PERANAN
nelitian di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilul Kabupaten Timor Tengah Utara)
SKRIPSI
ntuk memperoleh gelar sarjana ilmu pemerintah ogram studi ilmu pemerintahan fakultas ilmu soc
dan ilmu politik universitas negeri timor
SERAFINA SUNI OKI NPM : 21110001
ROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN ULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini dengan judul :“PERANAN KEPALA DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SEBAGAI HAK WARIS”
Diajukan Oleh
SERAFINA SUNI OKI NPM: 21110001
Disetujui: Tanggal ... Januari 2015
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Bernadus Seran Kehik, S.Ip, MA Dian Festianto, S.Ip, MA
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERANAN KEPALA DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SEBAGAI HAK WARIS
(Studi Penelitian Di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: SERAFINA SUNI OKI
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal, 06 Maret 2015 Dan Dinyatakan Telah
Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Susunan Dosen Penguji:
Penguji I Penguji II
.
Bernadus Seran Kehik, S.Ip, MA Dian Festianto, S.Ip, MA
Penguji III
Yakobus Kolne, S.Ip, M.Si
Kefamenanu, ... 2015 Dekan Fisipol Universitas Negeri Timor
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini, dijelaskan semuanya dalam penulisan dan daftar pustaka.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat
dipergunakan dengan sebagaimana mestinya.
Kefamenanu, Penulis,
v
MOTTO
“K
esabaran akan membuatku mengerti bagaimana cara
vi
PERSEMBAHAN
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skiripsi ini dengan judul “ “PERANAN KEPALA DESA DALAM MENANGANI SENGKETA TANAH SEBAGAI HAK WARIS (Studi Penelitian Di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara)” degan baik walaupun dalam bentuk yang masih sangat sederhana.
Dalam penulisan Skripsi ini penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus
kepada: Bapak Bernadus Seran Kehik, S.Ip, MA selaku pembimbing utama dan Bapak Dian Festianto S.Ip, MA Sebagai pembimbing kedua yang sudah meluangkan
waktu untuk membimbing penulis dalam penyelesaian Skripsi ini dengan baik. Dan tak lupa pula penulis mengucapkan limpah terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Serilius Seran, SE, MM selaku Rektor Universitas Negeri Timor. 2. Bapak Bernadus Seran Kehik, S.Ip, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Negeri Timor.
3. Bapak Medan Yonathan Mael, S.Ip, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
viii
4. Para Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan yang telah membimbing penulis selama dibangku perkuliahan.
5. Bapak Nikodemus Sfunit, Selaku Kepala Desa Inbate yang telah meluangkan waktu dan memberikan keterangan dalam penyelesaian Skripsi ini.
6. Bapak Mikhael Sasi dan Ibu Maria Sasi yang memberikan keterangan dan pendapat yang diperlukan dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Melky Mamoh yang dengan sabar memberikan masukan serta arahan kepada
penulis dalam penulisan Skripsi ini.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna karena kemampuan dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
sebagai masukan dan kesempurnaan pada penulisan Skripsi ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kefamenanu, ……….2015
Penulis
xi
BAB V. PENUTUP . . . 46
5.1. Kesimpulan . . . 46
5.2. Saran . . . 47
DAFTAR PUSTAKA . . . 48
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin . . . 32
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Agama . . . 32
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan . . . 33
Tabel 4. Keadaan Mata Pencaharian . . . 34
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Kerangka Pemikiran . . . 25 Bagan 2 : Struktur Organisasi Desa Inbate . . . 35 Bagan 3 : Susunan Organisasi BPD Desa Inbate . . . 36
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Struktur Organisasi Desa Inbate . . . 50
Lampiran II : Susunan Organisasi BPD Desa Inbate . . . 51
xv
ABSTRAK
UNIVERSITAS TIMOR
Jl. Km 9 Kelurahan Sasi - Kecamatan Kota Kefamenanu - TTU–NTT (85615) Telp/Fax
(0388) 2433012 Email: unimor@yahoo.co.id
Peranan kepala Desa Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Sebagai Hak Waris (Studi Penelitian Di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara).
Serafina Suni Oki, 2015. Skripsi ini berjudul “Peranan kepala Desa Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Sebagai Hak Waris di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat”,
dibimbing oleh: Bernadus Seran Kehik, S.Ip, MA sebagai pembimbing utama dan Dian Festianto, S.Ip, MA sebagai pembimbing kedua.
Di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara dalam menyelesaikan sengketa tanah, masih banyak yang menggunakan peran Kepala Desa dengan tujuan untuk mempertahankan ketentraman dan kerukunan masyarakat yang dipimpinnya. Di wilayah ini masih terdapat berbagai masalah yang sering terjadi, khususnya masalah tanah.
Tujuan penelitian untuk mengetahui sengketa tanah yang terjadi, proses dan tata cara yang digunakan Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa tanah serta faktor penghambat yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa tanah di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara.
Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan teknik deskriptif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi dan wawancara. Sedangkan teknik menganalisis data yang digunakan penulis yaitu deskriptif kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis.
Hasil penelitian diketahui bahwa hal-hal yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara adalah adanya salah satu pihak yang mengklaim atau merampas tanah milik orang lain. Peranan yang dilakukan oleh Kepala Desa untuk menyelesaikan sengketa tanah adalah pendekatan secara kekeluargaan, pemanggilan pihak yang bersengketa, pemanggilan saksi, proses penyelesaian dan penutup. Sedangkan hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam penyelesaian sengketa tanah melalui peran Kepala Desa adalah sulit untuk mengetahui kedudukan harta waris, tingkat emosional dan tingkat pendidikan.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Peranan Kepala Desa yaitu sangat berperan terhadap penyelesaian sengketa tanah karena Kepala Desa dianggap sebagai penengah atau penghubung kedua belah pihak yang bersengketa dengan tujuan untuk mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa secara kekeluargaan.
Kata Kunci : Peran Kepala Desa, Sengketa Tanah dan Hak Waris
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena semua orang memerlukan tanah semasa hidup sampai dengan meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian sebagian
besar yang masih bercorak agraria.
Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional
yaitu: Pertama, dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya
dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah.
Karena makna yang multidimensional tersebut ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar (Maria D. M : 2008).
Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, termasuk negara yang memiliki
kepulauan yang banyak sehingga disebut negara kepulauan. Disisi lain Indonesia juga mempunyai sumber daya alam melimpah yang tentunya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemakmuran seluruh rakyat dalam rangka pemenuhan kesejahteraan
xvii
sosial, sesuai dengan bunyi dan semangat Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi : “Bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”.
Kebutuhan tanah yang demikian memegang peranan penting baik dalam kehidupan manusia maupun dalam dinamika pembangunan dengan sendirinya di samping membawa dampak positif meningkatnya harga tanah juga membawa
dampak negatif yaitu timbulnya konfik pertanahan dengan berbagai macam modus operandi (Hambali Thalib, 2009: 03).
Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia karena manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Sejarah perkembangan dan kehancuran
ditentukan pula oleh tanah, masalah tanah dapat menimbulkan persengketaan dan peperangan dasyat karena manusia atau suatu bangsa ingin menguasai
tanah orang karena sumber-sumber alam yang terkandung didalamnya (G. Kartasapoetra dkk,1985).
