• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERKARAKTER BERBASIS CAI- KONTEKSTUAL MENGGUNAKAN LAB VIRTUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERKARAKTER BERBASIS CAI- KONTEKSTUAL MENGGUNAKAN LAB VIRTUAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERKARAKTER BERBASIS CAI-KONTEKSTUAL MENGGUNAKAN LAB VIRTUAL

Nanang

Program Studi Pendidikan Matematika IPI Garut

Jl. Terusan Pahlawan No.83, Sukagalih, Kec. Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat

Email: na2ngdr.64@gmail.com Ket. Artikel Sejarah Artikel: Diterima 24-09-19 Direvisi 20-10-19 Diterbitkan 31-10-19 ________________ Kata Kunci: Matematika, Karakter, CAI, Kontekstual. Lab Virtual ________________ Tipe Artikel: Kajian teoritik ________________ Abstract

Recently, various phenomena have emerged in the community that indicate conflicts in various circles in various aspects of life, giving the impression that the Indonesian nation is experiencing a crisis of ethics and self-identity. Character education is expected to be an alternative solution for behavioral and moral improvement. Meanwhile, from several reports, Indonesian students consider it difficult to do mathematical activities. One alternative to overcome these difficulties is through character learning based on Computer Assisted Instruction (CAI) -Contextual use of the Virtual Lab by conditioning students to learn by themselves according to their real life (daily life) rather than memorizing and students can develop their potential independently and creatively owned. For this reason, the writing of this paper is intended to develop and design a CAI-Contextual character based mathematics learning model using Virtual Lab as an alternative to improve the character quality and students' ability to do mathematics. Based on the results of theoretical studies and discussions, it was concluded that through the application of CAI-Contextual using a Virtual Lab in learning mathematics character in elementary school, it is expected to: (1) overcome the low ability of elementary students' mathematical thinking, (2) reduce the lack of effective learning models used by teachers in maximizing the potential that exists in elementary students, (3) increasing understanding of the facts learned, and (4) skillfully applying mathematics in solving problems of daily life, and (5) improving the quality of student character.

Abstrak

Belakangan ini muncul berbagai fenomena di masyarakat yang mengindikasikan adanya konflik di berbagai kalangan dalam berbagai aspek kehidupan sehingga memberi kesan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis etika dan identitas diri.Pendidikan karakter diharapkan menjadi alternatif solusi bagi perbaikan perilaku dan moral.Sementara dari beberapa laporan, siswa Indonesia memandang sulit untuk melakukan kegiatan bermatematika. Salah satu alternatif mengatasi kesulitan tersebut

adalah melalui pembelajaran matematika berkarakter berbasis Computer

Assisted Instruction (CAI)-Kontekstual menggunakan Lab Virtual dengan

cara mengkondisikan siswa belajar secara mengalami sendiri sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari (daily life) bukan menghapal dan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara mandiri dan kreatif.

(2)

Untuk hal itu, penulisan makalah ini ditujukan untuk mengembangkan dan mendesain model pembelajaran matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual sebagai alternatif untuk

meningkatkan kualitas karakter dan kemampuan siswa dalam

bermatematik. Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa melalui penerapan CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual dalam pembelajaran matematika berkarakter di SD, diharapkan dapat: (1) mengatasi rendahnya kemampuan berpikir matematik siswa SD, (2) mengurangi kekurang efektifan model pembelajaran yang digunakan guru dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa SD, (3) meningkatkan pemahaman tentang fakta-fakta yang dipelajari, dan (4) terampil menerapkan matematika dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, dan (5) meningkatkan kualitas karakter siswa.

© 2019PGSD STKIP AL HIKMAH PENDAHULUAN

Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian

massa, kehidupan ekonomi yang

konsumtif, kehidupan politik yang tidak

produktif, dan sebagainya. Berbagai

alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi yaitu melalui jalur pendidikan, paling tidak melalui pendidikan diharapkan dapat mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif, karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. (BPP Puskur, 2010; Kesuma, dkk., 2011).

Menurut Ki Hadjar Dewantara (Supinah & Parmi, 2011) yang dimaksud pengajaran budipekerti atau pendidikan karakter adalah upaya untuk membantu perkembangan jiwa yang sifatnya umum. Menganjurkan ataukalau perlu menyuruh anak untuk: duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang lain,

menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Ini semuasudah merupakan pengajaran budi pekerti.

