BAB II
DASAR HUKUM PENGIKATAN ASURANSI JIWA MELALUI TELEMARKETING PADA ASURANSI JIWA BNI LIFE
A.Perjanjian Asuransi dan Dasar Hukum Asuransi 1. Perjanjian Pada Umumnya
Perjanjian diatur dalam titel II Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), sedangkan mengenai perjanjian secara khusus diatur dalam titel V sampai dengan titel VIII. Secara umum perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian didefinisikan “sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata. Dari definisi tersebut dijelaskan pula bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain yang berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang/pihak kepada satu orang/ pihak lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu terdapat dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib melakukan prestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).43
43Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Rajawali Press, Jakarta 2008, hal 7.
Dari definisi Pasal 1313 KUH Perdata tersebut dikatakan bahwa perjanjian merupakan perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri kepada satu orang atau lebih lainnya, dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan sumber lahirnya sebuah perikatan. Seperti kita ketahui bahwa perjanjian dan perikatan merujuk kepada dua hal yang berbeda.44
Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak yang menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih orang atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut.
Sedangkan perjanjian merupakan suatu perbuatan kongkrit yang didalamnya terkandung hubungan hukum yang abstrak yaitu perikatan.
Menurut Subekti, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.45 Perjanjian sebagai salah satu sumber dari perikatan dapat ditemui landasan hukumnya pada ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang- undang.”46
Rumusan tersebut menyatakan bahwa di luar perjanjian dan karena hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang tidak ada perikatan. Perikatan melahirkan
44Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
45Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2004, hal 2.
46Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan, dengan demikian berarti perjanjian juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan mengadakan perjanjian maka pihak-pihak yang berada di dalamnya secara “sukarela”
mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah mengikatkan diri.
Pernyataan sukarela menunjukkan bahwa perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin dapat terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau membuat perjanjian tersebut. Ini hal yang menjadi ciri khas yang membedakan dengan perikatan yang bersumber dari undang-undang. Pada perikatan yang bersumber dari undang-undang, kewajiban yang timbul bagi salah satu pihak dalam perikatan tersebut bukanlah suatu kewajiban yang dikehendaki, dengan kata lain tidak ada unsure sukarela di dalamnya.47
Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas dapat pula dipahami, pengertian perjanjian hanya mengenai perjanjian sepihak termasuk juga pada perbuatan dan tindakan, seperti zaakwarneming, onregmatige daad. Abdulkadir Muhammad mengatakan Pasal 1313 KUH Perdata kurang memuaskan karena ada kelemahannya, yaitu :
47Ibid. hal 3.
1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dari rumusan ini diketahui satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.
Kata kerja “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu saling “mengikat diri”
terlihat dari adanya consensus dari kedua belah pihak.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus maksudnya dalam pengertian “perbuatan” termasuk tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming) dan tindakan melawan hukum yang tidak mengandung adanya kesepakatan (consensus). Seharusnya dipakai kata
“persetujuan” saja.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Dikatakan terlalu luas karena terdapat juga dalam lapangan hukum keluarga yang terdapat dalam buku I seperti janji kawin, pelangsungan perkawinan. Sedangkan perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan bersifat personal.
4. Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga para pihak mengikat dirinya tidak untuk apa.48
Atas dasar alasan yang dikemukakan di atas menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah “Suatu persetujuan dengan mana satu oarng atau lebih mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.49 Wirjono Prodjodikoro juga memberikan pengertian perjanjian, yaitu
“Persetujuan sebagai suatu pernghubung hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggapberjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut”.50
48Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992, hal. 78.
49Ibid, hal. 78
50Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, , Sumur Bandung, 1985, hal. 7.
M. Yahya Harahap juga mengemukakan pengertian perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum kekayaan atau benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada salah satu pihak untuk memperoleh suatu prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.51
Berdasarkan rumusan perjanjian yang diuraikan di atas dijumpai beberapa unsur yaitu (1) Perikatan (hubungan hukum), (2) Subyek hukum, (3) Isi (hak dan kewajiban) dan (4) Ruang lingkup (lingkup hukum harta kekayaan).
Mengenai adanya suatu perjanjian yang terdapat di luar KUH Perdata tersebut didasarkan pada asas kebebasan berkontrak, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Para pihak bebas menentukan objek perjanjian, sesuai dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, ditegaskan bahwa setiap perjanjian harus melaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan wujud dari suatu perjanjian menurut Pasal 1234 KUH Perdata dapat berupa pemberian sesuatu, perbuatan atau tidak berbuat sesuatu.
Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditentukan dalam kaitannya dengan pandangan hidup bangsa. Asas hukum perjanjian atau hukum kontrak menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagai berikut :
51Yahya Harahap, M. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hal 6.
1. Asas Konsensualisme
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.
2. Asas Kepercayaan
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya dikemudian hari.
