PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL
DENGAN SYARIAH ISLAM
(Studi pada PT. Prudential Life Assurance Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
HERI GUNAWAN Nim : 110200162
Hukum Keperdataan
Program Kekhususan Hukum Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA KONVENSIONAL
DENGAN SYARIAH ISLAM
(Studi pada PT. Prudential Life Assurance Medan)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
HERI GUNAWAN Nim : 110200162
Hukum Keperdataa
Program Kekhususan Perdata Dagang
Disetujui oleh:
Ketua Depertemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP : 196603031985081001
Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT, serta shalawat dan salam
kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sehingga kita dapat berkumpul ditempat
ini.
Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah dalam rangka melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) dalam
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini adalah: “PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA
KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM (Studi pada PT. Prudential Life
Assurance Medan)”. Dilihat pada prinsip-prinsip dan sistem-sitem yang mengatur
antara Asuransi Jiwa Konvensional dengan Asuransi Jiwa Syariah, dengan
perbandingan hukum yang terlihat pada Undang-Undang dan Fatwa MUI tentang
Perasuransian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sehingga nantinya skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Skripsi ini bukannya semata-mata merupakan jerih payah Penulis sendiri, namun
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universtas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universtas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universtas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum. selaku KetuaDepertemen Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum. selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang dan
Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi
ini.
7. Ibu Dr. Utary M Barus, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan terhadap penulisan skripsi ini.
8. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Pegawai Administrasi di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
9. Ibu Syarafini Ong selaku maneger PT. Prudential Life Assurance Medan yang telah
berkerja sama dalam memberikan informasi dan referensi kepustakaan seputar
asuransi jiwa konvensional dan syariah hingga menyelesaikan skripsi ini.
10.Ibunda Rosita Nasution yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, motivasi
serta pengorbanan yang tulus kepada penulis selama ini serta keluarga.
11.Ayahnda Sam Kadir yang juga senantiasa memberikan doa, kasih sayang, motivasi
serta pengorbanan yang tulus kepada penulis selama ini serta keluarga.
12.Dina Puspita Sari, SE. Yang selama ini telah memberikan dorongan moril, semngat
13.Teman teman terbaik : Ridho Situmorang, SH., Eko Pahala N, SH., Sarabjit Sing S,
SH., Andreas Lifra S, SH., Anugrah Novantri Zebua, SH., Emil Mursyidin Nasution,
SH, Yahya Afrian Zein Harahap, Ramot, Johanes, Giri Rahmad, Hendro Handoko,
Harits, Yosafat, Dedhad (cepat wisuda), Amir (tidak pernah berubah), Tanto (duluan
mendapa gelar sarjana), Darmayanti (jangan terlalu bnyak makan) Serta semua
rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat kita semua. Amin.
Medan, Oktober 2015
Penulis
SURAT PERYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tanggan dibawah ini
NAMA : HERI GUNAWAN
NIM : 110200162
DEPERTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI : PERBANDINGAN HUKUM ASURANSI JIWA
KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM (Studi pada
PT.Prudential Life Assurance Medan)
Dengan ini menyatakan:
1. Skripsi yang saya tulis adalah bukan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah
orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala
akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada peksaan atau tekanan
dari pihak manapun.
Medan, 27 September 2015
ABSTRAK
Heri Gunawan*Sinta Uli** Utary M. Barus***
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian mendefenisikan segala usaha menyangkut jasa yang pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distributor produk Asuransi atau produk Asuransi Syariah. Terutama dalam produk Asuransi Syariah, sangat dibutuhkan perkembangannya didalam masyrakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Perusahaan Asuransi yang bekembang di maksyarakat melakukan pembaharuan sistem, yaitu memasukan Syariah Islam kedalam bentuk Asuransi. Hal ini dikarena Asuransi Konvensional tidak dapat melindungi masyarakat yang memiliki pengetahuan Islam yang luas.Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah: Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Persamaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Daya Tarik Pasar Antara Asurasi Konvensional dengan Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Konvensional dengan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.
Skripsi ini ditulis dengan melakukan penelitian kepustakaan dan riset lapangan. Penelitian lapangan yaitu langsung melakukan penelitian kantor PT. Prudential Life Assurance Medan. Teknik wawancara dilakukan kepada petugas PT. Prudential Life Assurance Medan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam skripsi. Riset perpustakaan yaitu mengumpulkan dan menelaah bahan-bahan literatur atatupun tulisan ilmiah, undang-undang, peraturan pemerintah, yang berkaitan dengan skripsi, baik yang diperoleh dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa industri Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan Nasional. Undang-Undang No 14 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah membedakan Asuransi menjadi Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Perbedaan asuransi kovensional dengan syariah yaitu unsur gharar, maisir, riba dan sistem Pengelolaan. Prudential memberikan perbedaan yang terlihat berupa resiko, asas, tugas perusahaan, manfaat, biaya, pengawasan, investasi dana, mata uang, pengelolaan dana dan keuntungan. Prudential memberikan perlindungan kepada tertanggung berupa uang santunan meninggal dunia dan cacat total serta dana investasi, manfaat tambahan, cuti pembayaran premi serta memberikan penarikan dana (withdraw).
*Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Metode Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Sistematik Penelitian ... 11
BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi Konvensional ... 13
B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi Konvensional ... 15
C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional ... 20
D. Syarat Sah Perjajian Asuransi Konvensional ... 23
E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional ... 27
BAB III ASURANSI SYARIAH ISLAM A. Sejarah Asuransi Syaria ... 30
B. Landasan Teori Asuransi Syariah ... 39
C. Dasar Hukum Asuransi Syariah ... 58
D. Syarat Sah Perjanjian Asuransi Syariah ... 60
E. Sistem Operasional Asuransi jiwa Syariah ... 61
BAB IVPERBANDINGAN ASURANSI KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH ISLAM PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE MEDAN A. Perbedaan dan Persamaan Asuransi JIwa Konvensional dengan Asuransi Jiwa Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance 1. Perbedaan Asuransi Jiwa Konvensional dan Syariah ... 69
2. Persamaan Asuransi Jiwa Konvensional dan Syariah ... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
ABSTRAK
Heri Gunawan*Sinta Uli** Utary M. Barus***
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian mendefenisikan segala usaha menyangkut jasa yang pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran dan distributor produk Asuransi atau produk Asuransi Syariah. Terutama dalam produk Asuransi Syariah, sangat dibutuhkan perkembangannya didalam masyrakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Perusahaan Asuransi yang bekembang di maksyarakat melakukan pembaharuan sistem, yaitu memasukan Syariah Islam kedalam bentuk Asuransi. Hal ini dikarena Asuransi Konvensional tidak dapat melindungi masyarakat yang memiliki pengetahuan Islam yang luas.Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah: Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Persamaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Daya Tarik Pasar Antara Asurasi Konvensional dengan Syariah di PT. Prudential Life Assurance. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Konvensional dengan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.
