PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERKARAKTER BERBASIS CAI-KONTEKSTUAL MENGGUNAKAN LAB VIRTUAL
Nanang
Program Studi Pendidikan Matematika IPI Garut
Jl. Terusan Pahlawan No.83, Sukagalih, Kec. Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat
Email: na2ngdr.64@gmail.com Ket. Artikel Sejarah Artikel: Diterima 24-09-19 Direvisi 20-10-19 Diterbitkan 31-10-19 ________________ Kata Kunci: Matematika, Karakter, CAI, Kontekstual. Lab Virtual ________________ Tipe Artikel: Kajian teoritik ________________ Abstract
Recently, various phenomena have emerged in the community that indicate conflicts in various circles in various aspects of life, giving the impression that the Indonesian nation is experiencing a crisis of ethics and self-identity. Character education is expected to be an alternative solution for behavioral and moral improvement. Meanwhile, from several reports, Indonesian students consider it difficult to do mathematical activities. One alternative to overcome these difficulties is through character learning based on Computer Assisted Instruction (CAI) -Contextual use of the Virtual Lab by conditioning students to learn by themselves according to their real life (daily life) rather than memorizing and students can develop their potential independently and creatively owned. For this reason, the writing of this paper is intended to develop and design a CAI-Contextual character based mathematics learning model using Virtual Lab as an alternative to improve the character quality and students' ability to do mathematics. Based on the results of theoretical studies and discussions, it was concluded that through the application of CAI-Contextual using a Virtual Lab in learning mathematics character in elementary school, it is expected to: (1) overcome the low ability of elementary students' mathematical thinking, (2) reduce the lack of effective learning models used by teachers in maximizing the potential that exists in elementary students, (3) increasing understanding of the facts learned, and (4) skillfully applying mathematics in solving problems of daily life, and (5) improving the quality of student character.
Abstrak
Belakangan ini muncul berbagai fenomena di masyarakat yang mengindikasikan adanya konflik di berbagai kalangan dalam berbagai aspek kehidupan sehingga memberi kesan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis etika dan identitas diri.Pendidikan karakter diharapkan menjadi alternatif solusi bagi perbaikan perilaku dan moral.Sementara dari beberapa laporan, siswa Indonesia memandang sulit untuk melakukan kegiatan bermatematika. Salah satu alternatif mengatasi kesulitan tersebut
adalah melalui pembelajaran matematika berkarakter berbasis Computer
Assisted Instruction (CAI)-Kontekstual menggunakan Lab Virtual dengan
cara mengkondisikan siswa belajar secara mengalami sendiri sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari (daily life) bukan menghapal dan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara mandiri dan kreatif.
Untuk hal itu, penulisan makalah ini ditujukan untuk mengembangkan dan mendesain model pembelajaran matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual sebagai alternatif untuk
meningkatkan kualitas karakter dan kemampuan siswa dalam
bermatematik. Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa melalui penerapan CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual dalam pembelajaran matematika berkarakter di SD, diharapkan dapat: (1) mengatasi rendahnya kemampuan berpikir matematik siswa SD, (2) mengurangi kekurang efektifan model pembelajaran yang digunakan guru dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa SD, (3) meningkatkan pemahaman tentang fakta-fakta yang dipelajari, dan (4) terampil menerapkan matematika dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, dan (5) meningkatkan kualitas karakter siswa.
© 2019PGSD STKIP AL HIKMAH PENDAHULUAN
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian
massa, kehidupan ekonomi yang
konsumtif, kehidupan politik yang tidak
produktif, dan sebagainya. Berbagai
alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi yaitu melalui jalur pendidikan, paling tidak melalui pendidikan diharapkan dapat mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif, karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. (BPP Puskur, 2010; Kesuma, dkk., 2011).
Menurut Ki Hadjar Dewantara (Supinah & Parmi, 2011) yang dimaksud pengajaran budipekerti atau pendidikan karakter adalah upaya untuk membantu perkembangan jiwa yang sifatnya umum. Menganjurkan ataukalau perlu menyuruh anak untuk: duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang lain,
menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Ini semuasudah merupakan pengajaran budi pekerti.
