• Tidak ada hasil yang ditemukan

74 145 1 SM (1) kgdfsay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "74 145 1 SM (1) kgdfsay"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1 ayat (3) ditegaskan bahwa Negara Indonesia negara hukum. Selain itu, dalam Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, dijelaskan bahwa: Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum

(Rechstaat) tidak

berdasar atas kekuasaan belaka

(Machstaat).

Hukum dirumuskan untuk mengatur dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat serta untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).

Keperluan adanya hukum untuk memberikan Perlindungan Konsumen Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan, sejalan dengan salah satu tujuan pembangunan nasional kita yaitu melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (pembukaan UUD 1945 alinea IV). Membahas keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen Indonesia, hendaknya terlebih dahulu kita melihatsituasi peraturan perundang-undangan Indonesia, khususnya peraturan atau keputusan yang memberikan perlindungan bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen yang ditetapkan, sesuai dengan yang diperlukan bagi konsumen Indonesia dan keberadaannya tepat apabila diletakkan di dalam kerangka sistem hukum nasional.

(2)

mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup” 1

Menurut pasal 1, Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah

“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Sedangkan yang dimaksud konsumen adalah “setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Badan Pengawas Obat dan Makanan yang disingkat BPOM berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, merupakan badan yang bertugas di bidang pengawasan obat dan makanan yakni mengawasi keamanan, mutu, dan gizi pangan yang beredar di dalam negeri. Kegiatan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan uji sampling produk yang beredar di masyarakat merupakan bentuk perlindungan terhadap konsumen agar hak konsumen untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam mengonsumsi suatu produk terpenuhi.

Pasal 111 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah mengatur tentang pangan yang layak untuk beredar yakni setiap makanan dan minuman yang akan diberi izin edar harus memenuhi standardisasi dan keamanan pangan khususnya persyaratan kesehatan. Selain itu, makanan dan

1

(3)

minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label sesuai Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. Namun konsumen tidak akan pernah tahu nomor registrasi yang dicantumkan dalam kemasan produk tersebut benar dikeluarkan oleh pihak BPOM atau pun Dinas Kesehatan atau tidak, tanpa pernyataan dari pihak BPOM sendiri. Oleh karena itu dapat dilihat pentingnya itikad baik dimiliki oleh setiap pelaku usaha dalam menjalankan suatu usahanya, sebab layaknya suatu produk untuk dikonsumsi hanya dapat diketahui melalui cara tertentu seperti uji laboratorium oleh pihak yang berkompeten.

Pasal 7 huruf (a) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menegaskan yaitu salah satu kewajiban pelaku usaha yaitu harus beriktikad baik dalam melakukan usahanya, antara lain tidak dibenarkan mencampurkan bahan kimia obat pada produk pangan serta mencantumkan kode yang mana produk pangan yang diproduksi pada kenyataannya tidak memenuhi standardisasi mutu pangan.2

Melihat kondisi pelaku usaha yang seringkali menggunakan segala cara untuk memasarkan produknya, membuat masyarakat atau konsumen yang menjadi korban terkadang tidak tahu kemana harus mengadukan keluhan apabila mereka mengalami kerugian. Untuk itu, peran serta negara sangatlah dibutuhkan dalam melindungi konsumen.3

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, Bali, menemukan sejumlah produk olahan makanan yang mengandung bahan berbahaya setelah melalui uji sampel di Pasar Sindu, Sanur. "Setelah melalui

2

Sudaryatno, 1999. Hukum dan Advokasi Konsumen. PT Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 52

3

(4)

pengujian laboratorium, kami menemukan tiga produk makanan yang positif mengandung bahan kimia berbahaya di antaranya mengandung rhodamin-B," kata Kepala BBPOM Denpasar, Endang Widowati, Selasa. Tiga produk makanan yang positif mengandung rhodamin-B itu yakni jajan uli, jajan begina dan terasi dari 50 sampel produk olahan yang diambil untuk diuji. BPOM Denpasar melakukan uji laboratorium mini yang digelar di pintu gerbang Pasar Sindu, didahului inspeksi mendadak dengan mengambil 50 sampel produk olahan makanan yang dicurigai mengandung bahan kimia. Petugas menyasar makanan yang dicurigai mengandung bahan kimia berbahaya di antaranya pewarna makanan seperti rhodamin-B dan "methanyl yellow" dan pengawet makanan di antaranya formalin (pengawet yang biasanya digunakan untuk mayat) dan boraks. Makanan yang diuji tersebut di antaranya produk olahan dari daging ayam dan ikan, berbagai bentuk jajan tradisional, krupuk, kue basah dan bumbu-bumbuan seperti terasi. Uji sampel bahan makanan tersebut merupakan bagian dari program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang digelar BBPOM sejak tahun 2013 di empat pasar yang menjadi program revitalisasi dari pemerintah yakni Pasar Sindu, Pasar Agung, Pasar Intaran dan Pasar Umum Gianyar setiap bulan.4

