• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA SEMARANG TAHUN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA SEMARANG TAHUN 2019"

Copied!
255
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN AWAL

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH

(RKPD)

KOTA SEMARANG

TAHUN 2019

PEMERINTAH KOTA SEMARANG

TAHUN 2018

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari dokumen perencanaan jangka menengah atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RKPD selanjutnya menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja PD), landasan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), serta menjadi pedoman dalam mengevaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Dokumen perencanaan pembangunan harus disusun secara sistematis, terarah, terpadu dan berkelanjutan.

RKPD disusun berdasarkan pendekatan partisipatif, teknokratif, politis serta top-down dan bottom-up, dengan berorientasi secara Holistik, Tematik, Integratif dan Spasial (HTIS). Berdasarkan Pasal 16 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2016 tentang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, RKPD disusun melalui tahapan persiapan penyusunan, penyusunan rancangan awal, penyusunan rancangan, pelaksanaan Musrenbang, perumusan rancangan akhir dan penetapan.

Dokumen RKPD Kota Semarang Tahun 2019 merupakan dokumen perencanaan tahun ketiga dari masa kepemimpinan Walikota dan Wakil Walikota terpilih periode 2016-2021. RKPD Tahun 2019 berpedoman pada Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang RPJMD Kota Semarang Tahun 2016-2021.

1.2. DASAR HUKUM PENYUSUNAN

Dasar hukum penyusunan Perubahan RKPD Kota Semarang Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat dan Dalam Daerah Istimewa Jogjakarta;

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

(3)

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4410);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali , terakhir degan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 12. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

(Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Kabupaten-Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara, dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang dalam wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

(4)

18. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272);

24. Peraturan Pemerintah 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);

26. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

27. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;

30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

(5)

2011 Nomor 450), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 541);

31. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 9);

32. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 65) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 88);

33. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Kota Semarang (Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota Semarang Nomor 13);

34. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Semarang Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kota Semarang Nomor 43);

35. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2011 – 2031 (Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2011 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kota Semarang Nomor 61);

36. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang Tahun 2016-2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Semarang Tahun 2016-2021 (Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2017 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kota Semarang Nomor 123);

1.3. HUBUNGAN ANTAR DOKUMEN

Dokumen perencanaan yang harus dimiliki oleh Pemerintah Daerah terdiri dari RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Masing-masing dokumen merupakan hirarki yang saling berhubungan. RPJPD adalah dokumen perencanaan yang menjelaskan tentang visi, misi, arah dan sasaran pembangunan daerah selama 20 tahun yang kemudian dijabarkan dalam arah pembangunan tiap lima tahun dalam bentuk RPJMD. Selanjutnya RPJMD dijabarkan ke tahapan pelaksanaan tujuan dan sasaran untuk satu tahun dalam bentuk RKPD sehingga konsistensi antar dokumen perencanaan dapat terjaga dan berjalan dalam satu benang merah yang saling terkait.

Selanjutnya, RKPD menjadi landasan bagi penyusunan dokumen Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. KUA dan PPAS yang

(6)

telah disepakati Kepala Daerah dan DPRD menjadi pedoman perangkat daerah dalam menyusun RKA-PD, yang selanjutnya akan menjadi bahan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Semarang.

RKPD Tahun 2019 merupakan tahun ketiga dari pelaksanaan RPJMD Kota Semarang Tahun 2016-2021 untuk melaksanakan visi “Semarang Kota Perdagangan dan Jasa Yang Hebat Menuju Masyarakat Semakin Sejahtera”. RKPD tahun 2018 dilaksanakan dengan tema “Penguatan Struktur Ekonomi Yang Didukung Oleh Peningkatan Sektor Perdagangan Dan Jasa”.

1.4. MAKSUD DAN TUJUAN

Penyusunan RKPD Kota Semarang Tahun 2019 dimaksudkan sebagai Pedoman arah kebijakan pembangunan daerah tahun 2019 serta sebagai upaya Perwujudan rencana program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah tahun 2019.

Sedangkan tujuan dari dokumen RKPD Tahun 2019 ini adalah untuk:

1. Memberikan landasan operasional bagi seluruh OPD di lingkungan Pemerintah Kota Semarang dalam menyusun Rencana Kerja Tahun 2019;

2. Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan tahun 2019 yang berpedoman pada dokumen RPJPD Kota Semarang Tahun 2005-2025 dan RPJMD Tahun 2016-2021;

3. Tersedianya acuan untuk penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Semarang Tahun 2019 serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Semarang Tahun 2019;

4. Tersedianya acuan untuk penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2019; dan

5. Menjadi alat untuk menjamin keterkaitan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan daerah.

1.5. SISTEMATIKA DOKUMEN RKPD

Dokumen RKPD Kota Semarang Tahun 2019 disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Memuat latar belakang, dasar hukum penyusunan, hubungan antar dokumen, maksud dan tujuan serta sistematika RKPD. BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Memuat kondisi umum daerah; evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan RKPD Tahun 2017 dan realisasi capaian RPJMD 2016-2021; serta permasalahan pembangunan daerah yang masih dihadapi.

BAB III KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEUANGAN DAERAH Memuat penjelasan tentang kondisi ekonomi tahun 2016 dan perkiraan ttahun 2017, yang antara lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan kebijakan yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian daerah yang meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.

BAB IV SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH

Memuat prioritas dan sasaran pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis terhadap hasil evaluasi pelaksanaan RKPD tahun 2017 dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD,

(7)

identifikasi permasalahan di tingkat daerah dan nasional, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan.

BAB V RENCANA KERJA DAN PENDANAAN DAERAH

Memuat rencana program dan kegiatan prioritas daerah yang disusun berdasarkan evaluasi pembangunan tahunan, kedudukan tahun rencana (RKPD) dan capaian kinerja yang direncanakan dalam RPJMD.

BAB VI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Memuat indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Indikator Kinerja Utama (IKU) maupun Indikator Kinerja Kunci (IKK)

(8)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 KONDISI UMUM DAERAH

Kota Semarang adalah Ibukota Provinsi Jawa Tengah sekaligus kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Sebagai salah satu kota paling berkembang di Pulau Jawa, Kota Semarang mempunyai jumlah penduduk mencapai lebih dari 1,6 juta jiwa penduduk. Dalam beberapa tahun terakhir, Kota Semarang berkembang secara pesat. Selain banyak dampak positif yang dimunculkan, perkembangan ini sedikit banyak juga menimbulkan keadaan-keadaan yang memerlukan perhatian lebih serius dari Pemerintah Kota Semarang. Kondisi umum daerah Kota Semarang dapat dilihat melalui aspek-aspek sebagai berikut :

2.1.1 Aspek Geografi dan Demografi

Analisis pada aspek geografi di Kota Semarang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik lokasi dan wilayah, potensi pengembangan wilayah, dan kerentanan wilayah terhadap bencana. Sedangkan gambaran kondisi demografi, antara lain mencakup perubahan penduduk, komposisi dan populasi masyarakat secara keseluruhan atau kelompok dalam waktu tertentu di Kota Semarang.