Skripsi ini ditulis dengan melakukan penelitian kepustakaan dan riset lapangan. Penelitian lapangan yaitu langsung melakukan penelitian kantor PT. Prudential Life Assurance Medan. Teknik wawancara dilakukan kepada petugas PT. Prudential Life Assurance Medan guna memperoleh informasi dan data-data yang diperlukan dalam skripsi. Riset perpustakaan yaitu mengumpulkan dan menelaah bahan-bahan literatur atatupun tulisan ilmiah, undang-undang, peraturan pemerintah, yang berkaitan dengan skripsi, baik yang diperoleh dalam perkuliahan maupun diluar perkuliahan.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa industri Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan Nasional. Undang-Undang No 14 Tahun 2014 tentang Perasuransian telah membedakan Asuransi menjadi Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah. Perbedaan asuransi kovensional dengan syariah yaitu unsur gharar, maisir, riba dan sistem Pengelolaan. Prudential memberikan perbedaan yang terlihat berupa resiko, asas, tugas perusahaan, manfaat, biaya, pengawasan, investasi dana, mata uang, pengelolaan dana dan keuntungan. Prudential memberikan perlindungan kepada tertanggung berupa uang santunan meninggal dunia dan cacat total serta dana investasi, manfaat tambahan, cuti pembayaran premi serta memberikan penarikan dana (withdraw).
*Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014tentang Perasuransi memuat
perjanjian antara dua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis
yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh Perusahaan Asuransi sebagai
imbalan.
Usaha perasuransian adalah segala usaha yang menyangkut jasa
pertanggungan atau pengelolaan resiko, pertanggungan ulang resiko, pemasaran
dan distribusi produk asuransi atau produk Asuransi Syariah.
Usaha perasuransian umum adalah usaha pertanggungan resiko yang
memberikan penggantian kepada kepada tertanggung atau pemegang polis,
tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia
atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau
pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur didalam perjanjian, yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Usaha perasuransian ini sebagai salah satu lembaga keuangan, menjadi
penting peranannya, karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semangkin
meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.
Pembangunan tidak luput dari berbagai risiko yang dapat mengganggu hasil
pembangunan yang telah dicapai. Sehubungan dengan itu dibutuhkan hadirnya
usaha perasuransian yang tangguh, yang dapat menampung kerugian yang timbul
Kebutuhan akan jasa usaha perasuransian juga merupakan salah satu sarana
finansial dalam tata kehidupan ekonomi rumah tangga, baik dalam menghadapi
risiko finansial yang timbul sebagai akibat dari risiko yang paling mendasar, yaitu
risiko alamiah datangnya kematian maupun dalam menghadapi berbagai risiko
yang secara sadar dan rasional dirasakan dapat mengganggu kesinambungan
kegiatan usahanya, di lain pihak dunia usaha seringkali tidak dapat
menghindarkan diri dari suatu sistem yang memaksanya untuk menggunakan jasa
usaha perasuransian.
Menghindari risiko merupakan sebab lahirnya lembaga asuransi dimana
asuransi merupakan tuntutan masa depan karena mengandung manfaat sebagai
berikut:
1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari risiko kerugian yang mungkin timbul.
2. Menciptakan efisiensi perusahaan (business efficiency).
3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi.
4. Sebagai sumber pendapatan (earning power) yang didasarkan pada financing the bussiness.1
Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelengarakan jasa penanggulangan resiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditentukan dan /atau berdasarkan pada hasil pengelolan dana.
Namun kebutuhan-kebutuhan yang diberikan asuransi kepada masyarakat
tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat Indonesia. Hal ini penduduk Indonesia
mayoritas beragama Islam, sehingga lembaga asuransi konvensional yang tumbuh
dimana-mana saat ini sangat meragukan. Banyak dari mereka bersikap mendua,
disatu pihak tuntutan kebutuhan akan masa depan, asuransi merupakan kebutuhan
1
setiap orang sehingga keikutsertaannya di dalam asuransi sangat penting,
sementara di lain pihak keterlibatan orang Islam di dalam asuransi belum bisa
secara optimal karena masih ragu tentang kedudukan hukum di dalam Islam.
Lahirnya perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia tidak dapat
merangkul seluruh masyarakat Indonesia. Perusahaan Asuransi di Indonesia
melakukan perkembangan sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat
Indonesia, yaitu dengan memasukkan aspek fiqih khususnya dalam bidang
muamalah.
Pembahasan tentang asuransi dengan hakikat qadha dan qadar atau taqdir,
misalnya masih banyak kalangan cendikiawan yang melihat bahwa berasuransi
sama dengan melawan takdir dan mengurangi tawakal kepada Allah SWT. Ini
jelas merupakan kesalahan besar yang sangat fatal akibatnya. Untuk meluruskan
kesalahan ini perlu didudukkan secara jelas apa yang dimaksud dengan
berasuransi dan bagaimana kaitanya dengan unsur takdir terutama yang berkaitan
dengan kematian.
Pandangan Islam, kematian adalah urusan Allah SWT dan manusia tidak
memiliki secuil kemampuan untuk memajukan atau menahan kedatangannya ajal.
Satu-satunya yang manusia mampu mengatasipasi hanyalah dampak finansial
yang muncul bila Sang pencari nafkah utama meninggal dunia. Pencari nafkah
yang diasuransikan bukanlah jiwanya, karena jiwanya adalah milik Allah.
Pengupayaan yang dilakukan adalah untuk meminimalkan resiko keuangan
sepeninggal. Islam mengartikan Asuransi Jiwa sebagai Asuransi Keluarga atau
lebih tepatnya Asuransi Finansial Keluarga. Hal ini mengingat seluruh manfaat
Berkaitan dengan ikhtiar, Allah meminta manusia untuk hidup rapi penuh
rencana dan strategi. Perencanaan yang baik bukan saja dalam mencari nafkah dan
menggapai Ridha Ilahi tetapi juga dalam mengantisipasi musibah dan
kemalangan. Diantara cara yang dilakukan manusia dalam antisipasi ini antara
lain dengan cara menabung atau meminjam dari kerabat. Terkadang tabungan
terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya biaya musibah, demikian juga
pinjaman tidak selalu tersedia setiap saat. Disinilah manusia mengupayakan cara
lain berupa bersama-sama saling membantu, saling menanggung dan saling
menjamin yaitu dengan Asuransi Syariah.
Paradigma berasuransi ini bukanlah suatu upaya melawan takdir tetapi
justru melakukan ikhtiar dan hidup penuh dengan rencana sesuai dengan anjuran
Allah. Allah juga melarang bila dengan mengambil skema asuransi kepercayaan
kepada Allah menjadi berkurang dan meredup.
Paradigma diatas sebagai suatu perubahan untuk mengalihkan resiko yang
terjadi kepada umat Islam untuk merencanakan kehidupanya tanpa mengurangi
kecintaanya kepada Allah. Ulama Islam mencoba memasukan aspek fiqih
kedalam Asuransi Syariah untuk membantu perkembangan Asuransi Syariah yang
sangat dibutuhkan umat Islam yang ingin merencanakan kehidupanya.