Dari latar belakang yang telah penulis buat di atas dapat dicari suatu permasalahan yang dapat diangkat menjadi suatu judul skripsi: “KEDUDUKAN DAN FUNGSI (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN YANG BERBAHAYA”.

4

(5)

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai “Kedudukan Dan Fungsi

Lembaga Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Yang Berbahaya” maka rumusan masalah yang menjadi judul skripsi ini.5

1. Bagaimana kedudukan dan fungsi (BPOM) untuk melindungi konsumen dari makanan yang mengandung bahan yang berbahaya?

2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat kerugian dalam penggunaan makanan yang mengandung zat berbahaya?

1.3. Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

a. Sebagai media pengembagan diri pribadi dalam menjalani kehidupan sebagai anggota masyarakat.

b. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang penelitian.

c. Untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

d. Sebagai pendukung perkembangan ilmu hukum. 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk memberikan informasi kedudukan dan fungsi (BPOM) untuk melindungi konsumen dari makanan yang mengandung bahan yang berbahaya.

5Ibid

(6)

b. Untuk menambah pengetahuan mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat kerugian dalam penggunaan makanan yang mengandung zat berbahaya.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan pustaka bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung bahan yang berbahaya.

1.4.2 Kegunaan Bagi Masyarakat

1. Agar masyarakat sebagai konsumen terhindar dari makanan yang mengandung bahan yang berbahaya.

2. Untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung zat berbahaya. 1.4.3 Kegunaan Bagi Lembaga

1. Sebagai bahan pertimbangan kepada lembaga yang terkait mengenai betapa pentingnya perlindungan konsumen terhadap makanan yang mengandung bahan yang berbahaya.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber untuk melengkapi keperluan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

1.5. Tinjauan Pustaka

(7)

setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.

Tugas Utama BPOM berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6

Tugas Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya. 7

Fungsi Utama BPOM berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, BPOM mempunyai fungsi:

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.

6

Makmur, 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung. PT. Refika Aitama. hlm. 73

7

(8)

3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis) berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi:

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.

4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

10.Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

Salah satu tugas BPOM adanya pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen. Pengertian konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya

Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli

atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.

Menurut Aziz Nasution, konsumen pada umumnya adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.

(9)

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.” 8

Dalam Naskah Final Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Rancangan Akademik) yang disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI menentukan bahwa konsumen adalah “setiap orang/keluarga yang mendapatkan

barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan” 9

Pakar masalah konsumen di Belanda menyimpulkan para ahli hukum sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir. Konsumen dalam arti luas mencapai kedua kriteria itu, sedangkan konsumen pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah “konsumen” yang mengaburkan

dari maksud sesungguhnya.10

Jadi, Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).

Pengertian Perlindungan Hukum menurut beberapa ahli diantaranya:

8

Janus Sidabalok, 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti. hlm. 17

9

Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, 1992, Rancangan Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Pasal 1a. hlm. 57

10

(10)

Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

Menurut Philipus M. Hadjon Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.

(11)

Menurut UU No 8 Tahun 1999 pasal 1 tentang perlindungan konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap konsumen”, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”, sedangkan yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sediri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup.

Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen menurut para ahli, menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa konsumen.

(12)

yang melakukan akad dengan pihak lain dalam suatu bisnis untuk memperoleh barang dan jasa dari pihak yang mengadakannya).

Menurut Janus Sidabalok, perlindungan konsumen adalah perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.

Di sini dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah

a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33.

b. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821).

c. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

d. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.

e. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada Seluruh Dinas Indag Prop/Kab/Kota.

g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata

Consumers (Inggris-Amerika atau

Consument/ konsumen (Belanda).