Alternatif yang bersifat preventif untuk mengatasi masalah budaya dan karakter bangsa salah satunya adalah melalui pendidikan formal di sekolah. Pendidikan formal tersebut diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang

dapat memperkecil dan mengurangi

penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.Pendidikan formal di

sekolah tercermin dalam bentuk

pembelajaran.Pembelajaran di sekolah

yang berpotensi untuk membangun

generasi baru bangsa yang lebih baik salah satunya adalah pembelajaran matematika. Hal ini didasarkan kepada pendapat Ruseffendi (1991) bahwa hasil dari pendidikan matematika, siswa diharapkan memiliki kepribadian yang kreatif, kritis, berpikir ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berperikemanusiaan, mempunyai perasaan keadilan sosial, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.

Turmudi (2011:267) menjelaskan

bahwa seringkali matematika hanya

dipahami sebagai rumus-rumus, aturan, dan algoritma yang kebenarannya mutlak, dan tidak dapat dipertanyakan tentang

(3)

ke-mengapa-annya. Pemahaman matematika yang seperti ini hanya akan membelenggu pengguna matematika saja, menghambat

pemahaman bahwa matematika

sebenarnya bermakna (meaningful) dan

berguna (useful). Hal ini dikarenakan

menurut Freudenthal (Turmudi, 2011:267) kehidupan social seringkali memanfaatkan prinsip-prinsip matematika, sebab pada

hakekatnya matematika merupakan

aktivitas kehidupan umat manusia.

Kutipan di atas menunjukkan

bahwa pembelajaran matematika

berpotensi untuk membentuk karakter bangsa. Dengan demikian, guru di sekolah diharapkan dapat mewujudkan pendidikan

karakter melalui pembelajaran mata

pelajaran yang diembannya. Menurut Wahyu (2011) pendidikan karakter yang

relevan untuk diterapkan dalam

pembelajaran adalah pendidikan karakter yang menekankan pada dimensi nilai religius. Dengan demikian, pembelajaran matematika di sekolah diharapkan dapat

membuat peserta didik mampu

menerapkan ilmu matematika yang

dilandasi nilai-nilai ketaqwaan,

kemandirian, dan kecerdasan dalam

kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, pendidikan di

Indonesia belum berhasil membuat peserta didik terampil dalam bermatematika. Hal ini tampak berdasarkan laporan TIMSSdari hasil skor rata-rata prestasi matematika kelas VIII SMP di Indonesia memiliki rata-rata skor prestasi matematika peserta didik Indonesia pada TIMSS berada pada

kategori Low International Benchmark

atau di bawah skor rata-rata internasional (Kemendikbud 2011). Lemahnya siswa

SMP dalam bermatematika, ada

kemungkinan salah satunya diakibatkan

oleh lemahnya penguasaan konsep

matematika siswa waktu di Sekolah Dasar (SD). Hal ini didasarkan pada teori Jerome S. Bruner (Ruseffendi, 1991) bahwa

pembelajaran matematika menerapkan

pendekatan spiral, dimana pembelajaran

konsep atau suatu topik matematika selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadiprasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika berikutnya. Topikbaru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Sehingga kalau siswa waktu di SD-nya kurang menguasai atau memahami konsep matematika, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan bermatematika di SMP.

Di Indonesia, sebaran umur siswa SD pada umunya antara 7 s.d 13 tahun. Menurut teori perkembangan mental dari Jean Piaget sebaran umur tersebut berada pada tahap operasi kongkrit. Sedangkan menurut teori Jerome S. Bruner, sebaran usia siswa tersebut berada pada mode simbolik. Pada tahap operasi kongkrit,

pada umumnya anak-anak dapat

memahami operasi (logis) dengan bantuan benda-benda kongkrit. Sedangkan pada

mode simbolik, siswa sudah bisa

melakukan operasi mental (Ruseffendi, 1991). Jadi pada tahap operasi kongkrit anak dapat melakukan tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam kehidupan nyata, anak tidak perlu bantuan benda kongkrit dalam melakukan operasi.

Hal di atas perlu diketahui oleh guru SD yang mengajar matematika atau dosen matematika di PGSD. Guru SD atau

dosen matematika PGSD harus

mengetahui kemampuan apa yang sudah

dimilikianak pada tahap ini dan

kemampuan apa yang belum diketahuinya. Ruseffendi (1991) menjelaskan bahwa anak-anak pada tahap operasi kongkrit dapat dikelompokan ke dalam taraf berfikir kongkrit (selalu memerlukan bantuan benda-benda kongkrit), taraf berfikir semi kongkrit (dapat mengerti bila dibantu dengan gambar benda kongkrit), taraf berfikir semi abstrak (dapat mengerti dengan bantuan diagram, torus, dan semacamnya), dan taraf berfikir abstrak

(4)

(dapat mengerti tanpa bantuan benda-benda nyata maupun gambarnya).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemberian konsep matematika terhadap siswa SD dimulai dengan benda-benda konkrit kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. Jadi, dalam pembelajaran matematika, terutama untuk kelas rendah diperlukan tahapan mulai dari tingkat konsep-pengaitan-simbol. Ketiga tahap tersebut lebih jelasnya disajikan dalam gambar berikut.