Sengketa tanah banyak terjadi karena adanya sebuah benturan antara siapa
dengan siapa, sadar akan pentingnya tanah untuk tempat tinggal atau kepentingan lainnya menyebabkan tanah yang tidak jelas kepemilikannya diperebutkan bahkan
ada yang sudah jelas kepemilikannyapun masih diperebutkan, hal ini terjadi karena masyarakat sadar akan pentingnya tanah untuk tempat tinggal, selain itu harga tanah yang semakin meningkat. Menurut (Rusmadi Murad) “Timbulnya sengketa tanah
xviii
bermula dari pengaduan suatu pihak yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas,maupun kepemilikannya”.
Salah satu masalah di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara yaitu Pada waktu itu, sebelum Bapak Sipri Sasi meninggal
dunia, beliau telah membagikan warisannya kepada kedua anaknya yaitu Alo Sasi dan Maria Sasi. Warisan yang dibagikan berupa dua buah bidang tanah yaitu satu untuk Alo Sasi dan satunya untuk Maria Sasi. Tak lama kemudian, Alo Sasi meninggal
dunia karena sakit berat maka sebidang tanah milik Alo Sasi tersebut jatuh kepada anaknya Mikhael Sasi. Sekitar beberapa tahun kemudian, Mikhael Sasi mengklaim
atau mengolah tanah yang berlokasi di kiubatan dengan luas 1 hektar tanpa sepengetahuan Maria Sasi yang merupakan pemilik tanah. Akhirnya Maria Sasi merasa tidak puas dengan pengolahan tanah tersebut karena tanah tersebut merupakan
satu-satunya peninggalan orang tuanya. Ketidak puasan inilah yang menimbulkan persengketaan dan masalah tersebut di laporkan ke pihak Pemerintah Desa (Kepala
Desa) untuk menyelesaikannya.
Penyelesaian sengketa yang dipilih oleh masyarakat di Desa Inbate lebih memilih peran Kepala Desa karena tanah yang disengketakan adalah milik
perorangan. Dalam penyelesaian sengketa tanah dengan menggunakan peran Kepala Desa dianggap lebih mencerminkan semangat kekeluargaan dan kekerabatan
dalam keluarga. Cara penyelesaian yang melibatkan Kepala Desa dianggap dapat menjaga keutuhan keluarga itu sendiri. Maka semua anggota masyarakat akan
mentaati dan menghormati jabatan yang telah dipegangnya, sebab apapun yang
xix
diputuskan atau ditetapkan oleh Kepala Desa harus diterima.
Peranan Kepala Desa bukan hanya mengurusi soal-soal pemerintahan saja,
melainkan juga mempunyai tugas, serta kewajiban dan wewenang untuk menyelesaikan perselisihan atau mendamaikan persengketaan para pihak dari
warganya yang bersengketa.
Kepala Desa berperan sebagai mediator yang memfasilitasi para pihak yang bersengketa, bertindak netral dan tidak akan memihak kepada salah satu pihak yang
bersengketa dan bertindak aktif mencari fakta, meminta nasihat, yang kemudian mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat yang dapat diterima oleh
para pihak yang bersengketa, dan masyarakat secara keseluruhan.
Kepala Desa selaku pimpinan Pemerintahan yang ada dalam ruang lingkup desa harus bisa memainkan peran dan fungsinya secara optimal baik itu sebagai
seorang pelayan masyarakat maupun sebagai perantara yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan sengketa yang timbul dalam masyarakat yang mencakup
lingkup area yang menjadi kewenangannya. Persoalan-persoalan yang disampaikan oleh masyarakat harus didengar dan di tindak lanjuti oleh seorang Kepala Desa agar apa yang menjadi tujuan bersama bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa tanah dengan mengambil judul: “PERANAN KEPALA
DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SEBAGAI HAK
WARIS”(Studi Penelitian di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara).
xx
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang dapat diangkat
dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Peranan Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa tanah di desa
Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara ?
2. Apa faktor penyebab terjadinya sengketa tanah di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggambarkan Peranan Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa
tanah di desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab sekaligus penghambat dalam penyelesaian sengketa tanah di desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara.
xxi
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dilakukan sebagai masukan untuk pengembangan dalam Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik pada umumnya dan Ilmu Pemerintahan khususnya. Untuk mengetahui peranan Kepala Desa dalam penyelesaikan sengketa tanah sebagai hak waris yang terdapat di wilayahnya.
b. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang sengketa tanah dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya yang obyek penelitiannya lebih luas.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang timbul atau dihadapi dalam masalah pertanahan
khususnya mengenai peranan Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa tanah sebagai hak waris.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan
sumbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengambil kebijakan dalam masalah pertanahan khususnya mengenai penyelesaian
sengketa tanah sebagai hak waris.
xxii
ditinjau dari beberapa segi pandang, yaitu dari segi geografis maka R.Bintarto memberikan definisi desa sebagai berikut: ”Desa adalah sesuatu perwujudan
geografi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial ekonomi, politis dan kultural yang terdapat dalam hubungannya dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya.
Apabila ditinjau dari segi pergaulan hidup, maka Bouman mempunyai definisi tentang desa yaitu:”Desa adalah suatu bentuk kuno dari kehidupan bersama
sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling kenal, kebanyakan yang termasuk didalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha-usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dalam tempat tinggal itu
terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang taat ikatan pada tradisi dan kaidah-kaidahsosial”.
Sedangkan jika ditinjau dari segi hubungan dengan penempatannya dalam susunan tertib pemerintahan, maka desa diberi batasan sebagai berikut: “Desa atau dengan nama aslinya setingkat susunan asli adalah suatu ‘badan hukum’ atau
xxiii
‘Badan Pemerintah’ yang merupakan bagian wilayah dari kecamatan atau wilayah
yang melingkunginya”.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah, pasal 1 angka 12 memberikan definisi desa yaitu: “Kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, membuktikan terdapat
berbagai macam sudut pandang yang bisa dinyatakan sebagai pengertian dari desa. Dapat dikatakan bahwa suatu desa itu pada dasarnya sudah memiliki beberapa hak dan kewenangan sangat mendasar yang berkaitan dengan hak asal-usul terbentuknya
atau keberadaan suatu desa tersebut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa tersebut adalah hak untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan seperti terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2001, tentang Pedoman
Umum Mengenai Desa. Sudah tentu bahwa hak-hak sebagaimana yang disebutkan itu tentunya sudah dilaksanakan secara turun temurun. Penduduk desa pasti tidak
akan dengan mudahnya mengabaikan hak-hak yang telah dimiliki (merupakan warisan nenek moyang).
xxiv
B. Definisi Kepala Desa
Kepala Desa adalah pemimpin atau kepala pemerintah dan sebagai
pengemban kepercayaan masyarakat desa. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 9 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Dan Tata
kerja Pemerintah Desa, pada pasal 5 bagian 3 memberikan definisi tentang desa sebagai berikut: “Kepala Desa adalah Pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya
dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah”.
Kepala desa menurut Bayu Surianingrat yaitu:“penguasa tunggal dalam
pemerintahan desa, bersama-sama dengan pembantu-pembantunya dan penyelenggara pengurusan rumah tangga desa dan penyelenggara pemerintahan desa, ia wajib melindungi, membela, meningkatkan kesejahteraan dan pengetahuan
serta kehidupan penduduk desa dan di dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam urusan yang penting ia sedapat mungkin meminta pertimbangan dari anggota
pamongdesa yang lain”.