11 Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumers sebagai pemakai atau konsumen.12

Ada juga yang memberi batasan, bahwa konsumen adalah setiap orang yang mendapat barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.13

Pengertian pelaku usaha menurut pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang perseorangan atau badan

11

Az Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Media, Jakarta Pusat, hlm. 3

12

John M. Eshols & Hasan Saldy, 1996, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, hlm. 124

13

(13)

usaha, baik yang berbentuk hukum maupun yang didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melakukan perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.14 Istilah produsen berasal dari bahasa Belanda yakni

producent, dalam bahasa Inggris,

producer

yang artinya penghasil.15

Sebagai suatu konsep ”konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh

tahun yang lalu di berbagai Negara dan sampai saat ini sudah puluhan Negara memiliki Undang-Undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk menyediakan sarana peradilannya. Sejalan dengan itu, berbagai Negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen. Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen yaitu:

1. Hak untuk mendapatkan kemanan (the right to safety) 2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed) 3. Hak untuk memilih (the right to choose)

4. Hak untuk didengar (the right to beheard)16

Di samping itu pula telah bediri organisasi konsumen internasional yaitu

InternasionalOrganization of Consumer Union (IOCU). Di Indonesia telah pula

berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta dan organisasi instrumen lain di Bandung,

14

John Pieris Dan Wiwik Sriwidiarty, 2007. Negara Hukum Dan Perlindungan Konsumen Terhadap Prok Pangan Kadaluwarsa. Pelangi Cendikia, Jakarta. hlm. 129

15

Siahaan, N.H.T. 2008. Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Tanggung Jawab. Jakarta: Panta Rei. hlm. 8

16

(14)

Yogyakarta, Surabaya dan lain sebagainya. Demikian pentingnya masalah perlindungan konsumen, maka melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993 senantiasa dicantumkan pentingnya perlindungan kepada konsumen. Hal ini merupakan salah satu konsistensi untuk tetap 17memperjuangkan kepentingan konsumen Indonesia.

Hukum Konsumen menurut Az Nasution adalah: “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyedia dan penggunaan produk (barang atau jasa) antara penyedia dan penggunannya dalam kehidupan masyarakat”. Sedangkan batasan berikut adalah batasan Perlindungan Konsumen, yaitu: “keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam penyediaan dan penggunaan dalam kehidupan masayarakat.”18

Untuk memberikan perlindungan, keselamatan, keamanan dan kesehatan kepada rakyat Indonesia saat ini dapat dijumpai dalam berbagai Undang-undang peraturan pemerintah dan berbagai peraturan atau keputusan mentri dari berbagai departemen yang ada di Indonesia dimana perlindungan itu di lihat dari dua aspek, yaitu :

a. Perlindungan itu berlaku untuk semua pihak yang berposisi sebagai konsumen maupun pengusaha sebagai pengelola produksi barang atau jasa atau instansi apapun.

b. Perlindungan tersebut semata-mata dikaitkan dengan masalah kesehatan manusia atau apapun kepada konsumen yang dirugikan.

17

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, hlm. 16

(15)

Dilihat dari segi konsep perlindungan konsumen, peraturan perundang-undangan yang disebut dibawah ini belum mampu memberikan perlindungan khusus kepada konsumen. Ketentuan-kentuan hukum yang ada dan berlaku itu adalah:

a. Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 202, 203, 204, 205, 263, 266, 284, 364, dan lainnya sebagainya. Pasal-pasal tersebut mengatur pemidanaan dari perbuatan-perbuatan:

1. Memasukan bahan berbahaya kedalam sumber air minum.

2. Menjual, menerima, atau membagikan barang yang dapat membahayakan jiwa atau kesehatan seseorang.

3. Memalsukan surat.

4. Melakukan persaingan curang. 5. Melakukan penipuan kepada pembeli

6. Menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman, obat-obatan palsu.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1320-1338. Pasal-pasal tersebut mengatur perbuatan yang berkaitan dengan perlindungan kepada pembeli dan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkait kedalam perjanjian.

c. Ordonasi bahan-bahan berbahaya tahun 1949

(Strekwerkende

Geneesmiddelen Ordonnantie 1949)

(16)

d. Undang-undang No. 23 Tahun 1922 tentang Kesehatan.