Sumber: Darmayasa (2012)

Salah satu alternatif meningkatkan kemampuan siswa dalam bermatematika adalah melalui pembelajaran kontekstual. Hal ini didasarkan saran Depdiknas (2006)

bahwa dalam setiap kesempatan,

pembelajaran matematika hendaknya

dimulai dengan pengenalan masalah yang

sesuai dengan situasi (contextual problem).

Menurut Sabandar (2003), pembelajaran

matematika yang dimulai dengan

pengenalan masalah yang sesuai dengan

situasi dinamakan pembelajaran

kontekstual.Tugas guru dalam kelas

kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.

Sementara Supriadi (Yaniawati,

2010) menyarankan bahwa untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran dan pengelolaan system pendidikan perlu mengaitkan atau

memanfaatkan teknologi informasi.

Pemanfaatan teknologi informasi selain sebagai upaya mengatasi permasalahan teknis pembelajaran, juga sebagai media pembelajaran dan sumber ajar. Melalui

proses pembelajaran dengan

memanfaatkan teknologi informasi,

diharapkan siswa dapat mengembangkan diri secara mandiri dan kreatif. Apabila hal ini terjadi, maka siswa mendapatkan kesempatan melakukan proses konstruksi suatu pengetahuan baru melalui interaksi dengan siswa lainnya dan pendidik melalui sarana teknologi informasi (TI).

Seiring dengan perkembangan

dunia TI, Menurut Darmawan (2010:33-35) berkembanglah berbagai prosedur

pengembangan dan peranan prinsip

multimedia dalam pembelajaran dengan berbantuan komputer.Semua pihak pasti membutuhkan bagaimana menerapkannya, khususnya dalam konteks inovasi atau revolusi pembelajaran.Dengan demikian

prosedur tersebut mengembangkan

multimedia interaktif. Dalam

mengembangkan bahan ajar interaktif yang

sering dikenal dengan pembelajaran

berbasis komputer, kemudian pandangan

nama seperti Computer Assistance

Instruction (CAI) tiada lain adalah hasil

inovasi. Artinya para guru harus sadar bahwa inovasi dan adopsi terhadap

perkembangan keilmuan dibidang

pendidikan dan pembelajaran ini sangat penting.

Berdasarkan uraian di atas,

penerapan pembelajaran matematika

berkarakter berbasis CAI-Kontekstual

menggunakan Lab Virtual perlu mendapat pertimbangan untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika di SD. Hal ini

diharapkan melalui pembelajaran

matematika berkarakter

berbasisCAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual

(5)

dengan cara mengalami sendiri sesuai

dengan kehidupan nyata sehari-hari (daily

life)bukan menghapal dan siswa dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya

secara mandiri dan kreatif untuk

membentuk karakter siswa yang

diharapkan. Untuk hal itu, penulisan

makalah ini ditujukan untuk

mengembangkan dan mendesain

pembelajaran matematika berkarakter

berbasisCAI-Kontekstual menggunakan

Lab Virtual untuk meningkatkan

kemampuan siswa SD dalam

bermatematik.

PEMBAHASAN

Berikut ini disajikan langkah-langkah kegiatan guru dan siswa SD dalam

kegiatan pembelajaran matematika

berkarakter berbasis CAI-Kontekstual

menggunakan Lab Virtual pada topik

“Mengenal Perkalian”.Media

pembelajaran yang digunakan adalah software Lab Virtual Matematika SD berupa Alat Peraga Interaktif Matematika Kartu Perkalian.Media tersebut diproduksi oleh Bina Sumber Daya (BSD) MIPA Tahun 2007 yang digagas oleh Gunawan

Ari Hantoro.Adapun langkah-langkah

pembela-jarannya sebagai berikut.