Sebagai pemimpin masyarakat desa, Kepala Desa bertugas untuk selalu menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, serta mendamaikan
perselisihan yang terjadi dalam masyarakat desa. Seorang Kepala Desa tidak hanya bertugas mengurusi soal-soal pemerintahan saja, tetapi juga bertugas untuk
menyelesaikan persengketaan yang timbul di masyarakat. Dalam tugasnya sebagai seorang Kepala Desa dan hakim perdamaian desa.
xxv
Supomo menyatakan bahwa: “Kepala rakyat bertugas memelihara hidup hukum di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu dapat berjalan dengan
selayaknya. Aktivitas kepala rakyat sehari-hari meliputi seluruh lapangan masyarakat. Bukan saja ia dengan para pembantunya menyelenggarakan segala hal
yang belangsung mengenai tata usaha badan persekutuan, bukan saja ia memelihara keperluan-keperluan rumah tangga persekutan, seperti urusan jalan-jalan desa, pengairan, lumbung desa, urusan tanah yang dikuasai oleh hak pertuanan desa, dan
sebagainya, melainkan kepala rakyat yang bercampur tangan pula dalam menyelesaikan soal-soal perkawinan, soal warisan, soal pemeliharaan anak yatim,
dan sebagainya. Dengan pendek kata, tidak ada satu lapangan pergaulan hidup di dalam badan persekutuan yang tertutup bagi kepala rakyat untuk ikut campur bilamana diperlukan untuk memelihara ketentraman, perdamaian, keseimbangan,
lahir dan batin, untuk menegakan hukum”.
Dasar hukum yang melandasi kewenangan Kepala Desa sebagai hakim
perdamaian desa dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yaitu:
1. Undang-undang Nomor 1/Darurat tahun 1951 pasal 1 ayat 3 Menyebutkan bahwa: “Ketentuan tersebut dalam ayat 1 tidak sedikitpun juga mengurangi
hak kekuasaan yang sampai selama ini telah diberikan kepada hakim-hakim perdamaian desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 a Rechtelijke
Organisatie (RO)”.
xxvi
2. Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) menyebutkan: “Perselisihan yang kecil-kecil yang semata-mata mengenai kepentingan penduduk desa saja
hendaknya seboleh-bolehnya diperdamaikan dengan tidak memihak sebelah dan dengan sepakat orang-orang tua desa tersebut”.
C. Pemerintahan Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 pasal 1 ayat 6, menyebutkan
mengenai definisi pemerintahan desa yaitu: “Pemerintahan Desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia”.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 pasal 11, menyebutkan:“Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintahan Desa dan BPD”. yang
memberikan definisi mengenai Badan Pemerintahan Desa yaitu: “Badan
Pemerintahan Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahandesa”.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 pasal 12 menyebutkan
mengenai perangkat desa yaitu:
1. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
xxvii
2. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
3. Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas: a. Sekretariat desa
b. Pelaksana teknis lapangan c. Unsur kewilayahan
4. Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2, disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
5. Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan
peraturan desa.
Pasal 30 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 memberikan
keterangan mengenai keanggotaan BPD yaitu: “Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah danmufakat”.
D. Peranan Kepala Desa
Apa yang dilakukan oleh Kepala Desa selaku hakim perdamaian desa di dalam menangani konflik atau persengketaan yang terjadi di dalam masyarakatnya,
sedikit banyak menghindari proses peradilan secara formal dan menggantinya dengan sistem kelembagaan yang berorientasi pada masyarakat. Cara penyelesaian sengketanya tidak seperti berbicara di Pengadilan Negeri, tetapi lebih banyak
xxviii
ditempuh melalui perundingan, musyawarah dan mufakat antara pihak-pihak yang bersengketa sendiri maupun melalui mediator kepala desa. Pedoman dalam
menyelesaikan sengketa pada umumnya disepakati oleh para pihak yang bersengketa (masyarakat setempat).
Kepala Desa akan berhasil apabila Kepala Desa tersebut dalam kepemimpinannya memperhatikan suara masyarakat yang dipimpinnya secara demokratis yaitu mencerminkan keterbukaan, bertanggung jawab dalam mengambil
keputusan berdasarkan dari hasil kesepakatan untuk kepentingan masyarakat. Kepala Desa harus mengingat pula bahwa dalam menggerakkan masyarakat desa
berbeda dengan masyarakat kota. Masyarakat desa dapat digerakkan dengan memperhatikan keadaan masyarakat yang kurangnya pengetahuan.
Peranan Kepala Desa dapat disimpulkan bahwa bukan hanya mengurusi
soal-soal pemerintahan saja, melainkan juga mempunyai tugas, serta kewajiban dan wewenang untuk menyelesaikan perselisihan atau mendamaikan persengketaan para
pihak dari warganya yang bersengketa. Kepala Desa berperan aktif dalam memfasilitasi para pihak yang bersengketa, bertindak aktif mencari fakta, yang kemudian mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat yang dapat
diterima oleh para pihak yang bersengketa, dan masyarakat secara keseluruhan. Penyelesaian semacam ini merupakan cara penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, yang dapat membantu para pihak dari warga desa untuk mempercepat penyelesaian sengketa serta menghindari permusuhan yang terus berlanjut antar
xxix
warga desa. Dengan demikian tetap tercipta adanya tenggang rasa yang tinggi antara para pihak dan suasana rukun dan damai antar para pihak yang bersengketa, serta
dapat mengembalikan dan mempertahankan integritas masyarakat desa.
2.1.2. Penyelesaian Sengketa Tanah A. Pengertian Sengketa
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sengketa adalah segala sesuatu
yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau pembantahan timbulnya sengketa yang bermula dari pengaduan suatu pihak (orang / badan) yang berisi
keberadaan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang
bersifat subyektif dan tertutup yang dapat dialami oleh perorangan maupun kelompok. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua. Apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak
pertama, selesailah konflik tersebut. Tetapi apabila reaksi dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai yang berbeda, terjadilah apa
yang dinamakan dengan sengketa (Suyud Margono,2004 : 34).
xxx
Konflik atau sengketa terjadi juga karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan gambaran lingkungan yang dilakukan secara sadar dan didasari pada
pengetahuan yang dimiliki seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (Koentjaraningrat).
Menurut (Nader dan Fod) dalam bukunya Dispute Procces In Fen Socities ada tiga fase atau tahap dalam proses bersengketa yaitu:
1. Pra konflik adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas sesorang.
2. Konflik adalah keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut.
3. Sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut dinyatakan dimuka umum atau melibatkan pihak ketiga.
B. Sengketa Tanah dan Permasalahannya
Sengketa pertanahan ialah proses interaksi antara dua orang atau lebih atau
kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atau objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah seperti air, tanaman, tambang juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan.
Secara umum ada beberapa macam sifat permasalahan dari suatu sengketa tanah antara lain sebagai berikut:
1. Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
xxxi
2. Bantahan terhadap sesuatu alasan hak atau bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar.
4. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial.
Alasan sebenarnya yang menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada
pihak yang lebih berhak dari yang lain atas tanah yang disengketakan oleh karena itu penyelesaian sengketa-sengketa tanah tersebut tergantung dari sifat
permasalahannya yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh suatu keputusan.