3. Asas Kekuatan Mengikat
Di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan yang mengikat.
Terikatannya para pihak pada apa yang diperjanjikan, dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan, dan kebebasan akan mengikat para pihak.
4. Asas Persamaan Hak
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan.
5. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu.
6. Asas Moral
Asas ini terlihat di dalam Zaakwaarneming, di mana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya (Pasal 1339 KUH Perdata).
7. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
8. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.52
Asas hukum perjanjian yang dikemukakan di atas juga merupakan asas yang menjadi dasar dalam perjanjian asuransi termasuk dalam pelaksanaan asuransi jiwa BNI Life yang dipilih sebagai objek dalam penelitian tesis ini.
52Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (standar) Perkembangannya di Indonesia, Alumni Bandung, 1990, hal. 42-44.
2. Dasar Hukum Perjanjian Asuransi
Secara umum istilah asuransi atau pertanggungan dapat mempunyai berbagai arti dan batasan, sesuai dengan siapa yang memberikannya dan dipergunakan untuk sasaran apa. Asuransi atau pertanggungan dapat ditelaah dan diberi batasan dari bidang-bidang ekonomi, hukum, bisnis, matematika atau sosial. Dalam hal ini istilah asuransi, maupun pertanggungan dipergunakan secara bersamaan dan ditelaah dari dua sisi yang sama.
Asuransi telah dikenal sejak zaman Yunani sampai dengan sekarang ini, terbukti dengan timbulnya lembaga-lembaga yang merupakan perintis dari apa yang disebut dengan pertanggungan atau asuransi. Akan tetapi sebelum diuraikan mengenai pengertian asuransi, maka ada baiknya terlebih dahulu diketahui tentang istilah dari asuransi itu sendiri. Perasuransian didalam istilah hukum atau (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perassuransian. Istilah yang umum dipakai untuk asuransi atau pertanggungan dalam bahasa Belanda “assurantie” atau Verzekering”. Di dalam praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang ini banyak orang memakai istilah asuransi (assurantie)53
Untuk istilah penanggungan didalam asuransi disebut “veerzekeraar” atau
“asurador”, sedangkan untuk istilah tertanggung disebut “verzekerde” atau geassureerde”. Di dalam bahasa Inggris asuransi disebut dengan istilah
53Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, kebakaran dan jiwa), Seleksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta,1982, hal. 16.
penanggung dipakai istilah “ the insured”. Istilah Perasuransian berasal dari kata “ Asuransi “ yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.
Ada beberapa pengertian asuransi yang dapat ditemui baik dari Undang- undang maupun pendapat para sarjana. Berdasarkan Pasal 246 KUHD yang mengatakan :
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri dengan seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”.54
Dari Pasal 246 KUHD tersebut diatas ada 3 hal pokok yang terkandung didalamnya yaitu :
a) Pihak tertanggung berjanji akan membayar premi kepada pihak penanggung, baik pembayaran secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur.
b) Pihak penanggung berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-angsur bila terjadi peristiwa tak tentu.
c) Suatu peristiwa yang semua belum jelas akan terjadi.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Usaha Perasuransian menentukan bahwa :
54Lihat Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan“.
.
Rumusan pasal ini ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, melainkan juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata bagian akhir rumusan yaitu “ untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan “. Dengan demikian, objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwa/raga manusia.55
Sedangkan menurut Santoso Poedjosoebroto yang mengatakan bahwa”
“Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung, dengan menerima premi mengikatkan diri untuk memberikan pembayaran kepada pengambilan asuransi atau seseornag yang ditunjuk, karena terjadi peristiwa yang belum pasti yang disebutkan dalam perjanjian, baik karena pengambilan asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebakan oleh peristiwa tadi mengenai hidup, kesehatan atau validitet seorang tertanggung”.56
H.M.N. Purwosutjipto juga mengatakan bahwa asuransi atau disebutjuga dengan pertanggungan adalah
55Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
1999, Hal. 11.
56Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, Jakarta, Bharata, 1996, hal 82.
“Pertanggungan adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian, dan atau seujmlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar premi.”57
Dari bebarapa pendapat tentang pengertian diatas jelas terlihat bahwa pertanggungan itu selalu mengandung pengertian adanya suatu resiko dari peristiwa tak tentu. Sedangkan pada asuransi jiwa, tidak semua unsur yang terkandung didalam pengertian asuransi pada umunya.
Sebagai lembaga hukum, asuransi masuk ke Indonesia secara resmi bersamaaan dengan berlakuknya BW (Burgerlijk Wetboek) atau Hukum Perdata Barat dan W.V.K (Wetboek Van Koophandel) atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dengan satu pengumuman tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam Stb 1847 No. 23, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Sejalan dengan itu pengaturan asuransi terdapat dalam :
1. Pengaturan didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang termuat dalam Buku III Bab XV, tentang perjanjian untunguntungan (konseveenkomst).