Alternatif yang bersifat preventif untuk mengatasi masalah budaya dan karakter bangsa salah satunya adalah melalui pendidikan formal di sekolah. Pendidikan formal tersebut diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang
dapat memperkecil dan mengurangi
penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa.Pendidikan formal di
sekolah tercermin dalam bentuk
pembelajaran.Pembelajaran di sekolah
yang berpotensi untuk membangun
generasi baru bangsa yang lebih baik salah satunya adalah pembelajaran matematika. Hal ini didasarkan kepada pendapat Ruseffendi (1991) bahwa hasil dari pendidikan matematika, siswa diharapkan memiliki kepribadian yang kreatif, kritis, berpikir ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berperikemanusiaan, mempunyai perasaan keadilan sosial, dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara.
Turmudi (2011:267) menjelaskan
bahwa seringkali matematika hanya
dipahami sebagai rumus-rumus, aturan, dan algoritma yang kebenarannya mutlak, dan tidak dapat dipertanyakan tentang
ke-mengapa-annya. Pemahaman matematika yang seperti ini hanya akan membelenggu pengguna matematika saja, menghambat
pemahaman bahwa matematika
sebenarnya bermakna (meaningful) dan
berguna (useful). Hal ini dikarenakan
menurut Freudenthal (Turmudi, 2011:267) kehidupan social seringkali memanfaatkan prinsip-prinsip matematika, sebab pada
hakekatnya matematika merupakan
aktivitas kehidupan umat manusia.
Kutipan di atas menunjukkan
bahwa pembelajaran matematika
berpotensi untuk membentuk karakter bangsa. Dengan demikian, guru di sekolah diharapkan dapat mewujudkan pendidikan
karakter melalui pembelajaran mata
pelajaran yang diembannya. Menurut Wahyu (2011) pendidikan karakter yang
relevan untuk diterapkan dalam
pembelajaran adalah pendidikan karakter yang menekankan pada dimensi nilai religius. Dengan demikian, pembelajaran matematika di sekolah diharapkan dapat
membuat peserta didik mampu
menerapkan ilmu matematika yang
dilandasi nilai-nilai ketaqwaan,
kemandirian, dan kecerdasan dalam
kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, pendidikan di
Indonesia belum berhasil membuat peserta didik terampil dalam bermatematika. Hal ini tampak berdasarkan laporan TIMSSdari hasil skor rata-rata prestasi matematika kelas VIII SMP di Indonesia memiliki rata-rata skor prestasi matematika peserta didik Indonesia pada TIMSS berada pada
kategori Low International Benchmark
atau di bawah skor rata-rata internasional (Kemendikbud 2011). Lemahnya siswa
SMP dalam bermatematika, ada
kemungkinan salah satunya diakibatkan
oleh lemahnya penguasaan konsep
matematika siswa waktu di Sekolah Dasar (SD). Hal ini didasarkan pada teori Jerome S. Bruner (Ruseffendi, 1991) bahwa
pembelajaran matematika menerapkan
pendekatan spiral, dimana pembelajaran
konsep atau suatu topik matematika selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadiprasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika berikutnya. Topikbaru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Sehingga kalau siswa waktu di SD-nya kurang menguasai atau memahami konsep matematika, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan bermatematika di SMP.
Di Indonesia, sebaran umur siswa SD pada umunya antara 7 s.d 13 tahun. Menurut teori perkembangan mental dari Jean Piaget sebaran umur tersebut berada pada tahap operasi kongkrit. Sedangkan menurut teori Jerome S. Bruner, sebaran usia siswa tersebut berada pada mode simbolik. Pada tahap operasi kongkrit,
pada umumnya anak-anak dapat
memahami operasi (logis) dengan bantuan benda-benda kongkrit. Sedangkan pada
mode simbolik, siswa sudah bisa
melakukan operasi mental (Ruseffendi, 1991). Jadi pada tahap operasi kongkrit anak dapat melakukan tindakan atau perbuatan mental mengenai kenyataan dalam kehidupan nyata, anak tidak perlu bantuan benda kongkrit dalam melakukan operasi.
