TINJAUAN PUSTAKA
Teh
Teh merupakan bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di
banyak negara serta di berbagai lapisan masyarakat. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa setelah air, teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi manusia dewasa. Seiring perkembangan dunia, teh semakin popular
hingga ke seluruh pelosok dunia (Tanuwijaya, 2009).
Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang diberi nama seperti :
Camellia theifera, Thea sinensis, Camellia thea dan Camellia sinensis. Tanaman
teh terdiri dari banyak spesies yang tersebar di Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Laos Barat Laut, Muangthai Utara dan Burma. Sistematika tanaman teh terdiri
dari :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae
Ordo : Guttiferales Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L. Varietas : sinensis dan asamika
(Efendi, 2010).
Sebagai salah satu minuman yang banyak digemari, teh ternyata
penelitian menunjukkan bahwa teh mampu mencegah serangan influenza,
mencegah penyakit jantung dan stroke, menstimulir sistem sirkulasi, memperkuat pembuluh darah, menurunkan kolesterol dalam darah dan masih banyak penyakit
lainnya yang mampu diatasi dengan teh (Yudana, 1998 dalam Suryaningrum, 2007).
Dalam perdagangan teh internasional dikenal tiga golongan teh, yang
pengolahannya berbeda-beda dan dengan demikian juga bentuk serta cita rasanya, yaitu Black Tea (teh hitam), Green Tea (teh hijau) dan Oolong Tea (teh oolong).
Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri khasnya sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya.
Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsur-unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan
bahan non teh (Radiana, 1985).
Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Secara botanis tumbuhan penghasil gaharu memiliki susunan tata nama atau taksonomi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyte Sub-divisio : Angiospermae
Class : Dycotyledon Sub-class : Archiihlamydae
Genus : Aquilaria
Spesies : A. malaccensis Lamk. (Sumarna, 2012).
Beberapa ciri morfologis, sifat fisik, sebaran tumbuh serta nama daerah jenis pohon penghasil gaharu di Indonesia sebagai berikut :
Aquilaria spp. Pohon dengan tinggi batang yang dapat mencapai antara 35-40 m,
berdiameter sekitar 60 cm, kulit batang licin berarna putih atau keputih-putihan dan berkayu keras. Daun lonjong memanjang dengan ukuran panjang 5–8 cm dan
lebar 3–4 cm, ujung daun runcing, warna daun hijau mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau dikukuran ketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polongan berbentuk bulat telur atau lonjong berukuran sekitar 5 cm panjang dan 3
cm lebar. Biji/benih berbentuk bulat atau bulat telur yang tertutup bulu-bulu halus berwarna kemerahan (Sumarna, 2012).
Gaharu (A. malaccensis Lamk.) memiliki morfologi atau ciri-ciri
morfologi, tinggi pohon ini dapat mencapai 40 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna
keputih-putihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering berwarna abu-abu kehijaun, agak bergelombang, melengkung, permukaan
daun atas-bawah licin dan mengkilap, tulang daun 12-16 pasang (Tarigan, 2004). Kandungan kimia tanaman gaharu antara lain adalah: noroxo-agarofuran,
vitamin C, asam urat, bilirubin, dan albumin (Gheldof, et.al. 2002 dalam Mega
dan Swastini, 2010). Zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium (Se) juga berperan sebagai antioksidan. Diantara zat-zat antioksidan
ini diduga ada dalam ekstrak metanol daun gaharu seperti senyawa fenol dan flavonoid (Mega dan Swastini, 2010).
Sumarna (2008) menyatakan bahwa di hutan alam daerah jambi ekologi
(tempat tumbuh) yang sesuai untuk penyebaran pohon induk Aquilaria malaccensis dan A.microcarpa, yaitu suhu 270C pada ketinggian 100 m di atas
permukaan laut, kelembaban nisbi 78%, dan intensitas cahaya 75%. Pada ketinggian 200 m dpl diperoleh nilai rata-rata suhu rata-rata 240C, kelembaban sekitar 85%, intensitas cahaya sekitar 67%. Pada ketinggian di atas 200 m dpl,
suhu rata-rata 200C, kelembaban udara sekitar 81% dan intensitas cahaya sekitar 56%. Dari penelitian di atas dapat dikatakan bahwa jenis Aquilaria spp. dapat tumbuh baik pada suhu antara 20-33oC, kelembaban berkisar 77-85% serta
intensitas cahaya sekitar 56-75% (Santoso, 2012).
Daerah sebaran tumbuh pohon penghasil gaharu di Indonesia dijumpai di
wilayah hutan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya dan Nusa Tenggara. Secara ekologis berada pada ketinggian 0–2400 m.dpl, pada
daerah beriklim panas dengan suhu antara 28º–34°C, berkelembaban sekitar 80%
dan bercurah hujan antara 1000–2000 mm/th. Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal.Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan
Beberapa sifat biofisiologis tumbuh pohon penghasil gaharu yang penting
untuk diperhatikan adalah faktor sifat fisiologis pertumbuhan, sebagian besar pohon pada fase pertumbuhan awal (vegetatif) memiliki sifat tidak tahan akan
intensitas cahaya langsung (semitoleran) hingga berumur 2-3 tahun. Faktor lain sifat fenologis pembungaan dimana setiap jenis, selain dipengaruhi oleh kondisi iklim dan musim setempat juga akan dipengaruhi oleh kondisi edafis lahan tempat
tumbuh. Sifat fenologis buah/benih yang rekalsitran, badan buah pecah dan tidak jatuh bersamaan dengan benih. Sifat fisiologis benih memiliki masa istirahat
(dormansi) yang sangat rendah, benih-benih yang jatuh di bawah tajuk pohon induk pada kondisi optimal setelah 3–4 bulan akan tumbuh dan menghasilkan permudaan alam tingkat semai yang tinggi dan setelah 6–8 bulan akan terjadi
persaingan, sehingga populasi anakan tingkat semai akan menurun hingga 60–70 %. Aspek pertumbuhan permudaan alam tingkat semai penting diketahui sebagai dasar dalam penyediaan bibit tanaman dengan cara memanfaatkan cabutan
permudaan alam (Sumarna, 2012).