Pasal 1774 KUHPerdata, menyebutkan “Suatu perjanjian untung- untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu
57H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta.
2003, Hal.10
kejadian yang belum tentu.58 Yang dimaksud dengan perjanjian untung- untungan menurut Pasal 1774 KUHPerdata adalah perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Jadi ketiganya dimasukkan dalam perjanjian untung-untungan.
2. Pengertian di dalam KUHD
Hukum pertanggungan pada umumnya diatur dalam KUHD, Buku I Titel 9, 10, dan Buku II titel 9 dan 10 dengan perician sebagai berikut:
Buku I titel 9 : Mengatur tentang pertanggungan pada umumnya dimulai dari Pasal 246 sampai dengan Pasal 286.
Buku I titel 10 : Mengatur tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanaian yang belum dipaneni, dan tentang pertanggungan jiwa, dengan perincian :
a. Bagian pertama : Mengatur tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran (Pasal 287- 289 KUHD).
b. Bagian kedua : Mengatur tentang perkiraan barangbarang yang dipertanggungkan (Pasal 619-623 KUHD).
c. Bagian ketiga : Mengatur tentang permulaan dan berakhirnya bahaya Pasal 624-634 KUHD).
d. Bagian keempat : Mengatur tentang hak dan kewjiban si penanggung dan sitertanggung (Pasal 635-662 KUHD)
58Pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
e. Bagian kelima : Mengatur tentang melepaskan hak milik atas barang yang dipertanggungkan (Abondemet) (Pasal 663-680 KUHD).
f. Bagian keenam : Mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak para makelar dalam asuransi laut (Pasal 681-685 KUHD).
Buku II titel 10 : Mengatur tentang pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat, disungai dan di perairan darat (Pasal 686-695 KUHD).
Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal balik.
Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi berikut ini :
a. Asas-asas asuransi b. Perjanjian asuransi c. Unsur-unsur asuransi
d. Syarat-syarat (klausula) asuransi e. Jenis-jenis asuransi
3. Pengaturan di luar KUHD
Pertanggungan khusus yang diatur diluar KUHD, diatur secara tersendiri, seperti di dalam Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan
Presiden (KEPPRES) atau bentuk Peraturan perundang-undangan lainnya.
Pengaturan khusus yang ada di luar KUHD tersebut antara lain :
a. Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaaan Penumpang, yang peraturan pelaksanaanya adalah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965.
b. Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian c. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1991 Tentang Asuransi Kesehatan.
d. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tantang jaminan Sosial Tenaga Kerja e. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963, Tentang Tabungan dan Asuransi
Pegawai Negeri (Taspen).
Dengan diberlakukanya Undang-undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di mana di dalam undang-undang tersebut mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administrasif, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan adminstratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undang Perasuransian
Menurut Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian adalah :
“Jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi. Usaha Asuransi adalah Usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.”59
Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menentukan usaha asuransi dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilanggan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.60
Selain pengelompokkan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usaha menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Usaha asuransi sosial, adalah dalam rangka penyenggaraan program asuransi sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang- undang dan memeberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.
b. Usaha asuransi komersial, dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).
59Lihat Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian
60 Lihat Pasal 3 huruf a Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian
Dilihat dari bentuk Hukum Usaha Perasuransian yang diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992, Usaha Perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk (1) Perusahaan Perseroan (Persero), (2) Koperasi, (3) Perseroan Terbatas, dan (4) Usaha Bersama (Mutual).
Pelaksanaan perjanjian asuransi apabila dilihat dari tujuan pelaksanaannya Tujuan Asuransi, yaitu :
1. Pengalihan risiko
Perusahaan Asuransi dalam dunia bisnis selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih resiko dengan imbalan pembayaran premi, artinya dengan membayar premi kepada perusahaan asuransi maka sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung (Perusahaan Asuransi).
2. Pembayaran ganti kerugian
Dalam praktiknya kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demiikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguhsungguh dideritanya.
3. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertangung (voluntary insurance), tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsary
insurance) artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi ini disebut asuransi sosial.
4. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung.
Menurut ketentuan Pasal 246 KUHD “ Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenement”.
Dari rumusan di atas terdapat unsur penting sebagai berikut.
a. Pihak tertanggung yang berjanji membayar premi pada pihak penanggung;
b. Pihak penanggung, yang berjanji akan mengganti kerugian kepada pihak tertanggung sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi evenement;
c. Pengalihan risiko dari tertanggung kepada penanggung, yang terjadi karena tertanggung tidak mampu menghadapi bahaya yang mengancam benda miliknya;
d. Premi yang dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung mengakibatkan penanggung bersedia menanggung risiko dengan menerima premi sebagai imbalannya;
e. Peristiwa tidak pasti adalah peristiwa terhadap mana benda itu dipertanggungkan, dimana peristiwa itu tidak diketahui sebelumnya atau tidak diharapkan terjadinya;
f. Ganti kerugian baru ada pabila terjadi peristiwa yang tidak tertentu benar- benar terjadi, sebaliknya apabila tidak terjadi peristiwa yang tidak pasti tersebut maka penanggung menikmati premi yang diterima.