Konsep Muamalah, termaksud prinsip ta’awud, tadhamun, dan takaful,
telah demikian lengkap dan telah dipraktikan sejak generasi sahabat hingga
beratus tahun kemudian.2
Perkembangan Asuransi Syariah telah berkembang bukan saja di dunia
Islam, bahkan juga dibeberapa belahan dunia lainnya termaksuk Amerika, Eropa,
2
dan Australia. Produk-produk juga bermacam-macam mencakup Asuransi
Kesehatan, pendidikan, kecelakaan, dan bahkan sampai ke jiwa. Lebih dari itu
Asuransi Syariah juga mampu melayani dari semua bentuk keadaan
perekomomian yang ada di masyarakat, baik yang rendah sampai yang paling
tinggi.
Sistem dan produk serta layanan Asuransi Syariah adalah salah satu bagian
dari rahmat Islam untuk dunia. Mengadapi realitas kehidupan sehari-hari setiap
Insan tidak lepas dari resiko dan musibah. Sementara Allah menyuruh kita untuk
senantiasa berikhtiar mengantisipasinya. Namun dalam melakukan ikhtiar ada
yang sesuai dengan syariah ada juga yang tidak sesuai dengan syariah. Sistem
ta’amin, dan ta,awun serta menghindari riba dalam pengeloaan dananya sesuai
dengan Syariah Islam.
Majelis Ulama Indonesia melalui salah satu perangkatnya yang bernama
Dewan Syariah Nasional (DSN), sejak berdirinya pada tahun 1999 adalah tiada
berhentinya kerja keras untuk mengarahkan dan mendakwakan tumbuh dan
berkembangnya ekonomi Islam di tanah air tercinta ini. DSN telah mengeluarkan
puluhan Fatwa sebagai pedoman pelaksana para pelaku ekonomi Islam, kemudian
dengan rekomendasi maupun tanggapan yang responsif atas berbagai masalah
ekonomi bangsa dan pendirian dan lembaga-lembaga keuangan dan bisnis syariah.
Industri asuransi adalah salah satunya.
Sebagai sebuah Bangsa Muslim terbesar dengan jumlah penduduknya
kurang lebih 90% beragama Islam, tuntutan atau kiat Islam dalam operasional
dipublikasikan, melainkan sebagai arahan bagi para praktisi dalam melayani
berbagai lapisan dan golongan masyarakat dari perspektif Islam.
Terkait dengan kondisi diatas, maka MUI mengeluarkan Fatwa tentang
Asuransi Syariah, diantaranya yaitu:
1. Fatwa No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah.
2. Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah pada Asuransi Syariah.
3. Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah.
4. Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru dan Asuransi
Syariah.
Pemerintah juga mendorong perkembangan Asuransi Syariah, pemerintah
telah mengeluarkan KMK No. 426/KMK.06/2003 yang didalamnya antara lain
mngatur ketentuan-ketentuan tentang Asuransi Syariah, baik yang menyangkut
persyaratan untuk mendirikan konvensi syariah, membuka cabang syariah,
ketentuan tentang ahli asuransi syariah, pengaturan tentang investasi yang
dibenarkan secara syariah, dan sebagainya.
Prudential merupakan perusahaan jasa keuangan termuka asal Inggris yang
berdiri sejak tahun 1848. Prudential merupakan grup jasa keuangan Internasional
termuka. Prudential menyediakan jasa asuransi dan layanan keuangan lainnya
melalui anak usaha dan inflasi di seluruh dunia.
Grup Prudential memiliki posisi yang sangat kuat pada tiga pasar terbesar
Serikat, dan Asia. Pada ketiga pasar ini, kekayaan global yang terus mengikat dan
demografi yang dinamis memunculkan permintaan pasar untuk produk proteksi
jangka panjang dengan investasi.3
PT. Prudential Life Assurance di Indonesia didirikan pada tahun 1995.
Prudential Indonesia sebagai perusahaan di bidang jasa keuangan telah terdaftar
dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga ini dibentuk dengan
tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan maupun
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.4
3
Prudential, Prufast Start, Hal.4.
4
Ibid, Hal.5.
Awal pembentukan, asuransi Prudential Life Assurance hanya mengenal
satu sistem asuransi, yaitu Asuransi Konvensional. Sistem ini tidak mampu
mengikat seluruh mayarakat Indonesia yang mayoritas adalah pemeluk agama
Islam.
Prudential Life Assurance meluncurkan Asuransi Syariah atau yang disebut
PRUlink Syariah pada tahun 2007 untuk meranggkul masyarakat Indonesia.
Sehingga pada tahun 2007 PT. Prudential Life Assurance terdapat 2 sistem
asuransi, yaitu Asuransi Konvensional dan Syariah.
Prudential link Syariah adalah sebuah produk asuransi yang dikaitkan
dengan investasi berbasis Syariah. Prudential link Syariah dirancang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat akan merancang keuangan masa depan yang
Penjelasan di atas, menarik untuk ditelitih dan memberi dorongan menulis
skripsi dengan judul: Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional
dengan Syariah Islam (Study pada PT.Prudential Life Assurance Medan).
B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana Perbedaan dan Persamaan Asuransi Jiwa Konvensional dan
Asuransi Jiwa Syariah di PT. Prudential Life Assurance?
b. Bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi Jiwa Konvensional
Dan Syariah di PT. Prudential Life Assurance?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui Perbedaan dan Persamaan Asuransi Jiwa
Konvensional dan Asuransi Jiwa Syariah di PT. Prudential Life
Assurance.
2. Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Bagi Tertanggung Asuransi
Jiwa Konvensional dan Syariah Dalam PT. Prudential Life Assurance.
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi kajian
bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada
hukum perdata dan dagang, khusunya dalam bidang hukum asuransi jiwa
konvensional dan asuransi jiwa syariah.
Secara praktis diharapkan agar tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan
perundang-undangan yang masih diperlukan atau yang akan diterbitkan terkait
dengan asuransi jiwa konvensional dan syariah. Selain itu juga penelitian ini
diharapkan bermanfaat bagi pelaku bisnis perasuransian dan bagi masyarakat
pada umumnya.
D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan
Yuridis Normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menginterprestasikan
hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan
norma-norma hukum yang berkaitan dengan perjanjian asuransi.
Pendekatan Yuridis Normatif adalah pendekatan yang dilakukan
berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan
kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan
perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
Spesifikasi sifat dari skripsi ini adalah Deskriptif. Deskriptif yaitu suatu
karya skripsi yang bertujuan untuk mengambarkan keadaan atau gejalah dari
2. Sumber Data
a. Data sekunder diperoleh melalui perpustakaan ataupun studi dokumen
yang merupakan:
1. Bahan hukum primer, misalnya UUD, TAP MPR, UU No 40 tahun
2014 tentang Perasuransian di Indenesia.
2. Bahan hukum sekunder, misalnya karya ilmiah, RUU, dan hasil
penelitian.
3. Bahan hukum tertier, misalnya bilbilografi, kamus dan lain-lain.
3. Analisis Data
Analisis data dilakuakan secara kumulatif dengan mencatat semua data yang
diperoleh dari data primer dan sekunder.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran penulisan judul skripsi yang ada di perpustakaan
Fakultas Hukum USU, belum ada tulisan yang mengangkat judul tentang
“Perbandingan Hukum Asuransi Jiwa Konvensional Dengan Asuransi Syariah
Islam (Studi Pada PT. Prudential Life Assurance Medan)”.