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah terhadap hal-hal yang berkaitan kepada kesehatan. Undang-undang ini merupakan landasan untuk mengatur hal-hal seperti pengawasan produksi yang baik dan sebagainya. Sebagai pengganti pengganti dari berbagai undang-undang yang mengatur hal-hal yang berkaitaan dengan kesehatan manusia.

e. Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

Kewenangan kepada pemerintah untuk mengelola standar-standar satuan pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap setiap alat ukur, takar, timbangan, dan perlengkapannya termasuk kegiatan pengawasan, penyidikan serta pengenaan sanksi terhadap pihak-pihak yang didalamnya melakuakan setiap transaksi menggunakan satuan alat ukur yang tidak benar.

f. Peraturan perundang-undangan yang maksudnya memberikan perlindungan dan dalam bentuk keputusan atau peraturan menteri, dapat ditemui dalam bidang kesehatan seperti produksi dan pendaftaran makanan dan minuman, wajib daftar makanan, makanan kadaluawsa, bahan tambahan makanan, penandaan label dan sebagainya.

(17)

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi serta menjamin kepastiaan hukum.

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan, dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang lain.

Keperluan adanya hukum untuk memberikan Perlindungan Konsumen Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakka, sejalan dengan salah satu tujuan pembangunan nasional kita yaitu melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea IV). Membahas keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen Indonesia, hendaknya terlebih dahulu kita melihat situasi peraturan perundang-undnagan Indonesia. Khusunya peraturan atau keputusan yang memberikan perlindungan 19

bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen yang ditetapkan sesuai dengan yang diperlukan bagi konsumen Indonesia dan keberadaannya tepat apabila diletakkan didalam kerangka sistem hukum nasional.

19

(18)

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur, komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan ketentuan mengikat suatu undang-undang, serta bahasan hukum yang digunakan.

Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yaitu menganalisis permasalahan yang akan dibahas melalui konsep-konsep hukum yang diambil dan buku-buku dan literatur-literatur maupun dengan pendekatan kasus-kasus yang ada relevansinya dengan permasalahan.

1.6.2. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah sumber bahan hukum yang berkaitan dengan rumusan masalah. Adapun sumber-sumber hukum yang dipergunakan adalah:

1. Bahan Hukum Primer

Dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti:

a. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

(19)

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1922 tentang Kesehatan. d. Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. e. Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

f. Kitab Undang-undang Hukum Perdata 2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil karya dari kalangan hukum dan diperoleh dari literatur, buku-buku, jurnal, dan lain-lain.

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, surat kabar, majalah mingguan, dan internet jugta dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum ini.

1.6.3. Teknik Pengumpulkan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mencatat bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang relevan dengan masalah yang dibahas.

1.6.4. Analisis Bahan Hukum

(20)

BAB II

KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata

consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument

(Belanda).20 Pengertian tersebut secara harfiah diartikan sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau

menggunakan jasa tertentu” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan

suatu persediaan atau sejumlah barang”.21Amerika Serikat mengemukakan pengertian ”konsumen” yang berasal dari

consumer

berarti ”pemakai”, namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk yang

cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan

korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh korban yang bukan pemakai.22Perancis berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang mengartikan konsumen sebagai

”the person who

obtains goods or services forpersonal or family purposes”.

Dari definisi di atas

terkandung dua unsur, yaitu (1)konsumen hanya orang dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya.23India juga mendefinisikan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen India yang menyatakan ”konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang

20

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 22

21

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis danPerkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 7

22

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Op. Cit., hlm. 23

23

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006,

(21)

disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.24

Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:25 a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang

digunakan untuk tujuan tertentu;

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/ atau jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersil); bagi konsumen antara, barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital yang berupa bahan baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan diproduksinya (produsen). Konsumen antara ini mendapatkan barang atau jasa di pasar industri atau pasar produsen.

c. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan/ atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non komersial).

Istilah konsumen juga dapat kita temukan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UUPK :

”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

24

Ibid, hlm. 4

25

(22)

Dari pengertian konsumen di atas, maka dapat kita kemukakan unsur-unsur definisi konsumen:26

a. Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/ atau jasa. Istilah ”orang” disini tidak

dibedakan apakah orang individual yang lazim disebut

natuurlijkepersoon

atau termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Oleh karenaitu, yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas daripada badan hukum.

b. Pemakai

Kata “pemakai” dalam bunyi penjelasan Pasal 1 angka (2) Undang -Undang Perlindungan Konsumendiartikan sebagai konsumen akhir (ultimateconsumer).

c. Barang dan/ atau jasa

UU Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai sebagai benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda yang dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

26Ibid,

(23)

d. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang/jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan telah biasa mengadakan transaksi konsumen tertentu seperti

futures trading dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan

sesuatu yang diutamakan.

e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain. Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.

f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya, keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (keperluan non-komersial).

Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah pengguna terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah pembeli dari barang dan/ atau jasa tersebut.27Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius yang menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (pengertian konsumen dalam arti sempit).28

Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

27

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen(Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 8

28

(24)

bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.29 Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.30

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam UUPK. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa:

“Perlindungan konsumen adalah segalaupaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepadakonsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.31

Adapun tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen yang direncanakan adalah untuk meningkatkan

29

Ibid, hlm. 11

30

Ibid, hlm. 12

31

(25)

martabat32 dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung jawab.33Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum;

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya;

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yangmenipu dan menyesatkan;

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

A. Zen Umar Purba mengemukakan kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen yaitu sebagai berikut:34

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha b. Konsumen mempunyai hak

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembangunan nasional

e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa

32

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 18

33

Happy Susanto, 2008, Op.Cit, hlm. 5 34

(26)

g. Pemerintah perlu berperan aktif h. Masyarakat juga perlu berperan serta

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap

Dengan adanya UUPK beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan mereka dapat menggugat atau menuntut jika ternyata hak- haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.35Purba menguraikan konsep perlindungan konsumen sebagai berikut:36Kunci Pokok Perlindungan Konsumen adalah bahwa konsumen dan pengusaha (produsen atau pengedar produk) saling membutuhkan. Produksi tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pengusaha”.

Di samping UUPK, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya yang bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum yaitu sebagai berikut:37

a. PP No. 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.

b. PP No. 58 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

35

Ibid

36

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen(Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 47

37

(27)

c. PP No. 59 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

d. Keppres No. 90 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

e. Kepmenperindag No. 301/MPP/KEP/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

f. Kepmenperindag No. 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

g. Kepmenperindag No. 605/MPP/Kep/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah KotaMakassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta dan Kota Medan.

h. Kepmenperindag No. 480/MPP/Kep/6/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Perubahan Atas Kepmenperindag No. 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. i. Kepmenperindag No. 418/MPP/Kep/4/2002 tanggal 30 April 2002 tentang

(28)

2.2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang dan/ atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen adalah hal yang sangat penting agar masyarakat dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri sehingga ia dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya ketika ia menyadari hak-hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Menurut John F. Kennedy, secara umum dikenal 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:38

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani terlebih terhadap barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha yang berisiko sangat tinggi.39Untuk itu diperlukan adanya pengawasan secara ketat yang harus dilakukan oleh pemerintah.

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right tobe informed)

Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi yang benar baik secara lisan, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Hal ini bertujuan agar konsumen tidak mendapat pandangan dan gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa.

38

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Grasindo: Jakarta hlm. 19

39Ibid

(29)

3. Hak untuk memilih (the right to choose)

Konsumen berhak untuk menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi suatu produk. Ia juga tidak boleh mendapat tekanan dan paksaan dari pihak luar sehingga ia tidak mempunyai kebebasan untuk membeli atau tidak membeli.40 4. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Hak ini berkaitan erat dengan hak untuk mendapatkan informasi. Ini disebabkan informasi yang diberikan oleh pihak yang berkepentingan sering tidak cukup memuaskan konsumen.41 Untuk itu konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimya bisa didengarkan, baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh lemabaga-lembaga perlindungan konsumen yang memperjuangkan hak-hak konsumen.42

Selain keempat hak di atas, hak-hak Konsumen juga diatur dalam Pasal 4 UUPK yaitu sebagai berikut:

1. Hak atas kenyamanan, kemanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(30)

Hak-hak konsumen yang telah disebutkan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:43

1. Hak atas keamanan dan keselamatan

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila memakai suatu produk.

2. Hak untuk memilih

Hak ini dimaksudkan untuk memberikann kebebasan kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak ini, konsumen berhak memutuskan untuk membeli atau tidak suatu produk termasuk juga untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.

Hak ini dimiliki oleh konsumen hanya jika ada alternatif pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen/pelaku usaha atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain (barang maupun jasa), maka dengan sendirinya hak untuk memilih tidak berfungsi.

3. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi yang benar dan jelas dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat kegunaan produk, efek samping atas penggunaan produk, tanggal kadaluwarsa,serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut

43

(31)

dapat disampaikan secara lisan maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada label yang melekat pada produk maupun melalui iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen/pelaku usaha, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Informasi ini dapat memberikan dampak signifikan untuk meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiannya terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha yang memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan konsumen dan pelaku usaha.