Dari beberapa unsur asuransi tersebut jelaslah subjek asuransi adalah para pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan berbadan hukum, dapat berbentuk perseroan terbatas, perusahaan perseroan atau koperasi.
Tertanggung berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum.
Sedangkan objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.
Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992, usaha penunjang asuransi dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu :
1. Usaha Pialang asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2. Usaha Pialang Reasuransi, yang memberikan jasa keperentaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3. Usaha Penilai kerugian asuransi, yang menberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4. Usaha konsultan aktuaria, yang memberikan jasa konsultasi aktuaria.
5. Usaha agen asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.61
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam Pasal 3 tersebut merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia.
B. Asas-Asas Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian yang mempunyai sifat khusus dan unik, sehingga perjanjian ini mempunyai karakteristik tertentu yang khas dibandingkan dengan perjanjian lain. Secara umum perjanjian asuransi harus memenuhi asas-asas tertentu yang mewujudkan sifat atau ciri khusus dari perjanjian asuransi itu sendiri.62
Perjanjian asuransi atau pertanggungan secara khusus diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Perjanjian ini diklasifikasikan sebagai suatu perjanjian khusus dan yang tunduk pada ketentuan-ketentuan khusus pula.63
61Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian 62Sri Rejeki Hartono, Op.Cit. hal 89
63Ibid, hal. 90
Asas-asas perjanjian asuransi yang diatur dalam KUHD hamper seluruhnya merupakan asas-asas yang berlaku bagi asuransi kerugian pada umumnya. Asas- asas termaksud pada umumnya memberikan pengamanan terhadap kepentingan- kepentingan yang berkaitan dengan pemilikan dan kebendaan.
Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip atau asas yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada. Adapun asas-asas umum asuransi dan ketentuan pokok/dasar yang dianut dalam pelaksanaan perjanjian asuransi, khususnya asuransi ganti kerugian adalah sebagai berikut :
1. Asas Indemnitas atau Asas Keseimbangan (Indemnity)
Asas ini merupakan satu asas utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri (khusus untuk asuransi kerugian). Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik ialah untuk memberi ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penangung.64
Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian, maka penanggung akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian.
64Sri Rejeki Hartono, Op. Cit. hal. 98.
Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Asas ini dapat dijumpai pada awal pengaturan perjanjian asuransi, yaitu Pasal 246 KUH Dagang “….seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan……”.65
Asas ini adalah pada hakekatnya mengandung dua aspek, yaitu :
a) Aspek Pertama, yaitu berhubungan dengan tujuan dari perjanjian, harus ditujukan kepada ganti kerugian yang tidak boleh diarahkan bahwa pihak tertangung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi yang menguntungkan. Jadi bila terdapat klusula yang bertentangan dengan tujuan ini menyebabkan batalnya perjanjian;
b) Aspek kedua, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi sebagai keseluruhan yang sah. Untuk keseluruhan atau sebagian tidak boleh bertentangan dengan aspek yang pertama. Hal ini sangat penting artinya karena tujuan yang hendak dicapai oleh perjanjian asuransi dan dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat tertentu, yaitu pihak tertanggung karena memperoleh ganti rugi tidak menjadi posisi keuangan yang lebih menguntungkan.66
65Loc.Cit
66Ibid. hal. 98-90
2. Asas Kepentingan yang Dipertanggungkan (Insurable Interest)
Kepentingan yang dapat diasuransikan merupakan asas utama kedua dalam perjanjian asuransi. Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksudnya ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadinya dan yang bersangkutan menjadi menderita kerugian. Dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian/ kerusakan atas obyek tersebut.
Menurut Abdulkadir Muhammad asas kepentingan menentukan bahwa setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksudnya ialah bahwa pihak tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan objek yang akan diasuransikan.67
Kepentingan keuangan ini memungkinkan tertanggung mengasuransikan harta benda atau kepentingan tertanggung. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa tertanggung tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka tertanggung tidak berhak menerima ganti rugi. Mengenai kepentingan ini, KUH Dagang mengaturnya dalam ketentuan Pasal 250 dan Pasal 268.68
67Abdulkadi Muhammad. Op.Cit., hal 92
68Lihat Pasal 250 dan Pasal 268 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
3. Asas Kejujuran Sempurna (Utmost Good Faith)
Merupakan kewajiban kita untuk memberitahukan sejelasjelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku:
1) Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut;
2) Pada saat perpanjangan kontrak asuransi;
3) Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal- hal yang ada kaitannya dengan perubahanperubahan itu.