2.1.1.1 Karakteristik Wilayah

a. Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,70 km2 dan merupakan 1,15% dari total luas daratan Provinsi Jawa Tengah dengan batasan wilayah:

sebelah barat : Kabupaten Kendal sebelah timur : Kabupaten Demak sebelah selatan : Kabupaten Semarang

sebelah utara : Laut Jawa panjang garis pantai mencapai 13,6 kilometer

Secara administrasi Kota Semarang terbagi atas 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan, secara rinci luas masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Luas Wilayah Kota Semarang

No Kecamatan Jml Kelurahan Luas (km2) 1 Mijen 14 57,55 2 Gunungpati 16 54,11 3 Banyumanik 11 25,69 4 Gajahmungkur 8 9,07 5 Semarang Selatan 10 5,93 6 Candisari 7 6,54 7 Tembalang 12 44,20 8 Pedurungan 12 20,72 9 Genuk 13 27,39

(9)

No Kecamatan Jml Kelurahan Luas (km2) 10 Gayamsari 7 6,18 11 Semarang Timur 10 7,70 12 Semarang Utara 9 10,97 13 Semarang Tengah 15 6,14 14 Semarang Barat 16 21,74 15 Tugu 7 31,78 16 Ngaliyan 10 37,99 TOTAL 177 373,70

Sumber: BPS Kota Semarang , 2017

b. Letak dan Kondisi Geografis

Kota Semarang merupakan kota strategis yang berada di tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 60 50’ – 70 10’ Lintang Selatan dan garis 1090 35’ – 1100 50’ Bujur Timur. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Gambar 2.1.

Peta Kota Semarang dan Sekitarnya

Jika dilihat secara kewilayahan, Kota Semarang termasuk kedalam wilayah Kedungsepur (Kab. Kendal-Kab. Demak-Kab. Semarang-Kota Semarang-Kota

(10)

Salatiga-Kab. Grobogan). Berdasarkan Raperpres yang sedang disusun saat ini perihal Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Dan Purwodadi tercatat bahwa cakupan Kawasan Perkotaan Kedung Sepur mencakup 85 (delapan puluh lima) kecamatan dimana untuk wilayah Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan.

Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transportasi darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah.

c. Topografi

Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan antara lain :

 Lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen.

 Lereng II (2-5%) meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan.

 Lereng III (15-40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan Candisari.

 Lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota Bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung.

Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri, tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku.

Wilayah Kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di atas permukaan air laut). Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian 0,75 mdpl. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi dengan kemiringan bervariasi antara 5% -40%.

Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu kota yang mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0% - 40% (curam) dan ketinggian antara 0,75 – 348,00 mdpl.

(11)

d. Geologi

Kondisi Geologi Kota Semarang berdasarkan struktur geologinya terdiri atas tiga bagian yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Daerah patahan tersebut antara lain daerah sekitar aliran Kali Garang yang merupakan patahan Kali Garang membujur dari arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit Gombel. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari arah utara ke selatan.

Wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan, asosiasi alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua. Kurang lebih sebesar 25% wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30% lainnya memiliki jenis tanah latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan alluvial coklat kelabu dengan luas keseluruhan kurang lebih 22% dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya merupakan jenis tanah alluvial hidromorf dan grumosol kelabu tua.

e. Hidrologi

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai yang mengalir di Kota Semarang yang terbagi kedalam 4 sistem besar drainase yaitu:

1. Sistem Drainase Mangkang sebagaimana terdiri atas 2 (dua) sub sistem meliputi: Sub Sistem Sungai Mangkang (Sungai Mangkang Kulon, Mangkang Wetan dan Plumbon); danSub Sistem Sungai Bringin (Sungai Bringin, Sungai Randugarut, Sungai Karanganyar dan Sungai Tapak).

2. Sistem Drainase Semarang Barat terdiri dari 4 (empat) sub sistem: Sub Sistem Sungai Tugurejo (Sungai Jumbleng, Sungai Buntu, Sungai Tambak Harjo dan Sungai Tugurejo);Sub Sistem Sungai Silandak;Sub Sistem Sungai Siangker (meliputi saluran Madukoro, Sungai Tawang, Sungai Karangayu, Sungai Ronggolawe dan Sungai Siangker); danSub Sistem Bandar Udara Ahmad Yani (Saluran Lingkar Selatan Barat yang meliputi Sungai Selinga, Sungai Simangu, Sungai Tawang dan Sungai Banteng)

3. Sistem Drainase Semarang Tengah terdiri dari 8 (delapan) sub sistem meliputi: Sub Sistem Sungai Banjir Kanal Barat (Sungai Kripik, Sungai Kreo dan Sungai Garang), Sub Sistem Sungai Bulu (Saluran Jl. Hasanudin, Saluran Jl. Brotojoyo, Saluran Panggung Kidul dan Saluran Bulu Lor), Sub Sistem Sungai Semarang, Sub Sistem Sungai Simpang Lima, Sub Sistem Sungai Banger, Sub Sistem Sungai Bandarharjo, Sub Sistem Sungai Asin, Sub Sistem Sungai Baru. 4. Sistem Drainase Semarang Timur terdiri dari 5 (lima) sub sistem meliputi: Sub

Sistem Banjir Kanal Timur (Sungai Candi, Sungai Bajak, Sungai Kedungmundu dan Saluran Bulu Lor), Sub Sistem Sungai Tenggang, Sub Sistem Sungai Sringin, Sub Sistem Sungai Babon (Sungai Gede, Sungai Meteseh, Sungai Jetak dan Sungai Sedoro), Sub Sistem Sungai Pedurungan.

(12)

f. Klimatologi

Secara Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan muson timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang mendung.

Curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm per tahun. Ini menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa, yang mengikuti pola angin muson SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1 °C pada September ke 24,6 °C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata berubah-ubah dari 29,9 °C ke 32,9 °C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berberubah-ubah-berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September ke maksimum 83% pada bulan Januari. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 215 km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan Januari. Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember sampai 98% pada bulan Agustus.

