• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Menurut Jauhari (Isjoni: 2013) Belajar adalah proses untuk memperoleh perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis, berkesinambungan, integratif, dan tujuan jelas. Perubahan yang terjadi melalui belajar tidak hanya mencakup pengetahuan tetapi juga ketrampilan untuk hidup bermasyarakat yang meliputi ketrampilan sosial dan ketrampilan memecahkan masalah.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan sumber belajar dimana interaksi tersebut dirancang oleh guru dalam bentuk kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar dan kegiatan mengajar. Kegiatan belajar berorientasi pada siswa dengan segala aktifitasnya dalam proses pembelajaran. Sedangkan kegiatan mengajar berorientasi pada aktifitas guru dalam menjalankan perannya sebagai sumber belajar, fasilitator, motivator, pembimbing, dan lain sebagainya dalam upaya membantu siswa melakukan kegiatan belajar.

Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, sebagai suatu sistem dan sebagai suatu proses. Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi persiapan, melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuat, dan menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelola.

Menurut Vygotsky (Miftahul, 2013: 46) pembelajaran dikatakan sebagai kontruksi sosiokultural. Individu yang sedang belajar seringkali dipandang

(2)

sebagai orang yang membutuhkan bimbingan dari orang lain yang memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih baik terhadap materi pelajaran tertentu. Orang yang membantu ini dianggap sebagai “orang lain yang kompeten”. Guru yang mengikuti teori ini akan mendesain pembelajaran untuk memanfaatkan proses alamiah pembelajaran tersebut dari orang lain yang berpengetahuan itu. Tugas-tugas pengajaran dan penerimaan informasi seharusnya difokuskan pada Tugas- tugas-tugas yang bisa dikerjakan oleh siswa tanpa bantuan guru. Artinya, tugas-tugas-tugas-tugas itu diharapkan bisa dikerjakan siswa dengan meminta bantuan orang lain atau temannya yang lebih kompeten. Dengan demikian, guru dapat membuat kelompok-kelompok dimana individu-individu yang lebih kompeten diberi posisi untuk membantu mereka yang kurang kompeten. Begitu pula, guru atau sekolah juga dapat menugaskan mentor atau membuat relasi sesama tutor.

Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered). Kegiatan pembelajaran berpusat pada guru yang terjadi selama ini di kebanyakan sekolah dimana guru datang, menyampaikan materi yang telah disiapkan dan siswa mendengarkan sebaik-baiknya, mencatat, dan mengerjakan tugas yang diberikan guru. Pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang guru berikan hanya sekedar untuk membuat siswa paham dan tidak sampai pada tingkat berpikir atau pemecahan masalah. Dalam pendekatan ini guru lebih banyak berperan sebagai pentransfer ilmu sedangkan siswa hanya sebagai penerima ilmu. Pendekatan ini sudah tidak dapat dipertahankan karena siswa tidak dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dengan optimal dan membuat pelajaran yang diterima siswa cenderung mudah dilupakan atau tidak bermakna. Sedangkan, pendekatan berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menuntut siswa terlibat dalam proses penalaran oleh diri sendiri atau dalam kelompok belajar yang membahas suatu materi pelajaran dimana guru hanya sebagai fasilitator. Dalam pendekatan ini, siswa belajar bertanggung jawab untuk lebih memantau kemajuan belajarnya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan atau tugas yang diberikan guru lebih menantang siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam memecahkan masalah sehingga proses belajar menjadi bermakna.

(3)

2.1.2 Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru dalam mengajarkan matematika pada siswa yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004: 2).

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (BSNP, 2006). Pembelajaran matematika harus terkait dengan pengalaman belajar siswa sebelumnya (Heruman, 2010: 4). Dalam belajar matematika, seorang siswa tidak dapat menguasai konsep yang kompleks tanpa belajar konsep sederhana terlebih dahulu yang merupakan prasyarat sebelum melanjutkan jenjang pembelajaran matematika yang lebih tinggi.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 2.1.3.1 Definisi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model

(4)

pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia (Isjoni, 2013: 23).

Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Nur (Isjoni, 2013: 27), “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang mengintegrasikan ketrampilan sosial yang bermuatan akademik.”