Asas ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian, sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak dipenuhinya asas ini pada saat akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan adanya cacat kehendak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320-1329 KUH Perdata.69
Bagaimanapun juga itikad baik merupakan landasan utama dan kepercayaan yang melandasi setiap perjanjian dan hukum juga tidak melindungi pihak yang beritikad buruk. Meskipun secara umum itikad baik sudah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, namun khusus untuk perjanjian
69Lihat Pasal Pasal 1320 -1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
asuransi masih dibutuhkan penekanan atas itikad baik sebagaimana diminta oleh Pasal 251 KUH Dagang.
4. Subrogasi (Perwalian)
Prinsip subrogration (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Asas ini diatur dalam Pasal 284 KUH Dagang adalah suatu asas yang menrupakan konsekuensi logis dari asas idemnitas (keseimbangan).
Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka XYZ, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Adapun mekanisme Aplikasi subrogasi adalah :
1) Tertanggung harus memilih salah satu sumber pengantian kerugian, dari pihak ketiga atau dari asuransi;
2) Kalau tertanggung sudah menerima penggantian kerugian dari pihak ketiga, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari asuransi, kecuali jumlah penggantian dari pihak ketiga tersebut tidak sepenuhnya;
3) Kalau tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari asuransi ia tidak boleh menuntut pihak ketiga. Karena hak menuntut tersebut sudah dilimpahkan ke perusahaan asuransi.
Selain keempat asas tersebut juga dapat ditambahkan dua asas lainnya yaitu, 5. Asas Kontribusi
Asas lain yang juga terdapat dalam perjanjian asuransi adalah asas kontribusi. Asas ini terdapat dalam Pasal 278 KUHD, asas ini menyatakan bahwa apabila terdapat beberapa penanggung dalam satu polis dengan melebihi harga, maka masing-masing penanggung memberikan imbangan menurut harga yang sebenarnya.70
6. Asas Proximate Cause
Proximate cause adalah peristiwa yang langsung menyebabkan kerugian pada diri tertanggung yang dapat diberi ganti kerugian oleh penanggung.
Menurut asas ini, yang dapat ditanggung oleh penanggung adalah peristiwa yang utama yang ditanggung dalam polis yang menyebabkan rusak atau musnahnya suatu objek pertanggungan yang mendapat ganti rugi dari pihak penanggung.71
Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini: “Seseorang mengendarai kendaraan diajalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Korban
70Lihat Pasal 278 Kitab Undang-undang Hukum Dagang
71Dwi Endah Ernawati, Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di Wilayah Surakarta, Tesis Pascasarjana Undip, Semaran, 2009, hal 15.
luka parah dan dibawa kerumah sakit. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.
Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal inilah, akan diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak.72
C.Penggunaan Telemarketing Pengikatan Asuransi Jiwa pada BNI Life dan kaitannya dengan Asas Itikad Baik
Asuransi Jiwa BNI Life adalah perusahaan asuransi kerjasama Bank Negara
Indonesia (Persero), Tbk dan PT. Asuransi Jiwasraya. Dengan demikian, nama PT. Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya – BNI Life Insurance, merupakan
perpaduan antara dua nama besar dan profesional dari Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk dan PT. Asuransi Jiwasraya. Asuransi Jiwa BNI Life ini berdiri tanggal 28 November 1996 yang merupakan anak perusahaan dari perusahan perbankan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang berkedudukan sebagai Divisi Unit Penyelia Perusahaan Anak.73
Dalam dunia bisnis termasuk bisnis asuransi pemasaran adalah salah satu aspek penting dalam kesuksesan suatu perusahaan. Kelemahan utama yang
72Ibid.. hal 15
73Hasil Wawancara dengan Gemala PS.SN, Finansial Consultant BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
biasanya terjadi pada perusahaan Indonesia adalah dalam bidang pemasaran yang merupakan aspek penting di dunia bisnis. Pengusaha kita dapat menghasilkan produk yang cukup bagus dengan biaya yang rendah, karena Indonesia kaya akan bahan baku dan tenaga kerja yang murah. Akan tetapi, setelah produk itu jadi, pada umumnya mereka kesulitan untuk memasarkannya.
Penerapan strategi pemasaran yang tepat harus dilakukan oleh perusahaan agar mendapat hasil yang optimal. Dalam marketing mix terdapat 4 bauran yang dapat menjadi salah satu pedoman dalam melaksanakan pemasaran (4P). keempat bauran (4P) tersebut adalah : product, price, promotion, place. Masing-masing bauran mempunyai tujuan tersendiri dalam pemasran. Untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu mencapai laba yang optimal dan untuk bertahan perusahaan menggunakan kegiatan pemasarannya sebagai ujung tombak keberhasilan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengorganisasi tiap-tiap bauran pemasaran tersebut agar teratur dengan baik sehingga nantinya perusahaan mendapatkan hasil yang optimal.