Masalah tanah adalah masalah yang sangat menyentuh keadilan karena
sifat tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang
dirasakan adil untuk semua pihak. Suatu kebijakan yang memberikan kelonggaran yang lebih besar kepada sebagian kecil masyarakat dapat dibenarkan apabila diimbangi dengan kebijakan serupa yang ditujukan kepada kelompok lain yang
lebih besar. Dengan demikian, selalu ada kebijakan yang berfungsi untuk mengoreksi atau memulihkan keseimbangan tersebut (Maria S.W Sumardjono:
1982).
xxxii
Sedangkan menurut (Margono): sengketa yang sering terjadi saat ini adalah sebagai berikut:
1. Sengketa tradisional tentang warisan, keluarga dan tanah
2. Sengketa bisnis yang serta berat dengan unsur keuangan, perbankan,
peraturan Perundang-Undangan, etika dan sebagainya
3. Sengketa lingkungan yang rumit dengan masalah pembuktian ilmiah
4. Sengketa tenaga kerja yang diwarnai dengan masalah hak asasi, reputasi,
Negara dan perhatian masyarakat tradisional.
Secara yuridis (Boedi Harsono) dalam bukunya Arie Sukanti Hutagalung, lebih lanjut memperinci masalah tanah yang dapat disengketakan yang terdiri dari :
1. Sengketa mengenai bidang mana yang dimaksut
2. Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah 3. Sengketa mengenai luas bidang tanah
4. Sengketa mengenai status tanahnya 5. Sengketa mengenai pemegang haknya 6. Sengketa mengenai hak yang membebaninya
7. Sengketa mengenai pemindahan haknya
8. Sengketa mengenai penunjuk lokasi dan penetapannya untuk suatu proyek.
9. Sengketa mengenai pelepasan / pembebasan tanah
xxxiii
10. Sengketa mengenai pengosongan tanah 11. Sengketa mengenai pemberian ganti kerugian
12. Sengketa mengenai pembatalan haknya 13. Sengketa mengenai pemberian haknya
14. Sengketa mengenai pencabutan haknya 15. Sengketa mengenai pemberian sertifikatnya
16. Sengketa mengenai alat-alat pembuktian adanya hak/perbuatan liku yang
dilakukan dengan sengketa-sengketa lainnya.
Meski demikian perlu disadari bahwa sengketa pertanahan bukanlah hal baru. Namun dimensi sengketa makin terasa meluas di masa kini. Tanah dalam perkembangannya juga telah memiliki nilai baru, bilamana tidak saja dipandang
sebagai alat produksi semata melainkan sebagai alat untuk berspekulasi (ekonomi), tanah telah menjadi barang dagangan dimana transaksi ekonomi berlangsung
dengan pengharapan akan perdagangan komoditas yang dipertukarkan itu.
C. Pola Penyelesaian Sengketa Tanah
Dalam persoalan menyangkut kepemilikan hak atas tanah tersebut, seringkali pula terjadi sengketa tanah. Untuk pola penyelesaian sengketa tanah
tersebut ada beberapa mekanisme yang beranjak dari kearifan kultural yang mengutamakan aspek kekeluargaan. Adapun mekanisme-mekanisme yang dibuat adalah sebagai berikut:
xxxiv
1. Musyawarah untuk mufakat, dalam penyelesaian model ini, jalan yang ditempuh adalah melalui musyawarah antara pihak yang bersengketa dengan
difasilitasi oleh pengurus kampung sebagai fasitator sekaligus penengah. Ia harus bersikap netral dan tidak bersifat berat sebelah, kedudukan pengurus
kampung ini tidak merupakan pemberi keputusan.
2. Bila model pertama tadi tidak menemukan jalan penyelesaiannya, dimana jalan musyawarah tersebut menemui jalan buntu, maka muncul model kedua
yakni perkara tersebut dinaikkan kepada pengurus kampung. Pengurus kampunglah yang menjadi hakim dalam perkara tersebut, ia harus
mengutamakan asas kekeluargaan, artinya hakim tersebut menawarkan perdamaian, tidak memutuskan perkara karena ia hanya berfungsi sebagai hakim perdamaian.
3. Bila model kedua yang menemui jalan buntu, maka sengketa ini masuk ke tahap atau model ketiga, yakni tahap perkara tanah yang pola penyelesaiannya
dilakukan oleh Kepala Desa secara berjenjang dalam sistem peradilan di desa. Pada tahap penyelesaian model ini, kedudukan Kepala Desa sebagai hakim yang lebih berfungsi sebagai juri yang mendengarkan kesaksian para pihak
yang bersengketa dan para saksi yang benar-benar mengetahui riwayat tanah tersebut ataupun saksi yang berbatasan langsung dengan pemilik tanah yang
besengketa. Setelah mendengarkan kesaksian para pihak, maka Kepala Desa tersebut membuat kesimpulan untuk mengambil keputusan yang benar-benar adil. Biasanya putusan yang telah diambil oleh Kepala Desa tersebut diterima
xxxv
oleh para pihak karena Kepala Desa selaku hakim dalam memutus perkara tidak bersifat berat sebelah dan adil (Netral).
2.1.3. Tanah Sebagai Harta Warisan A. Pengertian Tanah
Tanah mempunyai mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena merupakan satu-satunya benda kekayaan yang
meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula, malah kadang-kadang lebih menguntungkan dipandang dari segi ekonomis,
contoh : sebidang tanah itu dibakar, diatasnya dijatuhkan bom-bom, tentu tanah tersebut tidak akan lenyap, setelah api padam ataupun setelah pemboman selesai, sebidang tanah tersebut akan muncul kembali, tetap berwujud seperti tanah semula.
Kalau dilanda banjir setelah airnya surut, maka tanah itu akan muncul kembali sebagai sebidang tanah yang lebih subur dari semula. Kecuali itu adalah
kenyataan bahwa tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, merupakan tempat dimana para warga yang meninggal dunia dikuburkan dan sesuai dengan kepercayaan merupakan pula tempat tinggal
arwah-arwah pelindung dan tempat roh para leluhur bersemayam.
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, tanah
merupakan permukaan bumi. Penggunaan tanah untuk mengambil manfaatnya tidak hanya terbatas pada permukaan bumi saja, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya. Sedalam apa tubuh
xxxvi
bumi itu boleh digunakan dan seberapa tinggi ruang yang ada diatasnya boleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaanya dalam batas-batas kewajaran,
perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan. Secara
teoritis, seluruh tanah yang berada dalam kekuasaan masyarakat baik yang sedang dikerjakan, digarap, atau dipakai secara rill dikuasai oleh pemiliknya.
B. Pengertian Harta Warisan
Harta warisan adalah harta pribadi milik pewaris yang dapat dibagi antara
para ahli waris yang berhak menerimanya. Harta yang termasuk jenis harta warisan adalah harta pribadi milik pewaris dan bukan harta bersama, meskipun harta bersama dengan suami atau istri yang masih hidup. Salah satu harta warisan yang
diwariskan bukan harta bersama, melainkan harta bawaan yang berasal dari pewaris yang meninggal misalnya tanah warisan dari orang tua dan harta yang telah dimiliki
sebelum menikah dan dibawa dalam pernikahan.
