BAB II
ASURANSI KONVENSIONAL
A. Sejarah Asuransi
1. Sebelum Masehi
Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great
seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk
guna membiayai pemerintahan pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut
Antimenes Mengumumkan kepada para pemilik budak supaya mendaftarkan
budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes.
Sebagai imbalanya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang
melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu di tangkap, atau
jika tidak ditangkap akan dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.
Apabila ditelaah dan diteliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari
pemilik budak adalah semacam premi yang di terima dari tertanggung, sedangkan
kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau
membayar ganti kerugian karena karena budak yang hilang adalah semacam
resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini dengan asuransi kerugian.5
2. Abad Pertengahan
Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan diatas terus berkembang
pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi
sejenis membentuk satu perkumpulan yang disebut gilde. Pekumpulan ini
5Muhammad Abdulkhadir, Hukum Asuransi Indonesia,(Bandar Lampung: PT Citra Abdity Bakti. 2006)
mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan berjanji apabila ada anggota
yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari
dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi
pada ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman
dan negara-negara eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan
pertengahan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan
tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan
melalui laut. Keadaan ini untuk mencari upaya yang dapat mengatasi
kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah perkembangan asuransi
kerugia laut.
3. Sesudah Abad Pertengahan
Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan kebakaran mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti
Inggris pada abad ke-17 dan prancis abad ke-18 serta sampai ke Belanda.
Perkembangan pesat asuransi ini sampai ke negara-negara seberang laut terutama
daerah-derah jajahan mereka.
4. Abad Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak
positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak
hanya bidang perasuransian, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan
sarana tranformasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang
dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas
juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan
dan jiwa penumpang juga meningkat. keadaan ini mendorong perkembangan
perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial.
B. Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Asuransi
1. Pengertian Asuransi
Asuransi (insurance) sering juga diistilakan dengan pertanggungan. Adapun
pengertian dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 (tentang usaha peransuransian):
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam hubungan dengan asuransi jiwa, maka fokus pembahasan diarahkan
pada jenis asuransi jiwa yang terlihat pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 2
Tahun 1992 yaitu:
“Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara 2 pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi,
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang diasuaransikan”.
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena
suatu peristiwa tak tentu.6
a. Arti kata dari persetujuan untung-untungan
Pengertian yang disebut di atas, maka pertanggungan suatu perjanjian
(timbal balik), yang artinya suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak
masing-masing mempunyai kewajiban yang senilai. Dalam hal pertanggungan, si
tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi, yang jumlah
ditentukan oleh penanggung, sedangkan penanggung mempunyai kewajiban untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung.
Menurut paal 1774 BurgelijkWetboek ditentukan bahwa:
b. Tiga contoh dari persetujuan tersebut, yaitu:
1. Asuransi
2. Bungan untuk selama hidup seseorang, juga di sebut juga bunga cagak
hidup.
3. Perjudian dan pertaruhan.7
Penyebutan pasal di atas adalah tepat, tetapi mengenai penyebutan arti kata
adalah kurang tepat, dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan persetujuan berupa
untung atau rugi tergantung pada peristiwa yang belum tentu akan terjadi.
Sebetulnya yang tergantung secara langsung ini adalah pelaksanaan
kewajiban dari pihak penjamin. Sehingga pelaksanaan ini mengakibatkan rugi
bagi pihak penjamin, sedangkan bila kewajiban pihak penjamin tidak perlu
dilaksankan, maka untung bagi penjamin.