Kegiatan pemasaran sangat menentukan sampai atau tidaknya produk yang dihasilkan perusahaan kepada konsumen sehingga kegiatan pemasaran sangat penting dan para pelaku bisnis harus bisa menetapkan bauran pemasaran yang tepat yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan konsumen. Pada zaman dahulu ketika perekonomian masuh bersifat kerajinan rumah tangga, seseorang dapat dengan mudah mendapatkan informasi tentang produk yang dihasilkan oleh tetangganya. Akan tetapi, sekarang zaman sudah berubah, begitu banyaknya
produk yang dihasilkan oleh pelaku bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen membuat konsumen sulit untuk mencerna banyaknya informasi tentang produk yang dihasilkan oleh pelaku bisnis sehingga pelaku bisnis harus bisa menginformasikan produk mereka kepada konsumen dengan baik.74
Kepuasan pelanggan selalu diutamakan untuk memberikan rasa aman dan terlindungi, secara terus-menerus dan sungguh-sungguh berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan atau tertanggung BNI Life. Dari tahun ke tahun perusahaan asuransi BNI Life ini melakukan kegiatan pemasaran (4P) dalam menginformasikan produknya kepada konsumen yang bertujuan agar konsumen mengetahui dengan jelas produk yang ditawarkan dan mampu bersaing dengan perusahaan asuransi lainnya. Untuk memperoleh hasil yang optimal BNI Life melakukan beberapa tindakan yang berbeda dalam penawaran produknya dengan perusahaan asuransi lainnya dan melakukan penetapan harga yang bebeda dengan perusahaan asuransi lainnya, karena dalam menyampaikan informasi produk atau harga kepada konsumen BNI Life menjelaskan semua tanpa ada yang ditutup- tutupi. Komitmen yang tinggi untuk membangun SDM berkualitas, inovasi dan diferensiasi produk, pelayanan yang optimal dengan dukungan teknologi informasi yang andal, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan loyalitas stake holder terhadap perusahaan.
74Hasil Wawancara dengan Peri Akri, General Manager BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.Tanggal 28 Januari 2011.
Kepercayaan dan loyalitas stakeholder terhadap perusahaan akan menghasilkan manfaat yang saling menguntungkan, bukan hanya dinikmati oleh share holder, tetapi juga oleh pemegang polis, karyawan dan semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Hal ini juga dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa BNI Life dalam memasarkan produk asuransinya yaitu asuransi jiwa.
Sebagaimana layaknya sebuah produk dipasarkan melalui berbagai jalur pemasaran demikian pula halnya dengan asuransi. Asuransi adalah suatu produk yang berbentuk jasa saat ini tidak hanya ditawarkan melalui direct selling lewat agen asuransi tapi juga mulai ditawarkan melalui kerjasama bank (bancassurance) sebagai jalur distribusinya.75
Dari uraian di atas diketahui bahwa system pemasaran yang menggunakan metode 4P tersebut merupakan metode pamasaran konvensional yang sampai saat ini masih digunakan oleh perusahaan asuransi. BNI Life saat ini dalam memasarkan produk asuransi tertentu juga telah menggunakan 2 cara yaitu :
1. Sales Representatif, yang siap sedia di tempat. Biasanya mereka menempatkan sales representatif ini di dalam bank di mana bisa berinteraksi langsung dengan calon nasabah secara konvensional.
2. Telemarketing. Marketing menarwarkan produk lewat telephone dengan data calon nasabah dari bank tersebut atau dari si marketingnya sendiri.76
75Hasil Wawancara dengan Staf Wiraniaga BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
76Hasil Wawancara dengan Gemala PS.SN, Finansial Consultant BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
Untuk meningkatkan layanan kepada nasabah dengan penyediaan keragaman produk, BNI luncurkan Telemarketing Bancassurance, yaitu channeling pemasaran Bancassurance dalam memasarkan portofolio asuransi kepada nasabah BNI. Layanan ini merupakan komitmen BNI untuk mempermudah nasabah mendapatkan perlindungan asuransi dengan mudah, harga premi terjangkau dan dapat memanfaatkan layanan BNI dalam berasuransi, seperti pembayaran melalui electronic banking. Untuk layanan telemarketing bancassurance ini, BNI menjalin kerjasama dengan 3 perusahaan asuransi, yaitu PT Asuransi CIGNA, PT Sun Life Financial Indonesia, dan PT AIG LIFE.77
Melalui pemasaran produk asuransi jiwa melalui telemarketing ini akan
mendapat hasil yang baik mengingat BNI memiliki customer based sebanyak 9 juta nasabah. Ditambah dengan proses aplikasi dan persyaratannya yang cukup ringan. Selain itu, BNI Life, selama ini juga telah memiliki produk- produk bancassurance, yang merupakan bagian dari layanan wealth management BNI.
