33
BAB III
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS AKHIR MUSIK GEREJA
Bab ini akan memaparkan dua bagian dari TAMG, yaitu persiapan dan
pelaksanaan acara. Bagian persiapan memaparkan saat ide atau konsep acara
muncul hingga melakukanpersiapan ibadah di GMIST Jemaat Mahanaim di
Jakarta. Bagian pelaksanaan memaparkan pelaksanaan acara pada waktu yang
telah ditentukan.
A. Persiapan Tugas Akhir Musik Gereja
Rancangan dan persiapan pelaksanaan Tugas Akhir Musik Gereja
(TAMG) dimulai pada bulan Mei 2017. Penulis meminta ijin terlebih
dahulu kepada bapak Pnt. Dikson Bawuna selaku wakil ketua jemaat dan
Pdt. Ny. Beatris Manuahe – Marasut S.Th selaku ketua jemaat GMIST
Mahanaim untuk meminjam gedung gereja dan mengadakan TAMG di
GMIST Mahanaim yang beralamat di Jln. Enggano No 52, Tg. Priok,
Jakarta Utara.
Penulis memberitahukan dan menjelaskan tentang pelaksanaan
TAMG dan mendapatkan ijin dari majelis gereja, penulis melakukan
koordinasi dengan ketua pemuda GMIST Mahanaim, saudari Geralda
Wilade untuk menghubungi anggota pemuda yang akan berpartisipasi
sebagai pemusik maupun kantoria dalam TAMG ini. Penulis juga
melakukan koordinasi dengan Ivan Kabuhung selaku pelatih masamper
untuk mengajak anggota dari Pelayanan Kategorial (Pelka) Laki-laki
terlibat sebagai pengisi acara. Isatal Jaya merupakan kelompok Musik
Bambu yang mengiringi jalannya TAMG, sehingga penulis melakukan
koordinasi dengan bapak Alfred Lumenoh dan Arief Tawete.
Unsur teologi kontekstual yang dipilih menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi penulis untuk menyatukan budaya Sangir dan teologi.
Dalam bidang teologi, penulis melakukan wawancara dengan Pdt. Merry
34
teologi kontekstual agar teologi dan budaya dapat beriringan di dalam
TAMG ini. Dalam bidang budaya Sangir, penulis melakukan wawancara
dengan bapak Alvon Takalumang yang merupakan sekretaris jemaat
GMIST Mahanaim dan dianggap mengerti dan memiliki pengetahuan
yang sangat kaya tentang budaya Sangir.
Latihan perdana dilakukan pada awal bulan Juli yang diawali
dengan penjelasan tentang TAMG kepada kantoria. Latihan masamper
dimulai pada hari Kamis, 20 Juli 2017. Latihan musik bambu dimulai pada
hari Minggu, 23 Juli 2017. Tidak ada kesulitan dalam setiap latihan,
karena lagu-lagu yang dibawakan dalam TAMG adalah lagu-lagu yang
sudah biasa dinyanyikan di gereja maupun persekutuan lainnya, sehingga
kantoria hanya berusaha untuk menyesuaikan nada dasar setiap lagu
dengan musik bambu yang mengiringi. Masamper memiliki latihan yang
lebih banyak dengan musik bambu maupun kantoria karena masamper
pelka laki-laki akan bernyanyi sambil bergoyang dan memiliki beberapa
formasi dalam penampilannya.
Latihan gabungan yang merupakan gladi kotor dan gladi bersih
akan dilakukan pada tanggal 3-4 Agustus 2017 di gedung gereja GMIST
Mahanaim. Gladi kotor dan gladi bersih dihadiri oleh setiap pengisi acara
dan para panitia.