2.1.1.2 Zonasi Pola Ruang Kota Semarang

Didasarkan pada Perda Kota Semarang No. 14 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun 2011-2031, zona wilayah Kota Semarang meliputi kawasan antara lain:

a. Kawasan Lindung

Adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan tersebut mencakup:

- Kawasan Lindung yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; - Kawasan Perlindungan Setempat

- Kawasan Rawan Bencana, meliputi:

o Kawasan Rawan Bencana Rob, disebabkan karena kondisi DAS yang tidak tertata, penurunan tanah (land subsidience) 6-10 cm dan penampang sungai yang mengecil karena sedimentasi, sampah serta drainase kota dan sanitasi yang belum sepenuhnya dibangun dan dikelola dengan baik.

o Kawasan Rawan Bencana Abrasi, adalah kawasan yang ditetapkan dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi

o Kawasan Rawan Bencana Banjir, adalah tempat-tempat yang secara rutin setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan musim hujan normal

o Kawasan Bencana Gerakan Tanah dan Longsor, adalah Wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah

(13)

o Kawasan Bencana Angin Topan, adalah Wilayah Kota Semarang yang terkena bencana angin topan. Terletak di wilayah yang dulunya merupakan garis pantai Kota Semarang

b. Kawasan Budidaya

Adalah wilayah yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan manusia, terdiri dari kawasan budidaya pertanian dan kawasan budidaya non pertanian. Kawasan budidaya ini mencakup:

- Kawasan Peruntukan Hutan Produksi; - Kawasan Perumahan

- Kawasan Perdagangan dan Jasa - Kawasan Perkantoran

- Kawasan Pendidikan

- Kawasan Industri adalah tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya

- Kawasan Olah Raga - Kawasan Wisata - Kawasan Transportasi

- Kawasan Pertahanan Keamanan - Kawasan Peruntukan Pertanian - Kawasan Perikanan

- Kawasan Peruntukan Pertambangan - Kawasan Peruntukan Pelayanan Umum

Ruang Terbuka Non Hijau adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori

2.1.1.3 Demografi

Secara demografi, berdasarkan data Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) Semester 1, jumlah penduduk Kota Semarang di tahun 2017 berjumlah 1.653.035 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sejumlah 819.973 jiwa (49,60%) dan penduduk perempuan sejumlah 833.062 jiwa (50,40%). Jika dibandingkan dengan penduduk di tahun 2016 (1.648.279 jiwa), penduduk di tahun 2017 mengalami pertumbuhan sebesar 0,29% atau bertambah 4.756 jiwa.

Dari sebaran penduduk per kecamatan, Kecamatan Pedurungan adalah kecamatan dengan penduduk terbanyak, dan Kecamatan Tugu adalah kecamatan dengan penduduk paling sedikit. Secara rinci, sebaran penduduk di tiap kecamatan terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2017

NO KECAMATAN PENDUDUK % RATIO SEX (%) LAKI-LAKI (orang) PEREMPUAN (orang) JUMLAH (orang) 1 Semarang Tengah 29.327 31.696 61.023 3,69 0,93 2 Semarang Utara 60.663 62.523 123.186 7,45 0,97 3 Semarang Timur 35.641 37.788 73.429 4,44 0,94 4 Gayamsari 36.326 36.513 72.839 4,41 0,99 5 Genuk 53.986 53.496 107.482 6,50 1,01 6 Pedurungan 94.475 95.309 189.784 11,48 0,99

(14)

NO KECAMATAN PENDUDUK % RATIO SEX (%) LAKI-LAKI (orang) PEREMPUAN (orang) JUMLAH (orang) 7 Semarang Selatan 36.861 38.196 75.057 4,54 0,97 8 Candisari 40.330 41.506 81.836 4,95 0,97 9 Gajah Mungkur 30.187 30.938 61.125 3,70 0,98 10 Tembalang 87.503 87.732 175.235 10,60 1,00 11 Banyumanik 69.428 70.507 139.935 8,47 0,98 12 Gunung Pati 45.487 44.998 90.485 5,47 1,01 13 Semarang Barat 79.789 81.825 161.614 9,78 0,98 14 Mijen 34.869 34.655 69.524 4,21 1,01 15 Ngaliyan 68.454 68.999 137.453 8,32 0,99 16 Tugu 16.647 16.381 33.028 2,00 1,02 TAHUN 2017 819.973 833.062 1.653.035 100,00 0,98 TAHUN 2016 796.867 805.850 1.602.717 - 0,99 TAHUN 2015 792.886 802.301 1.595.187 - 0,99 TAHUN 2014 787.705 797.176 1.584.881 - 0,99 TAHUN 2013 781.176 790.929 1.572.105 - 0,99 TAHUN 2012 775.793 783.405 1.559.198 - 0,99

Sumber: BPS Kota Semarang (2012-2016),Dispendukcapil 2017

Jika dilihat dari sebaran penduduk berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) di tahun 2017 sejumlah 1.184.435 jiwa (71,65%), dan jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) sejumlah 468.600 jiwa (28,35%). Dengan membandingkan antara jumlah penduduk tidak produktif dengan penduduk yang produktif, maka akan dapat diketahui Rasio Beban Ketergantungan (dependency ratio). Rasio beban ketergantungan Kota Semarang pada tahun 2017 adalah sebesar 0,40 Secara rinci, jumlah penduduk Kota Semarang di tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2017

KELOMPOK UMUR JUMLAH (JIWA) PERSENTASE (%)

0 – 4 115.005 6,96 5 – 9 133.156 8,06 10 – 14 130.996 7,92 15 – 19 130.543 7,90 20 – 24 123.898 7,50 25 – 29 125.570 7,60 30 – 34 134.449 8,13 35 – 39 149.130 9,02 40 – 44 132.917 8,04 45 – 49 124.494 7,53 50 – 54 107.241 6,49 55 – 59 90.689 5,49 60 – 64 65.504 3,96 65 – 69 37.191 2,25 70 – 75 22.235 1,35 >75 30.017 1,82 Jumlah 1.653.035 100,00

(15)

Berdasarkan tingkat pendidikannya, komposisi penduduk Kota Semarang dengan persentase terbesar adalah SLTA/MA sederajat sebesar 26,93%, disusul dengan penduduk yang tidak/belum sekolah sebesar 24,92%. Sedangkan penduduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi jumlahnya hanya sekitar 12,59%, yang terdiri dari Diploma I/II/III sebesar 0,32%, Akademi/Diploma III/Sarjana sebesar 3,05%, Diploma IV/Strata I sebesar 8,32, Strata II sebesar 0,86% dan S3 sebesar 0,04%. Berikut ini tabel penduduk Kota Semarang dirinci berdasar tingkat pendidikan formal.