Hal di atas perlu diketahui oleh guru SD yang mengajar matematika atau dosen matematika di PGSD. Guru SD atau
dosen matematika PGSD harus
mengetahui kemampuan apa yang sudah
dimilikianak pada tahap ini dan
kemampuan apa yang belum diketahuinya. Ruseffendi (1991) menjelaskan bahwa anak-anak pada tahap operasi kongkrit dapat dikelompokan ke dalam taraf berfikir kongkrit (selalu memerlukan bantuan benda-benda kongkrit), taraf berfikir semi kongkrit (dapat mengerti bila dibantu dengan gambar benda kongkrit), taraf berfikir semi abstrak (dapat mengerti dengan bantuan diagram, torus, dan semacamnya), dan taraf berfikir abstrak
(dapat mengerti tanpa bantuan benda-benda nyata maupun gambarnya).
Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemberian konsep matematika terhadap siswa SD dimulai dengan benda-benda konkrit kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. Jadi, dalam pembelajaran matematika, terutama untuk kelas rendah diperlukan tahapan mulai dari tingkat konsep-pengaitan-simbol. Ketiga tahap tersebut lebih jelasnya disajikan dalam gambar berikut.
Sumber: Darmayasa (2012)
Salah satu alternatif meningkatkan kemampuan siswa dalam bermatematika adalah melalui pembelajaran kontekstual. Hal ini didasarkan saran Depdiknas (2006)
bahwa dalam setiap kesempatan,
pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan pengenalan masalah yang
sesuai dengan situasi (contextual problem).
Menurut Sabandar (2003), pembelajaran
matematika yang dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan
situasi dinamakan pembelajaran
kontekstual.Tugas guru dalam kelas
kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.
Sementara Supriadi (Yaniawati,
2010) menyarankan bahwa untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran dan pengelolaan system pendidikan perlu mengaitkan atau
memanfaatkan teknologi informasi.
Pemanfaatan teknologi informasi selain sebagai upaya mengatasi permasalahan teknis pembelajaran, juga sebagai media pembelajaran dan sumber ajar. Melalui
proses pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi informasi,
diharapkan siswa dapat mengembangkan diri secara mandiri dan kreatif. Apabila hal ini terjadi, maka siswa mendapatkan kesempatan melakukan proses konstruksi suatu pengetahuan baru melalui interaksi dengan siswa lainnya dan pendidik melalui sarana teknologi informasi (TI).
Seiring dengan perkembangan
dunia TI, Menurut Darmawan (2010:33-35) berkembanglah berbagai prosedur
pengembangan dan peranan prinsip
multimedia dalam pembelajaran dengan berbantuan komputer.Semua pihak pasti membutuhkan bagaimana menerapkannya, khususnya dalam konteks inovasi atau revolusi pembelajaran.Dengan demikian
prosedur tersebut mengembangkan
multimedia interaktif. Dalam
mengembangkan bahan ajar interaktif yang
sering dikenal dengan pembelajaran
berbasis komputer, kemudian pandangan
nama seperti Computer Assistance
Instruction (CAI) tiada lain adalah hasil
inovasi. Artinya para guru harus sadar bahwa inovasi dan adopsi terhadap
perkembangan keilmuan dibidang
pendidikan dan pembelajaran ini sangat penting.
Berdasarkan uraian di atas,
penerapan pembelajaran matematika
berkarakter berbasis CAI-Kontekstual
menggunakan Lab Virtual perlu mendapat pertimbangan untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika di SD. Hal ini
diharapkan melalui pembelajaran
matematika berkarakter
berbasisCAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual
dengan cara mengalami sendiri sesuai
dengan kehidupan nyata sehari-hari (daily
life)bukan menghapal dan siswa dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara mandiri dan kreatif untuk
membentuk karakter siswa yang
diharapkan. Untuk hal itu, penulisan
makalah ini ditujukan untuk
mengembangkan dan mendesain
pembelajaran matematika berkarakter
berbasisCAI-Kontekstual menggunakan
Lab Virtual untuk meningkatkan
kemampuan siswa SD dalam
bermatematik.
PEMBAHASAN
Berikut ini disajikan langkah-langkah kegiatan guru dan siswa SD dalam
kegiatan pembelajaran matematika
berkarakter berbasis CAI-Kontekstual
menggunakan Lab Virtual pada topik
“Mengenal Perkalian”.Media
pembelajaran yang digunakan adalah software Lab Virtual Matematika SD berupa Alat Peraga Interaktif Matematika Kartu Perkalian.Media tersebut diproduksi oleh Bina Sumber Daya (BSD) MIPA Tahun 2007 yang digagas oleh Gunawan
Ari Hantoro.Adapun langkah-langkah
pembela-jarannya sebagai berikut.