Pertanggungan/Asuransi adalah perjanjian peralihan resiko, dengan mana
penanggung mengambil ahli resiko tertanggung dan sebagai kontrak prestasi,
tertanggung berkewajiban membayar uang premi kepada penanggung. Resiko itu
terwujud beban kerugian atas benda pertanggungan terhadap bahaya yang
6H.M.N Purwosutjipto, Pengertiam Pokok Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Djambatan. 2001) Hal.1.
mungkin timbul. Dipandang dari sudut ini, maka penganggung mengambil ahli
resiko tertanggung, yang berarti bahwa penanggung mengikatkan diri untuk
mengganti kerugian kepada tertanggung bila terjadi evenemen (peristiwa yang tak
tentu yang menjadi kenyataan), yang menimpa benda pertanggungan dan kerugian
tertanggung. Peralihan resiko itu dilakukan dengan perjanjian yang dibuat untuk
itu dan berdiri sendiri yang disebut pertanggungan atau Asuransi dengan mana
salah satu pihak (penanggung), berkewajiban untuk mengganti kerugian yang
mungkin diderita oleh tertanggung, sedangkan tertanggung berkewajiban untuk
membayar uang premi.
Didalam beberapa literatur terdapat perbedaaan tentang pemakaian istilah
Asuransi, baik oleh para sarjana hukum Indonesia maupun sarjana hukum
Belanda. Wiryono Projodikoro, memakai istilah “Asuransi” didalam bukunya
“Hukum Asuransi Indonesia”, H.M.N. Purwosutjipto memakai istilah
“Pertanggungan” didalam bukunya “Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok
Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa)”, sedangkan didalam KUH
Dagang yang disusun oleh R.Surbekti dan R. Tijtrosudibio memakai dua istilah
yaitu: “Asuransi dan Pertanggungan”.
Para sarjana Belanda memakai istilah “Verzekering dan Assurantie” seperti
juga terdapat didalam buku Wetboek Van koophandel Nederland Indonesia.
Didalam istilah Verzekering maka penanggung disebut dengan istilah
“Verzekeraar” dan tertanggung disebut dengan istlah “Verkerde”. Untuk istilah
Assurantie, penanggung disebut dengan “Assuradeur atau Assurador” dan
tertanggung disebut dengan istilah “Geassureurde” atau yang diasuransikan.8
8Emmy Pangaribuan Simanjutak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian,
Pada Marine Insuranse Act of 1906, untuk istilah Asuransi dipakai
“Insurance”, istilah penanggung dipakai “The Insurance” dan tertanggung
dipakai “The Assured”.9
“Pertanggungan” sebagai terjemahan dari Verzekering dari W.V.K. dan dengan demikian untuk Verzekeraar saya pakai istilah tertanggung. Sementara ada sarjana-sarjana hukum kita yang memilih dan memakai peristilahan penjamin untuk Verzekeraar dan yang dijamin untuk Verzekerde. Akan tetapi saya sendiri keberatan memakai peristilahan demikian oleh karena bagi saya istilah “Jaminan” lebih baik pakai dalam pengertian pemberian jaminan atau Zekerheidslling yang bersifat pribadi sepertinya didalam lembaga Borgtocht. Oleh karena itu dalam seluruh uraian saya didalam buku ini, saya akan tetap memakai peristilahan pertanggungan, penanggung dan tertanggung.
Pemakaian istilah yang berbeda-beda dapat menimbulkan kesalah pahaman
bagi masyarakat. Dalam pemakaian istilah selanjutnya Emmy Pangaribuan
Simanjuntak berpendapat bahwa:
10
Purwosutjipto, mengartikan pertanggungan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi dimana penanggung
Pada masyarakat awam di Indonesia lebih mengenal istilah Asuransi dari
pada pertanggungan. Ini di sebabkan pengunaan istilah Asuransi selalu dipakai
dalam pergaulan sehari-hari yang ditulis oleh media massa pada umumnya, juga
untuk nama perusahaan selalu memakai istilah Asuransi. Demikialah bagi sarjana
baik di Belanda maupun di Indonesia memakai istilah Asuransi untuk
Verzekering, penanggung untuk Verzekeraar dan tertanggung untuk Verzekerde.