4. Hak untuk didengar

Hak ini adalah hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, atau berupa pengaduan atas kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk atau berupa pernyataan/pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini disampaikan baik secara perorangan maupun kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu.

5. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut

Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan suatu produk melalui jalur hukum.

6. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen

(32)

konsumen dapat lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.

7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Maksud hak ini adalah hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.

8. Hak untuk memperoleh ganti kerugian

Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan konsumen baik yang berupa kerugian materi maupun kerugian yang menyangkut diri konsumen. Hak ini dapat diselesaikan secara damai (di luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.

9. Hak untuk mendapatkan barang ataujasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya.

Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari akibat permainan harga secara tidak wajar oleh pelaku usaha. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang atau jasa yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang diperolehnya.

Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai kewajiban. Ketentuan kewajiban konsumen dapat kita lihat dalam Pasal 5 UUPK, yaitu:

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

(33)

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban konsumen,juga hak-hak dan

kewajiban-kewajiban pelaku usaha. Pasal 1 ayat (3) UUPK memberikan pengertian: ”pelaku usaha adalahsetiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri amupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian iniadalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada pelaku usaha diberikan hak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UUPK.

Hak Pelaku Usaha adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang tidak beriktikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(34)

1. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

2. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

3. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

4. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; 5. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

6. Member kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

2.3. Fungsi dan Peranan BPOM dalam melindungi Konsumen terhadap Makanan yang Mengandung Zat Berbahaya

(35)

Fungsi dan tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyerupai fungsi dan tugas

Food and Drug Administration

(FDA) di Amerika Serikat. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Misi Balai POM dalam melindungi masyarakat dari produk Obat dan Makanan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga

post-market control yang disertai dengan upaya penegakan hukum dan

pemberdayaan masyarakat (community empowerment).44

Menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. 02001/SK/BPOM tahun 2001, Balai POM RI merupakan lembaga pemerintah non departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas kepemerintahan tertentu dari Presiden. Balai POM RI dikepalai oleh pejabat setingkat menteri.Tugas Balai POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Balai POM RI melakukan fungsinya yang meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:45

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan

2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

44

Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Badan POM RI, 37.

45

(36)

Selain itu, Fungsi Badan POM berfungsi antara lain: 1. Pengaturan, regulasi, dan standardisasi

2. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik

3. Evaluasi produk sebelum diizinkan beredar

4. Post marketing vigilance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum.

5. Pre-audit dan pasca-audit iklan dan promosi produk

6. Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan;

(37)

Demikian juga halnya dengan kewenangan Badan POM sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 69 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 bahwa kewenangan Badan POM meliputi sebagai berikut :

1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan.

2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pengobatan secara makro.

3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. 4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat

aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat dan makanan.

5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi.

6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, dan pengembangan tanaman obat.

Kewenangan Badan POM sebagai lembaga pemerintah non departemen (LPND) dipertegas lagi dan dijabarkan lebih rinci dalam Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005. Pasal 44 Keputusan Presiden Nomor 110 tahun 2001 menetapkan Badan POM terdiri dari tiga ke Deputian yang membidangi:

1. Pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif 2. Pengawasan obat tradisional, kosmetik produk komplemen/suplemen

makanan serta

3. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya.

(38)

ditinjau dari segi pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia maka sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, diperintahkan oleh Undang-Undang untuk mengajukan prakarsa kepada Presiden dalam hal pengajuan pembentukan peraturan perundang-undangan sepanjang menyangkut di bidang pemerintah, di bidang obat dan makanan dalam rangka mengambil suatu kebijakan yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) memiliki peran atau tujuan sebagai berikut:

1. Kepastian perlindungan kepada konsumen terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, khasiat.

2. Memperkokoh perekonomian nasional dengan meningkatkan daya saing industri farmasi dan makanan yang berbasis pada keunggulan.

3. Budaya Organisasi : Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi

Prinsip dasar sistem pengawasan obat dan makanan (SISPOM) yaitu: 1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan professional

2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah

(39)

6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global.