1. Pendahuluan (Awal Pembelajaran)

Berdasarkan uraian di atas, diawal pembelajaran guru dapat memulai dengan ceramah untuk memotivasi siswa bahwa kita sebagai umat islam

dituntut untuk menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi. Salah satu

ilmu pengetahuan yang dapat

menunjang penguasaan sain dan

teknologi adalah ilmu matematika. Banyak tokoh-tokoh islam sebagai pelopor peletakan dasar-dasar ilmu matematika, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan sebagainya. Sesuai dengan penjelasan di atas, ilmu matematika

diharapkan dapat meningkatkan

pemahaman aqidah siswa sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun

langkah-langkah pembelajarannya sebagai

berikut.

a. Gurudansiswa melakukan

pembentukan kelompok untuk

menciptakan komunitas belajar. Satu kelompok sekitar 4 atau 5 siswa dan 1 komputer.

b. Guru menginformasikan tentang

pendekatan pembelajaran yang

akan digunakan serta aturan

mainnya.

c. Guru menginformasikan tentang

tugas-tugas yang akan diberikan dan cara mengerjakannya dengan meng-gunakan software lab virtual

berupa alat peraga interaktif

matematika untuk kartu bilangan.

d. Gurumenjelaskan

indikator-indikator yang hendak dicapai setelah selesai pembelajaran, yaitu:

(1) mengenal sifat perkalian

dengan bilangan 2, 3, 4, dan 5, (2) Menentukan hasil perkalian melalui permainan, dan (3) menyelesaikan soal perkalian.

e. Gurumemotivasisiswa atau

melakukan apersepsi berupa

pengajuan beberapa pertanyaan secara lisan kepada siswa untuk menggali pengetahuan awal siswa. Misalnya guru bertanya kepada siswa tentang banyak roda sebuah sepeda motor. Selanjutnya guru bertanya banyaknya seluruh roda kalau sepeda motornya ada 5. Guru bertanya kepada siswa tentang cara menghitung banyak roda dari kelima sepeda motor tersebut. Guru bertanya lagi kepada siswa sampai

diketemukan cara menghitung

jumlah roda dari kelima motor tesebut dengan menggunakan sifat perkalian.

f. Pelatihan berupa: cara belajar

dalam kelompok, cara

(6)

matematika berupa media interaktif kartu perkalian dalam kom-puter,

diskusi kelas, mengemukakan

pertanyaan, dan cara menjawab pertanyaan. Cara menggunakan lab virtual tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama masukkan CD Lab Virtual matematika interaktif pada komputer. Setelah muncul file berupa gambar kepala kucing, klik

gambar kepala kucing tersebut.

Setelah di-klik yang diberi tanda lingkaran merah, akan muncul pada layar tentang informasi penggunaan

matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tampak pada

gambar berikut.

Selanjutnya akan muncul pada layar monitor gambar berikut.

Selanjutnya klik gambar tombol start untuk menjalankan program

tersebut.

2. Diskusi (Saat Pelaksanaan

Pembelajaran)

Pada pelaksanaan pembelajaran, untuk menciptakan jiwa juang siswa yang tinggi, siswa dapat diberi tugas berupa menyelesaikan soal-soal baik

dikelas maupun dirumah.Dengan

tugas tersebut, siswa diharapkan mau

ikhtiar dalam menyelesaikan

tugasnya.Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa.Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.

Dalam kegiatan belajar

mengajar matematika di kelas sering disertai dengan tanya jawab atau diskusi antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Aktivitas

kegiatan belajar tersebut dapat

dimanfaatkan oleh guru untuk

menciptakan sikap saling menghargai pendapat sesama teman sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun

langkah-langkah pembelajarannya sebagai

berikut.

a. Menyajikan masalah kontekstual

1) Guru menyajikan materi

pelajaran dan masalah

kontekstual untuk topik

perkalian dengan bilangan 2

pada softwarepembelajaran

sebagai berikut. “Hitunglah

jumlah seluruh roda dari 5 buah sepeda, lalu buatlah

(7)

2) Guru mepersilahkan siswa

untuk mempelajari aturan

dalam mempelajari materi

pelajaran dan mengerjakan

masalah-masalah kontekstual dalam software Pembelajaran

tersebut secara sepintas

sebelum dimulai diskusi

kelompok.

3) Guru sebagai fasilitator

memberikan kesempatan

kepada siswa untuk bertanya.

b. Memahami masalah kontekstual

1) Siswa diskusi pada

kelompoknya masing-masing,

sharing ide dengan temannya.

2) Pada saat siswa berdiskusi,

guru berkeliling mengunjungi

setiap kelompok untuk

memberikan bantuan pada

kelompok yang mengalami kesulitan dalam menjalankan sofware pembela-jaran atau

dalam mengerjakan tugas.