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tahun 2017

NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH (JIWA) PERSENTASE (%)

1 Tidak / belum sekolah 411.879 24,92

2 Tidak / belum tamat SD 278.542 16,85

3 Tamat SD/MI sederajat 95.710 5,79

4 SLTP/MTs / sederajat 213.574 12,92

5 SLTA/MA/ sederajat 445.145 26,93

6 Diploma I / II / III 5.225 0,32

7 Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 50.493 3,05

8 Diploma IV/Strata I 137.581 8,32

9 Strata II 14.182 0,86

10 Strata III 704 0,04

J U M L A H 1.653.035 100,00

Sumber: SIPD Semester 1 Kota Semarang, Walidata Dispendukcapil

Berdasarkan mata pencahariannya, penduduk Kota Semarang sebagian besar bekerja sebagai karyawan swasta (28,10%), mengurus rumah tangga (12,93%), wiraswasta (4,62%) dan PNS/TNI/POLRI (3,11%). Sementara itu, penduduk yang belum atau tidak bekerja sebesar 27,38% dan pelajar/mahasiswa sebesar 15,91%. Mata pencaharian yang sifatnya profesi walaupun secara persentase kecil namun ragamnya cukup banyak. Jumlah penduduk menurut mata pencahariannya secara lengkap dapat terlihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2017

JENIS MATA

PENCAHARIAN (JIWA) (%)

JENIS MATA

PENCAHARIAN (JIWA) (%)

Karyawan Swasta 464.545 28,10 Mekanik 274 0,02

Mengurus Rumah Tangga 213.690 12,93 Apoteker 213 0,01

Wiraswasta 76.359 4,62 Industri 183 0,01

PNS/TNI/POLRI 51.331 3,11 Wartawan 177 0,01

Buruh Tani/Perkebunan 37.514 2,27 Pengacara 144 0,01

Buruh Harian Lepas 14.413 0,87 Konstruksi 131 0,01

Pensiunan 13.929 0,84 Konsultan 125 0,01

Guru 13.914 0,84 Transportasi 104 0,01

Pedagang 11.170 0,68 Arsitek 103 0,01

Petani/Pekebun/Peternak 9.626 0,58 Notaris 102 0,01

Karyawan BUMN 4.534 0,27 Seniman 90 0,01

Dosen 3.311 0,20 Buruh Nelayan/Perikanan 42 0,00

Dokter 2.695 0,16 Akuntan 34 0,00

(16)

JENIS MATA

PENCAHARIAN (JIWA) (%)

JENIS MATA

PENCAHARIAN (JIWA) (%)

Nelayan/Perikanan 1.635 0,10 Pilot 15 0,00

Perdagangan 1.058 0,06 Buruh Peternakan 14 0,00

Karyawan Honorer 1.008 0,06 Peneliti 11 0,00

Karyawan BUMD 527 0,03 Lainnya 11.194 0,68

Bidan 472 0,03 Belum/Tidak Bekerja 452.523 27,38

Pelaut 421 0,03 Pelajar/Mahasiswa 263.021 15,91 Sumber: SIPD Semester 1 Kota Semarang, Walidata Dispendukcapil

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Aspek kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan akhir dari penyelenggaraan pembangunan daerah yang merupakan upaya menciptakan kondisi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Aspek kesejahteraan masyarakat meliputi (1) aspek kesejahteraan fokus pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, (2) aspek kesejahteraan fokus pada kesejahteraan sosial dan; (3) aspek kesejahteraan fokus pada Seni Budaya dan Olahraga. Kinerja masing-masing aspek kesejahteraan masyarakat sampai dengan tahun 2017 adalah sebagai berikut:

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Keberhasilan pembangunan antara lain dapat dilihat pada beberapa indikator utama ekonomi, antara lain pertumbuhan PDRB, laju inflasi, PDRB per kapita dan indeks gini serta rasio penduduk miskin. Kinerja indikator-indikator tersebut sampai dengan tahun 2017 adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan PDRB

Salah satu indikator penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian suatu daerah dalam suatu periode dapat digambarkan dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besaran PDRB dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai kinerja perekonomian suatu wilayah pada suatu periode tertentu, terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui nilai produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode di suatu daerah tertentu.

PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha

Dari tahun 2014, BPS menggunakan metode dan lapangan usaha baru dalam penghitungan PDRB. Penyesuaian ini dilakukan sesuai dengan System of National Accounts 2008 (SNA2008) atau Sistem Neraca Nasional (SNN) yang merupakan rekomendasi internasional tentang bagaimana menyusun ukuran aktivitas ekonomi yang sesuai dengan standar neraca baku yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi. Jika sebelumnya terdapat 9 jenis lapangan usaha, di penghitungan PDRB yang baru digunakan 17 jenis lapangan usaha. Selain itu, hal baru pada penghitungan PDRB dari tahun 2014 adalah penggunaan tahun dasar penghitungan harga konstan dari sebelumnya tahun 2000 menjadi tahun 2010.

PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satuan tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB konstan digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.

(17)

Tabel 2.6

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2017* (dalam milyar)

Sektor PDRB Lapangan Usaha Tahun Dasar

2010

Harga Konstan 2010 (Milyar Rupiah)

2013 2014 2015 2016 2017*) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 958,83 984,82 1.041,93 1.079,01 1.112,77 Pertambangan dan Penggalian 179,40 181,45 183,86 183,04 185,20 Industri Pengolahan 25.647,85 27.431,69 28.700,57 29.774,29 31.550,13

Pengadaan Listrik dan

Gas 123,48 131,77 134,71 145,19

154,62

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang 99,28 102,77 104,15 107,00

107,06

Konstruksi 25.695,37 26.845,87 28.462,91 30.196,84 31.784,24

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 14.967,11 15.684,78 16.370,90 17.264,31

17.849,85 Transportasi dan Pergudangan 3.411,48 3.757,98 3.945,35 4.198,86 4.511,18 Penyediaan Akomodasi

dan Makan Minum 3.047,91 3.281,19 3.485,87 3.702,33

3.945,34 Informasi dan Komunikasi 8.413,22 9.422,90 10.341,28 11.206,44 12.199,23