7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

(40)

BAB III

UPAYA LEMBAGA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN YANG

MENGANDUNG BAHAN YANG BERBAHAYA

3.1 Pengertian Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju dan supaya tujuan standarnisasi dan sertifikasi tercapai semaksimal mungkin, maka pemerintah perlu aktif dalam membuat, menyesuaikan, dan mengawasi pelaksanaan mengenai peraturan yang berlaku. Sesuai dengan prinsip pembangunan yang antara lain menyatakan bahwa pembangunan dilaksanakan bersama oleh masyarakat dengan pemerintah dan karena itu menjadi tanggung jawab bersama pula, maka melalui pengaturan dan pengendalian oleh pemerintah, tujuan pembangunan nasional dapat dicapai dengan baik.

Pemerintah melindungi konsumen dengan cara mengatur pengendalian mengawasi produksi, distribusi dan pengedaran produk makanan sehingga konsumen tidak dirugikan baik kesehatan maupun keuangannya. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pihak produsen bertujuan untuk membina dan mengembangkan usaha di bidang produksi dan distribusi serta menciptakan usaha perdagangan yang jujur.

(41)

Kesehatan Nomor 130/Menkes/SK/I/2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Sesuai dengan perundang-undangan yang ditetapkan bahwa Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu:

1. Ordonansi tentang Obat Keras

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Setelah era reformasi berjalan, Badan POM ditetapkan menjadi LPND yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar lebih terarah pengawasan tersebut, maka tentunya akan dilakukan pemisahan antara fungsi dan kewenangannya sebagai LPND harus lebih jelas dan terfokus dan lebih untuk ditekankan kepada kebijakan dalam pengawasan di bidang pemerintahan di bidang obat dan makanan, maka Badan POM sebagai LPND mempunyai fungsi dan kewenangan di dalam membentuk regulasi di bidang pengawasan obat dan makanan baik yang berbentuk undang-undang maupun ketentuan yang secara hirarkis berada di bawahnya untuk dapat efektif berlaku, jelas membutuhkan sumber daya yang mampu menjalankan perintah dan melaksanakan penegakan hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di bidang obat dan makanan, dibentuk Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).

(42)

standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia.

Badan Pengawas Obat Makanan adalah lembaga non departemen yang bertanggung jawab langsung pada Presiden RI dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan memakai atribut “Obat dan Makanan”, pengawasan yang di fokuskan oleh BPOM ini adalah obat dan makanan.

Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut: 1. Profesionalisme

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, obyektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

2. Kredibilitas

Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

3. Kecepatan (speed)

Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah. 4. Kerja sama (Teamwork)

(43)

3.2 Jenis-Jenis Zat Berbahaya dalam Makanan

Banyak makanan yang selama ini masih beredar di masyarakat yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin.Formalin yang selama ini kita tahu yaitu adalah suatu zat yang digunakan untuk mengawetkan mayat. Sedangkan boraks dapat digunakan untuk mengawetkan serangga. Zat kimia formalin dan boraks bukan merupakan zat kimia yang boleh ditambahkan kedalam sebuah makanan karena zat tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit hingga mengakibatkan kematian jika dikonsumsi.

1. Boraks

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Boraks biasa berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, tetapi boraks tidak dapat larut dalam alkohol.

(44)

a. Tanda dan gejala akut : Muntah, diare, merah dilendir, konvulsi dan depresi SSP (Susunan Syaraf Pusat)

b. Tanda dan gejala kronis : 1. Nafsu makan menurun 2. Gangguan pencernaan

3. Gangguan SSP : bingung dan bodoh 4. Anemia, rambut rontok dan kanker. 2. Formalin

Formalin merupakan cairan tidak berwarna yang digunakan sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet yang digunakan dalam industri tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat menyengat dan mudah larut dalam air maupun alkohol. Formalin tidak boleh digunakan sebagai bahan pengawet untuk pangan. Akibatnya jika digunakan pada pangan dan dikonsumsi oleh manusia akan menyebabkan beberapa gejala diantaranya adalah tenggorokan terasa panas dan kanker yang pada akhirnya akan mempengaruhi organ tubuh lainnya, serta gejala lainnya. Pengaruh formalin terhadap kesehatan yaitu:

a. Jika terhirup: rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, kanker paru-paru.

b. Jika terkena kulit : kemerahan, gatal, kulit terbakar

(45)

d. Jika tertelan : mual, muntah, perut perih, diare, sakit kepala, pusing, gangguan jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan, kejang, koma dan kematian.

Selain itu juga terdapat zat-zat berbahaya pada makanan yang biasanya ditambahkan pada bahan tambahan pangan (BTP). Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, aroma, pengawet serta untuk mempermudah proses pengolahan.