Guru memberikan timbal balik (feedback).

c. Menyelesaikan masalah

kontekstual

1) Guru memberi kesempatan

seluas-luasnya bagi siswa

untuk menyelesaikan masalah dengan model dan cara siswa sendiri. Salah satu alternatif yang diharapkan, siswa dalam

kelompok menyelesaikan

masalah kontekstual sebagai berikut. Pertama salah seorang siswa siswa perwakilan dari kelompok mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Selanjutnya, secara interaktif siswa mengetikan “5” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Terakhir, secara interaktif

siswa untuk mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Selanjutnya guru meminta tiap

kelompok untuk mencari

hubungan antara 2 + 2 + 2 + 2 + 2 dengan 5 x 2, karena kedua-duanya hasilnya sama, yaitu 10.

2) Guru mengajukan pertanyaan

kepada kelompok yang menga-lami kesulitan menyelesaikan masalah.

3) Melalui pemodelan, guru

berupaya untuk meningkatkan kesadaran diri kognitif siswa

dan mengevaluasi hasil

jawaban masalah kontekstual.

4) Melalui pendekatan inkuiri,

siswa menggunakan model pemecahan masalah yang tepat

dengan mempraktekkan

penggu-naan strategi-strategi

kognitif untuk menemukan jawaban.

d. Membandingkan dan

mendiskusikan jawaban.

1) Guru memberi kesempatan

(8)

mendiskusikan jawaban mereka.

2) Setelah diskusi kelompok

selesai, guru mempersilahkan kepada setiap kelompok secara

ber-giliran untuk

mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya ke depan.

Selanjutnya didakan diskusi kelas.

e. Menyimpulkan

1) Melalui metode penemuan,

guru membantu siswa untuk menarik kesimpulan sebagai berikut. “= 5 x 2 artinya adalah: 2 + 2 + 2 + 2 + 2”.

2) Setelah melakukan perkalian

dengan bilangan 3, 4, dan 5 dengan menggunakan software pembelajaran, guru dan siswa

sama-sama menyimpulkan

pengertian perkalian, yaitu:

“perkalian adalah

penjumlahan berulang

sebanyak pengali bilangan

pertama”. Lalu guru membuat

contoh, misalnya: “6 x 3

artinya: 3 + 3 + 3 + 3 + 3 +

3”,bukan: “6 + 6 +

6”,meskipun hasilnya sama.

3) Setelah selesai membuat

kesimpulan dengan benar yang bertujuan untuk menanamkan sifat-sifat dan pengertian

perka-lian. Guru mengecek

pemahaman siswa melalui

penugasan berikut-nya. Siswa mengerjakan tugas yang ada pada menu permainan seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Selanjutnya akan muncul

salahsatunya seperti gambar berikut.

Pada gambar di atas, siswa diminta mengganti setiap tanda tanya “?” dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang sesuai dengan jawaban yang benar.

4) Siswa menuliskan

pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami dan bertanya secara lisan pada teman satu kelas atau guru.

5) Selanjutnya untuk mengecek

keterampilan atau pemahaman konsep siswa tentang topik perkalian, guru meminta siswa untuk mengklik tombol menu dan meng-klik menu “Soal cerita perkalian” seperti tampak pada gambar berikut.

Selanjutnya akan muncul

salahsatunya seperti gambar berikut.

Pada gambar di atas, siswa diminta menjawab pertanyaan dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang

(9)

sesuai dengan jawaban yang benar.

3. Kemandirian

Siswa secara mandiri menyelasaikan soal-soal cerita perlaian yang lainnya dalam software pembelajaran.

4. Tahap Refleksi dan Merangkum

a. Melalui tanya jawab (debriefing)

guru melakukan refleksi.

b. Apabila proses pemecahan masalah

sudah benar, kemudian guru

mengajukan pertanyaan pada

siswa, misalnya: bagaimana

jika…?, apakah ada cara lain? Coba kerjakan dengan cara lain!

c. Siswa menjelaskan secara lisan

maupun tulisan bagaimana

menggunakan strategi spesifik

untuk memecahkan

masalah-masalah tertentu.

5. Menutup Pelajaran

Diakhir pembelajaran sebagai

penutup pelajaran, guru tidak hanya

mengucapkan salam sebagai

perpisahan, akan tetapi dapat

dimanfaatkan untuk

menumbuh-kembangkan jiwa juang siswa.Caranya

adalah siswa diberi tugas

menyelesaikan soal-soal non-rutin di rumah secara berkelompok. Dengan tugas tersebut, siswa diharapkan mau ikhtiar dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa. Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.