Jasa Keuangan dan

Asuransi 3.978,33 4.147,37 4.462,46 4.868,49 5.127,86 Real Estate 2.843,51 3.050,69 3.285,25 3.513,59 3.747,42 Jasa Perusahaan 553,71 598,09 648,83 714,99 774,84 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

3.202,26 3.246,38 3.422,19 3.505,47 3.571,31 Jasa Pendidikan 2.126,23 2.339,22 2.510,83 2.697,31 2.955,73

Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial 641,18 712,98 758,57 820,06 887,92 Jasa Lainnya 1.096,27 1.189,92 1.229,00 1.320,98 1.393,29 PDRB 96.985,40 103.109,87 109.088,69 115.298,17 121.857,98

Sumber : BPS Kota Semarang, 2017 *) Angka proyeksi (data diolah)

(18)

Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada periode saat ini. PDRB menurut harga berlaku juga digunakan untuk mengetahui sebaran dan struktur ekonomi suatu daerah.

Tabel 2.7

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2017 (dalam milyar)

Sektor PDRB Lapangan Usaha

Harga Berlaku (Milyar Rupiah)

2013 2014 2015 2016 2017*) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.128,73 1.230,69 1.372,45 1.435,95 1.624,18 Pertambangan dan Penggalian 197,91 242,10 261,47 238,31 296,46 Industri Pengolahan 29.494,27 33.610,02 36.847,75 40.072,16 44.362,85

Pengadaan Listrik dan

Gas 115,50 127,00 136,63 160,24

167,26 Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 102,13 108,27 113,66 118,75 144,35 Konstruksi 29.033,45 32.779,45 36.287,62 39.243,98 43.368,79 Perdagangan Besar dan

Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 16.241,54 17.572,81 18.953,60 20.530,86

22.888,23 Transportasi dan Pergudangan 3.785,97 4.501,31 5.147,01 5.497,90 5.758,22 Penyediaan Akomodasi

dan Makan Minum 3.649,25 4.141,93 4.553,29 5.111,50

5.445,89 Informasi dan Komunikasi 7.999,18 8.805,07 9.487,13 10.285,92 11.750,70

Jasa Keuangan dan

Asuransi 4.838,52 5.282,10 5.933,48 6.697,18 7.151,93 Real Estate 2.930,11 3.313,58 3.697,26 3.996,90 4.380,11 Jasa Perusahaan 640,01 715,26 821,42 943,32 962,16 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

3.781,96 4.052,61 4.438,24 4.773,91 5.463,56 Jasa Pendidikan 2.912,20 3.358,83 3.676,69 4.098,16 4.328,59

Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial 778,68 904,46 1.014,38 1.121,17

1.183,29

(19)

Sektor PDRB Lapangan Usaha

Harga Berlaku (Milyar Rupiah)

2013 2014 2015 2016 2017*)

1.764,97

PDRB 108.807,15 122.109,87 134.206,72 145.993,68 161.041,54

Sumber : BPS Kota Semarang , 2017 *) Angka proyeksi (data diolah)

Tabel 2.8

Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Pembentuk PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2017

Lapangan Usaha Tahun

2013 2014 2015 2016 2017 Rata-Rata A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,29 2,71 5,8 3,56 3,13 3,90 B Pertambangan dan Penggalian 3,68 1,14 1,33 -0,45 1,18 1,38 C Industri Pengolahan 8,22 6,96 4,63 3,74 5,96 5,90 D Pengadaan Listrik, Gas 8,17 6,72 2,23 7,78 6,50 6,28

E Pengadaan Air 0,12 3,52 1,34 2,73 0,06 1,56

F Konstruksi 5,02 4,48 6,02 6,09 5,26 5,37

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor 3,91 4,79 4,37 5,46 3,39 4,38 H Transportasi dan Pergudangan 10,08 10,16 4,99 6,43 7,44 7,82

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,32 7,65 6,24 6,21 6,56 6,60

J Informasi dan Komunikasi 7,5 12 9,75 8,37 8,86 9,29

K Jasa Keuangan 4,43 4,25 7,6 9,1 5,33 6,14

L Real Estate 7,7 7,29 7,69 6,95 6,65 7,26

M,N Jasa Perusahaan 11,34 8,02 8,48 10,2 8,37 9,28

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,73 1,38 5,42 2,43 1,88 2,77

P Jasa Pendidikan 9,25 10,02 7,34 7,43 9,58 8,72

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,25 11,2 6,4 8,1 8,28 8,25

(20)

Lapangan Usaha Tahun

2013 2014 2015 2016 2017 Rata-Rata

PDRB 6,25 6,31 5,8 5,69 5,69 5,95

Sumber : BPS Kota Semarang , 2017 *) Angka proyeksi (data diolah)

Rata-rata pertumbuhan terbesar terjadi pada lapangan usaha Informasi Komunikasi serta Jasa Perusahaan. Sedangkan rata-rata pertumbuhan lapangan usaha lain relatif stabil.

Kondisi ekonomi makro selama lima tahun terakhir (tahun 2011 – 2017) menunjukkan kinerja yang signifikan jika dilihat dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang merupakan kenaikan output agregat (keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan perekonomian). PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap kategori dari tahun ke tahun.

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017*) Kota Semarang 6,58 5,97 6,25 6,31 5,80 5,69 5,81 Jawa Tengah 5,3 5,34 5,11 5,27 5,47 5,28 5,21 Nasional 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88 5,03 5,07 6,58 5,97 6,25 6,31 5,80 5,69 5,81 5,3 5,34 5,11 5,27 5,47 5,28 5,21 6,17 6,03 5,56 5,01 4,88 5,03 5,07 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 Kota Semarang Jawa Tengah Nasional

Sumber : BPS Prov. Jateng, 2017

Gambar 2. 2

Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2012 – 2017

Jika pada tahun 2012 LPE Kota Semarang mencapai 5,97%, maka pada tahun 2017 angka LPE mencapai 5,81%. Secara keseluruhan, LPE Kota Semarang lebih tinggi daripada LPE Prov. Jawa Tengah serta LPE Nasional. Rata-rata LPE Kota Semarang selama empat tahun adalah sebesar 5,90%, sedangkan rata-rata LPE Prov. Jateng dan Nasional berada pada kisaran 5,30% dan 5,00%. Seiring dengan dampak dinamika ekonomi global dan regional, dari tahun 2012 sampai 2016 LPE Kota Semarang dan LPE Prov. Jawa Tengah cenderung berfluktuatif, sedangkan LPE Nasional cenderung mengalami penurunan, dan kembali membaik pada tahun 2016 dan 2017.

