• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM. KUH Dagang Pasal ( ) A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal ( )"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

30

A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal (302-308)

Asuransi jiwa adalah suatu bentuk asuransi paling penting untuk keluarga, yang jumlah ganti ruginya telah ditentukan oleh penanggung sesuai dengan kesepakatan dengan penanggung sesuai dengan kesepakatan dengan tertanggung ketika menutup asuransi, tanpa didasarkan pada kerugian tertentu. Untuk itu asuransi jiwa yang merupakan asuransi sejumlah uang, berupa pertanggungan dengan peserta berupa premi yang jumlahnya telah ditentukan oleh penanggung, yang harus dibayar oleh tertanggung berupa pertanggungan (premi verzekering).1

Pada hakekatnya asuransi jiwa dibutuhkan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh kematian orang yang dipertanggungkan dengan menggunakan prinsip probabilitas, karena tidak mungkin memperkirakan kapan seseorang itu meninggal dunia, meskipun cepat atau lambat kematian itu akan terjadi. Dalam asuransi jiwa kepentingan tertanggung terhadap hidup atau matinya seseorang yang di pertangungkan di jadikan syarat bagi tertanggung untuk menerima jaminan asuransi dari penanggung akibat adanya kerugian finansial dari biaya pemakaman, yang lebih lanjut adanya kerugian karena

1

Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: ,Djambatan 1990 hlm. 18-19

(2)

hilangnya penghasilan (nafkah) dari almarhum untuk kelanjutan hidup keluarganya atau ahli waris yang ditinggalkanya.2

Menurut Radik Purba, selain untuk menghindari kerugian yang diakibatkan oleh kematian , asuransi jiwa juga untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh adanya resiko hari tua yang mengakibatkan kekurangan maupun untuk memperoleh penghasilan yang akan menimbulkan kesulitan bagi diri dan keluarganya. Kesulitan ekonomi ini juga bisa disebabkan oleh kekurangmampuan seseorang karena merosotnya kondisi kesehatan atau cacat seumur hidup karena kecelakaan.3 Untuk itu menurutnya hidup manusia itu mempunyai nilai ekonomis ( economic velue of human life) yang diukur kemampuannya dalam memperoleh penghasilan setiap berkala untuk penghidupan keluarganya.4

Adapun kepentingan di dalam asuransi jiwa tidak bisa dinilai dengan uang karena tidak mungkin diadakan suatu penilaian terhadap jiwa seseorang. Hal ini bertentangan dengan pasal 268 KUH Dagang yang menyatakan kepentingan harus dapat dinilai dengan uang. Karena menurut Emmi Pangaribuan kepentingan ini merupakan syarat yang tidak diharuskan, karena di dalam asuransi jiwa selain adanya pihak tertanggung atau penanggung, ada kepentingan. Untuk itu asuransi jiwa merupakan pertanggungan yang sifatnya tidak merupakan pertanggungan.5

2

Santanoe Kertonegoro, Asuransi Jiwa dan Pensiun, Jakarta: Agung S, 19991, hlm. 154

3

Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binama Pressindo,1995, hlm. 226.

4

Ibid, hlm. 73

5

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990, hlm. 92-93

(3)

KUH Dagang yang berlaku di Indonesia, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi yaitu, dalam buku I Bab ke -9 dan 10 dan buku II Bab ke-9 dan 10 dengan perinciabn sebagi berikut :

1) Buku I Bab ke-9 mengatur asuransi kerugian pada umumnya (pasal 246-286)

2) Buku I Bab ke-10 bagian pertama mengtur asuransi bahaya kebakaran pasal (287-289), bagian ke dua mengatur asuransi bahaya yang mengancam hasil-hasil peertanian di sawah pasal (299-301), dan bagian ke tiga mengatur asuransi jiwa pasal (302-308)

3) Buku II Bab ke-9, bagian pertama mengatur asuransi pasal (592-618), bagian kedua mengatur perkiraan barang-barang yang di asuransikan, pasal (624-634), bagian ke empat mengatur hak dan kewajiban dalam suransi pasal ( 635-662), bagian ke lima mengatur Abandon (melepaskan hak milik atas barang yang di asuransikan) pasal (663-680) dan baian keenam mengtur kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut pasal (681-685)

4) Buku II Bab ke-10 tentang asuransi bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai pasal (686-690)6

Masih juga terdapat jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang tak di atur di dalam KUH Dagang itu misalnya, asuransi pencurian dan pembongkaran,