Dari beberapa pendapat di atas, pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai pembelajaran berkelompok, satu kelompok terdiri dari siswa yang memiliki latar belakang berbeda baik dari tingkat kemampuan berpikir, gaya belajar, agama, ras, suku, maupun tingkat ekonomi. Dalam kelompok siswa didorong untuk bekerjasama menyelesaikan tugasnya dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Siswa diajarkan bertanggung jawab terhadap belajarnya dimana siswa yang kemampuannya kurang dituntut untuk dapat memahami materi pelajaran dan siswa yang pandai harus berhasil membuat semua anggota kelompok menguasai matei pelajaran.

2.1.3.2 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2004: 31), ada lima unsur dari pembelajaran kooperatif yang membedakannya dari pembelajaran lain meliputi:

a.Saling ketergantungan positif (positif interdependence)

Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung dan saling terikat sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses, dengan demikian materi tugas haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan seperti tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok, dan penghargaan.

b.Tatap Muka (face to face interaction)

Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan yang lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan memberikan sumbangan

(5)

pikiran dalam pemecahan masalah, siswa juga harus mengembangkan ketrampilan komunikasi secara efektif.

c.Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang menuntut tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan baik.

d.Komunikasi antar anggota

Ketrampilan sosial sangat penting dalam pembelajaran kooperatif dan harus diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan ketrampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar. Ketrampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi. e.Evaluasi proses kelompok (group processing)

Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih baik.

Ciri-ciri diatas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tidak sekedar belajar kelompok biasa. Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok saling ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar angoota, evaluasi proses kelompok. Oleh karena itu dalam merancang rencana pembelajaran kooperatif guru harus memahami cirri-ciri yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran lainnya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan sosial (Rusman, 2011: 209).

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

(6)

bersama (Trianto, 2009). Jadi tujuan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a.Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.

b.Mengembangkan toleransi dan penerimaan yang lebih luas terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, atau kemampuannya.

c.Mengajar ketrampilan kerjasama dan kolaborasi pada siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang tujuan pembelajaran kooperatif diatas, semua bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menghargai orang lain, meningkatkan ketrampilan sosial untuk bekerjasama dan kolaborasi dengan orang lain.

2.1.3.4 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif menurut Miftahul (2013: 12) yaitu:

Tahap 1:Persiapan Kelompok

a.Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif.

b.Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok. c.Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok. d.Guru menentukan jumlah kelompok.

e.Guru membentuk kelompok-kelompok. Tahap 2: Pelaksanaan Pembelajaran

a.Siswa merancang team building dengan identitas kelompok. b.Siswa dihadapkan pada persoalan.

c.Siswa mengeksplorasi persoalan.

d.Siswa merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan. e.Siswa bekerja mandiri lalu belajar kelompok.

Tahap 3: Penilaian Kelompok

a.Guru menilai dan menskor hasil kelompok. b.Guru memberi penghargaan pada kelompok.

(7)

Menurut Arends (2008: 6), terdapat enam langkah utama yang terlihat dalam pelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif antara lain:

Fase 1 : Mengklarifikasi tujuan dan membangkitkan motivasi belajar Fase 2 : Mempresentasikan informasi

Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil Fase 4 : Membentuk kerja tim dalam belajar

Fase 5 : Mempresentasikan hasil diskusi dan mengujikan yang dipelajari Fase 6 : Memberi pengakuan

Berdasarkan uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat ditarik kesimpulan bahwa pelajaran dimulai dengan menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim dan diikuti bimbingan guru kepada siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas. Tahap terakhir meliputi penghargaan terhadap usaha kelompok.

2.1.3.5 STAD

Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin (1995) dan rekan-rekannya di Johns Hopkins University.

Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Jumrida (Isjoni, 2013) yaitu:

a.Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

b.Guru memberikan tes atau kuis kepada siswa secara individual sehingga diperoleh skor awal.

c. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda (tinggi, sedang, rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasalah dari ras, budaya, dan suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan gender.

(8)

d.Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.

e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah siswa pelajari.

f. Guru memberikan tes atau kuis kepada tiap siswa secara individual. g.Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan pemerolehan

nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor kuis awal dengan skor kuis berikutnya yang diakumulasikan menjadi skor kelompok.