Diperpustakaan Fakultas Hukum USU terdapat skripsi membahas tentang
asuransi tetapi berbeda substansinya, yaitu:
Nama : YANI MIRSAL P.RG
Nim : 990200196
Judul : Perbandingan Asuransi Takaful Dengan Asuransi
Konvensional Dalam Praktek.
Permasalahan :
2. Bagaimana perbedaan antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional
3. Manakah yang lebih menguntungkan bagi perusahaan (penanggung) antara
asuransi takaful dengan asuransi konvensional.
4. Manakah yang lebih menguntungkan bagi tertanggung antara asuransi takaful
dengan asuransi konvensional.
Walaupun terdapat pembahasan yang hampir sama dalam poin 1 dan 2,
tetapi materi yang disajikan sangat berbeda dengan pembahasan diatas. Oleh
karena itu penulisan skripsi ini dapat dikatakan masih original sehingga
keasliannya dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan akademis.
F. Sistematik Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang
disebut dengan bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara
tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Secara sistematik penulisan menetapkan materi pembahasan
keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinsi sebagai berikut:
Bab I pendahuluan
Didalam bab ini penulis menggambarkan hal-hal yang bersifat umum,
yang diikuti dengan latar belakang berupa alasan pemilhan judul, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinajaun kepustakaan, metode penulisan,
keaslian penulisan, serta sistematika penulisan.
Pada bab ini penulis memaparkan hal-hal umum yang ada pada asuransi
konvensional, meliputi sejarah, pengertian, dasar hukum, syarat sahnya suatu
perjanjian, dan sistem operasional pada asuransi konvensional.
Bab III Asuransi Jiwa Syariah Islam
Pada bab ini penulis memaparkan hal-hal umum yang ada pada asuransi
syariah islam, meliputi sejarah, landasan teori, dasar hukum, syarat sahnya suatu
perjanjian, dan sistem operasional pada asuransi syariah islam.
Bab IV Perbandingan Asuransi Konvensional Dengan Syariah Islam Pada
PT. Prudential Life Assurance Medan
Pada bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian. Disini akan dibahas
anatara lain mengenai perbedaan asuransi konvensional dengan syariah islam,
persamaan asuransi konvensional dengan Asuransi syariah islam, daya tarik pasar
antara asurasi konvensional dengan syariah islam, perlindungan bagi tertanggung
asuransi konvensional dengan syariah dalam PT. Prudential Life Assurance.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini disimpulka apa yang telah penulis uraikan pada bab
terdahulu, disamping itu diberi saran sebagai masukan untuk menciotakan yang
BAB II
ASURANSI KONVENSIONAL
A. Sejarah Asuransi
1. Sebelum Masehi
Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great
seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk
guna membiayai pemerintahan pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut
Antimenes Mengumumkan kepada para pemilik budak supaya mendaftarkan
budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes.
Sebagai imbalanya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang
melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu di tangkap, atau
jika tidak ditangkap akan dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.
Apabila ditelaah dan diteliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari
pemilik budak adalah semacam premi yang di terima dari tertanggung, sedangkan
kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau
membayar ganti kerugian karena karena budak yang hilang adalah semacam
resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini dengan asuransi kerugian.5
2. Abad Pertengahan
Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan diatas terus berkembang
pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi
sejenis membentuk satu perkumpulan yang disebut gilde. Pekumpulan ini
5
mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan berjanji apabila ada anggota
yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari
dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi
pada ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman
dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan
pertengahan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan
tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan
melalui laut. Keadaan ini untuk mencari upaya yang dapat mengatasi
kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah perkembangan asuransi
kerugia laut.
3. Sesudah Abad Pertengahan
Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan kebakaran mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti
Inggris pada abad ke-17 dan prancis abad ke-18 serta sampai ke Belanda.
Perkembangan pesat asuransi ini sampai ke negara-negara seberang laut terutama
daerah-derah jajahan mereka.
4. Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak
positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak
hanya bidang perasuransian, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan
sarana tranformasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang
dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas
juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan
dan jiwa penumpang juga meningkat. keadaan ini mendorong perkembangan
perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial.
B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi 1. Pengertian Asuransi
Asuransi (insurance) sering juga diistilakan dengan pertanggungan. Adapun
pengertian dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 (tentang usaha peransuransian):
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam hubungan dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan
pada jenis asuransi jiwa yang terlihat pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 2
Tahun 1992 yaitu:
“Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi,
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang diasuaransikan”.
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu.6
a. Arti kata dari persetujuan untung-untungan
Pengertian yang disebut di atas, maka pertanggungan suatu perjanjian
(timbal balik), yang artinya suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak
masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai. Dalam hal pertanggungan, si
tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlah
ditentukan oleh penanggung, sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.
Menurut paal 1774 BurgelijkWetboek ditentukan bahwa:
b. Tiga contoh dari persetujuan tersebut, yaitu: 1. Asuransi
2. Bungan untuk selama hidup seseorang, juga di sebut juga bunga cagak hidup.
3. Perjudian dan pertaruhan.7
Penyebutan pasal di atas adalah tepat, tetapi mengenai penyebutan arti kata
adalah kurang tepat, dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan persetujuan berupa
untung atau rugi tergantung pada peristiwa yang belum tentu akan terjadi.
Sebetulnya yang tergantung secara langsung ini adalah pelaksanaan
kewajiban dari pihak penjamin. Sehingga pelaksanaan ini mengakibatkan rugi
bagi pihak penjamin, sedangkan bila kewajiban pihak penjamin tidak perlu
dilaksankan, maka untung bagi penjamin.
Pertanggungan/Asuransi adalah perjanjian peralihan resiko, dengan mana
penanggung mengambil ahli resiko tertanggung dan sebagai kontrak prestasi,
tertanggung berkewajiban membayar uang premi kepada penanggung. Resiko itu
terwujud beban kerugian atas benda pertanggungan terhadap bahaya yang
6
H.M.N Purwosutjipto, Pengertiam Pokok Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Djambatan. 2001) Hal.1. 7
mungkin timbul. Dipandang dari sudut ini, maka penganggung mengambil ahli
resiko tertanggung, yang berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk
mengganti kerugian kepada tertanggung bila terjadi evenemen (peristiwa yang tak
tentu yang menjadi kenyataan), yang menimpa benda pertanggungan dan kerugian
tertanggung. Peralihan resiko itu dilakukan dengan perjanjian yang dibuat untuk
itu dan berdiri sendiri yang disebut pertanggungan atau Asuransi dengan mana
salah satu pihak (penanggung), berkewajiban untuk mengganti kerugian yang
mungkin diderita oleh tertanggung, sedangkan tertanggung berkewajiban untuk
membayar uang premi.