Defenisi dari Asuransi atau pertaggungan itu menurut pasal 246 KUH
Dagang merupakan suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu
permi mengikatkan dirinyaterhadap tertanggung untuk membebaskan dari
kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan
akan dapat dideritanya oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.
mengikatkan diri untuk mengantikan kerugian dan membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada saat penutupan perjanjian, kepada penutup perjanjian atau orang lain yang di tunjuk pada waktu terjadinya Evenemen,
sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi.11
2. Fungsi Asuransi Jiwa
a. Tujuan Asuransi Jiwa adalah mengadakan penjaminan bagi masyarakat,
yaitu mengambil ahli semua beban resiko dari tiap-tiap individu. Bila mana ditanggung sendiri akan terlalu berat, maka lebih baik dipindahkan kepada perusahaan asuransi jiwa. Untuk mengambil ahli resiko dari masyarakat, oleh perusahaan asuransi dipunggut suatu pembayaran yang relatif rendah (pembayaran premi)
b. Perusahaan Asuransi mempunyai tugas lain bila dilihat dari sudut
pembangunan (economic developmen) yaitu sebagia suatu lembaga yang
mengumpulkan dana (fund/premium) dan dana tersebut dapat
diinvestasikan dalam lapangan pembangunan ekomoni seperti: industri-industri, perkebunan, dan lain-lain. Dengan jalan demikian, adanya asuransi bisa untuk membangun perekonomian nasional.
c. Employment (pekerjaan), perusahaan asuransi memberi bantuan kepada
publik, yaitu memberi kesempatan berkerja pada buruh-buruh/pegawai-pegawai memperoleh pemasukan (income) untuk kelangsungan hidup
mereka sehari-hari.12
Dari semua fungsi yang kita lihat diatas, dapatlah ditarik kesimpulan secara
umum bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat
b. Meningkatkan kesejahteraa ekomonis
Dalam asuransi jiwa banyak teori kemungkinan, untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan atau kejadian-kejadian yang mungkin timbul.13
3. Manfaat Asuransi Jiwa
Adapun beberapa manfaat dari Asuransi Jiwa yaitu:
a. Meminimalisirkan resiko yang tak terduga.
11H.M.N Purwosjipto, op. cit, Hal.10.
12A. Abbas Salim,op. cit, Hal.39.
Siap pun tidak akan bisa mengatasipasi ataupun menduga terjadinya suatu bencana dalam keluarga. Dengan asuransi, perlindungan bisa didapat sehingga akan teras meringankan.
b. Keluarga kita akan lebih terjamin.
Kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu pada keluarga kita, karena ada “dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang akan dipakai untuk membantu keluarga kita.
c. Banyak hal-hal yang dapat disiapkan.
Seperti pendidikan anak, dana pensiun dan hingga sampai kematian.
d. Menentramkan pikiran akan masa depan.
Khususya bagi yang menjadi kepala keluarga, adanya asuransi jiwa dapat
membuat pikiran lebih tentram sebab akan ada dana cadangan jika terjadi suatu.14
C. Dasar Hukum Asuransi Konvensional
1. Pengaturan Dalam KUH Dagang
Dalam KUH Dagang ada 2 cara pengaturan Asuransi, yaitu pengaturan yang
bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat
dalam Buku I bab 9 pasal 246-286 KUD Dagang yang berlaku bagi semua jenis
asuransi, baik yang sudah diatur didalam KUHD maupun diluar KUHD. Kecuali
jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat
dalam Buku I Bab 10 pasal 287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal
592 -695 KUHD dengan rincian sebagai berikut:
a. Asuransi Kebakaran pasal 287-298 KUHD.
b. Asuransi Hasil Pertanian pasal 299-301 KUHD.
c. Asuransi Jiwa pasal 308 KUHD.
d. Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan pasal 592-685 KUHD
e. Asuransi Pengangkutan Darat, Sungai dan Perairan Pedalaman pasal
686-695 KUHD.15
14Ibid, Hal.41.