1. Pendahuluan (Awal Pembelajaran)
Berdasarkan uraian di atas, diawal pembelajaran guru dapat memulai dengan ceramah untuk memotivasi siswa bahwa kita sebagai umat islam
dituntut untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu
ilmu pengetahuan yang dapat
menunjang penguasaan sain dan
teknologi adalah ilmu matematika. Banyak tokoh-tokoh islam sebagai pelopor peletakan dasar-dasar ilmu matematika, Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan sebagainya. Sesuai dengan penjelasan di atas, ilmu matematika
diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman aqidah siswa sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun
langkah-langkah pembelajarannya sebagai
berikut.
a. Gurudansiswa melakukan
pembentukan kelompok untuk
menciptakan komunitas belajar. Satu kelompok sekitar 4 atau 5 siswa dan 1 komputer.
b. Guru menginformasikan tentang
pendekatan pembelajaran yang
akan digunakan serta aturan
mainnya.
c. Guru menginformasikan tentang
tugas-tugas yang akan diberikan dan cara mengerjakannya dengan meng-gunakan software lab virtual
berupa alat peraga interaktif
matematika untuk kartu bilangan.
d. Gurumenjelaskan
indikator-indikator yang hendak dicapai setelah selesai pembelajaran, yaitu:
(1) mengenal sifat perkalian
dengan bilangan 2, 3, 4, dan 5, (2) Menentukan hasil perkalian melalui permainan, dan (3) menyelesaikan soal perkalian.
e. Gurumemotivasisiswa atau
melakukan apersepsi berupa
pengajuan beberapa pertanyaan secara lisan kepada siswa untuk menggali pengetahuan awal siswa. Misalnya guru bertanya kepada siswa tentang banyak roda sebuah sepeda motor. Selanjutnya guru bertanya banyaknya seluruh roda kalau sepeda motornya ada 5. Guru bertanya kepada siswa tentang cara menghitung banyak roda dari kelima sepeda motor tersebut. Guru bertanya lagi kepada siswa sampai
diketemukan cara menghitung
jumlah roda dari kelima motor tesebut dengan menggunakan sifat perkalian.
f. Pelatihan berupa: cara belajar
dalam kelompok, cara
matematika berupa media interaktif kartu perkalian dalam kom-puter,
diskusi kelas, mengemukakan
pertanyaan, dan cara menjawab pertanyaan. Cara menggunakan lab virtual tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama masukkan CD Lab Virtual matematika interaktif pada komputer. Setelah muncul file berupa gambar kepala kucing, klik
gambar kepala kucing tersebut.
Setelah di-klik yang diberi tanda lingkaran merah, akan muncul pada layar tentang informasi penggunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti tampak pada
gambar berikut.
Selanjutnya akan muncul pada layar monitor gambar berikut.
Selanjutnya klik gambar tombol start untuk menjalankan program
tersebut.
2. Diskusi (Saat Pelaksanaan
Pembelajaran)
Pada pelaksanaan pembelajaran, untuk menciptakan jiwa juang siswa yang tinggi, siswa dapat diberi tugas berupa menyelesaikan soal-soal baik
dikelas maupun dirumah.Dengan
tugas tersebut, siswa diharapkan mau
ikhtiar dalam menyelesaikan
tugasnya.Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa.Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.
Dalam kegiatan belajar
mengajar matematika di kelas sering disertai dengan tanya jawab atau diskusi antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Aktivitas
kegiatan belajar tersebut dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk
menciptakan sikap saling menghargai pendapat sesama teman sesuai dengan ajaran agama islam. Adapun
langkah-langkah pembelajarannya sebagai
berikut.
a. Menyajikan masalah kontekstual
1) Guru menyajikan materi
pelajaran dan masalah
kontekstual untuk topik
perkalian dengan bilangan 2
pada softwarepembelajaran
sebagai berikut. “Hitunglah
jumlah seluruh roda dari 5 buah sepeda, lalu buatlah
2) Guru mepersilahkan siswa
untuk mempelajari aturan
dalam mempelajari materi
pelajaran dan mengerjakan
masalah-masalah kontekstual dalam software Pembelajaran
tersebut secara sepintas
sebelum dimulai diskusi
kelompok.