6

Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial , dari soal lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, Jakrta . Mizan, Cet. Ke-III, 1995, hlm. 205-206

(4)

asuransi kerugian perusahaan; asuransi kecelakaan; asuransi atas pertanggung jawab seseorang atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau orang, bahwasannya; asuransi kredit (maksudnya menanggung kerugian kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank) asuransi wajib kecelakaan penumpang (UU No. 33/1964).7

Dalam WvK :

1. Buku I, Bab IX : Asuransi pada umumnya.

2. Buku I, Bab X : asuransi kebakaran, Asuransi Pertanian dan Asuransi Jiwa.

3. Buku II, Bab IX : Asuransi Laut , Asuransi Bahaya Perbudakan.

4. Buku II, Bab X : Asuransi Pengangkutan darat, Sungai dan Perairan, Daratan.

Dalam Perundang-undangan baru Republik Indonesia : 1) Dana Kecelakaan Penumpang, UU-1964-33;

2) Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan, UU-1964-34;

3) Tabungan dan asuransi Pegawai Negeri, PP No. 10 Tahun 1963; 4) Pendirian PN Asuransi Bendasaraya, PP No. 4 Tahun 1965;

5) Penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan Perseroan dalam bidang perasuransian kredit, PP No. 1 Tahun 19718

7

Ibid, hlm. 208.

8

(5)

Dalam undang-undang No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal, diatur hal-hal yang berkaitan dengan usaha perasuransian dengan rincian substansi sebagai berikut:9

a. Bidang Usaha perasuransian: 1) Usaha asuransi

2) Usaha penunjang perasuransian b. Jenis usaha Perasuransian.

1) Usaha asuransi terdiri dari : asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi.

2) Usaha penunjang asuransi yang terdiri dari : pialang asuransi, penilai kerugian, konsultasi aktuaria, dan agen asuransi.

c. Perusahaan perasuransian :

1) Perusahaan Asuransi Kerugian 2) Perusahaan Asuransi Jiwa 3) Perusahaan Reasuransi 4) Perusahaan Pialang Asuransi 5) Perusahaan Pialang Reasuransi

6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi 7) Perusahaan Konsultan Aktuaria 8) Perusahaan Agen Asuransi

9

Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundangan-undangan Perasuransian di Indonesia Th.1992-1997, Jakarta: Harvarindo , 1998 hlm.251-252

(6)

d. Bentuk Hukum usaha perasuransian terdiri dari: 1) Perusahaan Persero (Persero)

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas 4) Usaha Bersama (Mutual)

e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh;

1) Warga Negara Indonesia dan atau Badan hukum Indonesia

2) Warga negara indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

f. Perjanjian usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.

g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai:

1) Kesehatan keuangan perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Reasuransi

2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha

h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan Negeri

(7)

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 1992, program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perundang yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:10

a. Asuransi Kecelakaan Penumpang (Jasa raharja)

1) Undang-undang No. 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965.

2) Undang-undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu lintas Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965.

b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK):

1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPN).

2) Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI (ASABRI)

3) Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 1990 Tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997)

4) Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

10

(8)

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (ASKES)

1) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Permeliharaan Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya..

B. Syarat dan Sahnya Asuransi Jiwa Takaful dalam KUHD Pasal (302-308)

Secara umum, sahnya suatu perjanjian diatur dan harus menemui ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pasal 1320 KUHD Perdata beserta pasal-pasal yang melindungi pasal-pasal tersebut, ialah 1321 – 1329.11

Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal12

Keempat hal tersebut di atas tidak boleh dilakukan karena adanya kekhilafan, paksaan ataupun karena tipuan.

Sedangkan untuk syarat khusus bagai perjanjiana asuransi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku I Bab IX KUH Dagang, ialah:13

11

R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradya Paramitra, 2001, hlm. 339-341

12

Ibid, hlm. 339.

13

R Subekti dan R Tjitrosudibio, KUH Dagang Dan UU Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paratama, 2002, hlm. 74-76

(9)

a. Asas Indemnitasi

Asas Indemnitasi adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penanggung.

Asas ini dapat dijumpai sejak awal pengaturan perjanjian asuransi, yaitu pada Pasal 246 KUH Dagang.

Asas indemnitasi ini ialah sebagai landasan dasar sebagaimana dimaksud di atas pada hakekatnya mengandung dua aspek, yaitu:

1) Aspek Pertama ialah berhubungan dengan tujuan dari perjanjian, harus ditujukan kepada ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan. Jadi bila terdapat klausala yang bertentangan dengan tujuan ini menyebabkan batalnya perjanjian.