Pengaturan Asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang
didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian
tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara
timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, Asuransi dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta yang disebut Polis Asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD
meliputi substansi sebagai berikut:
a. Asas-asas asuransi.
b. Perjanjian asuransi.
c. Unsur-unsur asuransi.
d. Syarat-syarat (klausula) asuransi.
e. Jenis-jenis asuransi.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992
Jika KUHD mengutamakan pengaturan Asuransi dari segi keperdataan.
Maka Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian Lembaran
Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan
pengaturan Asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar
mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi
bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum
perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dilihat segi publik administratif
artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugika. Jika hari ini
dilanggar, maka pelangaran tersebut akan diancam dengan sanksi pidana dan
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 jo Undang-Undang-Undang-Undang No 2 Tahun 1992 diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelengaraan Usaha
Perasuransian, Lembaran Negara No 120 Tahun 1992.
Disahkan Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang perasuransian
mengantikan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang Peransuransian. Secara
umum, tardapat banyak perbedaan antara Undang-Undang No 40 Tahun 2014
dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992. Banyak ketentuan yang belum diatur
didalam Undang-Undang Perasuransian yang lama. Undang-Undang No 40 Tahun
2014 memiliki 92 pasal yang terbagi didalam 18 bab. Dari segi subtansi
Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih lengkap dari undang undang yang
lama. Namun perbedaan yang paling signifikan yaitu terlihat dari segi
pengawasan yang berpindah ahli dari menteri keuangan ke Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).16
16Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otaritas Jasa Keuangan, (Jakarta: 2014), Hal.345.
Sebelum lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pembinaan dan
pengawasan usaha Perasuransian dilaksanakan oleh Menteri Keuangan Republik
Indonesia. Tugas pembinaan dan pengawasan tersebut diemban oleh masyarakat
yang berada dibawah kementerian keuangan, yaitu badan pengawasan pasar
modal dan lembaga keuangan (Bapepam-LK). Usaha perasuransian termaksud
dalam sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK semenjak
Undang-Undang No.2 Tahun 1992 berlaku dan melalui peraturan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang penyelengaraan usaha
perasuransian. Setelah lahirnya Undang-Undang No 40 Tahun 2014, pengaturan
Fungsi pengaturan dan pengawasan Otaritas Jasa Keuangan dalam hal
Perasuransian meliputi perizinan usaha, tata kelola penyelenggaraan, pengantian
pemilikan, penggabungan, dan peleburan, serta sampai pada pembubaran,
likuidasi dan kepailitan. Undang-Undang No 40 Tahun 2014 mengatur lebih
lengkap ruang lingkup kewenangan fungsi pengaturan dan pengawasan yang
dilakukan oleh OJK dibanding dengan Undang-Undang No.2 Tahun 1992. Dalam
Undang-Undang yang lama, fungsi pembinaan dan pengawasan hanya meliputi
kesehatan keuangan bagi perusahaan Asuransi Kerugian, perusahaan Asuransi
Jiwa, perusahaan reasuransi dan meliputi penyelengaaan usaha. Berkaitan dengan
fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK yang diatur pada
pasal 60 Undang-Undang No 40 Tahun 2014, diantaranya adalah:
1. menetapkan peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian.
2. memberikan dan mencabut izin usaha perasuransian.
3. menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi
konsultan aktuaria, akunta publik, penilaian, sampai mewajibkan
perusahaan perasuransian menyampaikan pelaporan secara berkala.17
D. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Asuransi Konvensional
Pertanggung adalah suatu perjanjian, karena itu syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian juga harus berlaku terhadap pertanggungan, seperti diatur dalam pasal
1320 KUH Perdata. Pertanggungan adalah perjanjian khusus maka disamping
syarat-syarat umum dalam pasal 1320 KUH Perdata masi diberlakukan lagi syarat
syarat khusus, yang diatur didalam KUH Dagang.18
1. Adanya persetujuan kehendak
Antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian pertanggungan harus ada
persetujuan kehendak, maksudnya kedua belah pihak mesti menyetujui tentang
syarat-syarat tertentu yang berlaku bagi perjanjian itu. Apa yang disetujui oleh
penanggung juga harus disetujui oleh tertanggung. Pengertian yang sama antara
kedua belah pihak antara benda yang menjadi objek perjanjian dan mengenai
syarat-syarat yang berlaku bagi perjanjian tersebut.