3) Guru sebagai fasilitator
memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya.
b. Memahami masalah kontekstual
1) Siswa diskusi pada
kelompoknya masing-masing,
sharing ide dengan temannya.
2) Pada saat siswa berdiskusi,
guru berkeliling mengunjungi
setiap kelompok untuk
memberikan bantuan pada
kelompok yang mengalami kesulitan dalam menjalankan sofware pembela-jaran atau
dalam mengerjakan tugas.
Guru memberikan timbal balik (feedback).
c. Menyelesaikan masalah
kontekstual
1) Guru memberi kesempatan
seluas-luasnya bagi siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan model dan cara siswa sendiri. Salah satu alternatif yang diharapkan, siswa dalam
kelompok menyelesaikan
masalah kontekstual sebagai berikut. Pertama salah seorang siswa siswa perwakilan dari kelompok mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Selanjutnya, secara interaktif siswa mengetikan “5” seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Terakhir, secara interaktif
siswa untuk mengetikan “10” seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Selanjutnya guru meminta tiap
kelompok untuk mencari
hubungan antara 2 + 2 + 2 + 2 + 2 dengan 5 x 2, karena kedua-duanya hasilnya sama, yaitu 10.
2) Guru mengajukan pertanyaan
kepada kelompok yang menga-lami kesulitan menyelesaikan masalah.
3) Melalui pemodelan, guru
berupaya untuk meningkatkan kesadaran diri kognitif siswa
dan mengevaluasi hasil
jawaban masalah kontekstual.
4) Melalui pendekatan inkuiri,
siswa menggunakan model pemecahan masalah yang tepat
dengan mempraktekkan
penggu-naan strategi-strategi
kognitif untuk menemukan jawaban.
d. Membandingkan dan
mendiskusikan jawaban.
1) Guru memberi kesempatan
mendiskusikan jawaban mereka.
2) Setelah diskusi kelompok
selesai, guru mempersilahkan kepada setiap kelompok secara
ber-giliran untuk
mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya ke depan.
Selanjutnya didakan diskusi kelas.
e. Menyimpulkan
1) Melalui metode penemuan,
guru membantu siswa untuk menarik kesimpulan sebagai berikut. “= 5 x 2 artinya adalah: 2 + 2 + 2 + 2 + 2”.
2) Setelah melakukan perkalian
dengan bilangan 3, 4, dan 5 dengan menggunakan software pembelajaran, guru dan siswa
sama-sama menyimpulkan
pengertian perkalian, yaitu:
“perkalian adalah
penjumlahan berulang
sebanyak pengali bilangan
pertama”. Lalu guru membuat
contoh, misalnya: “6 x 3
artinya: 3 + 3 + 3 + 3 + 3 +
3”,bukan: “6 + 6 +
6”,meskipun hasilnya sama.
3) Setelah selesai membuat
kesimpulan dengan benar yang bertujuan untuk menanamkan sifat-sifat dan pengertian
perka-lian. Guru mengecek
pemahaman siswa melalui
penugasan berikut-nya. Siswa mengerjakan tugas yang ada pada menu permainan seperti tampak pada gambar di bawah ini.
Selanjutnya akan muncul
salahsatunya seperti gambar berikut.
Pada gambar di atas, siswa diminta mengganti setiap tanda tanya “?” dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang sesuai dengan jawaban yang benar.
4) Siswa menuliskan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami dan bertanya secara lisan pada teman satu kelas atau guru.
5) Selanjutnya untuk mengecek
keterampilan atau pemahaman konsep siswa tentang topik perkalian, guru meminta siswa untuk mengklik tombol menu dan meng-klik menu “Soal cerita perkalian” seperti tampak pada gambar berikut.
Selanjutnya akan muncul
salahsatunya seperti gambar berikut.
Pada gambar di atas, siswa diminta menjawab pertanyaan dengan cara meng-klik salah satu tombol a, b, c, atau d yang
sesuai dengan jawaban yang benar.
3. Kemandirian
Siswa secara mandiri menyelasaikan soal-soal cerita perlaian yang lainnya dalam software pembelajaran.
4. Tahap Refleksi dan Merangkum
a. Melalui tanya jawab (debriefing)
guru melakukan refleksi.
b. Apabila proses pemecahan masalah
sudah benar, kemudian guru
mengajukan pertanyaan pada
siswa, misalnya: bagaimana
jika…?, apakah ada cara lain? Coba kerjakan dengan cara lain!
c. Siswa menjelaskan secara lisan
maupun tulisan bagaimana
menggunakan strategi spesifik
untuk memecahkan
masalah-masalah tertentu.