2) Aspek kedua ialah berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi sebagai keseluruhan yang sah. Untuk keseluruhan atau sebagian tidak boleh bertentangan dengan aspek pertama.

Hal ini sangat penting artinya karena tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian asuransi dan dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat tertentu, yaitu bahwa pihak tertanggung karena memperoleh ganti rugi tidak dapat menjadi mempunyai posisi keuangan yang lebih menguntungkan.

(10)

b. Asas kepentingan yang dapat diasuransi

Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi, harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksud ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian.14

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan, mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan Pasal 268.15

Pasal 250 :

Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.

Pasal 268 :

Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Jadi pada kakekatnya, setiap kepentingan itu dapat diasuransikan / dipertanggungkan, baik kepentingan yang bersifat kebedaan atau kepentingan

14

Arif Djohan Tunggal, Op .Cit hlm. 254

15

(11)

yang bersifat hak; sepanjang memenuhi syarat yang diminta oleh Pasal 268 tersebut di atas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat dinilai dengan uang, dapat diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.

c. Asas kejujuran yang sempurna

Untuk istilah kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi, lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: itikad baik yang sebaik-baiknya, principle of utmost good atau uberrimae fidei.16

Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhi asas akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan-ketentuan dasar yang diatur oleh pasal-pasal 1320-1329 KUH Perdata.17 Bagaimana juga itikad baik merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak yang beritikad buruk. Meskipun secara umum itikad baik sudah di atur sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata khusus perjanjian asuransi, masih dibutuhkan penekanan asas itikad baik sebagaimana diminta pasal 251 KUH Dagang,

Pasal 251: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung,

16

AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, teoritis, dan Praktis Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm. 63

17

(12)

betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutupi atau tidak dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Secara umum, itikad yang sempurna dapat di tarik bahwa masing-masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, menurut hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan pihak yang lain memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan yang demikian itu diminta atau tidak.

d. Asas Subrogasi Bagi Penanggung

Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas di atur dalam Pasal 284; “Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesutau barang yang dipertanggungkan, menggantikan sitertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang- orang ketiga itu”.18

Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan Undang-undang. Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut:

18

(13)

1) Apabila tertangung disamping mempunyai hak terhadap penanggung masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.

2) Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.

Pada umumnya asas subrogasi ini secara tegas diatur pula sebagai syarat polis, dengan perumusan sebagai berikut:

Sesuai dengan pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti rugi atas benda yang dipertanggungkan dalam polis ini maka penanggung menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperoleh terhadap pihak ketiga sehubung dengan kerugian tersebut.

C. Pihak dan Jenis Asuransi Jiwa Takaful dalam KUH Dagang Pasal (302-308)

Pihak-pihak yang berhak menerima premi dengan berjanji akan memberikan jaminan asuransi atas kerugian yang diakibatkan oleh kematian seseorang disebut sebagai pihak penanggung .Sedangkan pihak yang mengadakan perjanjian dengan penanggung terdapat beberapa istilah beberapa yang digunakan, seperti istilah pemegang polis (polis holder). Dalam asuransi jiwa seperti halnya diatur dalam pasal 302 dan 303 KUHD, yang mengadakan perjanjian asuransi dapat mengasuransikan jiwa orang lain, sehingga orang yang mengadakan perjanjian itulah yang mempunyai kepentingan asuransi. Dan orang

(14)

yang jiwanya dipertanggungkan ini berkeddudukan ini berkedudukan sebagai pihak ketiga.19

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perjanjian asuransi jiwa terhadap tiga pihak yaitu:

1. Penangung

2. Tertanggung yang apabila mengasuransikan jiwa sendiri dan meninggal dalam masa kontrak.

3. Orang yang menerima jaminan asuransi yang bisa berupa ahli waris atau orang yang ditunjuk apabila tidak memiliki ahli waris. Tetapi apabila tertanggung mengasuransikan jiwa orang lain, maka pihak ketiga adalah orang yang dipertanggungkan dan jika tersebut meninggal dalam masa kontrak maka tertanggung yang akan menerima jaminan asuransinya karena dia sebagai orang yang berkepentingan.