2. Wewenang melakukan perbuatan hukum
Kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pertanggungan harus
berwewenang melakukan perbuatan hukum. Artinya kedua belah pihak sudah
dewasa, tidak berada dibawah pengampuan, tidak dalam keadaan sakit ingatan,
tidak dalam keadaan pailit. Apabila pihak-pihak itu memiliki pihak-pihak lain
yang mengadakan pertanggungan perlu disebutkan untuk kepentingan siapa ia
mengadakan itu. Kedua belah pihak dapat berupa manusia pribadi dan dapat juga
berupa badan usaha. Biasanya pihak penggung berbentuk badan usaha yang
pekerjaanya bergerak dalam bidang pertanggungan.
3. Adanya benda yang dipertanggungkan
Pada setiap pertanggungan harus ada benda yang dipertanggungkan, karena
yang mempertanggungkan benda itu adalah tertanggung, maka ia harus
18Muhammad Abdul Kadir, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, (Bandar Lampung: PT. Aditya Bakti,
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan benda yang
dipertanggungkan itu. Disebut mempunyai hubungan langsung, apabila
tertanggung memiliki benda tersebut. Disebut mempunyai hubungan tidak
langsung, apabila tertanggung mempunyai kepentingan atas benda itu. Pihak
tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia betul memiliki atau mempunyai
kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu. Jika ia tidak dapat
membuktikan, mengakibatkan timbulnya anggapan bahwa ia tidak mempunyai
kepentingan apa-apa, hal mana mengakibatkan pertanggungan batal.
Undang-Undang tidak akan memperoleh orang yang tidak mempunyai kepentingan dalam
pertanggungan, walaupun orang yang mengadakan pertanggungan itu tidak
mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, ia harus
menyebutkan untuk kepentingan siapa pertanggungan itu diadakan. Orang yang
mempertanggungkan benda yang dilarang oleh Undang-Undang, dianggap tidak
mempunyai kepentingan. Jika diadakan juga maka pertanggungan itu batal (pasal
599 KUH Dagang).
4. Ada causa yang diperbolehkan
Causa yang diperbolehkan adalah isi dari perjanjian tertanggung itu tidak
dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Misalnya isi pertanggungan itu mempertanggungkan benda yang dilarang oleh
Undang-Undang, disini tidak ada causa yang diperbolehkan. Misalnya lagi orang
yang mempertanggungkan benda itu tidak mempunyai kepentingan, jadi hanya
perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak terhormat.
Pertangggungan bukan perjudian atau pertaruhan.
5. Pembayaran premi
Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, maka kedua belah harus
berprestasi. Pertanggungan menerima resiko atas benda yang dipertanggungkan,
sedangkan tertanggung harus membayar sejumlah premi sebagai imbalanya. Besar
atau kecilnya jumlah premi bukan soal penting. Terpenting adalah kedua belah
pihak telah terdapat suatu persetujuan. Premi dibayar resiko beralih, jika premi
tidak dibayar maka resiko tidak beralih.
6. Kewajiban pemberitahuan
Kewajiban pemberitahuan ada pada tertanggung. Tertanggung wajib
memberitahu kepada penanggung tentang keadaan benda yang dipertanggungkan.
Kewajiban ini dilakukan pada saat melakukan persetujuan. Tertanggung lalai
mengakibatkan pertanggungan itu batal (pasal 251 KUH Dagang).19
19Ibid, Hal 27.