Pada umumnya, pangan olahan diberikan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam jumlah kecil yang bertujuan untuk memperbaiki sifat organoleptik (berupa cita rasa, tampilan, dan tekstur) pangan serta untuk mengawetkan pangan dalam jangka waktu tertentu salah satu BTP yang sering ditambahkan pada pangan adalah pewarna, baik pewarna alami maupun buatan. Biasanya tujuan penambahan pewarna pada pangan untuk memperbaiki warna atau tampilan pangan yang mengalami perubahan selama proses pengolahan, menyeragamkan warna pangan, dan meningkatkan daya tarik pangan.

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

(46)

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penangannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.

Bahan tambahan pangan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia digolongkan ke dalam 11 jenis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/88 yaitu:

1. Antioksidan yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak terjadi ketengikan. 2. Antikempal yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah

terjadinya pengempalan (penggumpalan) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.

3. Pengatur keasaman yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman. 4. Pemanis buatan yaitu bahan tambahan makanan yang menyebabkan rasa

manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. 5. Pemutih dan pematang telur yaitu bahan tambahan makanan yang dapat

mempercepat proses pemutihan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

(47)

7. Pengawet yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

8. Pengeras yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.

9. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambahan atau mempertegas rasa dan aroma.

10.Sekuestran yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

11.Pewarna yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Menurut Winarno (1997), zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/1998, zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampilan makanan dan minuman. Penambahan bahan pewarna mempunyai tujuan, salah satunya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan akibat proses pengolahan dan penyimpanan.46

Pada masa lalu untuk membuat warna hijau, orang menggunakan perasan daun pandan, dan untuk nasi kuning memakai kunyit. Akan tetapi, untuk mencari segi praktisnya, sekarang banyak digunakan pewarna yang belum tentu aman bagi kesehatan.

46

(48)

Di negara-negara yang telah maju, suatu zat pewarna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang dijinkan penggunaanya dalam makanan dikenal sebagai

primttied color atau

certified color. Untuk penggunaanya zat

pewarna tersebut harus menjalani tes dan prosedur pengunaan yang disebut proses sertifikasi.

Bahan pewarna yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik konsumen. Tujuannya agar konsumen tertarik atau menyukainya. Namun, bahan pewarna suatu makanan dan minuman secara visual biasanya tampil terlebih dahulu sebelum konsumen mengetahui cita rasa, nilai gizi, dan teksturnya.

Berdasarkan sumbernya zat pewarna dibagi dalam dua golongan utama yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

(49)

Pewarna alami pada umumnya rentan terhadap pH, sinar matahari, dan

suhu tinggi, kecuali paprika, pewarna alami sebaiknya disimpan pada suhu 4-8° C untuk meminimalisasi pertumbuhan mikroba dan degradasi pigmen.47

Jenis-jenis pewarna alami tersebut antara lain:

a. Klorofil, yaitu zat warna alami hijau yang umumnya terdapat pada daun,sehingga sering disebut zat warna hijau daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misalnya daun suji, pandan, katuk dan sebagainya).

b. Karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa, dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biscuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis juga memberikan warna kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol.

c. Mioglobulin dan hemoglobin, yaitu zat warna merah pada daging

d. Karotenoid, yaitu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, merah orange, yang terlarut dalam lipid, berasal dari hewan maupun tanaman antara lain, lumut, tomat, cabe merah, wortel.

e. Anthosianin dan anthoxantin. Warna pigmen anthosianin merah, biruviolet biasanya terdapat pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat

Referensi

Dokumen terkait

Pengawas Obat dan Makanan ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut, dan untuk meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan di seluruh wilayah Indonesia maka Badan POM berdasarkan surat

Program Pengawasan Obat dan Makanan. Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Balai Besar POM di Manado dalam menghasilkan standardisasi

“BPOM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat, makanan dan minuman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

bahwa pengaturan pengawasan pemasukan Obat dan Makanan yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2015 tentang

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, yang selanjutnya disebut PPOMN adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan

Pengawasan yang dilakukan Loka POM Kota Tanjungpinang terhadap peredaran obat dan makanan yang diedarkan secara online masih belum berjalan secara optimal dikarenakan produk yang tidak

Hasil penelitian berupa tugas apa saja yang dilakukan Badan/Balai POM untuk mengawasi makanan yang mengandung bahan berbahaya, menunjukkan bahwa tugas yang dilakukan sudah sesuai