Telemarketing yang dimaksud di atas adalah metode pemasaran yang langsung dilakukan oleh tele marker dengan calon nasabah (tertanggung), telemarketing menggunakan telepon dengan tidak bertemu muka dengan agen
77Hasil Wawancara dengan Gemala PS.SN, Finansial Consultant BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
asuransi dengan calon tertangung merupakan hal yang di luar kebiasaan permasalahan asuransi jiwa pada umumnya.
Dalam perjanjian asuransi pada umumnya merupakan perjanjian yang mengikat tertanggung dan penanggung yang dinyatakan dalam polis. Ketentuan yang terdapat di dalam polis merupakan ketentuan dalam perjanjian asuransi termasuk dalam perjanjian asuransi BNI Life. Namun demikian ada perusahaan asuransi yang melakukan perubahan atas syarat-syarat umum polis yang disesuaikan dengan kepentingan perusahaan masing-masing.
Pada Asuransi Jiwa BNI Life merupakan pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian asuransi, baru dinyatakan sah perjanjian tersebut apabila pihak tertanggung telah mengajukan permohonan menjadi peserta dan setuju untuk melaksanakan pembayaran premi walaupun penanggung belum menerbitkan polis.
Polis biasanya baru diserahkan setelah jangka waktu tiga bulan karena harus terlebih dahulu mendapat pengesahan dari kantor pusat.78
Apabila kedua belah pihak telah sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian asuransi, pihak tertanggung berkewajiban membayar premi kepada pihak penanggung. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Polis, di mana
78Hasil Wawancara dengan Gemala PS.SN, Finansial Consultant BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
perjanjian asuransi mulai berlaku pada tanggal yang dinyatakan di dalam polis dan jika premi pertama sudah dibayar.79
Dengan demikian, jelas bahwa keterikatan hubungan tertanggung/pemegang polis dengan pihak perusahaan asuransi jiwa sebagai penanggung muncul sejak adanya kata sepakat dari kedua pihak dengan polis sebagai bukti autentiknya.
Secara umum inilah yang disebut sebagai perjanjian konsensual. Keterikatan itu dibuktikan dengan diterbitkannya polis asuransi jiwa. Substansi polis tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang pertanggungan (asuransi) yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), dalam hal ini Pasal 302-308 KUHD, serta ketentuan-ketentuan instansi pembina peransuransian (instumen hukum administrasi negara), yaitu Menteri Keuangan RI.
Namun demikian, dalam pelaksanaannya metode telemarketing yang dipraktekkan oleh BNI Life ini berdasarkan keterangan Finansial Consultant BNI Life, kesepakatan antara nasabah dengan wiraniaga atau tele marker yang bertugas melakukan pemasaran produk asuransi dengan jalan telemarketing belum merupakan suatu bentuk perjanjian yang berlaku sah. Persetujuan yang diberikan oleh calon tertanggung hanya merupakan kesepakatan awal dan tidak mengikat kedua pihak.80
79Lihat Polis Asuransi Jiwa BNI LIfe
80Hasil Wawancara dengan Peri Akri, General Manager BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
Hal ini dikatakan tidak mengikat karena untuk terlaksananya suatu perjanjian asuransi pada Asuransi BNI Life didahului dengan adanya Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ). SPAJ adalah surat bukti tentang identitas diri dan bukti pengungkapan fakta-fakta material mengunakan objek pertangungan tentang diri tertangung dan ahli waris yang nantinya akan memperoleh manfaat asuransi.
Sedangkan pengikatan melalui telemarketing tidak dibuat suatu permohonan tetapi hanya data awal dari tertanggung. Selanjutnya setelah ada kesepakatan baru calon tertanggung diundang ke kantor atau agen asuransi mengunjungi calon tertanggung.81
Berdasarkan keterangan tersebut, jelaslah bahwa pengikatan asuransi yang dilakukan melalui telemarketing bukanlah pengikatan asuransi pada umumnya, tetapi hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak. Kesepakatan prakontrak tersbeut merupakan persetujuan dari calon tertanggung atau calon nasabah asuransi untuk menjadi peserta asuransi yang diselenggarakan oleh Asuransi BNI Life. Setelah adanya kesepakatan tersebut, maka pihak perusahaan asuransi akan mengundang calon tertanggung atau mengunjungi calon tertanggung untuk selanjutnya dibuat kesepakatan untuk melanjutkan dengan pengajuan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) oleh tertanggung dan penandatanganan perjanjian serta penerbitan polis asuransi atas nama tertanggung.
81Hasil Wawancara dengan Gemala PS.SN, Finansial Consultant BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
Walaupun pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing ini bukan merupakan perjanjian asuransi pada umumnya, namun keberadaannya merupakan jalan bagi terciptanya atau terjadinya suatu kesepakatan awal antara tertanggung dengan penanggung atau perusahaan asuransi.