Didalam beberapa literatur terdapat perbedaaan tentang pemakaian istilah
Asuransi, baik oleh para sarjana hukum Indonesia maupun sarjana hukum
Belanda. Wiryono Projodikoro, memakai istilah “Asuransi” didalam bukunya
“Hukum Asuransi Indonesia”, H.M.N. Purwosutjipto memakai istilah
“Pertanggungan” didalam bukunya “Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok
Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa)”, sedangkan didalam KUH
Dagang yang disusun oleh R.Surbekti dan R. Tijtrosudibio memakai dua istilah
yaitu: “Asuransi dan Pertanggungan”.
Para sarjana Belanda memakai istilah “Verzekering dan Assurantie” seperti
juga terdapat didalam buku Wetboek Van koophandel Nederland Indonesia.
Didalam istilah Verzekering maka penanggung disebut dengan istilah
“Verzekeraar” dan tertanggung disebut dengan istlah “Verkerde”. Untuk istilah
Assurantie, penanggung disebut dengan “Assuradeur atau Assurador” dan
tertanggung disebut dengan istilah “Geassureurde” atau yang diasuransikan.8
8
Pada Marine Insuranse Act of 1906, untuk istilah Asuransi dipakai
“Insurance”, istilah penanggung dipakai “The Insurance” dan tertanggung
dipakai “The Assured”.9
“Pertanggungan” sebagai terjemahan dari Verzekering dari W.V.K. dan
dengan demikian untuk Verzekeraar saya pakai istilah tertanggung. Sementara ada sarjana-sarjana hukum kita yang memilih dan memakai peristilahan penjamin untuk Verzekeraar dan yang dijamin untuk Verzekerde. Akan tetapi saya sendiri keberatan memakai peristilahan demikian oleh karena bagi saya istilah “Jaminan” lebih baik pakai dalam pengertian pemberian jaminan atau Zekerheidslling yang bersifat pribadi sepertinya didalam lembaga Borgtocht. Oleh karena itu dalam seluruh uraian saya didalam buku ini, saya akan tetap memakai peristilahan pertanggungan, penanggung dan tertanggung.
Pemakaian istilah yang berbeda-beda dapat menimbulkan kesalah pahaman
bagi masyarakat. Dalam pemakaian istilah selanjutnya Emmy Pangaribuan
Simanjuntak berpendapat bahwa:
10
Purwosutjipto, mengartikan pertanggungan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi dimana penanggung
Pada masyarakat awam di Indonesia lebih mengenal istilah Asuransi dari
pada pertanggungan. Ini di sebabkan pengunaan istilah Asuransi selalu dipakai
dalam pergaulan sehari-hari yang ditulis oleh media massa pada umumnya, juga
untuk nama perusahaan selalu memakai istilah Asuransi. Demikialah bagi sarjana
baik di Belanda maupun di Indonesia memakai istilah Asuransi untuk
Verzekering, penanggung untuk Verzekeraar dan tertanggung untuk Verzekerde.
Defenisi dari Asuransi atau pertaggungan itu menurut pasal 246 KUH
Dagang merupakan suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu
permi mengikatkan dirinyaterhadap tertanggung untuk membebaskan dari
kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan
akan dapat dideritanya oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.
9
Ibid, Hal.7. 10
mengikatkan diri untuk mengantikan kerugian dan membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada saat penutupan perjanjian, kepada penutup
perjanjian atau orang lain yang di tunjuk pada waktu terjadinya Evenemen,
sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.11
2. Fungsi Asuransi Jiwa
a. Tujuan Asuransi Jiwa adalah mengadakan penjaminan bagi masyarakat,
yaitu mengambil ahli semua beban resiko dari tiap-tiap individu. Bila mana ditanggung sendiri akan terlalu berat, maka lebih baik dipindahkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Untuk mengambil ahli resiko dari masyarakat, oleh perusahaan asuransi dipunggut suatu pembayaran yang relatif rendah (pembayaran premi)
b. Perusahaan Asuransi mempunyai tugas lain bila dilihat dari sudut
pembangunan (economic developmen) yaitu sebagia suatu lembaga yang
mengumpulkan dana (fund/premium) dan dana tersebut dapat
diinvestasikan dalam lapangan pembangunan ekomoni seperti: industri-industri, perkebunan, dan lain-lain. Dengan jalan demikian, adanya asuransi bisa untuk membangun perekonomian nasional.
c. Employment (pekerjaan), perusahaan asuransi memberi bantuan kepada publik, yaitu memberi kesempatan berkerja pada
buruh-buruh/pegawai-pegawai memperoleh pemasukan (income) untuk kelangsungan hidup
mereka sehari-hari.12
Dari semua fungsi yang kita lihat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan secara
umum bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat
b. Meningkatkan kesejahteraa ekomonis
Dalam asuransi jiwa banyak teori kemungkinan, untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan atau kejadian-kejadian yang mungkin timbul.13
3. Manfaat Asuransi Jiwa
Adapun beberapa manfaat dari Asuransi Jiwa yaitu:
a. Meminimalisirkan resiko yang tak terduga.
11
H.M.N Purwosjipto, op. cit, Hal.10. 12
A. Abbas Salim,op. cit, Hal.39. 13
Siap pun tidak akan bisa mengatasipasi ataupun menduga terjadinya suatu bencana dalam keluarga. Dengan asuransi, perlindungan bisa didapat sehingga akan teras meringankan.
b. Keluarga kita akan lebih terjamin.
Kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada keluarga kita, karena ada “dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang akan dipakai untuk membantu keluarga kita.
c. Banyak hal-hal yang dapat disiapkan.
Seperti pendidikan anak, dana pensiun dan hingga sampai kematian. d. Menentramkan pikiran akan masa depan.
Khususya bagi yang menjadi kepala keluarga, adanya asuransi jiwa dapat membuat pikiran lebih tentram sebab akan ada dana cadangan jika terjadi suatu.14
C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional
1. Pengaturan Dalam KUH Dagang
Dalam KUH Dagang ada 2 cara pengaturan Asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat
dalam Buku I bab 9 pasal 246-286 KUD Dagang yang berlaku bagi semua jenis
asuransi, baik yang sudah diatur didalam KUHD maupun diluar KUHD. Kecuali
jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat
dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal
592 -695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a. Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD.
b. Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD.
c. Asuransi Jiwa pasal 308 KUHD.
d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD
e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai dan Perairan Pedalaman pasal
686-695 KUHD.15
14
Ibid, Hal.41. 15
Pengaturan Asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara
timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, Asuransi dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut Polis Asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD
meliputi substansi sebagai berikut:
a. Asas-asas asuransi.
b. Perjanjian asuransi.
c. Unsur-unsur asuransi.
d. Syarat-syarat (klausula) asuransi.
e. Jenis-jenis asuransi.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992
Jika KUHD mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi keperdataan.
Maka Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian Lembaran
Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan
pengaturan Asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar
mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi
bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum
perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dilihat segi publik administratif
artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugika. Jika hari ini
dilanggar, maka pelangaran tersebut akan diancam dengan sanksi pidana dan
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 jo Undang-Undang-Undang-Undang No 2 Tahun 1992 diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha
Perasuransian, Lembaran Negara No 120 Tahun 1992.