Pada dasarnya Asuransi jiwa dibedakan dalam dua jenis berdasarkan jangka waktu pertanggungannya, yaitu asuransi jiwa berjangka dan asuransi jiwa seumur hidup. Pembagian asuransi jiwa seperti ini bisa dilihat dalam pasal 302 KUHD.20

1. Asuransi Jiwa Berjangka

Asuransi jiwa berjangka menjadi dua jenis asuransi jiwa berdasarkan hidup matinya orang yang dipertanggungkan ketika

19

Siti Soemarti Hartono, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan, Yogyakartan Seksin Hukum Dagang Fakultas UGM, 1983, hlm. 92

20

(15)

perjanjian itu berlangsung yang dikaitkan dengan kewajiban penanggung untuk memberikan jaminan asuransi tertanggung.

Pertama, asuransi jiwa eka waktu (term insurance) yaitu asuransi jiwa yang dalam jangka waktu tertentu dan penanggung berjanji akan memberikan jaminan asuransi (benefit atau manfaat asuransi) apabila tertanggung atau orang yang dipertangungkan meninggal dunia dalam masa kontrak. Apabila masa kontrak berakhir dan orang tersebut masih hidup, maka tidak ada jaminan asuransi dari pihak penanggung. Tetapi pihak tertanggung bisa memperbaharui polis dengan masa premi yang lebih tinggi setiap periode nya karena bertambah usia seseorang setiap tahunnya, semakin tinggi pula probabilitas kematiannya. 21

Kedua, asuransi jiwa dwi guna (endowmen insurance), yaitu perjanjian asuransi yang merupakan kebalikan dari term insurance, yang apabila tertanggung atau orang yang di asuransi kan meninggal dalam masa kontrak pertanggungan, maka ahli waris tidak mendapat manfaat apa-apa dari perusahan asuransi. Tetapi apabila tertanggung masih hidup sampai akhir masa kontrak, maka ia memperoleh benefit atau uang premi dari perusahan.22 Dengan kata lain jaminan asuransinya akan diberikan apabila sampai akhir masa kontrak pertanggungan pemegang polis masih

21

Sentanoe Kartonegoro, Op. Cit. hlm. 58-59

22

(16)

hidup.23 Disamping itu ada asuransi jiwa dwi guna yang mengandung unsur tabungan yaitun asuransi nya diberikan oleh penanggung bukan saja ketika orang yang dipertanggungkan meninggal, tapi juga ketika orang tersebut masih hidup sampai masa kontrak berakhir. 24

2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup

Yaitu jenis asuransi jiwa dimana penanggung memberikan jaminan asuransi kepada tertanggung jika orang yang dipertanggungkan meninggal dunia kapan saja, dengan pembayaran premi yang tetap setiap tahunnya.

Djoko Prakoso menegaskan bahwa asuransi jiwa menurut KUHD berbeda dengan bunga untuk selama hidup seorang yang terdapat dalam pasal 1775 B.W. karena dalam hubungan untuk selama hidup terdapat hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang masing-masing mengikatkan dirinya terhadap yang lain dengan kewajiban masing-masing membayar sejumlah uang kepada peserta lain pada setiap waktu tertentu. Kewajiban ini berhenti ketika yang lain itu meninggal. Sedangkan dalam asuransi jiwa, penanggung akan rugi dengan mengeluarkan jaminan asuransi jika orang yang di pertanggungkan meninggal.25

23

Agus Prawoto, MA. SH. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahan Asuransi, Yogyakarta: BPFEE. Cet. II 1995 hlm. 70

24

Radik Purba, Op .Cit. hlm. 297

25

(17)

3. Asuransi Jiwa Berjangka

Bisnis asuransi dalam prakteknya tidak lepas dari pihak penanggung yang menjanjikan jaminan asuransi atas kerugian yang di derita tertanggung, pihak tertanggung atau pemegang polis yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati atas kepentingan yang dipertanggungkan, dan adanya peristiwa yang merugikan entah kapan terjadinya.

Pembayaran premi asuransi jiwa pada dasarnya merupakan premi tahunan dibayar pada tahun pertama mulai dari diberlakukan nya polis dan pembayaran selanjutnya pada setiap ulang tahun polis. Namun demikian pembayaran premi ini bisa juga dibayar dengan cicilan setiap semester, triwulan, atau bahkan dibayar tiap bulan yang lazim dalam prakteknya jumlah premi ini di hitung secara berbeda berdasarkan prosentase. Sedangkan contoh apabila premi tahunan nya sebesar Rp. 60. 000,- , maka:

- Premi satu semester : 0, 52 x Rp. 60.000,- = Rp. 31.000,- (Rp. 62. 400,- setahun ).