Menurut Herdian (Isjoni, 2013) sintaks dari model STAD meliputi : 1.Pengajaran

Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran.

a. Pembukaan

1) Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain.

2) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut.

3) Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak.

b. Pengembangan

1) Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok.

2) Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna bukan hapalan.

(9)

3) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.

4) Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.

5) Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya.

c. Latihan Terbimbing

1) Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan.

2) Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin.

3) Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan balik.

2.Belajar Kelompok

Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok.

Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut :

a. Mintalah anggota kelompok memindahkan meja atau bangku mereka bersama-sama dan pindah kemeja kelompok.

b.Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok. c. Bagikan lembar kegiatan siswa.

d.Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah satu tidak dapat mengerjakan suatu pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab

(10)

menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian memegang lembar kegiatan dan berusaha menjawab pertanyaan itu.

e.Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru.

f. Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.

3. Kuis

Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

4. Penghargaan Kelompok

Langkah pertama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu dan memberi sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompoknya.

Berdasarkan dua pendapat tentang langkah-langkah model STAD diatas secara garis besar tahap-tahapnya adalah penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan kelompok.

(11)

1.Menurut Slavin (Isjoni, 2013) dapat menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik.

2.Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif (Isjoni, 2013).

3.Peran guru menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2013).

4.Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).

5.Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204)

6.Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih hidup.

7.Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok.

8.Penghargaan dari guru membuat siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran.

9.Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik.

10. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa.

Selain keunggulan, model STAD juga memiliki kelemahan antara lain: 1. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional pembelajaran dengan

menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam persiapanmaupun pelaksanaan.

2. Model STAD memerlukan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan model ini.

(12)

2.1.4 Kerjasama

Era globalisasi seperti sekarang ini menuntut setiap orang untuk lebih mampu memberdayakan diri dan kooperatif dalam menjalani kehidupan (Isjoni, 2013: 24). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup seorang diri melainkan harus menjalin komunikasi dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2005: 554), kerjasama merupakan melakukan (melaksanakan) suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang atau pihak untuk mencapai tujuan bersama.

Selain diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, kerjasama juga diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kerjasama dalam proses pembelajaran disebut juga dengan belajar bersama. Belajar bersama merupakan proses berkelompok dimana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Hal ini identik dengan definisi kooperatif menurut Isjoni (2013: 45), kooperatif berarti mengajarkan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

Tujuan kerjasama yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar adalah agar siswa mendapatkan kesempatan untuk mengemukakan gagasannya melalui menyampaikan ide untuk suatu hasil tertentu. Niat dan kiat (will and skill) dari anggota kelompok dibutuhkan dalam model pembelajaran kooperatif sehingga masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerja sama dengan anggota lainnya (Isjoni, 2013).

Kelompok kerja kooperatif dapat membantu siswa untuk menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Ketika bekerjasama, siswa diarahkan pada proses sosial membangun ide-ide danmengembangkan kemungkinan solusi untuk masalah.

Unsur-unsur dasar dalam kerja kelompok menurut Lundgren (Isjoni, 2013: 64) adalah sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam dan berenang bersama”.

(13)

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para angoota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan berkerjasama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Ketrampilan-ketrampilan kooperatif menurut Lungdren (Isjoni, 2013: 75) antara lain sebagai berikut:

a.Ketrampilan Kooperatif Tingkat Awal 1.Menggunakan kesepakatan

Menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan kerja dalam kelompok.

2.Menghargai kontribusi

Menghargai berarti memperhatikan atau mengenalapa yang dapat dikatakan atau dikerjakan anggota lain.

3.Mengambil giliran dan berbagi tugas

Setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas atau tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

4.Berada dalam kelompok

Setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.

5.Berada dalam tugas

Meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.

(14)

6.Mendorong partisipasi

Mendorong semua anggotakelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.

7.Mengundang orang lain

Meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8.Menyelesaikan tugas dalam waktunya

9.Menghormati perbedaan individu

Bersikap menghormati terhadap budaya, suku, rasa atau pengalaman dari semua siswa atau peserta didik.

b.Ketrampilan Kooperatif Tingkat Menengah

Ketrampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.

c.Ketrampilan Tingkat Mahir

Ketrampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

Pembelajaran harus menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu untuk menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa saling membantu dalam mengerjakan tugas sehingga hasil belajar yang diperoleh meningkat.