Disahkan Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang perasuransian
mengantikan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian. Secara
umum, tardapat banyak perbedaan antara Undang-Undang No 40 Tahun 2014
dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan yang belum diatur
didalam Undang-Undang Perasuransian yang lama. Undang-Undang No 40 Tahun
2014 memiliki 92 pasal yang terbagi didalam 18 bab. Dari segi subtansi
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap dari undang undang yang
lama. Namun perbedaan yang paling signifikan yaitu terlihat dari segi
pengawasan yang berpindah ahli dari menteri keuangan ke Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).16
16
Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otaritas Jasa Keuangan, (Jakarta: 2014), Hal.345. Sebelum lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pembinaan dan
pengawasan usaha Perasuransian dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Tugas pembinaan dan pengawasan tersebut diemban oleh masyarakat
yang berada dibawah kementerian keuangan, yaitu badan pengawasan pasar
modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK). Usaha perasuransian termaksud
dalam sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK semenjak
Undang-Undang No.2 Tahun 1992 berlaku dan melalui peraturan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelengaraan usaha
perasuransian. Setelah lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pengaturan
Fungsi pengaturan dan pengawasan Otaritas Jasa Keuangan dalam hal
Perasuransian meliputi perizinan usaha, tata kelola penyelenggaraan, pengantian
pemilikan, penggabungan, dan peleburan, serta sampai pada pembubaran,
likuidasi dan kepailitan. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih
lengkap ruang lingkup kewenangan fungsi pengaturan dan pengawasan yang
dilakukan oleh OJK dibanding dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992. Dalam
Undang-Undang yang lama, fungsi pembinaan dan pengawasan hanya meliputi
kesehatan keuangan bagi perusahaan Asuransi Kerugian, perusahaan Asuransi
Jiwa, perusahaan reasuransi dan meliputi penyelengaaan usaha. Berkaitan dengan
fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK yang diatur pada
pasal 60 Undang-Undang No 40 Tahun 2014, diantaranya adalah:
1. menetapkan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian.
2. memberikan dan mencabut izin usaha perasuransian.
3. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi
konsultan aktuaria, akunta publik, penilaian, sampai mewajibkan
perusahaan perasuransian menyampaikan pelaporan secara berkala.17
D. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Asuransi Konvensional
Pertanggung adalah suatu perjanjian, karena itu syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian juga harus berlaku terhadap pertanggungan, seperti diatur dalam pasal
1320 KUH Perdata. Pertanggungan adalah perjanjian khusus maka disamping
17
syarat-syarat umum dalam pasal 1320 KUH Perdata masi diberlakukan lagi syarat
syarat khusus, yang diatur didalam KUH Dagang.18
1. Adanya persetujuan kehendak
Antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan harus ada
persetujuan kehendak, maksudnya kedua belah pihak mesti menyetujui tentang
syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian itu. Apa yang disetujui oleh
penanggung juga harus disetujui oleh tertanggung. Pengertian yang sama antara
kedua belah pihak antara benda yang menjadi objek perjanjian dan mengenai
syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian tersebut.
2. Wewenang melakukan perbuatan hukum
Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan harus
berwewenang melakukan perbuatan hukum. Artinya kedua belah pihak sudah
dewasa, tidak berada dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan sakit ingatan,
tidak dalam keadaan pailit. Apabila pihak-pihak itu memiliki pihak-pihak lain
yang mengadakan pertanggungan perlu disebutkan untuk kepentingan siapa ia
mengadakan itu. Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga
berupa badan usaha. Biasanya pihak penggung berbentuk badan usaha yang
pekerjaanya bergerak dalam bidang pertanggungan.
3. Adanya benda yang dipertanggungkan
Pada setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan, karena
yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka ia harus
18
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan benda yang
dipertanggungkan itu. Disebut mempunyai hubungan langsung, apabila
tertanggung memiliki benda tersebut. Disebut mempunyai hubungan tidak
langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda itu. Pihak
tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul memiliki atau mempunyai
kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu. Jika ia tidak dapat
membuktikan, mengakibatkan timbulnya anggapan bahwa ia tidak mempunyai
kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan pertanggungan batal.
Undang-Undang tidak akan memperoleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam
pertanggungan, walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak
mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus
menyebutkan untuk kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Orang yang
mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, dianggap tidak
mempunyai kepentingan. Jika diadakan juga maka pertanggungan itu batal (pasal
599 KUH Dagang).
4. Ada causa yang diperbolehkan
Causa yang diperbolehkan adalah isi dari perjanjian tertanggung itu tidak
dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Misalnya isi pertanggungan itu mempertanggungkan benda yang dilarang oleh
Undang-Undang, disini tidak ada causa yang diperbolehkan. Misalnya lagi orang
yang mempertanggungkan benda itu tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya
perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak terhormat.
Pertangggungan bukan perjudian atau pertaruhan.
5. Pembayaran premi
Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, maka kedua belah harus
berprestasi. Pertanggungan menerima resiko atas benda yang dipertanggungkan,
sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalanya. Besar
atau kecilnya jumlah premi bukan soal penting. Terpenting adalah kedua belah
pihak telah terdapat suatu persetujuan. Premi dibayar resiko beralih, jika premi
tidak dibayar maka resiko tidak beralih.
6. Kewajiban pemberitahuan
Kewajiban pemberitahuan ada pada tertanggung. Tertanggung wajib
memberitahu kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan.
Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan persetujuan. Tertanggung lalai
mengakibatkan pertanggungan itu batal (pasal 251 KUH Dagang).19
19
Ibid, Hal 27.
Kewajiban pemberitahuan seperti diatas, diatur dalam Pasal 251 KUH
Dagang ini tidak digantungkan kepada adanya itikad baik atau tidak dari
tertanggung. Bilamana tertanggung keliru memberitahukan, tanpa sengaja, juga
mengakibatkan batalnya pertanggungan kecuali apabila para pihak menjanjikan
lain. Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas didalam polis
E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional
Sistem operasional Asuransi Konvensional dilandasi atas perjanjian
jual-beli. Perusahaan menerima uang premi dan mengembangkan kegiatan bisnis
dengan orientasi memperoleh keuntungan. Premi merupakan unsur biaya bagi
peserta dan pendapatan bagi perusahaan.
Berdasarkan perjanjian, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan
kewajiban masing-masing. Kewajiban peserta/tertanggung adalah membayar uang
premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima
dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis menjadi hak penuh perusahaan
dengan segala konsekuensinya. Hak tertanggung adalah mendapatkan uang
pertanggungan atau klaim jika terjadi musibah.
Kewajiban Perusahaan Asuransi adalah membayar klaim yang diajukan
tertanggung atas musibah yang dideritanya. Pembayaran uang pertanggungan
berasal dari modal atau keuntungan perusahaan. Hak perusahaan diantaranya
menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakan untuk kegiatan bisnis atau
menginvestasikannya. Bila tidak terjadi klaim, maka hasil dari dana investasi
sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta/tertanggung tidak berhak atas hasil
investasi.
Mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Konvensional, semua dana
peserta/tertanggung (premi) terkumpul menjadi satu dan status dana tersebut
sepenuhnya adalah dana milik perusahaan asuransi. Perusahaan bebas mengelola
dan menginvestasikan dana tersebut.
Dana yang terkumpul wajib untuk diinvestasikan guna menambah profit
diinvestasikan terdiri dari dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari
peserta/anggota asuransi. Nantinya dana-dana tersebut akan diinvestasikan ke
berbagai instrument investasi yang disebut dengan kind of investment. Hasil dari
investasi inilah nantinya akan kembali lagi pada dana pemegang saham dan dana
yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi (return of investment).
Pengembalian keuntungan dari hasil investasi tidak secara langsung kepada
peserta/anggota asuransi. Keuntungan dari hasil investasi, yang berupa bunga dari
hasil investasi dikembalikan kepada peserta/anggota asuransi bila ada klaim dari
peserta/anggota asuransi
Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian
adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di
muka untuk jasa-jasa yang telah diberikan.
Investasi dana asuransi mengunakan sistem bunga. Hasil dari investasi dana
asuransi akan memperoleh keuntungan dengan tambahan bunga. Perusahaan
asuransi akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan
peserta. Namun, jika tidak terjadi klaim, perusahaan berhak penuh atas sejumlah
dana yang dibayar peserta. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk
mengembalikan dana peserta dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap
sebagai dana hangus.
Pendapatan atau hasil yang diterima peserta atau perusahaan didasarkan atas
perjanjian dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, pendapatan
dapat ditentukan di awal periode perjanjian dengan persentase bunga tertentu.
Prinsip bisnis yang diterapkan pada asuransi konvensional atas dasar untung atau
hasil berinvestasi berhasil, sementara nasabah/peserta akan mendapatkan
presentase penghasilan tetap, tidak menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika
perusahaan mengalami kerugian, perusahaan akan mendapatkan kesulitan.
Namun, peserta atau nasabah tidak akan merasakan kesusahan karena tetap akan
mendapatkan penghasilan sebesar presentase yang telah ditetapkan di depan.20
20
BAB III
ASURANSI JIWA SYARIAH
A. Sejarah Asuransi Syariah
Secara historis, kajian tentang pertanggungan telah dikenal sejak zaman
dahulu dan telah dipraktikan ditengah-tengah masyarakat, walaupun dalam bentuk
yang sangat sederhana. Ini dikarenakan nilai dasar penompang dari konsep
pertanggungan yang terwujud dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama
dengan adanya manusia.
Konsep Asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum masehi
dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai
ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai
kekurangan bahan makanan terjadi pada zaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun
berkuasa.21
Pada tahun 2000 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia
Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda
dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa Suatu hari raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7
tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti
oleh masa peceklik selama 7 tahun berikutnya. Berjaga-jaga terhadap suatu
bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan
menyisikan sebagian dari panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan
makan pada masa paceklik. Pada masa 7 tahun panceklik rakyat Mesir terhindar
dari resiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri.
21
yaitu Collegia Tennirium, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak
yang diperbantukan pada ketentaraan kerjaan Romawi.22
Pada zaman Alexander Agung (336-323 sebelum Masehi) ada usaha
manusia yang mirip dengan asuransi, yaitu upaya dari beberapa kotapraja untuk
mengisi kasnya dengan cara meminjam uang dari perorangan dengan syarat-syarat
sebagia berikut: “jumlah uang yang dipinjamkan diberikan sekaligus dengan
kotapraja oleh yang meminjamkan, misalnya 6.000 Drachmen. Setiap bulan
kotapraja membayar sejumlah 50 Drachmen kepada yang meminjamkan uang
hingga ia wafat. Ketika ia wafat, kapada ahli warisnya atau keluarganya, kotapraja
akan memberikan 200 Drachmen untuk biaya pemakaman.
Setiap anggota mengumpulankan sejumlah iuran dan bila salah seorang
anggota mengalami nasib sial (unfortunate) maka biaya pemakamannya akan
dibayar oleh anggota yang bernasib baik (Fortunate) dengan mengunakan dana
yang telah dikumpulkan sebelumnya.
23
Pada zaman abad pertengahan, di exeter negeri Inggris, ada kebiasaan
diantara para anggota suatu gilde (perkumpulan dari orang-orang yang sama
perkerjaannya, seperti para tukang batu, tukang kayu, pembuat roti) dijanjikan
bahwa apabila rumah anggota terbakar, maka kepadanya diberi sejumlah dari dana
kepunyaan gilde tersebut.24
Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep aqilah yang sering terjadi
dalam sejarah pra-Islam dan diakui dalam literatur hukum Islam. Jika ada salah
satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka ia (si
22
Afzalur Rahman, Ecomomic of islam,(Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 2006),Hal.45-46 23
Wirjono Projodikoro, Op.cit, Hal.16. 24
pembunuh) dikenakan diyat dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat
ditanggungoleh anggota suku yang lain.25
Hadist Nabi Muhammad SAW : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku huzail, kematian salah satu wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayar oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki).(HR.Bukhari)26
Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke madinah) melakukan
pertanggungan bersama dan akan saling berkerja sama membayar uang diantara
mereka.
Selain hadist di atas’ ada pasal khusus dalam konstitusi Madinah yang
memuat semanggat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya
sebagai berikut:
27
Aqilah adalah praktik yang biasa terjadi pada suku Arab Kuno. Jika seorang
anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku lain, maka ahli
waris korban akan mendapatkan bayaran sejumlah uang darah sebagai
kompensasi oleh penutupan sanak famili pembunuh. Penutupan yang dilakukan
oleh sanak famili pembunuh itu disebut sebagai Aqilah, disangkah benar untuk
membayar uang darah untuk kepentingan si pembunuh.28
25
Mohammad Masum Billah, Principles and Practices of Takaful and Insurance Comporate,(Kuala Lumpur: IIUm Press.2001),Hal.4-5.
26
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, vol. 9 Kitab al-Diyat, No. 45, Hal. 34. 27
Muhammad Syakir Sula, Op.cit, Hal.30. 28
Sesuai pemaknaan kata yang diberikan oleh Dr. Muhammad Muhsin
Khan,29
William Gibbon
bahwa kata aqilah bermakna asabah, yang menunjukan hubungan
kekerabatan dari pihak orang tua laki-laki pembunuh. Oleh karena itu, pemikiran
dasar tentang aqilah adalah seperti itu, dimana suku Arab Kuno telah menyiapkan
pembayaran uang kontribusi untuk kepentingan si pembunuh sebagai pengganti
kerugian untuk ahli waris korban. Kerelaan untuk melakukan pembayaran premi
pada praktik asuransi, sementara itu konpensasi pembayaran dibawah aqilah dapat
disamakan dengan penggantian kerugian (indemnity) pada praktek asuransi pada
saat ini, sebagai satu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris
dari sebuah kematian yang tidak diharapkan oleh korban.