Pengertian “warisan” ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Warisan menurut (Wirjono) adalah cara penyelesaian hubungan dalam masyrakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia, dimana manusia yang wafat itu meninggalkan harta kekayaan.
xxxvii
Istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan pada bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seorang.
(Hilman Hadikusumah) mengemukakan bahwa: warisan menunjukkan harta kekayaan dari orang yang telah meninggal, yang kemudian disebut pewaris, baik
harta itu telah dibagi-bagi ataupun masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Warisan itu adalah bendanya dan penyelesaian harta benda tersebut kepada warisnya dapat dilaksanakan sebelum ia wafat.
Harta warisan merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak terbagi atau dapat terbagi menurut jenis macamnya
dan kepentingan para warisnya. Harta warisan terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi-bagikan penguasaan dan pemilikannya kepada para waris dan ada yang dapat dibagikan. Harta yang tidak terbagi adalah milik bersama para waris, ia tidak boleh
dimiliki secara perseorangan, tetapi ia dapat dipakai dan dinikmati.
C. Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Warisan.
Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian. Karena dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan
adanya peralihan harta kekayaan dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun imaterial kepada ahli waris orang yeng meninggal tersebut.
Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada pewaris, ahli waris dan harta kekayaan.
xxxviii
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari
orang meninggal. Dan harta kekayaan yang ditinggalkan bisa imaterial maupun material dan harta kekayaan material itu antara lain tanah, rumah ataupun benda
lainnya.
Pewarisan hak milik atas tanah tetap harus berlandaskan pada ketentuan Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pelaksanaannya. Penerima peralihan
hak milik atas tanah atau pemegang hak milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia sesuai dengan ketentuan pasal 9 Undang-undang
Pokok Agraria dan pasal 21 ayat (1) UUPA bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak membedakan kesempatan antara laki-laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
xxxix
2.2. KERANGKA BERPIKIR
Peranan Kepala Desa dapat disimpulkan bahwa bukan hanya mengurusi
soal-soal pemerintahan saja, melainkan juga mempunyai tugas, serta kewajiban dan wewenang untuk menyelesaikan perselisihan atau mendamaikan persengketaan para
pihak dari warganya yang bersengketa. Kepala Desa berperan aktif dalam memfasilitasi para pihak yang bersengketa, bertindak aktif mencari fakta, yang kemudian mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat yang dapat
diterima oleh para pihak yang bersengketa, dan masyarakat secara keseluruhan. Sengketa pertanahan ialah proses interaksi antara dua orang atau lebih atau
kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atau objek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah seperti air, tanaman, tambang juga udara yang berada dibatas tanah yang bersangkutan.
Harta warisan adalah harta pribadi milik pewaris yang dapat dibagi di antara para ahli waris yang berhak menerimanya. Harta yang termasuk jenis harta warisan
adalah harta pribadi milik pewaris dan bukan harta bersama, meskipun harta bersama dengan suami atau istri yang masih hidup. Salah satu harta warisan yang diwariskan bukan harta bersama, melainkan harta bawaan yang berasal dari pewaris yang
meninggal misalnya tanah warisan dari orang tua dan harta yang telah dimiliki sebelum menikah dan dibawa dalam pernikahan.
xl
Dari uraian di atas mengenai kerangka berfikir dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Bagan 1 : Kerangka Berpikir
xli
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam dunia penelitian, dikenal berbagai macam dan tipe penelitian.
Terjadinya pembedaan jenis penelitian di dasarkan sudut pandang dan cara peninjauannya. Pada umumnya suatu penelitian dapat ditinjau dari segi, sifat, bentuk, tujuan dan penerapan dari sudut disiplin ilmu pengetahuan yang dipandang sangat
penting karena ada kaitan erat antara jenis penelitian dengan analisa data yang harus dilakukan untuk setiap penelitian. Hal demikian perlu dilakukan guna mencapai nilai
validitas data yang tertinggi, baik data yang dikumpulkan maupun hasil akhir penelitian yang dilakukan.
3.1. JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu menentukan jenis penelitian
yang dipakai, agar dalam melakukan penelitian, peneliti dapat dengan mudah melakukan penelitian tersebut. Jenis penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik deskriptif. Penelitian dengan teknik
deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami dengan cermat fenomena yang akan dilakukan penelitian dalam masyarakat.
xlii
Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini menghasilkan data yang tertulis maupun lisan
dari orang-orang yang diamati yaitu pihak Pemerintah Desa (Kepala Desa) dan masyarakat yang bersengketa yang dianggap relevan dalam arti tepat untuk dijadikan
sumber data utama yang diperlukan.
3.2. PEMETAAN INFORMEN
Dalam Usfal (2014: 32), dinyatakan bahwa informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk menggambarkan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa informan adalah orang
yang tugas pokoknya sebagai sumber utama dari sebuah informasi yang akan didapatkan. Dalam penelitian ini, yang menjadi informan adalah Pemerintah Desa
(Kepala Desa) dan Kedua belah pihak yang bersengket yaitu Maria Sasi dan Mikhael Sasi serta Tokoh Masyarakat yang ada.
3.3. .FOKUS PENELITIAN
Yang dimaksud dengan Peranan Kepala Desa sebagai penyelesaian sengketa
tanah adalah keterlibatan Kepala Desa dalam mengambil inisiatif bagi pemecahan masalah sengketa tanah dan kerja sama dengan kedua belah pihak untuk
menyelesaikannya.
xliii
1. Definisi Konsepsional
a. Sengketa tanah yang terjadi.
b. Peran Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa tanah. 2. Definisi Operasional
a. Cara penyelesaian sengketa tanah.
b. Kendala-kendala dalam penyelesaian sengketa tanah.
3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono, 2010). Maka teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu:
a. Observasi
Observasi ini digunakan untuk mengetahui secara langsung aktifitas obyek
yang sedang diteliti, selain itu observasi ini digunakan juga untuk mengambil data yang terkait dengan peran Kepala Desa dalam penyelesaian Sengketa tanah sehingga peniliti dalam observasi ini akan mendapatkan data yang akan
diolah dan dijadikan kesimpulan. b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
xliv
dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2000). Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara langsung
yaitu pewawancara berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan pertanyaan yang telah disiapkan oleh pewawancara,
kemudian jawaban di catat oleh pewawancara. Wawancara di lakukan langsung terhadap pihak-pihak yang terkait yaitu Pemerintah Desa (Kepala Desa) dan masyarakat yang bersengketa yaitu Maria Sasi dan Mikhael Sasi
yang dapat membantu proses penelitian.
3.5. TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun
tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti yaitu Pemerintah Desa (Kepala Desa) dan kedua belah pihak yaitu Maria Sasi dan Mikhael
Sasi yang bersengketa. Data yang diperoleh kemudian dijabarkan dan disusun untuk memberikan keterangan terhadap masalah-masalah yang aktual dan berdasarkan data yang sudah terkumpul.
xlv
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN 4.1.1. Gambaran Umum Desa Inbate
Desa Inbate merupakan salah satu desa yang terletak di sebelah utara dari pusat Pemerintahan Kecamatan Bikomi Nilulat dengan suhu rata-rata 45oC. Luas
Desa Inbate adalah 1.302.218 ha/m2dengan curah hujan 7 bulan dalam setahun. Asal usul kata Inbate yaitu terbagi (Bati). Pada waktu itu sebelum terbentuknya desa
Inbate, Letenaek merupakan tempat dimana para tuan tanah (Meob) bermukim di sana. Di masa itu Pemerintah menghendaki agar adanya nama suatu lokasi di tiap-tiap daerah sehingga pembentukan suatu desa di dasarkan atas lokasi-lokasi tersebut yaitu,
Inbate, Buk, Haumeni, Nainaban, Sunkaen dan Nilulat maka terbentuklah sebuah desa yang di sebut desa Inbate yang sampai saat ini sudah terdapat 3 dusun, 3 rukun
warga dan 6 rukun tetangga yaitu dusun 1 berlokasi di Oeliso, dusun 2 berlokasi di Kiubatan dan dusun 3 berlokasi di Nino.