Kewajiban pemberitahuan seperti diatas, diatur dalam Pasal 251 KUH
Dagang ini tidak digantungkan kepada adanya itikad baik atau tidak dari
tertanggung. Bilamana tertanggung keliru memberitahukan, tanpa sengaja, juga
mengakibatkan batalnya pertanggungan kecuali apabila para pihak menjanjikan
lain. Biasanya perjanjian semacam itu dinyatakan dengan tegas didalam polis
E. Sistem Operasional Asuransi Konvensional
Sistem operasional Asuransi Konvensional dilandasi atas perjanjian
jual-beli. Perusahaan menerima uang premi dan mengembangkan kegiatan bisnis
dengan orientasi memperoleh keuntungan. Premi merupakan unsur biaya bagi
peserta dan pendapatan bagi perusahaan.
Berdasarkan perjanjian, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan
kewajiban masing-masing. Kewajiban peserta/tertanggung adalah membayar uang
premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima
dan dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan bisnis menjadi hak penuh perusahaan
dengan segala konsekuensinya. Hak tertanggung adalah mendapatkan uang
pertanggungan atau klaim jika terjadi musibah.
Kewajiban Perusahaan Asuransi adalah membayar klaim yang diajukan
tertanggung atas musibah yang dideritanya. Pembayaran uang pertanggungan
berasal dari modal atau keuntungan perusahaan. Hak perusahaan diantaranya
menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakan untuk kegiatan bisnis atau
menginvestasikannya. Bila tidak terjadi klaim, maka hasil dari dana investasi
sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Peserta/tertanggung tidak berhak atas hasil
investasi.
Mekanisme pengelolaan dana pada Asuransi Konvensional, semua dana
peserta/tertanggung (premi) terkumpul menjadi satu dan status dana tersebut
sepenuhnya adalah dana milik perusahaan asuransi. Perusahaan bebas mengelola
dan menginvestasikan dana tersebut.
Dana yang terkumpul wajib untuk diinvestasikan guna menambah profit
diinvestasikan terdiri dari dana pemegang saham dan dana yang terkumpul dari
peserta/anggota asuransi. Nantinya dana-dana tersebut akan diinvestasikan ke
berbagai instrument investasi yang disebut dengan kind of investment. Hasil dari
investasi inilah nantinya akan kembali lagi pada dana pemegang saham dan dana
yang terkumpul dari peserta/anggota asuransi (return of investment).
Pengembalian keuntungan dari hasil investasi tidak secara langsung kepada
peserta/anggota asuransi. Keuntungan dari hasil investasi, yang berupa bunga dari
hasil investasi dikembalikan kepada peserta/anggota asuransi bila ada klaim dari
peserta/anggota asuransi
Sumber dana-dana perusahaan asuransi untuk membayar kerugian-kerugian
adalah dari modal yang telah disetor, surplus, dan premi yang telah dibayar di
muka untuk jasa-jasa yang telah diberikan.
Investasi dana asuransi mengunakan sistem bunga. Hasil dari investasi dana
asuransi akan memperoleh keuntungan dengan tambahan bunga. Perusahaan
asuransi akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan
peserta. Namun, jika tidak terjadi klaim, perusahaan berhak penuh atas sejumlah
dana yang dibayar peserta. Tidak ada kewajiban perusahaan untuk
mengembalikan dana peserta dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap
sebagai dana hangus.
Pendapatan atau hasil yang diterima peserta atau perusahaan didasarkan atas
perjanjian dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian, pendapatan
dapat ditentukan di awal periode perjanjian dengan persentase bunga tertentu.
Prinsip bisnis yang diterapkan pada asuransi konvensional atas dasar untung atau
hasil berinvestasi berhasil, sementara nasabah/peserta akan mendapatkan
presentase penghasilan tetap, tidak menjadi lebih besar. Sebaliknya, jika
perusahaan mengalami kerugian, perusahaan akan mendapatkan kesulitan.
Namun, peserta atau nasabah tidak akan merasakan kesusahan karena tetap akan
mendapatkan penghasilan sebesar presentase yang telah ditetapkan di depan.20