Dari uraian diatas bahwa dengan kerjasama maka dapat mempermudah untuk mencapai tujuan.Pembelajaran kooperatif melatih ketrampilan-ketrampilan khusus agar siswa dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya. Kelompok kerja kooperatif dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mempraktekkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka.

2.1.5 Hasil Belajar

Dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, tiap siswa tentunya mengharapkan untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. Hasil belajar yang baik

(15)

dapat dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal maka akan sangat sulit bagi siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik.

Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi belajar yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Sugandi (2006: 63), hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan apa yang sudah digali, dipahami, dan dikerjakan oleh siswa. Hasil belajar ini merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas yang digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Perbedaan tentang kompetensi dan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat diukur. Dari beberapa pengertian tersebut, hasil belajar merujuk pada perubahan tingkah laku siswa setelah melalui proses belajar yang diukur dengan patokan-patokan tertentu.

Guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukur yang hasilnya berwujud angka. Sudjana (2011: 55) menyatakan, “Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian maupun tes obyektif.” Pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar siswa.

Hasil belajar yang dicapai siswa tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Slameto (2003: 54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu, sedangkan faktor yang berasal dari luar individu.

1.Faktor-faktor Internal a.Faktor jasmaniah

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau terbebas dari penyakit. Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

(16)

Ada tujuh faktor meliputi intelegensi, keaktifan, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi belajar dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

c.Faktor kelelahan

Dibedakan atas dua macam yaitu kelelahan jasmani dan rohani. 2.Faktor-faktor Eksternal

a.Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarganya berupa cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b.Faktor sekolah

Mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, dan tugas rumah.

c.Faktor masyarakat

Pengaruh masyarakat ini dikarenakan keberadaan siswa dalam masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat dan teman bergaul.

Dari penjelasan diatas, disimpulkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor internal yaitu faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Siswa dituntut memiliki kebiasaan belajar yang baik agar hasil belajar meningkat dan dapat terus dipertahankan. Guru harus menciptakan iklim belajar yang kondusif dan perlu memantau perkembangan siswa dalam proses belajar. Selain itu guru juga harus memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2012) yang berjudul “Upaya peningkatan hasil belajar

(17)

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas IV SDN Kalisari Kecamatan Blado Kabupaten Batang Semester II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Pada studi awal menunjukan peserta didik yang tuntas belajarnya sebanyak 6 anak dari 23 anak (28,08 %), sedangkan yang belum tuntas belajarnya 17 anak dari 23 anak (73,92 %). Pada upaya perbaikan siklus I menunjukan peserta didik yang tuntas belajarnya sebanyak 11 anak dari 23 anak (47,82 %), sedangkan peserta didik yang belum tuntas belajarnya sebanyak 12 anak dari 23 anak (52,18 %) . Pada upaya perbaikan siklus II menunjukan peserta didik yang tuntas belajarnya sebanyak 20 anak dari 23 anak (86,94 %), sedangkan peserta didik yang belum tuntas belajarnya sebanyak 3 anak dari 23 anak (13,06 %). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan menggunakan media pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Praniyati, Nita (2010). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN 01 Macanan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase keaktifan siswa pada siklus I menunjukkan angka 43,33% (13 siswa dari jumlah 30 siswa) aktif saat pembelajaran dan pada siklus II persentase keaktifan siswa sebesar 73,33% (22 siswa dari jumlah 30 siswa). Dengan demikian terdapat peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II. Rata-rata nilai matematika hasil kuis individual pada siklus I sebesar 60,37 dan pada siklus II sebesar 69,90. Sehingga terdapat kenaikan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II. Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I menunjukkan angka sebesar 63,33% (19 siswa dari jumlah 30 siswa) dan pada siklus II prosentase ketuntasan sebesar 80% (24 siswa dari jumlah 30 siswa). Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan

(18)

kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 01 Macanan Kecamatan kebakkramat Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010.