4.1.2. Keadaan Lokasi Penelitian A. Keadaan Geografis
Desa Inbate merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara yang berpusat di Kefamenanu.
xlvi
Luas desa Inbate adalah seluas 1.302.218 ha/m2. Batas-batas wilayah dari desa Inbate adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Buk
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Nimasi
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Nainaban
Sebelah Barat berbatasan dengan Enclave Oecusse
Selanjutnya, jika dilihat dari jarak tempuh, maka Desa Inbate berjarak dari pusat pemerintahan Kecamatan sepanjang 5 km sedangkan jarak ke Ibu
Kota Kabupaten sepanjang 20 km. Kemudian jika dilihat dari waktu tempuh, maka dari Desa Inbate ke Pusat Pemerintahan Kecamatan dengan berjalan kaki, memakan waktu 1 jam, sedangkan waktu tempuh dari Desa Inbate ke Ibu Kota
Kabupaten menggunakan kendaraan bermotor, memakan waktu 1 jam.
B. Keadaan Penduduk
Berdasarkan Data Administrasi Pemerintah Desa Inbate, jumlah penduduk yang tercatat secara administrasi pada tahun 2014 adalah berjumlah
1279 jiwa. Dengan rincian penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 615 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 664 jiwa. Untuk lebih terperici, dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
xlvii
Tabel 1. Keadaan Penduduk
Sumber: Buku Administrasi Desa Inbate
Sedangkan agama atau kepercayaan yang dianut penduduk Desa Inbate
adalah Kristen Khatolik 1204 jiwa dan Kristen Protestan 75 jiwa, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Agama
Sumber: Buku Administrasi Desa Inbate
Berdasarkan tabel diatas, maka agama yang paling banyak penganutnya
adalah Kristen Katolik yang pada umumnya adalah orang-orang dari masyarakat setempat, yang memang sudah turun temurun mendiami daerah tersebut.
xlviii
C. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hal penting dalam memajukan
kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan.
Tingkat kecakapan juga akan medorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Di bawah ini data yang menunjukkan tingkat rata-rata pendidikan warga Desa Inbate dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3. Tingkat Pendidikan
Sumber: Buku Administrasi Desa Inbate
D. Mata Pencaharian
Secara umum mata pencaharian warga masyarakat Desa Inbate adalah sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. tanaman pangan yang paling
banyak dihasilkan adalah ubi kayu, diikuti oleh tanaman jagung dan padi dengan sebagian besar jumlah keluarga 279 KK bermata pencaharian sebagai petani dan
xlix
sebagian kecil sebagai PNS dengan jumlah keluarga 14 KK. Untuk lebih terperinci, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Keadaan Mata Pencaharian
Sumber: Buku Administrasi Desa Inbate
4.1.3. Susunan Pemerintah Desa Inbate A. Struktur Organisasi Desa Inbate
Struktur organisasi pemerintahan desa Inbate, di dalam pimpinan
pemerintahannya dikepalai oleh seorang Kepala Desa yaitu Bapak Nikodemus Sfunit. Unsur staf sebagai pembantu urusan desa yaitu seorang Sekretaris Desa.
Terdapat juga unsur Pelaksana dalam pemerintahan desa Inbate yaitu sebagai unsur pelaksana teknis lapangan yang berkedudukan di bawah Sekretaris Desa yaitu kaur pembangunan dan kaur ekobang serta kaur umum dan keuangan.
struktur organisasi tersebut dapat dilihat seperti tabel di bawah ini.
l
Bagan 2 : Struktur Organisasi Desa Inbate
li
B. Susunan Organisasi BPD Desa Inbate
Di Desa Inbate, terdapat juga Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
sebagai wadah dalam menjaring aspirasi masyarakat dengan anggotanya dipilih dari penduduk setempat untuk memberi masukan kepada Kepala Desa dalam
membuat peraturan desa. Susunan organisasi BPD tersebut seperti bagan berikut:
Bagan 3 : Susunan Organisasi BPD Desa Inbate
lii
4.2. ANALISA HASIL PENELITIAN
Dalam pembahasan hasil penelitian ini penulis menganalisa tentang sengketa
tanah yang terjadi di desa Inbate, mengetahui peranan kepala desa dalam menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi dan mengetahui faktor-faktor penghambat
yang ditemukan dalam menyelesaikan masalah sengketa tanah di Desa Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat Kabupaten Timor Tengah Utara.
4.2.1. Awal Mula Sengketa Tanah Yang Terjadi Di Desa Inbate
Tanah mempunyai mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena merupakan satu-satunya “benda kekayaan” yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula.
Mengingat arti pentingnya tanah tersebut, untuk mempertahankan status kepemilikannya secara nyata, di dalam kehidupan masyarakat Desa Inbate, tanah dibuat batas-batas untuk menghindari terjadinya perampasan maupun pergeseran
batas sekaligus menjadikan kepemilikan tanah menjadi lebih pasti.
Dengan demikian, nyatalah bahwa sengketa tanah pada masyarakat Desa
Inbate Kecamatan Bikomi Nilulat masih terus terjadi. Kasus yang terjadi menurut Bapak Antonius Lake selaku Tokoh Masyarakat dikarenakan: “Menipisnya rasa
kekerabatan antara sesama, kepentingan pribadi bahkkan karena kebutuhan hidup”.
liii
Adapun kasus sengketa tanah yang menjadi objek adalah sengketa tanah milik perseorangan, dimana para pihak yang bersengketa adalah Maria sasi sebagai
penggugat dan Mikhael Sasi sebagai tergugat. Penggugat dan tergugat merupakan tanta dengan anak dalam satu keluarga.
Sengketa tersebut bermula ketika Mikhael Sasi mengolah tanah milik Maria Sasi tanpa persetujuan. Namun pengolahan tanah tersebut dibanta oleh Maria Sasi selaku pemilik tanah merasa tidak puas dan merasa rugi sehingga berinisiatif untuk
melaporkan Mikhael Sasi kepada pihak Pemerintahan Desa (Kepala Desa) untuk proses selanjutnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penggugat (Maria Sasi), beliau mempertahankan tanah tersebut karena merupakan warisan kedua orang tuanya yang diwariskan secara langsung ketika orang tuanya masih hidup sehingga tanah tersebut
tidak bisa di ganggu gugat oleh siapapun. Warisan tanah itu diberikan secara langsung yaitu berupa janji, tanpa adanya sertifikat atau surat perjanjian untuk memperkuat
status kepemilikannya yang lebih jelas karena orang tuanya sama sekali tidak berpendidikan tetapi tanah tersebut sudah diolah bertahun-tahun semenjak orang tuanya masih hidup dan diberi bukti-bukti kepemilikan yang jelas seperti pagar batu,
pohon asam, gamal dan lain-lain.