Pohon gaharu ini banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia
diantaranya adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Ambon, Irian dan lain-lain. Di Indonesia, secara aktif perdagangan gaharu dimulai sejak abad ke 5 dan berlanjut pada masa
pemerintahan Hindia Belanda sampai pada pemerintahan Indonesia sekarang. Bahkan di China perdagangan gaharu telah dimulai sejak abad ke tiga yang secara
Ekstrak daun gaharu (Gyrinops versteegii) mengandung senyawa
metabolit sekunder flavonoid, terpenoid dan senyawa fenol. Senyawa-senyawa metabolit sekunder inilah yang diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai
antiradikal bebas karena gugus-gugus fungsi yang ada dalam senyawa tersebut seperti gugus OH yang dalam pemecahan heterolitiknya akan menghasilkan radikal O (O.) dan radikal H (H.) (Mega dan Swastini, 2010).
Matahari sebagai sumber energi akan dimanfaatkan juga oleh tumbuh-tumbuhan untuk memasak unsur-unsur hara termasuk air yang berada di daun
untuk keperluan pertumbuhan pohonnya. Pohon gaharu atau tanaman jenis Aquilaria spp yang sudah dikenal di Indonesia sejak 1200 tahun yang lalu
memiliki pohon yang dapat dijadikan gubal, kemedangan yang memiliki nilai jual
tinggi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2012) bahwa daun gaharu dapat dimanfaatkan sebagai minuman fungsional teh gaharu yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh manusia. Daun yang dimanfaatkan untuk
dijadikan teh gaharu adalah daun yang masih muda atau dinamakan pucuk dikarenakan kandungan antioksidannya lebih besar dibandingkan daun yang
sudah tua sehingga dapat dijadikan teh gaharu (Bizzy, 2013).
Sirsak
Tanaman sirsak (Annona muricata Linn.) berasal dari bahasa Belanda, yakni
zuurzak berarti kantong asam. Daun sirsak banyak digunakan sebagai obat herbal
untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain : penyakit asma di Andes Peru,
diabetes dan kejang di Amozania Peru (Zuhud, 2011).
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polycarpiceae Famili : Annonaceae
Spesies : Annona muricata L.
(Sunarjono, 2005).
Kandungan senyawa dalam daun sirsak antara lain steroid/terpenoid,
flavonoid, kumarin, alkaloid, dan tanin. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan untuk penyakit kanker, anti mikroba, anti virus, pengatur fotosintetis, dan pengatur tumbuh (Robinson, 1995).
Masyarakat Indonesia menggunakan daun sirsak sebagai obat herbal untuk mengobati penyakit kanker, yaitu dengan cara meminum air rebusan daun sirsak segar. Air rebusan daun sirsak segar dapat menimbulkan efek panas seperti
pada kemoterapi, namun air rebusan daun sirsak ini hanya membunuh sel-sel yang abnormal (kanker) dan membiarkan sel-sel normal tetap tumbuh. Hal ini berbeda
dengan efek yang ditimbulkan pada pengobatan kemoterapi, dimana pengobatan kemoterapi ini tidak saja membunuh sel-sel abnormal (kanker) tetapi sel-sel yang normal juga ikut mati (Leny, 2006).
Tanin
Senyawa tanin merupakan senyawa yamg paling penting pada daun teh.
Senyawa yang tidak berwarna ini dalam pengolahan, langsung atau tidak langsung
perubahannya selalu dihubungkan dengan sifat teh jadi yaitu rasa, warna dan aroma. Menurut Winarno bahwa kandungan tanin dalam teh dapat digunakan
sebagai pedoman mutu karena tanin memberikan rasa yang terlalu sepat sehingga tidak diinginkan konsumen (Arifin, 1994).
Adanya tanin dalam bahan makanan juga dapat menentukan cita rasa
bahan makanan tersebut. Rasa sepat ahan makanan biasanya disebakan oleh tanin. Misalnya dalam bir, adanya tanin kemungkinan besar berasal dari malt dan hop,
dan menurut hasil penelitian terdahulu kandungan tanin dalam bir sekitar 25-55 ppm. Kandungan tanin dalam teh dapat digunakan sebagai pedoman mutu, karena
tanin juga memberikan kemantapan rasa (Winarno, 1997).
Tanin katekin adalah senyawa yang tidak berwarna, dan dapat menentukan sifat produk teh seperti rasa, warna dan aroma. Tanin pada daun teh merupakan
turunan dari asam galat. Kebanyakan turunan galat disebut tanin karena dapat menyamak kulit (tanin berasal dari kata tanning=menyamak), sedangkan tanin pada daun teh, tidak bersifat menyamak kulit. Tanin katekin pada daun teh
meruapakan senyawa yang sangat kompleks, tersusun sebagai senyawa-senyawa katekin, epikatekin galat, epigalokatekin, epigalokatekin galat dan galokatekin
(Kusuma, 2009).
Seperti di ketahui, penurunan mutu suatu makanan telah terjadi sejak penolahan dan penurunan mutu tersebut berlangsung selama penyimpanan. Salah
akan mempengaruhi warna, tekstur, rasa dan aroma sehingga makanan itu tidak