(21)

Laju pertumbuhan PDRB Kota Semarang tahun 2017*) mencapai 5,81%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 dengan pertumbuhan 5,80%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 9,580% disusul kemudian Informasi Komunikasi sebesar 8,86 %. . Pengadaan air mengalami laju terendah sebesar 0,06% . Disusul Lapangan usaha Pertambangan dan Pengalian yang mengalami laju terendah kedua sebesar 1,18 %, keduanya lebih disebabkan factor regulasi pemerintah, bahwa ijin usaha pengalian golongan C dan air bawah tanah sudah tidak lagi menjadi kewenangan Kab/Kota

PDRB Berdasarkan Pengeluaran

PDRB Pengeluaran menggambarkan aktivitas pengeluaran yang dilakukan para pelaku ekonomi untuk mendapatkan barang dan jasa yang diproduksi tersebut. Melalui PDRB Pengeluaran juga dapat dilihat keterkaitannya dengan penyediaan barang dan jasa yang berasal dari domestik maupun dari impor. Melalui hubungan ini terlihat titik keseimbangan makro antara sisi penyediaan (supply side)dan sisi permintaan (demand side) barang dan jasa. Dengan demikian PDRB Pengeluaran menjelaskan besarnya nilai barang dan jasa (output) yang dihasilkan dalam wilayah domestik, yang digunakan sebagai konsumsi “akhir” oleh masyarakat. Secara spesifik, yang dimaksud dengan konsumsi akhir adalah penggunaan barang dan jasa yang tidak dimaksudkan untuk diproses lebih lanjut (dikonsumsi habis).

Tabel 2.9

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Tahun 2012-2016

No Jenis Pengeluaran

PDRB Kota Semarang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran (Juta Rupiah)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga 44.453,41 49.320,89 54.359,85 59.317,45 64.350,19 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 629,47 731,66 857,21 911,26 984,37

3 Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah 13.833,18 15.305,02 16.785,25 19.040,27 19.257,43 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 71.157,02 75.624,66 86.132,78 97.842,88 105.633,69 5 Perubahan Inventori 5.064,98 3.608,67 2.454,19 866,66 659,67 6 Ekspor Barang dan Jasa 50.920,81 59.083,36 67.504,46 72.058,98 76.558,67 7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 86.303,19 94.867,12 105.983,86 115.830,80 121.450,35 8 Produk Domestik Regional Bruto 99.755,67 108.807,15 122.109,87 134.206,72 145.993,68

Sumber : BPS Kota Semarang , 2017

Tabel 2.10

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2012-2016

No Jenis Pengeluaran

PDRB Kota Semarang Atas Dasar Harga Konstan [Seri 2010] Menurut Pengeluaran (Milyar Rupiah)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga 40.094,77 42.210,87 44.222,79 46.212,85 49.380,46 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 567,14 610,36 663,84 647,14 681,72

(22)

No Jenis Pengeluaran

PDRB Kota Semarang Atas Dasar Harga Konstan [Seri 2010] Menurut Pengeluaran (Milyar Rupiah)

2012 2013 2014 2015 2016

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 11.956,19 12.463,89 12.726,80 13.096,27 12.787,61

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 62.853,20 66.104,55 69.726,23 73.538,83 77.287,39 5 Perubahan Inventori 3.462,53 1.852,57 1.187,07 252,14 317,20 6 Ekspor Barang dan Jasa 45.679,79 51.014,33 51.092,60 56.407,55 60.561,96 7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 73.331,58 77.271,16 76.447,18 81.013,22 85.718,18 8 Produk Domestik Regional Bruto 91.282,03 96.985,40 103.172,13 109.141,55 115.298,17

Sumber : BPS Kota Semarang , 2017

Tabel 2.11

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Semarang Menurut Pengeluaran Tahun 2012-2016

No Jenis Pengeluaran

Laju Pertumbuhan PDRB (Seri 2010) menurut Pengeluaran (Persen)

2012 2013 2014 2015 2016

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,65 5,28 4,77 4,50 6,85 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 5,30 7,62 8,76 -2,51 5,34 3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,87 4,25 2,11 2,90 -2,36 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,61 5,17 5,48 5,47 5,10

5 Perubahan Inventori - - - - -

6 Ekspor Barang dan Jasa 10 11,68 0,15 10,40 7,36

7 Dikurangi Impor Barang dan Jasa 8,57 5,37 -1,07 5,97 5,81 8 Produk Domestik Regional Bruto 5,97 6,25 6,38 5,79 5,64

Sumber : BPS Kota Semarang , 2017

b. Laju Inflasi

Laju inflasi merupakan ukuran untuk menggambarkan kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.

Untuk mengukur tingkat inflasi, BPS menggunakan ukuran berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK). Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu Kelompok Bahan Makanan; Kelompok Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau; Pertumbuhan ekonomi yang meningkat mendorong terjadinya lajut inflasi, Kelompok Perumahan;

(23)

Kelompok Sandang; Kelompok Kesehatan; kelompok Pendidikan dan Olahraga; serta Kelompok Transportasi dan Komunikasi. Di samping pengelompokan berdasarkan kelompok pengeluaran tersebut, BPS juga memublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi yang menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Disagregasi inflasi IHK dikelompokkan menjadi Inflasi Inti (komponen inflasi yang cenderung menetap di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi faktor fundamental) seperti interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal, dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen serta Inflasi Non Inti (komponen inflasi yang cenderung tinggi karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental) yang terdiri dari inflasi komponen bergejolak (volatile food) dan inflasi komponen harga yang diatur Pemerintah (administered prices).

Inflasi Kota Semarang pada tahun 2010-2017 sangat fluktuatif khususnya pada Tahun 2011 dimana inflasi tahunan menurun drastis dari 7,11%di tahun 2010 menjadi 2,87% di tahun 2011 dan berlanjut sampai tahun 2012 mencapai 0,41% yang kemudian perlahan naik hingga 2014. Sedangkan di tahun 2015, inflasi menurun drastis menjadi 2,56% berlanjut sampai dengan tahun 2016 menjadi 2,32% dan terakhir naik di tahun 2017 menjadi 3,64%. Selama lima tahun, kondisi inflasi di Kota Semarang disebabkan oleh faktor administered price seperti fluktuasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kenaikan tarif dasar listrik. Jika dilihat kondisi per tahun, inflasi cenderung meningkat akibat faktor ekspektasi menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan (Lebaran, Natal dan Tahun Baru).