Adapun keunggulan dan kelemahan dari telemarketing ini merupakan hal yang sudah biasa di dalam suatu bisnis telemarketing itu sendiri dan suatu hal yang wajar dan setiap penjualan pasti ada titik kelemahanya dan keungulannya berbicara tentang keungulannya telemarketing itu sendiri ataupun penjualan jarak jarak jauh tidak perlu diutarakan, karena pasti ada dan banyak sebab berdasarkan pertimbangan itulah adanya keungulan-keungulan penjualan model ini dipraktekan ataupun dilakukan dan yang perlu diungkap adalah kelemahan-kelemahan penjualan dari telemarketing ini antara lain :82
a. Ketiadaan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ). SPAJ adalah surat bukti tentang identitas diri dan bukti pengungkapan fakta-fakta material mengunakan objek pertangungan tentang diri tertangung tersebut,jika SPAJ tidak ada maka bukti tertulis mengenai pengukapan materialpun tidak ada dan akibatnya jika Klaim ditolak berdasarkan peryataan lisan (melaui telepon) dan tertangung tidak mengakuinya maka timbulah sengketa yang berakibat pada rasa dan ketidak puasaan dan kecewaan tertangung.
82Hasil Wawancara dengan Peri Akri, General Manager BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
b. Tertangung tidak dapat memahami luas jaminaan dan pengajuan syarat-syrat polis secara utuh karena waktu berbicara melalui telepon relatif singkat dan tanya jawab antara telemarketing dengan calon tertangung tidak bisa sepenuhnya di lakukan,sedangkan tanya jawab bertatap muka saja masih mempunyai banyak kelemahan-kelemahan apa lagi interaksi antara dua orang yang tidak saling berpandangan (jarak jauh) dan kadang kala nasabah sering bertanya identitas mereka di dapat dari mana, sehinga ini merupakan hal yang sangat di rahasiakan sebenatnya tentang identitas mereka.
c. Akibat waktu komunikasi terbatas, sehinga melalui telemarketing tidak mengetahui latar belakang nasabah itu, aktiftasnya, prestasinya dan tidak
mengetahui kegiatan sehari-hari nasbah tersebut sibuk apakah tidak sehinga sulit untuk menebak banyaknya pulsa dan waktu untuk menghubungi
konsumen sehinga jarang terjadi pembelian secara langsung dan sulitnya menterjemahkan produk-produk asuransi lewat telepon sehinga keputusan yang diambil para nasabah sering tergesa-gesa tanpa tatap muka oleh agen asuransi tersebut.
Hasil analisis penulis terhadap pelaksanaan atau penggunaan telemarketing dalam pengikatan asuransi jiwa ini menyebabkan timbul permasalahan antara penanggung dan tertanggung. Adapun permasalahan yang terjadi akibat pemasaran telemarketing ini ditinjau dari syarat-syarat dan perikatannya yang belum
terpenuhi. Dengan kata lain, terhadap pengikatan asuransi melalui telemarketing ini belum ada tanda bukti secara hukum atau belum adanya pembuktian layaknya polis asuransi pada umumnya.
Konflik yang memungkinkan terjadi antara lain “apabila ada anggapan dari calon tertanggung yang namanya telah didaftarkan, namun belum mendapatkan polis tetapi evenement kondisi yang diasuransikan terjadi akan berupaya untuk memperoleh ganti rugi klaim kepada perusahaan asuransi. Klaim ini tentunya akan ditolak oleh perusahaan asuransi karena perjanjian asuransi yang sebenarnya belum dilaksnakan. Hal ini disebabkan karena, pemasaran melalui telemarketing ini pada dasarnya hanya merupakan suatu perjanjian prakontrak yang dilakukan melalui sarana telekomunikasi, sedangkan kepastian terikatnya perjanjian antara nasabah atau tertanggung dengan perusahaan asuransi tetap dilakukan melalui penandatanganan polis.
Oleh karena itu, guna mengatasi adanya konflik dalam pengikatan asuransi melalui telemarketing, maka tertanggung atau masyarakat calon tertanggung harus cermat dalam menerima tawaran via telemarketing dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :83
83Hasil Wawancara dengan Peri Akri, General Manager BNI Life Cabang Pekanbaru Riau.
1. Jika terjadi klaim siapa yang harus dihubungi bank atau asuransi, bila anda bisa mendapatkan nama orang yang akan mengurus klaim akan lebih baik, tapi biasanya ini agak sulit.
2. Adakah garansi pengembalian polis dan bila apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan kontrak. Waktu yang terbatas di telephone membuat calon nasabah tidak mendapatkan informasi yang penuh.
3. Tidak mudah percaya jika dikatakan tidak memerlukan pernyataan kesehatan, terlebih jika polis yang ditawarkan adalah asuransi kesehatan atau penyakit kritis
4. Prosedur penghentian pembayaran premi, biasanya premi dibayarkan dengan konfirmasi kartu kredit.
5. Jangan terburu-buru, mengambil waktu untuk mempertimbangkan produk yang ditawarkan. Jangan tergiur oleh tawaran hadiah