5. Menutup Pelajaran
Diakhir pembelajaran sebagai
penutup pelajaran, guru tidak hanya
mengucapkan salam sebagai
perpisahan, akan tetapi dapat
dimanfaatkan untuk
menumbuh-kembangkan jiwa juang siswa.Caranya
adalah siswa diberi tugas
menyelesaikan soal-soal non-rutin di rumah secara berkelompok. Dengan tugas tersebut, siswa diharapkan mau ikhtiar dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga diharapkan tugas tersebut dapat memupuk sikap ikhtiar pada diri siswa. Mungkin sikap ikhtiar siswa tersebut dapat berupa belajar kelompok dengan temannya. Melalui belajar kelompok diharapkan dapat memupuk budaya gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran agama islam.
Adapun pelaksanaannya, guru
mengulas kembali tentang konsep yang
baru saja dipelajari, kemudian
mengarahkan siswa untuk merangkum materi pelajaran yang dianggap penting.
Gurumemberikan soal-soal latihan
untuk dikerjakan di rumah.
PENUTUP
Berdasarkan hasil kajian teori dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa
melalui penerapan pembelajaran
matematika berkarakter berbasis CAI-Kontekstual menggunakan Lab Virtual
dalam pembelajaran matematika
diharapkan sebagai berikut.
1. Dapat mengatasi rendahnya
kemampuan berpikir matematik siswa.
2. Dapat mengurangi kekurang efektifan
model pembelajaran yang digunakan guru dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam diri siswa.
3. Siswa dalam belajar matematika tidak
hanya menghafal (drill), namun siswa
memahami atau mengerti dari fakta-fakta dipelajari. Sebagai contoh, siswa hafal bahwa 3 x 2 = 6, tetapi tidak mengerti bahwa 3 x 2 itu artinya 2 + 2 + 2 bukan 3 + 3.
4. Siswa terampil menyelesaikan
masalah-masalah kehidupan sehari-hari.
5. Kualitas karakter siswa meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Borg, W.R. & Gall, M.D. (2009).
Educational Research: An
introduction.NewYork & London: Longman.
Borko, H. dan Putman, R.T. (2001). The Role of Context in Teacher
Learning and Teacher Education.
Contextual Teaching and
Learning: Preparing Teacher to Enhance Student Success in The
Workplace and Beyyond.
Washington, DC: ERIC CTTE.
Darmawan, D. (2010). Pemrograman
Pembelajaran Berbasis Computer
Assisted Instruction. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Depdiknas (2006). Kurikulum Matematika
SMP/M.Ts. Jakarta: Dirjend
Hantoro, GA. (2007). Lab Virtual
Matema-tika. Bina Sumber Daya
MIPA.
Johnson, EB. (2002). Contextual
Teaching and Learning. California:
Corwin Press, Inc.
NCTM (2000). Principles and Standard
for School Mathematics. Reston,
VA: NCTM.
Nurhadi dan Senduk, AG.(2003).
Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam
KBK.Malang: UMPRESS.
Pitler, H., Hubbell, ER, Kuhn, M.,
Malenoski, K. (2007). Using
Technology with Classroom
Instruction that Works.ASCD and
McREL.Printed in USA.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar
kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya
dalam Pengajaran Matematika
untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung : Tarsito.
Rusgianto, H.S. (2002). Contextual
Teaching and Learning. Makalah
pada Seminar Nasional FPMIPA UNY, Yogyakarta.
Sabandar, J. (2003). Pendekatan
Kontekstual dalam Pembelajaran
Matematika. UPI Bandung:
Makalah: tidak diterbitkan.
Salirawati, D. (2013). Strategi dalam
menyongsong implementasi
kuriku-lum 2013 [on line]. Tersedia:
www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan
/f1l3/PLPG/Kur.ppt.
Supinah &Parmi, I.T. (2011).
Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
Melalui Pembelajaran Matematika Di SD. Yogyakarta: Kemendiknas BPSDMP dan PPPPTK Matematika. Yaniawati, R.P. (2010). e-Learning: Alternatif Pembelajaran