Sumber : BPS Prov. Jateng, 2017

Gambar 2.3

Inflasi Kota Semarang dan Prov. Jateng Tahun 2010-2017

Sepanjang tahun 2017, sebagian kelompok pengeluaran mengalami inflasi, inflasi terbesar adalah kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar (6,64%), yang disusul oleh Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (5,57%). Sedangkan inflasi terkecil dari kelompok bahan makanan (-0,13%)

Fenomena tingkat inflasi tahun kalender (Januari – Desember) Kota Semarang tahun 2017 tertinggi terjadi pada bulan Juni (2,62%), diikuti bulan Mei (2,24%) dan April (1,64%) yang disebabkan mulainya memasuki bulan puasa dan menjelang hari raya Lebaran. Angka inflasi tersebut masih dalam kategori ringan (creeping inflation) karena besarnya masih kurang dari 10%.

Berbeda dengan inflasi tahun 2016, deflasi bulanan sepanjang tahun 2017 terjadi pada bulan Juli sampai dengan Oktober. Kondisi deflasi pada bulan tersebut menunjukkan pengendalian harga yang dilakukan pemerintah telah berjalan dengan baik.

(24)

Sumber : BPS Prov. Jateng, 2017

Gambar 2.4

Laju Inflasi Secara Umum Kota Semarang Tahun 2016 dan 2017

c. PDRB per Kapita

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu daerah. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan suatu daerah dengan jumlah penduduk daerah tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur daerah tersebut.

Tabel 2.12

Pendapatan per kapita Kota Semarang

Uraian Rp (000.000) 2012 2013 2014 2015 2016 2017*) PDRB ADHB (Juta) 99.753.672,36 108.807.145,40 122.109.871,16 134.206.715,60 145.993.676,40 161.041.544,74 PDRB ADHK (Juta) 91.282.029,07 96.985.402,04 103.109.874.90 109.088.690,61 115.298.166,86 121.857.979,16 PDRB/Kapita (Juta) 61,71113061 66,16934189 72,88050553 78,92982694 85,87144163 93,10558443 Sumber : Data diolah dari BPS Kota Semarang ,2017

Dari PDRB atas dasar harga berlaku yang dibagi dengan jumlah penduduk Kota Semarang pada tengah tahun, diperoleh pendapatan perkapita nominal (memperhitungkan tingkat kenaikan harga atau inflasi) Tahun 2017 sebesar Rp 93.105.584,43 per jiwa.

(25)

93,10 85,87 78,93 72,88 61,71 66,17

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

2012 2013 2014 2015 2016 2017

PDRB Perkapita (Rp.000.000)

Sumber : Data diolah dari BPS Kota Semarang dan SIPD Semester I, 2017 Gambar 2.5

Pendapatan Perkapita Penduduk Kota Semarang

d. Koefisien Gini

Untuk memberikan gambaran tentang tingkat pemerataan maupun ketimpangan pendapatan Kota Semarang digunakan pendekatan teori Gini Ratio yaitu menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah pola pengeluaran suatu masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi. Indeks gini adalah ukuran ketimpangan ekonomi dalam pendapatan distribusi yang ditentukan dengan koefisien gini rasio antara 0 – 1 (>0 dan <1).

Secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

0,00 < G < 0,35 → pemerataan tinggi / ketimpangan rendah 0,35 < G < 0,50 → pemerataan / ketimpangan sedang

G > 0,50 → pemerataan rendah / ketimpangan tinggi

Perkembangan indeks Gini Kota Semarang menunjukkan pada tahun 2013 sebesar 0,3514, menurun jika dibandingkan dengan kondisi 2 tahun berikutnya yaitu 0,3545 tahun 2011 dan 0,3518 tahun 2012. Serta mengalami kenaikan di tahun 2014 sebesar 0,3807 dan kemudian kembali menurun menjadi 0,3300 di tahun 2015. Besaran indeks Gini Kota Semarang sebesar 0,3300 menunjukkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan dan kekayaan termasuk kategori rendah.Dan keadaan ini jauh dibawah rata-rata gini ratio jawa tengah dan nasional. Rata-rata gini ratio Kota Semarang 0,35, sedangkan rata-rata gini ratio provinsi Jawa Tengah dan Nasional masing-masing sebesar 0,39 dan 0,41.

(26)

0,35 0,35 0,38 0,33 0,33 0,33 0,39 0,4 0,4 0,4 0,38 0,38 0,39 0,42 0,43 0,42 0,41 0,4 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 2012 2013 2014 2015 2016

Kota Semarang Jawa Tengah Nasional

Sumber: BPS Kota Semarang, 2017

Gambar 2.6

Indeks Gini Kota Semarang, disandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2012-2017*)

e. Kemiskinan

Ketimpangan distribusi pendapatan sangat erat hubungannya dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Menurut Kuncoro (1997), kemiskinan dapat ditinjau dari 2 sisi, yaitu : pertama, kemiskinan absolute, dimana dengan pendekatan ini di identifikasikan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan.

Sumber: BPS Prov. Jateng, 2017

Gambar 2.7

Perkembangan Persentase Kemiskinan di Kota Semarang Tahun 2012 – 2017 Berbeda dengan BPS, Pemerintah Kota Semarang dalam memperhitungkan rasio kemiskinan di Kota Semarang didasarkan pada identifikasi dan verifikasi warga miskin yang dilakukan setiap 2 tahun sekali dan dituangkan kedalam Keputusan Walikota. Untuk tahun 2015 sesuai dengan Keputusan Walikota Semarang Nomor 050/680/2015 Tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2015 jumlah warga miskin Kota Semarang sebesar 114.939 KK / 367.848 jiwa dengan rincian warga sangat miskin sebesar 39 KK / 105 jiwa, warga miskin

(27)

sebesar 17.336 KK / 54.485 jiwa dan warga hampir miskin sebesar 97.564 KK / 313.258 jiwa. Namun berdasarkan pendataan tahun 2017, justru jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar 11.171 jiwa, sehingga menjadi sebesar 368.070 jiwa (109.147 KK) .

Sehingga masih diperlukan usaha yang cukup keras bagi Pemerintah Kota Semarang untuk terus menurunkan jumlah warga miskin di Kota Semarang dengan Program yang lebih terintegrasi.

