square diperoleh hasil p value 0,001 dan nilai

rasio prevalens sebesar 34,000 (95% CI 4,930-234,460) menunjukkan bahwa kualitas air mi-num produk DAMIU dengan kualitas filtrasi tidak baik mempunyai risiko 34 kali lebih besar dibandingkan dengan yang kualitas fil-trasinya baik. Kualitas filtrasi merupakan risiko pencemaran mikrobiologi air produk DAMIU (3).

Variabel penggunaan disinfektan tidak menunjukan adanya hubungan dengan kuali-tas mikrobiologis air minum isi ulang, dilihat dari nilai p value 0,4221, tetapi nilai CI dan PR tidak dapat dihitung karena ada nilai 0 di da-lam salah satu sel. Ultra violet harus tetap hidup (ON) selama jam kerja, jadi jika jam

buka DAMIU jam 08.00 - 21.00, maka UV

dihidupkan (ON) dari jam 07.30 - 21.00 atau 30 menit lebih awal. Peralatan disinfektan masih

dalam masa efektif membunuh kuman (

life-time). Pada DAMIU biasanya ada lampu

indi-kator bahwa UV masih efektif, apabila lampu indikator hidup berarti UV masih dalam masa

life time. Hasil observasi diberikan skor yang

kemudian dikategorikan. Grafik 4 menunjuk-kan bahwa sebagian besar sampel 37 sampel (56,9%) dengan kualitas disinfektan baik dan 28 sampel (43,1%) dengan kualitas disinfektan

tidak baik (3). Berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Arie Ikhwan Saputra danImam Santosa pada tahun 2008, merekomendasikan bahwa sterilisasi pada air minum dengan menggunakan lampu Ultra Violet (UV) meru-pakan alternatif pengolahan air minum (14).

147 DAM tidak menggunakan koagulan, nilai p value=0,4325 (95% CI 0,216-1,933)

menunjukan variabel penggunaan koagulan tidak mempunyai hubungan secara statistik dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang. Hasil penelitian ini berbeda dengan be-berapa penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini DAM yang menggunakan koagu-lan alami dengan 2 tandon dan salah satu tan-don sebagai tempat pengendapan, jika air dari tandon yang satu hamper habis maka tetap menggunakan air dari tandon tempat pengen-dapan sebagai air baku dalam proses pengis-ian air minum isi ulang. Ada beberap penelitian yang menunjukan hasil sebaliknya, yang hasilnya menunjukan koagulan terbukti mengurangi mikroorganisme, jika digunakan secara simultan dengan filtrasi (15).

KESIMPULAN

Tidak ada hubungan antara sumber air, kualitas tandon, higiene lingkungan, perilaku higiene penjamah, ukuran filter, penggunaan disinfektan dan penggunaan koagulan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang. Ada hubungan antara kualitas filter dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang (p value 0,0304 95% CI 1,006-10,525 PR3,255). Prev-alensi kualitas mikrobiologis air minum isi ulang pada DAM menggunakan air sumur se-bagai sumber air akan meningkat 1,18 kali daripada DAM yang menggunakan PDAM se-bagai sumber airnya.

(7)

13 DAFTARPUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). (2011). WHO guidelines for drinking-water quality.

WHO Chronicle, 38, 104–108. doi:10.1016/S1462-0758(00)00006-6.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI. Jakarta.

3. Rahayu, CS. Setiani, O & Nurjazuli, N. 2013. Faktor Risiko Pencemaran Mikrobiologi pada Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol 12 No. 1/April 2013. http://ejournal.undip.ac.id. /index.php/jkli/article/view/5954.

4. Hanslmeier, A. 2011. Water in the Universe. As-trophysics and Space Science Library 368. doi:10.1007/978-90-481-9984-6-2.

5. Rizak, S & Hrudey, S. 2007. Strategic Water Quality Monitoring for Drinking Water Safety.

The Cooperative Research Cneterfor Water Quality and Treatment. Research. Report No 37. Australia.

6. Douterelo, I. Boxall, JB. Deines, P. Sekar, R. Fish, KE, Biggs, CA. 2014. Methodological Approaches for Studying the Microbial Ecology of Drinking Water Distribution System. Journal of Water Research. 65:134-156.

7. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. 2012. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunana Milenium di Indonesia 2011. Bappenas. Jakarta.

8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010a.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 Tahun 2010 tentang Pengawasan Kualitas Air Minum. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010b.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 736 Tahun 2010 tentang Tatalaksana Pengawasan Kualitas Air Minum. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

10. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2014.

Laporan Bulanan Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Purwokerto. 11. Dinas Perhubungan Komunikasi dan

Infor-masi Kabupaten Banyumas. 2012. Kondisi Ka-bupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabu-paten Banyumas. Purwokerto.

12. Suparman & Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. EGC. Jakarta.

13. Fengyi1, SU. Mingfang, LUO. Fei, Z. Peng, L. Kai, L & Xinhui, X. 2009. Performance of Microbio-logical Control by a Point-of-Use Filter System for Drinking Water Purification. Journal of En-vironmental Sciences. www.jesc.ac.cn. 1237– 1246.

14. Saputra, AI & Santosa, I. 2008. Penggunaan Alat Sterilisasi Air Minum Dengan Menggunakan Lampu Ultra Violetn Dalam Skala Rumah

Tangga. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Ruwa Jurai. 2008; Vol 2, No 2.

(8)

Gambar

Tabel 3 Hasil analisis multivariat model 2  Variabel OR P>|z| CI

Referensi

Dokumen terkait

Kendati kata demokrasi memiliki beragam arti, namun yang paling nampak penunjukan maknanya adalah dalam persoalan politik yang kerap digunakan dalam bahasa serta

Data yang digunakan adalah data primer yaitu pengukuran dimensi penampang saluran eksisting dan data sekunder yaitu data curah hujan kemudian dianalisis berdasarkan analisis

Pada dasarnya masing-masing penilaiannya tidak menunjukkan nilai yang ekstrim sehingga memberikan gambaran bahwa peternak secara umum setuju bahwa keberhasilan usaha

Judul Skripsi : UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI

1) Tekanan Absolut (Absolute Pressure) : harga tekanan yang sebenarnya dihitung relatif terhadap tekanan nol mutlak. 2) Tekanan Gauge (Gauge Pressure) atau tekanan relative :

Bila disesuaikan dengan data library NIST62 dan WILEY229, maka kemungkinan fragmentasinya adalah sebagai berikut:.. Bila disesuaikan dengan data library NIST62 dan WILEY229,

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan kerja pada penyandang disabilitas adalah kemampuan seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

Berdasarkan nilai undulasi yang diperoleh dari perhitungan berdasarkan titik referensi PPS02 Belawan dan TTG 540 diketahui bahwa perbedaan tinggi undulasi antar masing-masing