B. Pelaksanaan Tugas Akhir Musik Gereja
Persiapan kantoria, musik bambu, dan masamper akan dimulai
pada
pukul 16.00 WIB. Para penari gunde melakukan persiapan pada pukul
11.00 WIB untuk make-up dan penggunaan kostum. Pada pukul 17.30
WIB seluruh pengisi acara berkumpul di kantor gereja untuk melakukan
persiapan akhir dan doa bersama. Narator memberikan ucapan selamat
datang dan beberapa pemberitahuan yang berkaitan dengan bahasa Sangir
yang akan digunakan selama ibadah. Keseluruhan ibadah akan
35
kepada jemaat ketika diundang untuk berdiri maupun duduk dalam bahasa
Sangir. Ucapan selamat datang dan informasi dari narator dibawakan 15
(lima belas) menit sebelum ibadah dimulai. Pemain tagonggong
bersiap-siap untuk memulai prosesi ibadah dengan pelaksanaan sebagai berikut :
a. Persiapan
Alat musik pukul khas Sangir, tagonggong yang merupakan
kontekstualisasi dari lonceng gereja akan dibunyikan pada pukul 17.45
WIB dan dipukul satu kali dan diulang sebanyak tiga kali. Ketika
tagonggong dibunyikan, jemaat mulai bersaat teduh pribadi. Khadim,
majelis bertugas, dan narator bersiap-siap di depan gereja untuk
melakukan prosesi masuk ruang ibadah. Jemaat mulai memasuki saat
teduh. Tagonggong kembalidibunyikan dengan dipukul dua kali dan
diulang sebanyak tiga kali sebagai pertanda bahwa ibadah akan segera
dimulai pada pukul 17.59 WIB.Saat tagonggong kedua selesai dipukul,
narator membaca narasi yang pertama dari gerbang gereja dan berjalan
hingga menuju altar.Pangatasengdari masamper Pelayanan Kategorial
Laki-laki (Pelka Laki-laki) mengangkat“I Ghenggonalangi” sebagai
pujian pembuka ketika narator selesai membaca narasi. Lagu “I
Ghenggonalangi” dinyanyikan oleh masamper pada bagian refrein dan
masuk pada bait yang pertama sambil bergoyang mengikuti irama lagu
dan berjalan dari depan gedung gereja hingga altar.Pada saat kembali
ke bagian refrein, masamper sudah berada di depan altar dan
melakukan formasi untuk menjadi dua bagian agar Khadim dan majelis
yang bertugas dapat berjalan sambil bergoyang mengikuti irama untuk
menempatkan diri di mimbar gereja dan tempat duduk majelis. Penulis
sebagai prokantor pada ibadah tersebut memimpin jemaat untuk
bernyanyi bersama-sama dengan masamper pada ayat yang kedua dan
dilanjutkan hingga bagian refrein. Lagu “I Ghenggonalangi” selesai
dinyanyikan, tagonggong dibunyikan ketiga kalinya sebagai tanda
bahwa ibadah sudah dimulai dan Khadim bersiap untuk menahbiskan
36 b. Tahbisan dan Salam
Khadim menyampaikan tahbisan dan salam dan jemaat akan
merespon dengan menyanyikan lagu “Liu Walane Wulurang”. Lagu
“Liu Walane Wulurang” diiringi oleh musik bambu dan dipandu oleh
Kantoria. Lagu ini diawali dengan intro sebanyak tiga birama dan
masuk pada bait yang pertama hingga refrein dan diulang sebanyak
satu kali pada bagian refrein.
c. Pengakuan Dosa
Narator membacakan narasi yang menjadi pengantar untuk
masuk ke dalam pengakuan dosa. Jemaat mulai hening dan gitar serta
seruling dari musik bambu bersiap untuk memainkan intro lagu “O
Mawu Malondo”. Lagu ini diawali oleh intro sebanyak delapan
birama. Kantoria dan seluruh jemaat menyanyikan bait yang pertama
hingga refrein. Beberapa jemaat keliru ketika pengulangan lagu yang
seharusnya diulang pada bagian bait, namun beberapa jemaat
mengulang pada bagian refrein. Prokantor, kantoria, musik yang
mengiringi serta operator multimedia yang menayangkan lirik dari
lagu tersebut sudah mengulang pada bagian bait. Kekeliruan yang
terjadi tidak berlangsung lama karena pada akhirnya jemaat mengikuti
panduan dari prokantor dan kantoria serta musik yang mengiringi.
d. Pengampunan Dosa dan Berita Anugerah
Narator kembali membacakan narasi yang menyatakan berita
anugerah dan direspon oleh nyanyian jemaat “Daluaseku
Natinalung”.Laguini diawali oleh intro yang memainkan bagian bait
lagu. Musik bambu serta gitar dan cajon mengiringi lagu ini. Jemaat
bernyanyi dengan penuh semangat dan sukacita. Mebawalase yang
menjadi ciri khas nyanyian Sangir juga dilakukan oleh para jemaat
sehingga menambah suasana yang penuh sukacita ketika lagu ini
dikumandangkan.