- Premi satu tri wulan : 0, 27 x Rp. 60.000,- = Rp. 16.000,- (Rp. 64. 800,- setahun)

(18)

- Premi satu bulan : 0,095 x Rp. 60.000,- = Rp. 6.700,- ( Rp. 68. 400,- setahun).26 Dengan adanya prosentase pembayaran premi cicilan tersebut, maka jumlah premi setahunnya berbeda dari masing-masing pembayarannya.

Untuk lebih jelasnya, operasionalnya asuransi jiwa ini dibahas sesuai dengan jenisnya.

a. Asuransi Jiwa Eka waktu ( term insurance)

Asuransi ini merupakan jenis berjangka sehingga masa pertanggungannya terbatas, misalnya 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan seterusnya sesuai dengan perjanjian. Dan jumlah pembayaran preminya terus bertambah besar setiap periodenya disesuaikan dengan semakin tingginya tingkat kematian orang yang diansuransikan. Sedangkan jaminan (benefit) asuransinya dari perusahaan akan diberikan kepada ahli waris yang bersangkutan sebesar uang premi yang telah dibayarkan yang tertuang di dalam polis apabila orang yang dipertanggungkan itu meninggal dalam masa kontrak.

Sebagai contoh : bila seorang menutup asuransinya dengan term insurance selama masa pertanggungan 5 tahun dengan pembayaran premi pertahun sebesar Rp. 100.000,- untuk benefit (UP) sebesar Rp. 500.000,-, maka apabila pada tahun kedua tertanggung

26

(19)

meninggal, ahli waris nya akan menerima benefit sebesar Rp. 500.000,- . Tetapi bila sampai akhir masa kontrak terjadi kematian orang yang dipertanggungkan, maka ahli waris nya ataupun orang yang jiwa nya di pertangungkan tersebut tidak mendapat manfaat apa-apa dari perusahan dari perusahaan asuransi.27 Dengan kata lain tertanggung tidak dapat bisa menarik kembali uang premi yang telah disetorkan nya kepada perusahan asuransi karena tidak adanya nilai tunai (cash velue),28 terkecuali ia merubah polis asuransi nya misalnya menjadi polis asuransi seumur hidup dengan tanpa persyaratan baru.29 Melihat kelemahan jenis asuransi ini, maka dapat digunakan jaminan yang berjangka panjang ( Long term ) seperti obligasi, hipotik dan lain sebagainya.30

b. Asuransi Jiwa Dwi Guna

Masa pertanggungan asuransi jiwa inipun dibatasi misalnya 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, atau 60 tahun. Untuk asuransi jiwa dwi guna murni, yang merupakan kebalikan asuransi jiwa yang pertama, operasionalnya sama dengan term insurance, kecuali dalam hal penanggung harus memberikan jaminan asuransi atau benefit kepada

27

Ibid, hlm. 294-295

28

Abas Salim, Dasar –Dasa Asuransi, Bandung: Transito, 1985, hlm. 30

29

Radik Purba, Loc. Cit, hlm.295

30

(20)

tertanggung hanya apabila tertanggung masih hidup sampai akhir masa kontrak.31

Mengingat bahwa pada dasarnya manusia itu tidak ingin kehilangan sesuatu yang diperoleh, maka menurut Wirjino Prodjokoro, pada akhirnya asuransi berjangka ini (term insurance dan endomen insurancei) di serupa kan dengan tabungan sehingga ketika yang di asuransi kan tidak terjadi selama kontrak, perusahan akan mengembalikan premi yang telah dibayar tertanggung dengan jumlah lebih sedikit dari yang pernah disetorkan kepada perusahan.32 Sedangkan menurut Agus Prawoto dengan berlandaskan pada PP No. 73 tahun 1993 tentang perasuransian, asuransi itu harus dapat memberikan jaminan pada hidup atau matinya seorang yang di asuransi kan. Karena nilai tunai (cash value) harus sudah ada pada tahun pertama atau awal tahun kedua pertangungan, dan produk asuransi semacam itu Indonesia diperkenalkan dengan Asuransi Dwi Guna yang mengandung unsur tabungan, yang dikembangkan dalam program asuransi jiwa aneka guna dan lain sebagainya,33 dengan pembayaran premi yang lebih tinggi dibanding dengan asuransi berjangka yang tidak mengandung tabungan. Hal ini dikarenakan