Sedangkan wawancara dengan Mikhael Sasi selaku pihak tergugat, beliau
mengklaim atau merampas tanah tersebut karena memepertahankan status sosialnya sebagai Kepala Suku (Atukus) yang menurut hukum adat di Desa Inbate, laki-laki lebih berhak untuk mendapatkan segala warisan dari orang tua, mengingat laki-laki
liv
sebagai penguasa, sedangkan perempuan tidak bisa mendapatkan warisan apapun dari orang tua karena hukum adat yang berlaku di Desa Inbate, perempuan pada umumnya
adalah nikah keluar (dibelis).
Berdasarkan keterangan tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa :
“faktor penyebab terjadinya sengketa tanah antara kedua belah pihak adalah adanya
salah satu pihak yang mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan miliknya”. Selain itu terjadinya sengketa tanah karena masing -masing pihak tidak menyadari hak dan
kewajibannya, akhirnya menimbulkan perselisihan pendapat dan tidak menemukan penyelesaiannya dimana pihak yang bersangkutan sudah di pengaruhi faktor
kepentingan pribadi seperti kebutuhan hidup. Akhirnya masalah tersebut dilaporkan dan dipercayakan untuk diselesaikan melalui peran Kepala Desa.
4.2.2. Penyelesaian Sengketa Tanah Di Desa Inbate Melalui Peran Kepala Desa
Dalam kehidupan masyarakat Desa inbate pada umumnya bila ada konflik
mengenai sengketa tanah biasanya Kepala Desa selalu berperan sebagai penengah atau penghubung untuk memberikan pelayanan kepada warganya. Sebagai perwujudan sikap saling menghormati dan sikap hidup rukun, maka penyelesaian
sengketa di upayakan selalu melalui musyawarah secara kekeluargaan. Penyelesaian secara damai lebih di utamakan oleh Kepala Desa untuk menjaga keseimbangan
dalam kehidupan bermasyarakat.
lv
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Nikodemus Sfunit selaku Kepala Desa Inbate mengatakan bahwa: “Penyelesaian secara damai di pandang
sebagai hal yang perlu dan merupakan keharusan untuk menghilangkan rasa dendam antara pihak-pihak yang bersengketa yaitu Maria Sasi dan Mikhael Sasi. Semagat
kekeluargaan dan kerukunan inilah yang harus tetap dipegang sehingga persaudaraan di harapkan tidak sampai terputus dan permasalahan dapat diselesaikan secara damai”.
Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tanah antara kedua belah pihak yaitu Maria Sasi dan Mikhael Sasi, Kepala Desa mengambil suatu inisiatif untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan melalui beberapa cara atau tahap sebagai berikut:
1. Pendekatan Dengan Pihak-Pihak Yang Bersengketa Secara Kekeluargaan
Sebelum para pihak yang bersengketa di panggil secara kedinasan, Kepala Desa mendatangi para pihak yang bersengketa secara kekeluargaan untuk
membicarakan permasalahan tanah yang disengketakan. Peran Kepala Desa dalam hal ini sebagai mediator yang mempertemukan para pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, tidak terjadi kesepakatan dengan kedua belah pihak, maka sebagai
langkah selanjutnya, Kepala Desa berinisiatif untuk memanggil pihak-pihak yang bersengketa untuk mempertemukan kedua belah pihak secara kedinasan di Kantor
Desa dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut.
lvi
2. Pemanggilan Pihak-Pihak Yang Bersengketa
Pemanggilan pihak-pihak bersengketa yang dimaksud adalah Maria Sasi dan
Mikhael Sasi di panggil secara kedinasan oleh Kepala Desa untuk saling mengemukakan pendapat mereka mengenai masalah tanah yang disengketakan di
Kantor Desa dan para pihak diminta untuk menunjukan serta menceritrakan bukti-bukti dari tanah tersebut. Dalam tahap ini, para pihak yang bersengketa selalu mempertahankan kebenaran mereka. Oleh karena itu, Kepala Desa memutuskan
agar masalah tersebut diundurkan karena diperlukan saksi-saksi dari para pihak yang bersengketa sehingga mempermudah proses penyelesaian tersebut.
3. Pemanggilan Saksi-Saksi Dari Para Pihak Yang Bersengketa
Pemanggilan saksi dimaksudkan agar mendengarkan kesaksian dari para
pihak yang bersengketa untuk memperjelas keterangan dari para pihak. Pemanggilan saksi itu dipercayakan oleh Kepala Desa dan Para Pihak yang
bersengketa yaitu Aleks Sasi selaku adik dari pewaris yang mengetahui dan mendengarkan secara jelas tentang asal-usul tanah tersebut.
4. Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Dengan Pihak-Pihak Yang Bersengketa Dalam proses penyelesaian sengketa tanah di Kantor Desa merupakan hal
yang paling penting bagi kedua belah pihak karena melalui proses tersebut maka secara jelas akan mengetahui bahwa siapa pemilik tanah sebenarnya. Hal penting yang di sampaikan Kepala Desa, khususnya kepada saksi adalah agar saat
lvii
memberikan kesaksiannya, secara jujur dan sesuai dengan apa yang diketahuinya karena keberadaan saksi dimaksudkan untuk mencari kebenaran yang nyata
sehingga bermanfaat bagi kedua belah pihak. Selanjutnya Kepala Desa memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk secara bergantian menyampaikan
alasan kepentingannya.
Kesempatan pertama untuk menyampaikan kepentingannya yaitu diberikan kepada pihak penggugat (Maria Sasi) untuk menyampaikan dasar-dasar
kepemilikan, batas-batas dan asal usul tanah tersebut serta penggugat juga menceritakan apa yang dilakukan pihak tergugat sehingga menimbulkan kerugian
bagi penggugat. Pada kesempatan ini, Maria Sasi menceritakan bahwa tanah yang di olah tergugat merupakan warisan dari orang tuanya. Pada waktu itu, orang tuanya membagikan 2 bidang tanah untuk Maria Sasi selaku penggugat dan Alo Sasi yang
merupakan orang tua dari Mikhael Sasi (pihak tergugat). Tanah itu di wariskan secara langsung tanpa adanya sertifikat atau surat perjanjian tetapi tanah itu sudah di
olah bertahun-tahun, bahkan sudah diberi bukti kepemilikan seperti pagar batu, gamal dan lain-lain.
Pada kesempatan kedua, Mikhael Sasi Selaku pihak tergugat juga
menyampaikan dasar-dasar yang menjadi alasan dalam mengolah tanah tersebut. Pada kesempatan ini, Mikhael Sasi mengatakan bahwa: tanah tersebut di olah
karena menurut hukum adat di Desa Inbate, laki-laki lebih berhak dari pada seorang perempuan. Dalam hal ini, laki-laki sebagai penguasa (Atukus) yang lebih berhak atas segala warisan dari orang tua. Sedangkan perempuan tidak bisa berhak untuk
lviii
mendapatkan warisan apapun dari orang tua karena hukum adat yang berlaku di Desa Inbate, perempuan pada umumnya adalah nikah keluar (Dibelis). Oleh karena
itu, status sosialnya sebagai penguasa (Atukus) harus di pertahankan.