37
Narator membacakan ungkapan syukur yang berupa ajakan untuk
memberikan persembahan. Sebelum memasuki pelayanan
persembahan, tari gunde memulai prosesi dari depan pintu gereja dan
dilanjutkan ditampulkan di depan mimbar. Tari gunde hanya
menampilkan tarian saja tanpa adanya mesambo, sehingga pada tarian
tersebut hanya terkesan sebagai sebuah pertunjukan tanpa adanya
mesambo yang dapat dinyanyikan sebagai sebuah doa.Iringan dari
musik bambu untuk mengiringi lagu “Pekantari Gio Su Ruata” segera
dimainkan oleh para pemain musik bambu ketika tari gunde telah
selesai. Persembahan tidak menggunakan pundi yang diedarkan,
melainkan jemaat yang membawa persembahan tersebut ke altar dan
menaruhnya ke dalam kotak yang telah disediakan. Lagu ini
dibawakan berulang-ulang hingga seluruh jemaat selesai memberikan
persembahan. Ada beberapa orang tua yang bergoyang selama lagu ini
dikumandangkan sebagai ungkapan keceriaan mereka dan hal tersebut
merupakan hal yang sudah biasa dilakukan di Sangir. Doa
persembahan dibawakan oleh seorang majelis dalam bahasa Sangir.
f. Refleksi Pembacaan Firman
Khadim memulai dengan mengajak jemaat untuk berdoa dan
dilanjutkan dengan membacakan ayat Alkitan yang diambil dari
Mazmur 57:5-10 dan memimpin dalam refleksi. Refleksi pembacaan
firman juga dibawakan dalam bahasa Sangir sehingga tidak seluruh
jemaat mampu memahami apa yang dikatakan oleh Khadim, namun
tidak banyak jemaat yang tidak memahami bahasa Sangir sehingga
ketika Khadim menyampaikan sesuatu yang lucu, jemaat menyambut
dengan tawa. Masamper mengambil tempat untuk membawakan
pujian “Bermazmurlah Bagi Allah” yang diawali oleh pangataseng
masamper. Doa syafaat pun dinaikan ketika masamper selesai
membawakan pujian “Bermazmurlah Bagi Allah”.
38
Khadim menyampaikan kalimat penutup kepada seluruh jemaat
dan jemaat menyambutnya dengan pujian “Daluase Seng
Nahumpaliu”. Lagu ini diawali iringan musik bambu sebanyak tiga
birama. Seluruh jemaat yang hadir menyanyikan lagu ini dengan penuh
semangat karena lagu ini sudah menjadi andalan di setiap penutup
ibadah. Tidak ada pengulangan pada saat menyanyikan lagu ini.
Bagian refrein lagu dinyanyikan dengan penuh sukacita oleh jemaat
sehingga banyak jemaat yang bergoyang ketika menyanyikan lagu
penutup ini. Mebawalase pun selalu dilakukan oleh jemaat. Khadim
yang berdiri di atas mimbar juga turut bergoyang mengikuti irama lagu
yang diiringi oleh musik bambu, gitar, dan cajon. Khadim
menyampaikan berkat yang menjadi penutup dalam ibadah dan
dilanjutkan dengan nyanyian jemaat “Amin”.
h. Sambutan dan Ramah Tamah
Narator memimpin rangkaian acara sesudah ibadah yang dimulai
dari sambutan hingga ramah tamah. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih, Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat GMIST Mahanaim
Pdt. Abrita I. Lantemona Salendah, S.Th menyampaikan sambutan,
serta Juanita Theresia Adimurti, S.Sn., M.Pd selaku perwakilan dari
Fakultas Bahasa dan Seni Program Studi Seni Musik UKSW dalam
menyampaikan sambutan. Doa makan dipanjatkan ketika sambutan
telah selesai disampaikan. Berjabat tangan sesudah ibadah dilakukan di
depan ruang ibadah gereja yang dilakukan oleh majelis bertugas,
khadim, penulis, para dosen penguji, serta kedua orang tua penulis.
Prosesi berjabat tangan diiringi oleh musik bambu yang memainkan
lagu-lagu daerah Sangir, sehingga jemaat melakukannya sambil
bergoyang. Konsumsi dibagikan ketika seluruh jemaat selesai
39
Ibadah ini dihadiri kurang lebih 230 jemaat. Dekorasi yang dipilih
merupakan dekorasi sederhana dari daun kelapa yang dikreasikan seperti
pada acara-acara di Sangir pada umumnya. Kreasi dari daun kelapa biasa
disebut sarompatan oleh masyarakat Sangir. Buah kelapa yang masih
muda juga menghiasi mimbar yang memiliki makna hasil bumi yang