Adapun pelaksanaannya, guru

mengulas kembali tentang konsep yang

baru saja dipelajari, kemudian

mengarahkan siswa untuk merangkum materi pelajaran yang dianggap penting.

Gurumemberikan soal-soal latihan

untuk dikerjakan di rumah.

PENUTUP

Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa

melalui penerapan pembelajaran

matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual

dalam pembelajaran matematika

diharapkan sebagai berikut.

1. Dapat mengatasi rendahnya

kemampuan berpikir matematik siswa.

2. Dapat mengurangi kekurang efektifan

model pembelajaran yang digunakan guru dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa.

3. Siswa dalam belajar matematika tidak

hanya menghafal (drill), namun siswa

memahami atau mengerti dari fakta-fakta dipelajari. Sebagai contoh, siswa hafal bahwa 3 x 2 = 6, tetapi tidak mengerti bahwa 3 x 2 itu artinya 2 + 2 + 2 bukan 3 + 3.

4. Siswa terampil menyelesaikan

masalah-masalah kehidupan sehari-hari.

5. Kualitas karakter siswa meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Borg, W.R. & Gall, M.D. (2009).

Educational Research: An

introduction.NewYork & London: Longman.

Borko, H. dan Putman, R.T. (2001). The Role of Context in Teacher

Learning and Teacher Education.

Contextual Teaching and

Learning: Preparing Teacher to Enhance Student Success in The

Workplace and Beyyond.

Washington, DC: ERIC CTTE.

Darmawan, D. (2010). Pemrograman

Pembelajaran Berbasis Computer

Assisted Instruction. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Depdiknas (2006). Kurikulum Matematika

SMP/M.Ts. Jakarta: Dirjend

(10)

Hantoro, GA. (2007). Lab Virtual

Matema-tika. Bina Sumber Daya

MIPA.

Johnson, EB. (2002). Contextual

Teaching and Learning. California:

Corwin Press, Inc.

NCTM (2000). Principles and Standard

for School Mathematics. Reston,

VA: NCTM.

Nurhadi dan Senduk, AG.(2003).

Pembelajaran Kontekstual dan

Penerapannya dalam

KBK.Malang: UMPRESS.

Pitler, H., Hubbell, ER, Kuhn, M.,

Malenoski, K. (2007). Using

Technology with Classroom

Instruction that Works.ASCD and

McREL.Printed in USA.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar

kepada Membantu Guru

Mengembangkan Kompetensinya

dalam Pengajaran Matematika

untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung : Tarsito.

Rusgianto, H.S. (2002). Contextual

Teaching and Learning. Makalah

pada Seminar Nasional FPMIPA UNY, Yogyakarta.

Sabandar, J. (2003). Pendekatan

Kontekstual dalam Pembelajaran

Matematika. UPI Bandung:

Makalah: tidak diterbitkan.

Salirawati, D. (2013). Strategi dalam

menyongsong implementasi

kuriku-lum 2013 [on line]. Tersedia:

www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan

/f1l3/PLPG/Kur.ppt.

Supinah &Parmi, I.T. (2011).

Pengembangan Pendidikan

Budaya dan Karakter Bangsa

Melalui Pembelajaran Matematika Di SD. Yogyakarta: Kemendiknas BPSDMP dan PPPPTK Matematika. Yaniawati, R.P. (2010). e-Learning: Alternatif Pembelajaran

Gambar

gambar kepala kucing tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejenuhan kerja ( burnout ) pada perawat, yaitu seperti konsep diri, motivasi kerja, tuntutan tugas,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun insfrastruktur jaringan internet lewat point to point, analisis dan desain access point yang akan digunakan serta pembagian

Analisa multivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan dari hubungan antara stres, hiperglikemia, dan lama menderita diabetes dengan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penalaran moral dan sikap terhadap perilaku seks bebas pada siswa MA-SMA santri pondok pesantren Darus Sholah Jember serta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal. Awal Lembaga

Definisi operasional variabel adalah kalimat penjelas tentang bagaimana operasi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk memperoleh data yang dimaksud. Variabel sebagai

Karena seluruh sistem adalah tidak terpusat dan berdasarkan pada kontrak pintar yang didukung oleh blockchain Ethereum, biaya mengoperasikan platform ini akan

Pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia menjadi suatu keharusan bagi sebuah organisasi, karena penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin