• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan pada fokus kesejahteraan sosial meliputi pembangunan yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar sosial masyarakat lainnya. Kondisi pembangunan pada fokus kesejahteraan sosial sampai dengan tahun 2016 pada masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

a. Indeks Pembangunan Manusia

Secara umum, dalam enam tahun terakhir yaitu 2011-2016, pembangunan manusia di Kota Semarang terus mengalami peningkatan. Pada gambar 2.4 di bawah, terlihat bahwa pada tahun 2011, capaian IPM Kota Semarang adalah sebesar 77,58 dan terus mengalami peningkatan menjadi sebesar 81,19 pada tahun 2016. Angka IPM Kota Semarang secara umum lebih tinggi dari IPM Nasional yang

sebesar 70,18 dan IPM Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 69,98 ditahun 2016. Jika diakumulasikan, telah terjadi peningkatan sebesar 3,61 selama periode tersebut.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2017

Gambar 2.4

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Semarang Tahun 2011 – 2016 IPM merupakan indeks yang menunjukkan aspek-aspek peluang hidup panjang dan sehat, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, serta hidup layak. Indikator ini merupakan kemudahan dalam aspek sosial, budaya dan aspek ekonomi.

Sebelumnya, komponen penyusun IPM adalah : Angka harapan hidup (e0) Angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (RLS), kombinasi APK serta PDB per kapita. Namun pada tahun 2010, UNDP merubah metodologi IPM, beberapa perubahan yang dilakukan yakni :

- Mengganti Angka melek huruf (AMH) dengan Harapan lama sekolah (HLS).

- Mengganti Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita menjadi Produk Nasional Bruto (PNB) perkapita.

- Metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik. Perubahan metodologi IPM tahun 2010 oleh UNDP tersebut diadopsi oleh BPS dalam penghitungan IPM 2014 keatas dengan alasan: Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Indikator selanjutnya, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.

Tabel 2.12

Indikator Pembentuk IPM Kota Semarang Tahun 2011-2016

Tahun Angka Harapan Hidup (AHH) Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Paritas Daya Beli (PPP-Ribu Rupiah) 2011 77,17 13,26 9,80 12.271,- 2012 77,18 13,37 9,92 12.488,- 2013 77,18 13,66 10,06 12.714,-

Tahun Angka Harapan Hidup (AHH) Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Paritas Daya Beli (PPP-Ribu Rupiah) 2014 77,18 13,97 10,19 12.802,- 2015 77,20 14,33 10,20 13.589,- 2016 77,21 14,70 10,49 13.909,-

Sumber : BPS Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah, 2017

Pencapaian IPM Kota Semarang dalam 6 tahun terakhir masuk kedalam kategori tinggi dengan angka capaian ≥80. Hal ini menunjukkan bahwa bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pembangunan manusia di Kota Semarang, antara lain yaitu: harus selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan masyarakat, hal ini merupakan salah satu penentu perbaikan derajat kesehatan masyarakat namun dalam kenyataannya hal ini cukup sulit diintervensi. Peran Pemerintah harus terus ditingkatkan dalam hal sosialisasi Pola Hidup Sehat. Penuntasan buta huruf dan penurunan angka putus sekolah harus tetap ditingkatkan. Pembebasan biaya pendidikan dan penyediaan infrastruktur pendidikan harus terus dikawal oleh Pemerintah Kota. Dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat, upaya pengembangan skala mikro dan usaha kecil menengah merupakan alternatif untuk menaikkan pendapatan masyarakat yang masih rendah dan bermuara pada peningkatan daya beli.

b. Pendidikan

Strategi pembangunan pendidikan dijabarkan melalui empat sendi pokok yaitu Pemerataan kesempatan, Relevansi pendidikan dengan pembangunan, Kualitas pendidikan dan Efisiensi pengelolaan.

Pemerataan kesempatan pendidikan diupayakan melalui penyediaan sarana dan prasarana belajar seperti gedung sekolah baru dan penambahan tenaga pengajar mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Relevansi pendidikan merupakan konsep link and match, yaitu pendekatan atau strategi meningkatkan relevansi sistem pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja.Kualitas pendidikan adalah menghasilkan manusia terdidik yang bermutu dan handal sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan efisiensi pengelolaan pendidikan dimaksudkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara berdayaguna dan berhasil guna.

Tabel 2.13

Kinerja Makro Urusan Pendidikan Tahun 2011-2017

No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

1 Angka Melek Huruf 99,95 99,91 99,96 99,97 99,96 99,92 99,96

2 Angka Rata-rata lama sekolah 9,80 9,92 10,06 10,19 10,20 10,49 10,49 3 Angka Partisipasi Kasar:

PAUD 42,20 53,72 57,38 58,95 60,36 76,78 84,72

SD/MI 99,86 100,56 101,82 102,97 100,54 101.01 113,23 SMP/MTs 95,16 96,93 112,67 109,28 97,12 102.05 116,35 4 Angka Partisipasi Murni:

No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

SD/MI 89.25 89.84 91.03 91.14 95.31 93.20 98,63

SMP/MTs 71.36 76.36 88.47 89.19 83.56 89.75 83,76 5 Angka Partisipasi Sekolah:

7-12 tahun 98,95 98,71 99,21 98,83 99,33 98,41 98,41*) 13-15 tahun 96,21 95,15 95,1 96,63 98,2 98,59 98,59*)

16-18 tahun 65,72 69,22 75,33 80,49 79,63 83,56 83,56*) Sumber : BPS Kota Semarang, 2017

Indikator kinerja urusan Pendidikan pada Fokus Kesejahteraan Sosial antara lain dilihat dari Angka Melek Huruf, Angka Rata-rata lama sekolah, Angka Partisipasi Kasar, Angka Pendidikan yang ditamatkan penduduk, dan Angka Partisipasi Murni.

Indikator partisipasi sekolah terdiri dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi tolok ukur dalam tingkat partisipasi bidang pendidikan dalam kesejahteraan sosial masyarakat Kota Semarang. APK adalah indikator untuk mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Sedangkan APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.

c. Kesehatan

Tujuan dari pembangunan manusia dibidang kesehatan adalah untuk mencapai umur panjang yang sehat.peningkatan derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor penentu, antara lain:Faktor lingkungan, Perilaku kesehatan, Pelayanan kesehatan dan Kependudukan/keturunan. Dari empat faktor tersebut yang dapat diintervensi dengan cepat yaitu Faktor kesehatan lingkungan dan faktor Pelayanan kesehatan.

Sisi lain yang menunjukkan adanya peningkatan derajat kesehatan diperlihatkan oleh rata-rata hari sakit yang dialami penduduk dari tahun ketahun semakin menurun. Hal ini sejalan dengan perkembangan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan kemudahan akses masyarakat ke tempat berobat yang semakin mudah serta program gratis berobat yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kota Semarang. Dengan berbagai kemudahan yang ada tersebut memberikan efek positif terhadap kesehatan penduduk yakni, penyakit yang diderita penduduk akan lebih cepat tertangani dan terdeteksi lebih awal dan pada akhirnya akan memperpendek rentang waktu hari sakit.

Tabel 2.14

Kinerja Makro Urusan Kesehatan Kota Semarang Tahun 2011-2017

No Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

1 Angka Kelangsungan Hidup bayi (per 1.000 Kelahiran

Hidup) 87,85 89,33 90,56 90,63 91,62 92,48

92,44

2 Angka Kematian Balita/ AKABA (per 1.000 kelahiran

hidup) 14,9 12,3 11,3 11,3 10,35 8,81

8,75

3 Jumlah Kematian Bayi/AKB

No Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

4 Persentase Gizi Buruk 1,05 0,69 0,87 0,38 0,40 0,29 0,37 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2017

Berdasarkan data dari dinas Kesehatan sesuai tabel di atas terlihat bahwa indikator angka kematian balita menurun dari tahun 2015 yang sebesar 10,35 menjadi 8,75 pada tahun 2017. Demikian juga dengan jumlah kematian bayi mengalami penurunan. Di tahun 2015 jumlah kematian bayi 229 kasus dan tahun 2017 menjadi 197 kasus. Sedangkan untuk persentase gizi buruk tahun 2015 sebesar 0,40% dan tahun 2017 turun menjadi 0,37%. Hal ini menunjukkan peningkatan yang baik dalam penanganan kasus gizi buruk di Kota Semarang.

d. Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ketenagakerjaan dari sisi permintaan (menciptakan lapangan kerja) dan sisi penawaran (meningkatkan kualitas tenaga kerja).

Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang menggambarkan/ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja untuk diisi oleh para pencari kerja). Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan sebagai permintaan atas tenaga kerja. Untuk melihat kesempatan kerja, dapat dilihat dari beberapa indikator yakni:

1. Tingkat Pengangangguran Terbuka (TPT).

Jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Dengan melihat tingkat pengangguran terbuka, secara langsung dapat mengindikasikan seberapa luas kesempatan kerja yang ada di wilayah tersebut. Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka di suatu wilayah maka dapat mengindikasikan bahwa semakin sempitnya kesempatan kerja yang ada di wilayah tersebut. Dalam lingkup Kota Semarang, TPT dari tahun 2011-2017 mengalami kenaikan khususnya di tahun 2013 dan 2014 dan kemudian turun di tahun 2015 dan 2016, dan akhirnya naik kembali menjadi sebesar 6,61 % di tahun 2017. Secara umum TPT Kota Semarang lebih tinggi jika dibandingkan TPT di Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 4,57%, dan nasional sebesar 5,5 %. Yang artinya banyak angkatan kerja di Kota Semarang yang tidak terserap di pasar kerja.

2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survey. Sama halnya dengan tingkat pengangguran terbuka, tingkat partisipasi angkatan kerja di suatu wilayah juga dapat mengindikasikan seberapa besar kesempatan kerja di wilayah tersebut. Semakin tinggi tingkat partisipasi angkatan kerja maka mengindikasikan semakin luas kesempatan kerja. Dalam lingkup Kota Semarang

, TPAK mengalami pergerakan yang

fluktuatif namun tetap dalam kisaran diatas 65 %. Artinya bahwa dari

100 penduduk usia kerja, terdapat lebih dari 65 penduduk yang

tersedia untuk memproduksi pada waktu tertentu.

Perkembangan TPT dan TPAK dari tahun 2011 hingga 2017 secara

Dokumen terkait