Dari penelitian Sarjono (2012) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Dlimas 01 Kecamatan Banyuputih Kabupaten Batang tahun pelajaran 2011/2012. Dari analisis evaluasi yang tuntas belajar dengan tolak ukur ≥ 70 pada siklus I siswa tuntas ada 8 siswa (dari 12 siswa) dengan persentase 66,7% (belum tercapai indikator keberhasilan yaitu sebesar 75%). Setelah dilaksanakan siklus II siswa yang tuntas belajar ada 10 siswa (dari 12 siswa) dengan persentase 88,3% (sudah tercapai indikator keberhasilan ≥ 75%). Dari uraian di atas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang operasi hitung pecahan pada siswa kelas V SD Negeri Dlimas 01, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang tahun 2011/2012. Berdasarkan hasil tersebut dirasakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division merupakan suatu pembelajaran yang sebaiknya diterapkan dalam kegiatan belajar karena dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, aktivitas mengajar guru dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang relevan di atas bahwa dengan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Stahl (Isjoni, 2013) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Perilaku sosial yang dimaksud salah satunya adalah kerjsama sehingga kerjasama siswa juga dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan kerjasama dan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas V SDN Lemahireng 2 melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

(19)

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan permasalahan yang peneliti hadapi yaitu tentang kerjasama kelompok dan hasil belajar yang rendah dalam pembelajaran matematika siswa kelas V SDN Lemahireng 2 yang disebabkan karena model pembelajaran kelompok yang selama ini guru lakukan bukan model pembelajaran kooperatif, namun hanya sekedar pembelajaran kelompok untuk menyelesaikan tugas maka diperlukan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Dengan menerapkan model ini kesulitan siswa dalam belajar matematika dapat diatasi karena siswa dalam kelompok dituntut untuk saling membantu. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam kelompok bertanggung jawab agar semua anggota kelompok menguasai materi pembelajaran. Kesulitan siswa dalam menguasaimateri dapat ditangani karena siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya.

Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada pembelajaran matematika diduga akan membuat siswa merasa senang dalam belajar dengan kegiatan berkelompok, menimbulkan kompetisi antar kelompok untuk dapat menjadi kelompok terbaik sehingga penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

Selain meningkatkan prestasi akademik siswa, melalui model ini ketrampilan sosial siswa juga dapat berkembang karena dalam kegiatan kelompok siswa akan belajar toleransi terhadap keberagaman anggota kelompok, bekerjasama dan saling menghargai pendapat. Secara sistematis kerangka berpikir seperti terdapat pada Gambar 2.1 berikut:

(20)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas V semester II SDN Lemahireng 2 Kecamatan Bawen tahun ajaran 2013/2014.

Kerjasama dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika meningkat Hasil Kondisi Awal Guru menggunakan metode ceramah dan model pembelajaran kelompok yang bukan pembelajaran

kooperatif

Kerjasama siswa rendah dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika rendah <KKM=65 Tindakan Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD SIKLUS I Menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD

SIKLUS II

Menggunakan model pembelajaran

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar

Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai pengembangan digital library yang ditujukan untuk perpustakaan Smk Yasmida Ambarawa .Teknologi dan komunikasi tak

Audiovisual Dalam Penguasaan Keterampilan Pertolongan Persalinan Kala II” adalah proses mental yang berhubungan dengan panca indera yang terjadi pada mahasiswa Program Studi

Data atau Variabel yang digunakan adalah perkiraan ( Estimasi ) pendapatan dari asset asset yang sudah ada pada Warnet MyNet untuk tahun 2008 ke depan yang beralamat di jalan Akses

Untuk menghitung daya dukung ultimate dan penurunan pondasi tiang pancang dari data Sondir dan SPT digunakan secara analitis dan menggunakan program Metode

Tanggal Pembayaran atas Pembelian Saham Publik 30 Juni 2012 Tanggal Efektif Penggabungan Usaha 01 Juli 2012 Tanggal Awal Perdagangan Saham Hasil Penggabungan di Bursa 01 Juli

Pengaruh Implementasi Electronic Procurement (E- Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance Di Balai Besar Wilayah Sungai

NEWS READER : DEKRANAS ADAKAN PAMERAN KREASI JOGJA UNTUK INDONESIA. PAMERAN PRODUK KERAJINAN / SELAMA INI TETAP MENJADI ANDALAN PERAJIN UNTUK MENJUAL HASIL