Perkumpulan semacam ini merupakan salah satu konsep awal timbulnya
semanggat untuk melakukan kegiatan yang menyerupai prinsip-prinsip awal
asuransi, yaitu orang yang beruntung yang bernasib baik membantu orang yang
tidak beruntung dengan cara melakukan iuran bersama antara anggota kelompok
tersebut untuk menutupi kerugian (musibah) yang menimpah salah satu anggota
kelompok (organisasi).
Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi tersebut telah memasuki
fase yang memberikan muatan yang besar pada aspek bisnisnya dibandingkan
dengan nilai nilai sosial yang terkandung pada asuransi sejak awal. Hal ini terjadi
setelah bisnis asuransi memasuki masa modern.
30
29
Muhammad Syakir Sula, Op.cit,Hal.31. 30
Afzalur Rahman, Op.cit, Hal.58.
adalah seorang berkewarganegaraan Inggris yang
pertama kali memperkenalkan praktik asuransi dalam instrumen perusahaan yang
dalam oprasional asuransi. Di inggris bisnis asuransi mengalami perkembangan
yang sangat signifikan setelah pada tahun 1870 dikeluarkan Peraturan Perusahaan
Asuransi Jiwa yang peraturan pokonya sebagai berikut:
Setiap perusahaan asuransi yang terdiri di Inggris diwajibkan untuk
mendepositokan uangnya sebesar $20.000 di Depertemen Keuangan Pemerintah,
akan dibayarkan kembali apabila dana jaminannya telah mencapai $40.000.
Setiap perusahaan harus menyimpan tersendiri untuk kelangsungan
usahanya dan semua penerimaan dari usahanya harus didanakan secara jelas
“untuk dana kelangsungan usaha”.
Kelangsungan hidup usaha harus memperdalam keuanganya dan
menyumbangkan usahanya dalam bentuk yang jelas serta bergabung dengan
perusahaan lain membayar sejumlah uang untuk asuransi jiwa, kebakaran,
maritim, dan usaha-usaha lain jika ada.
Sebuah perusahaan diwajibkan untuk melaporkan kondisi keuangan untuk
diperiksa oleh dewan yang telah ditujuk (actuary), sekali dalam lima tahun jika
terdiri setelah peraturan ini ditetapkan dan minimal sekali setiap sepuluh tahun
jika perusahaan tersebut berdiri sebelumnya. Laporan-laporan dari dewan
pemeriksa, yang mengandung penilaian secara mendetail, ketentuan mengenai
proporsi premi yang dipersiapkan untuk pembiayaan yang akan datang dan
sebagainya, harus didepositokan yang berkenaan dengan informasi butir-butir
tersebut kepada Depertemen Perdagangan.31
31
G. Clayton, British Insurance, (London, 1971), Hal.13.
Pada paruh kedua abad 20 dibeberapa negara Timur Tengah dan Afrika
Sejarah asuransi di Indonesia dimulai sejak terjadinya imigrasi usaha ini
dari negeri Belanda yang dibawa oleh oleh para intelektual negara tersebut ke
Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai
seperti N.V Levensverkering Maatshappij de Nedherland van 1845, N.V
Levensverkering Maatshappij NILLMIJ 1859, dan Orderlinge Levensverkering
Genootshap de Olveh van 1879.32
Ketiga, masa Indonesia merdeka (17 Agustus 1945 sampai saat ini). Dalam
masa ini tercatat pula mulai bermunculannya beberapa perusahaan swasta nasional Dalam perjalananya, asuransi jiwa di Indonesia telah melampaui 3 masa
yang dikenal sebagai masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Japan, dan
masa Indonesia merdeka.
Pertama, masa pendudukan Belanda (sampai Maret 1942)
maskapai-maskapai yang tercatat dalam riwayat sejarah asuransi jiwa di Indonesia pada
waktu itu mencapai 36 buah, yang tersebar di kota-kota Jakarta, Bandung,
Yogyakarta dan Surabaya. Beberapa diantaranya di kemudian hari bergabung ke
dalam Perusahaan Asuransi yang dimiliki negara (BUMN).
Kedua, masa pendudukan jepang (sampai 17 Agustus 1945). Pada masa
pendudukan Japan, selama tiga setengah tahun banyak maskapai-maskapai yang
tutup dan gulung tikar, kondisi ekonomi yang demikian terpuruk, menyebabkan
perusahaan asuransi terbesar seperti NILLMIJ van 1859 seklipun nyaris gulung
tikar, namun kuatnya kondisi maskapai ini memungkinkan ia dapat bertahan
dengan memelihara sebagian kecil pertanggungan yang masih aktif pada saat itu.
32
di samping Bumi Putra, seperti Dharma Nasional (1954) saat ini bergaung dengan
PT. Asuransi Jiwasraya, “imam Adi” (1961).
Pada masa ini juga tercatat dalam sejarah, peleburan perusahaan-perusahaan
asuransi jiwa milik Belanda ke dalam perusahaan negara yang dikuasai
pemerintah. Perkembangan dunia asuransi berkembang terus, sejalan dengan
perkembangan zaman, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Sampai tulisan ini
diturunkan berdasarkan catatan terakhir Dewan Asuransi Indonesia (DAI)
perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia tercatat berjumlah 60
perusahaan, yang terdiri dari, badan usaha milik negara, swasta nasional, dan
perusahaan patungan (Join Venture).
Sejarah asuransi jiwa di Indonesia, bukan merupakan suatu jalan mulus
yang dapat dilalui dengan lancar, di dalamnya tercatat bagaimana usaha ini
diterpai oleh banyak badai, dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa
asuransi ini baru di nikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekomoni di
masa pendudukan Japan yang menyebabkan tidak beroprasinya sebagian besar
perusahaan asuransi jiwa, dan titip puncak dari kondisi ini dicatat dengan
dikeluarkanya PP No. 27 tahun 1965 tentang penarikan Rupiah lama dan
beredarnya Rupiah baru.
Dewan asuransi Indonesia pada tahun 1999 memberikan data tentang
jumlah perusahaan asuransi terdiri dari :
a. Milik negara 4 buah.
b. Milik swasta nasional 37 buah.
Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru pada paruh akhir
tahun 1994, yaitu dengan berdirinya PT. Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal
25 Agustus 1994 dengan dirsmikan PT. Asuransi Takaful keluarga dengan SK
Menkeu No.Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian PT. Asuransi Takaful Indonesia
diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang
dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia,
Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Depertemen Keuangan, dan Perusahaan
Muslim di Indonesia.33
Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding
dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia
(PT.STI) sebagai Holding Company pada tahun 24 Februari 1994. Kemudian PT.
STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni perusahaan PT. Asuransi Takaful
Keluarga (Life Insurance) dan PT. Asuransi Takaful Umum (General Insurance).
PT. Asuransi Takaful Keluarga di resmikan lebih awal pada tanggal 25 agustus
1994 oleh Bapak Marie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah
keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994.34
33
Sumber: Modul Basic Training 2002, T&D Depertement PT. Asuransi Takaful Keluarga, Hal.2. 34
Ibid, Hal.20.
Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk
bersaing dengan PT. Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya asuransi
Mubarakah, MAA Assurance, Asuaransi Great Eastem, dan lain-lain. Menurut
survey dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di