Tabel 2.13

Jumlah Penduduk Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2011-2017

No Tahun Versi Pemkot Smg Kota Semarang Versi BPS Prov Jateng Versi BPS

Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)

1 2011 448.398 26,44 88,5 ribu 5,68 5.256 ribu 16,21 2 2012 448.398 26,44 81,9 ribu 5,13 4.863,5 ribu 14,98 3 2013 373.978 21,49 86,7 ribu 5,25 4.811,3 ribu 14,44 4 2014 373.978 21,49 84,7 ribu 5,04 4.561,82 ribu 13,58 5 2015 367.848 20,82 84,3 ribu 4,97 4.577 ribu 13,58 6 2016 367.848 20,82 83,6 ribu 4,85 4.506,89 ribu 13,27 7 2017 368.070 22,26 80,9 ribu 4,62 4.450,72 ribu 13,01 Sumber :

- Keputusan Walikota Semarang Nomor 050/680/2015, Tentang Penetapan Warga Miskin Kota Semarang Tahun 2015 Jateng.bps.go.id

- Lap LKPJ Walikota Semarang Tahun 2017 , Dinas Sosial

Sebagai bahan pertimbangan, berdasarkan data versi BPS Prov. Jateng, data update Januari 2017 rasio penduduk miskin Kota Semarang tahun 2017 hanya menyentuh angka 4,62% dan bahkan jauh lebih rendah bila dibandingkan angka kemiskinan Jawa Tengah yang mencapai 4.450,72 ribu jiwa (13,01%).

Isu kemiskinan memiliki porsi perhatian yang cukup besar dalam pembangunan perkotaan, hal tersebut diindikasikan dari beragamnya program pengentasan kemiskinan dalam berbagai level. Pada tingkat pemerintahan kabupaten/kota, Kota Semarang telah melaksanakan berbagai program penanganan kemiskinan yang dibiayai oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebagai contohnya, JAMKESMASKOT, BOS dan RASKIN.

Kemiskinan juga menjadi salah satu target dalam Sustainable Development Goals guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di tahun 2030. Sebelumnya, pelaksanaan SDGs ini diawali dengan pelaksanaan MDGs yang telah selesai di tahun 2014. Berdasarkan laporan capaian pelaksanaan MDGs di Kota Semarang, untuk menanggulangi kemiskinan diperlukan usaha-usaha yang mengarah pada beberapa target diantara:

1. Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang USD 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015 dengan indikator:

 Tingkat kemiskinan berdasarkan garis kemiskinan nasional  Indeks kedalaman kemiskinan (P1)

2. Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda, dengan indikator:

 Laju pertumbuhan PDRB per tenaga kerja

 Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas  Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas

(28)

3. Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015 dengan indikator:

 Prevalensi balita dengan berat badan rendah/ kekurangan gizi

 Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi f. Angka Kriminalitas

Dinamika perkembangan Kota Semarang yang pesat dengan kemajemukan masyarakat akan berdampak pada perubahan sosial di masyarakat. Disisi lain peningkatan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan fasilitas akan berdampak negatif seperti semakin bertambahnya tingkat pengangguran, bertambahnya angka kemiskinan, akan memicu meningkatnya angka kriminalitas. Selama 6 tahun dari tahun 2012 – 2017, jumlah tindak pidana menonjol (crime index) menurut jenis adalah sebagai berikut :

Tabel 2.11

Jumlah Tindak Pidana Menonjol (Crime Index) Menurut Jenis Di Kota Semarang Tahun 2011 – 2017

Jenis Tindak Pidana Jumlah di Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 2017 a. Pencurian dgn pemberatan 521 419 441 476 7 4 b. Pencurian ranmor 768 566 633 667 152 121 c. Pencurian dgn kekerasan 92 82 88 206 17 10 d. Penganiayaan berat 206 200 203 42 47 10 e. Pembunuhan 14 2 10 6 0 1 f. Perkosaan 3 3 3 215 0 1 g. Uang palsu 2 3 1 1 3 0 h. Narkotika 63 61 79 463 0 1 i. Perjudian 92 88 42 110 0 0 j. Pemerasan / Ancaman 150 116 NA NA 9 1 k. Lainnya 11 13 2.005 606 1850 1479 Jumlah 1.922 1.553 3.505 2.792 2.085 1628 Sumber :BPS Kota Semarang dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang, 2017

Selama tahun 2017, jumlah kasus tindak pidana di Kota Semarang yang terjadi di wilayah hukum Polrestabes Kota Semarang adalah sejumlah 1.628 kejadian, menurun jika dibandingkan dengan kasus di tahun 2016 yang sebanyak 2.085 kejadian. Dari jumlah kejadian tindak pidana tersebut, yang paling menonjol di tahun 2017 adalah kejadian curanmor yang sebanyak 121 kejadian.

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pada fokus kesejahteraan sosial meliputi pembangunan yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar sosial masyarakat lainnya. Kondisi pembangunan pada fokus kesejahteraan sosial sampai dengan tahun 2016 pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

a. Indeks Pembangunan Manusia

Secara umum, dalam enam tahun terakhir yaitu 2011-2016, pembangunan manusia di Kota Semarang terus mengalami peningkatan. Pada gambar 2.4 di bawah, terlihat bahwa pada tahun 2011, capaian IPM Kota Semarang adalah sebesar 77,58 dan terus mengalami peningkatan menjadi sebesar 81,19 pada tahun 2016. Angka IPM Kota Semarang secara umum lebih tinggi dari IPM Nasional yang

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2.2 Data Penggunaan Kapasitor Untuk Perbaikan Faktor

Bertolak dari adanya perlindungan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 50 huruf h, UU Nomor 5 Tahun1999, „oknum tertentu‟ dari kalangan pelaku usaha Mikro

Dapat mengetahui gambaran serta pengetahuan yang lebih mendalam mengenai peranan pengendalian internal terhadap pencegahan manipulasi persediaan barang jadi suatu

Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman (tinggi dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi bila ditegakkan, dilakukan setelah malai keluar), jumlah buku per

Temuan penelitian ini, ada tiga permasalahan utama yang teridentifikasi dalam sistem pengelolaan sampah di wilayah pesisir Kenjeran yaitu tidak adanya

Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi

Sejarah perkembangan komputer generasi kelima adalah komputer yang kita gunakan sekarang ini dimana pada generasi ini ditandai dengan munculnya: LSI

Kebudayaan nasional harus memiliki unsur-unsur budaya yang mendapat pengakuan dari semua bangsa kita, sehingga menjadi milik bangsa. Kebudayaan nasional dilaksanakan pada