Selanjutnya Kepala Desa mendengarkan kesaksian dari Bapak Aleks Sasi
yang dipercayakan oleh kedua belah pihak untuk menyampaikan kesaksiannya. Pada kesempatan ini, Bapak Aleks Sasi mengatakan bahwa: “Tanah tersebut sudah di olah bertahun-tahun oleh Maria Sasi dan waktu itu pewaris sempat menceritakan
kalau tanah di kiubatan itu di wariskan kepada Maria Sasi.
Setelah para pihak dan saksi dirasa cukup untuk menyampaikan persoalan
serta kesaksiannya, Kepala Desa menemukan solusi untuk menyelesaikan sengketa tanah yang di tanganinya. Dari keterangan maupun kesaksian yang ada, Kepala Desa menyimpulkan dan memutuskan secara kekeluargaan bahwa tanah tersebut
merupakan warisan orang tua, dimana pemiliknya adalah Maria Sasi dan melalui kesepakatan bersama, tanah tersebut akan dikembalikan kepada Maria Sasi.
Dari keputusan tersebut, dengan lapang dada, Mikhael Sasi menerima semua keputusan dari Kepala Desa karena pada dasarnya, Maria Sasi dan Mikhael Sasi mempunyai kesamaan. Oleh karena itu, kedua pihak langsung didamaikan di Kantor
Desa melalui perantaraan Kepala Desa yang di saksikan oleh keluarga dari pihak-pihak yang bersengketa serta masyarakat yang hadir dalam proses penyelesaian
tersebut.
lix
5. Membuat Surat Pernyataan
Sebagai tahap akhir dari proses penyelesaian sengketa tanah antara kedua
belah pihak, yang sudah diketahui bahwa maria merupakan pemilik tanah yang disengketakan, maka kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk pernyataan secara
tertulis yang akan ditandatangani oleh kedua belah pihak dan para saksi yang dipilih.
4.2.3. Faktor-Faktor Penghambat Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Di Desa Inbate
Dalam menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi di Desa Inbate, berkaitan dengan kepemilikan atas tanah sebagai hak warisnya, dimana para pihak yang bersengketa adalah Maria dan Mikhael yang dalam proses penyelesaiannya terdapat
faktor-faktor penghambat yang membuat sulit dalam proses penyelesaian sengketa tanah tersebut. Faktor-faktor penghambat tersebut menurut Bapak Nikolas Sfunit
adalah sebagai berikut:
1. Sulit Mengetahui Kedudukan Harta Warisan
Sulit menentukan apakah tanah yang di wariskan tersebut merupakan hasil peninggalan orang tuanya. Hal ini di karenakan tanah yang di wariskannya
dilakukan secara lisan kepada anak-anaknya tanpa adanya sertifikat atau berupa surat perjanjian. Apabila ada pihak yang mengklaim bahwa tanah tersebut
lx
merupakan miliknya, maka tanah yang dimiliki atau dikuasai tersebut sulit untuk di pertahankannya karena tidak ada bukti-bukti yang kuat.
2. Tingkat Emosional
Para pihak yang bersangketa terkadang menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses penyelesaian sengketa tanah, hal ini berkaitan dengan emosi mereka. Proses penyelesaian sengketa tanah tersebut terkadang tidak dapat
berjalan dengan lancar karena salah satu pihak dalam hal ini, pihak yang menuntut lebih menggunakan emosi dari pada logikanya dan tidak mau
mendengarkan pendapat dari pihak lain serta mengganggap bahwa dirinya yang paling benar. Dengan sikap seperti inilah yang membuat proses penyelesaiannya menjadi tidak lancar karena tidak ada pihak yang mau mengalah.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan terkadang menjadi penghambat. Hal ini dapat di lihat dari tingkat pendidikan dari pihak yang bersengketa yaitu relatif rendah karena pada dasarnya hanya berpendidikan Sekolah Dasar sehingga terkadang mereka
sulit untuk memahami hal yang menjadi fokus dari sengketa yang diselesaikan dan menyebapkan permasalahan ini semakin rumit untuk diselesaikan.
lxi
BAB V PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hal-hal yang memyebebkan terjadinya sengketa tanah di Desa Inbate yaitu antara
penggugat (Maria Sasi) dan tergugat (Mikhael Sasi) yaitu adanya perampasan tanah tanpa adanya persetujuan dari pihak penggugat.
2. Peranan Kepala Desa dalam menyelesaikan sengketa tanah di Desa Inbate adalah sebagai penengah dan juga sebagai pengambil keputusan yang mana pihak-pihak tersebut mengikat pada keputusan yang ditetapkan. Terdapat juga
tahapan-tahapan yang dilalui dalam penyelesaian sengketa tanah antara penggugat (Maria Sasi) dan tergugat (Mikhael Sasi) yaitu: pendekatan secara kekeluargaan,
pemanggilan pihak yang bersengketa, pemanggilan saksi, proses penyelesaian dan membuat surat pernyataan.
3. Penyelesaian sengketa tanah oleh Kepala Desa seringkali menemui hambatan.
faktor-faktor yang mempengaruhi antaranya : sulit untuk mengetahui harta warisan ,tingkat emosional dan tingkat pendidikan.
lxii
5.2. SARAN
Sebagai akhir dari pembahasan ini maka penulis memberikan saran yang
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait yaitu:
1. Mengingat Kepala Desa merupakan pemimpin masyarakat desa yang sangat
dihormati, hendaknya dapat bersikap lebih bijak dalam memutuskan suatu permasalahan terutama sengketa tanah agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan.
2. Bagi masyarakat Desa Inbate, hendaknya apabila terjadi sengketa tanah, para pihak dapat menyelesaikannya secara musyawarah untuk menghindari terjadinya
perpecahan yang dapat merugikan diri sendiri terutama dilingkungan kehidupan bermasyarakat.
lxiii
DAFTAR PUSTAKA
Bayu Surianingrat, Pemerintah dan Administrasi Desa, Aksara Baru, Jakarta, 1981.
Bouman, Pengertian Desa, Beratha, Bandung 1982
Boedi Harsono dalam bukunya Ari Sukanti Hutagalung, 2002, Penyelesaian
Sengketa Tanah Menurut Hukum yang Berlaku, Jurnal Hukum Bisnis.
G. Kertasapoetra, R.G. Kertasapoetra, A. Setiadi, 1985, Hukum Tanah, Jaminan
Undang-Undang Pokok Agraria Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah,
Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta.
Hambali Thalib. 2009. Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertanahan. Kencana. Jakarta
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia menurut Perundang-undangan,, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Koentjaraningrat, 1982, Kebudayaan Mataliteit dan Pembangunan, Penerbit Gramedia, Jakarta
Maria.S.W. Sumarjono, 1982, Puspita Serangkum Masalah Hukum Agraria, Penerbit Liberty, Jogjakarta.
Maria D. M. 2008. Peranan kepala adat dalam menyelesaikan sengketa tanah di
kecamatan soa Kabupaten Ngada, Skripsi Universitas Diponegoro, Semarang,
2008
lxiv
Rusmadi Murad, 1991, Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah, Bandung Maju, Bandung.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960“Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria”
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor I tahun 1951“Tentang tindakan
tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan dan susunan,
kekuasaan”
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004,“Tentang Pemerintahan Daerah”
lxv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
lxvi