31

Radik Purba, Op.Cit. hlm. 296

32

Wirjino Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT. Intermasa, 1994, hlm. 162

33

(21)

secara matematis merupakan pengkombinasian dari polis term insurance dengan polis endo wment insurance murni. Oleh karena itu, bila orang yang dipertanggungkan meninggal dalam masa kontrak maka para ahli warisnya akan menerima jaminan asuransi sebesar uang premi yang tercantum dalam polis ketika penutupan perjanjian. Namun bila orang tersebut masih hidup sampai akhir kontrak, maka ia sebagai tertanggung akan menerima benefit sebesar uang premi.34 Jadi ada atau tidak adanya jaminan asuransi ketika tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan, tergantung kepada ada atau tidak adanya nilai tunai. Berdasarkan pernyataan ini di Eropa sendiri hampir semua asuransi jiwa mengandung unsur tabungan.35

Untuk mengetahui keuntungan memakai asuransi ini, sebagai contoh Radiks Purba mengeluarkan : misalnya si A menutup asuransi Dwi Guna ketika berusia 30 tahun dengan benefit sebesar Rp. 5.000.000,- dengan masa kontrak selama 25 tahun maka premi yang dibayar nya adalah Rp. 157. 250,- setahun, dengan perhitungan:

( Rp. 5.000.000,- ) 31,45 = Rp. 157. 250,- setahun Rp. 1.000,-

34

Radik Purba, Loc. Cit hlm. 297

35

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, alih bahasa : Soeroyo dan Nastangin, Jakarta: Bina Bakti Wakaf, 1996, hlm. 163

(22)

Sehingga jumlah premi yang dibayar si A selama 25 tahun sebesar Rp. 3. 931.250,- .jadi si A beruntung dengan menerima benefit sebesar Rp. 5.000.000,- kalau dia masih hidup sampai masa kontrak berakhir. Kalau meninggal dalam masa kontrak ahli waris nya akan menerima santunan sebesar benefit secara kontan.36 Sebagai manfaat dari compound interest, jumlah benefit nya lebih besar di banding dengan jumlah premi yang dibayar tertanggung. Hal ini di karena kan premi tersebut oleh perusahan asuransi dimanfaatkan oleh deposito bank-bank kredit ber bunga, perseroan, hipotik dan lapangan bisnis lain yang memungkinkan memperoleh keuntungan dari hasil investasinya.37

c. Asuransi Jiwa Seumur Hidup

Pembayaran preminya terbagi dua cara berdasarkan karekteristik asuransi yang merupakan perlindungan permanen karena sampai tertanggung meninggal dengan premi tiap tahunnya tidak bertambah walaupun probabilitasi kematiannya semakin tinggi, dan akumulasi dana berlangsung terus-menerus setiap tahun sampai bersangkutan meninggal.

Pertama, premi dibayar tiap tahunnya terus menerus sampai orang tersebut meninggal sehingga ahli waris nya menerima benefit.

36

Ibid. hlm. 302 - 303

37

(23)

Kedua, bila pemegang polis nya bukan pihak ketiga maka pembayaran premi nya bisa dibatasi sampai waktu tertentu dan setelahnya tidak di wajib kan membayar premi lagi walau tertanggung masih hidup. Dan ahli waris tetap menerima benefit setelah tertanggung meninggal.38

38

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi

Pasal 1795 KUH Perdata menjelaskan pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi

dimana: = benefit = nilai sekarang dari pembayaran = fungsi nilai sekarang santunan Dalam asuransi jiwa bejangka -tahun, uang pertanggungan akan dibayarkan bila tertanggung meninggal

Maksudnya adalah apabila perkawinan yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, meskipun dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan

Bentuk mutual Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 memang belum banyak dikenal, oleh karena itu lebih ditekankan pada eksistensi Bumiputera sebagai perusahaan yang

Bentuk mutual Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 memang belum banyak dikenal, oleh karena itu lebih ditekankan pada eksistensi Bumiputera sebagai perusahaan yang

hanya tidak sama dengan satu mazhab, bahkan bertentangan dengan salah satu mazhab tertentu. Dan bisa juga ketentuan dalam pasal KHI tidak berdasarkan pendapat dari ulama mazhab

Berdasarkan pernyataan ini, bahwa Badan Mediasi Asuransi Indonesia telah memenuhi persyaratan pada pasal 4 huruf e dan pasal 10 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa