BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Sumatera Utara. Diawali dengan kedatangan Jacobus Nienhuys ke pesisir timur Sumatera Utara pada 6 Juli 1863 dengan membuka perkebunan tembakau.1 Saat itu terjadi pembukaan kebun-kebun besar di Sumatera Utara, dan lambat laun banyak bermunculan perkebunan tembakau, karet, kelapa sawit, kopi, dan lain sebagainya di wilayah ini. Mulai saat itulah babak baru dalam sejarah di Sumatera Utara berawal, dan kini menjadi ciri khas tersendiri bagi daerah ini yang memiliki catatan panjang dalam sejarah perkebunan nasional.
Buruh perkebunan atau yang lebih dikenal dengan sebutan kuli merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari perkebunan.2 Dengan adanya kuli, maka produktivitas kerja di perkebunan pun terlaksana. Setiap perkebunan harus memperhatikan kondisi kesehatan dan tempat tinggal para kuli. Hal tersebut sudah merupakan kewajiban bagi perkebunan (onderneming)3 dan hak bagi para kuli untuk mendapatkannya.4 Hal ini tentu saja harus dilakukan demi kepentingan perkebunan itu sendiri agar kegiatan produksi di perkebunan itu tidak terganggu.
Untuk mengatasi problem kesehatan para kuli, ada beberapa perkebunan yang menyediakan mantri-mantri. Namun, jumlah mantri yang ada tidak sebanding dengan
1 Karl. J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985, hlm. 51-52.
2 Mohammad Said, Suatu Zaman Gelap di Deli: Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya. Medan: Harian Waspada, 1990, hlm. 49-51.
3 Onderneming adalah perkebunan yang diusahakan secara besar-besaran dengan alat yang canggih.
jumlah kuli yang mencapai ribuan. Pihak pengambil keputusan di perkebunan pun akhirnya berembuk dan mencari solusi lain untuk mengatasi masalah kesehatan para pekerjanya. Solusi tersebut antara lain dengan membangun fasilitas penunjang kesehatan yang antara lain berupa klinik, pusat kesehatan untuk kuli atau bisa disamakan dengan puskesmas, ataupun rumah sakit.5
Untuk membangun fasilitas penunjang kesehatan seperti yang telah disebutkan di atas tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu alasan untuk efektifitas dan efisiensi dalam pembangunan fasilitas kesehatan di daerah yang relatif berdekatan jaraknya menjadi pertimbangan. Berkaitan dengan itu, beberapa onderneming di Deli Serdang misalnya, pada tahun 1905 mendirikan sebuah yayasan bernama Serdang Doctor Fonds atau Yayasan Dokter Serdang. Yayasan ini bersifat sosial dan tugas utamanya adalah untuk menjamin kesehatan para kuli yang sedang sakit yang berasal dari perkebunan anggota yayasan ini. Yayasan ini juga merupakan pendiri Rumah Sakit Petumbukan.
Yayasan Dokter Serdang beranggotakan beberapa perkebunan besar yang jaraknya relatif dekat satu dengan lainnya. Perkebunan yang menjadi anggota yayasan ini antara lain Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (R.C.M.A) yang kini menjadi PT. Perkebunan Nusantara 3 Sei Karang, Harrison & Crossfiled (sekarang PT. PP London Sumatra), SIPEF, Perkebunan Tanjung Purba (PT. Serdang Tengah) dan beberapa perkebunan lainnya. Jika dilihat dari letak geografisnya, Rumah Sakit Petumbukan berada di tengah-tengah perkebunan yang mengelilinginya. Rumah Sakit Petumbukan berdasarkan jenisnya merupakan rumah sakit perkebunan.
4 T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Medan: USU Press, 2004, hlm. 126-130.
Rumah Sakit Petumbukan mulai didirikan sejak tahun 1905 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 1913.6 Rumah sakit ini terbilang cukup panjang usianya, sudah ada sedari 1905 sampai 2002. Di tahun 2002 rumah sakit ini ditutup karena adanya sengketa kepemilikan lahan dengan ahli waris OK. Tousa. Sungguh sangat disayangkan rumah sakit yang berusia lebih kurang 97 tahun, atau hampir satu abad ini, harus ditutup dan kemudian dihancurkan. Kini sudah tidak ada lagi bangunan rumah sakit beserta ikutannya. Yang ada hanyalah puing-puing reruntuhan yang telah rata dengan tanah. Saat ini, yang tersisa hanya Sanggar Kegiatan Belajar, terdapat dua ruangan belajar yang digunakan untuk Kejar Paket B dan C.7
Sengketa lahan berawal dari perjanjian jual beli antara OK. Tousa dengan Serdang Doctor Fonds pada 20 Maret 1913, dengan imbalan berupa pengobatan dan perawatan secara cuma-cuma bagi OK. Tousa, keluarga, dan ahli warisnya. Pada masa orang-orang Eropa yang bertugas di rumah sakit ini kompensasi tersebut dijalankan terus, namun ketika beralih pada orang-orang pribumi perjanjian tersebut dianggap tidak ada. Pihak ahli waris OK. Tousa pun melakukan protes dan berupaya membuat perjanjian baru pada 8 Maret 1965, dengan pihak Gabungan Rumah Sakit Petumbukan.
Situasi menjadi semakin memburuk ketika adanya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor tahun 1980 yang menginstruksikan agar Rumah Sakit Gabungan Perkebunan dialihkan kepada PT. Perkebunan. Dalam hal ini Gabungan Rumah Sakit Petumbukan dialihkan ke PT. Perkebunan V. Hal ini berlangsung terus cukup panjang
5 Wawancara dengan Kanaya, Pisang Pala, 15 Oktober 2010.
6 Kiki Nazira, Kemajemukan Hukum dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Adat pada Orang Melayu, Skripsi, Medan: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, 2006, hlm. 65.
7 Arsip milik OK. Dirhamsyah Tousa: Surat Permohonan No. 319/II.05.3/TU/2005 tentang Izin Pemakaian Lokasi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Deli Serdang kepada ahli waris OK. Tousa.
hingga Rumah Sakit Petumbukan di masa PT. Perkebunan Nusantara 3. Akhirnya, dengan melalui proses yang panjang dan rumit di pengadilan, pihak PT. Perkebunan Nusantara 3 Kantor Sungei Karang harus rela menyerahkan kembali tanah pertapakan Rumah Sakit Petumbukan beserta bangunan-bangunan ikutannya kepada pihak ahli waris keluarga OK. Tousa sebagai pemilik lahan.
Penelitian ini membicarakan tentang riwayat atau Sejarah Rumah Sakit Petumbukan sejak berdiri di tahun 1905 hingga ditutup di tahun 2002. Atas dasar itu, maka penelitian ini diberi judul “Sejarah Rumah Sakit Petumbukan Kecamatan
Galang Kabupaten Deli Serdang (1905-2002)”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan suatu penelitian maka yang menjadi landasan dari penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat pertanyaan berikut:
1. Bagaimana kondisi Rumah Sakit Petumbukan saat awal berdiri semasa Serdang Doctor Fonds Hospitaal sampai Gabungan Rumah Sakit Petumbukan (1905-1980)?
2. Bagaimana perkembangan Rumah Sakit Petumbukan selama periode PT. Perkebunan V (1980-1996) dan pengaruh terhadap karyawan, masyarakat sekitar? 3. Bagaimana perkembangan Rumah Sakit Petumbukan selama periode PT.
Perkebunan Nusantara 3 (1996-2002) dan alasan yang paling signifikan ditutupnya Rumah Sakit Petumbukan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting bukan hanya bagi penulis tetapi juga bagi masyarakat umum. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sejarah dan latar belakang berdirinya Rumah Sakit Petumbukan selama periode Serdang Doctor Fonds Hospitaal sampai Gabungan Rumah Sakit Petumbukan (1905-1980).
2. Menguraikan perkembangan Rumah Sakit Petumbukan selama periode PT. Perkebunan V (1980-1996).
3. Memaparkan kondisi Rumah Sakit Petumbukan selama periode PT. Perkebunan Nusantara 3 (1996-2002) yang berujung pada ditutupnya rumah sakit ini di tahun 2002.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Agar Sejarah Rumah Sakit Petumbukan ini tidak hilang begitu saja karena peranannya yang cukup besar dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang ada di daerah Petumbukan dan sekitarnya.
2. Mudah-mudahan dengan adanya penelitian yang bersifat deskriptif-naratif tentang Sejarah Rumah Sakit Petumbukan ini dapat menjadi pemicu penelitian-penelitian berikutnya mengenai berbagai hal tentang rumah sakit ini. Juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Meskipun Rumah Sakit Petumbukan cukup dikenal, tetapi penelitian mengenai Rumah Sakit Petumbukan ini masih terbilang belum banyak dilakukan. Bahkan, itu pun hanya menyinggung sedikit saja tentang rumah sakit ini. Dari penelitian pustaka yang dilakukan, penulis hanya menemukan satu di antaranya, yakni yang dilakukan oleh Kiki Nazira berupa penelitian skripsi yang berjudul “Kemajemukan Hukum dalam Proses
Penyelesaian Sengketa Tanah Adat pada Orang Melayu”. Skripsi ini membahas
tentang berbagai hal di sekitar masalah agraria, khususnya tentang penyelesaian sengketa tanah adat pada orang-orang Melayu.8 Berkaitan dengan Rumah Sakit Petumbukan, ia menunjukkan betapa rumitnya penyelesaian atas sengketa lahan antara pihak ahli waris keluarga OK. Tousa dengan pihak Rumah Sakit PT. Perkebunan Nusantara 3 Sungei Karang.9 Mengenai sejarah rumah sakit ini, meskipun ada sedikit dibahas, tetapi tidak dibicarakan secara spesifik. Meskipun demikian, skripsi ini cukup banyak memberi informasi yang bermanfaat bagi penulis, khususnya tentang penyelesaian konflik yang telah dimenangkan oleh pihak ahli waris, sekaligus sebagai penyebab ditutupnya rumah sakit ini di tahun 2002.
Selain itu, dalam penelitian ini penulis juga memerlukan berbagai literatur berupa buku-buku yang berkaitan dengan objek yang akan dikaji yang dapat membantu pemahaman serta kelancaran penulis dalam melaksanakan penelitian ini. T. Keizerina Devi dalam bukunya yang berjudul “Poenale Sanctie: Studi tentang Globalisasi
Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950)” menjelaskan bahwa
beberapa hak kuli-kuli kontrak (buruh perkebunan) yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan (onderneming) adalah fasilitas perumahan dan kesehatan. Kuli-kuli tersebut
8 Mahadi, Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku Melayu atas Tanah di Sumatera Timur (tahun 1800-1975), Bandung: Penerbit Alumni, 1976.
ditempatkan di rumah-rumah berbentuk bangsal atau barak panjang yang disebut tanksi. Setiap tanksi menampung sebanyak 1.000 orang kuli, sehingga mereka harus berdesakan penuh sesak. Hal ini ditambah lagi dengan kondisi tempat tinggal yang kotor, jorok, dan pengap kurangnya cahaya penerangan dan ventilasi udara yang buruk. Dan akhirnya mengakibatkan banyak kuli yang tiba-tiba terkena wabah penyakit. Dr. Baerman, seorang dokter dari Rumah Sakit Petumbukan menguraikan bagaimana penyakit-penyakit seperti: cacingan, malaria, kolera, typus, dan pes tidak bisa diatasi di Rumah Sakit Petumbukan.10 Di samping itu, buku ini juga menceritakan tentang perkembangan perkebunan swasta asing di Sumatera Timur dan timbulnya masalah tenaga kerja, penerapan sanksi bagi para kuli perkebunan sampai pada usaha penghapusan siksaan atau hukuman itu bagi para buruh perkebunan karena banyak pihak yang peduli kepada nasib para kuli ini. Buku ini sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian mengenai kondisi kesehatan para buruh perkebunan hingga dibangun rumah-rumah sakit di beberapa perkebunan (onderneming) dan tentu saja salah satunya adalah Rumah Sakit Petumbukan yang menjadi objek penelitian penulis.
Dalam buku yang berjudul “Manajemen Administrasi Rumah Sakit” karangan Tjandra Yoga Aditama, dijelaskan bahwa Rumah Sakit adalah tempat dirawatnya orang-orang yang sedang tidak sehat secara fisik maupun mentalnya. Di buku itu juga dipaparkan tentang bagaimana tata cara mengelola rumah sakit, sistem administrasi, struktur organisasi dan manajemen dalam rumah sakit seperti apa, sehingga sedikit
9 Kiki Nazira, Op. cit.. hlm. 24-26.
10 T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi Tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (1870-1950), Medan: USU Press, 2004, hlm. 126-130.
banyak memberikan gambaran umum bagi penulis mengenai Manajemen Administrasi Rumah Sakit.11
Adapun buku yang berjudul “Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien” karangan dr. H. Dalmy Iskandar menjelaskan tentang definisi rumah sakit beserta jenis-jenisnya, hukum rumah sakit, tanggung jawab rumah sakit. Lalu dibahas juga mengenai tenaga kesehatan yang meliputi dokter, dokter gigi, dokter spesialis, apoteker, bidan, dan lain sebagainya. Selain itu juga ada pembahasan mengenai pasien, mulai dari definisi pasien, hak dan kewajiban pasien, dan lain-lain. Buku ini cukup membantu penulis dalam melakukan penelitian yang dilakukan. Penulis jadi mengetahui seluk beluk rumah sakit, tenaga kesehatan, pasien, maupun hukum dan tanggung jawab perdata di rumah sakit.12
Selain itu, buku yang berjudul “Menuju Kesehatan Madani” karangan Rosalia Sciortino menjelaskan tentang pelayanan pengobatan di rumah-rumah sakit di Hindia Belanda dulu. Saat itu pengobatan menjadi tanggung jawab tukang-tukang bedah, karena Kompeni tidak memiliki banyak tenaga medis: dokter dan perawat yang terdidik secara akademis. Jumlah dokter yang dipekerjakan oleh Belanda sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan tukang-tukang bedah. Dalam buku ini juga dipaparkan mengenai peranan perawat, puskesmas yang ada di Hindia Belanda saat itu. Dari buku ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi rumah sakit di zaman penjajahan kolonial Belanda dulu yang dibutuhkan oleh penulis.13
Keempat buku di atas cukup berguna bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. Penulis jadi mengetahui gambaran umum mengenai rumah sakit, seluk beluk,
11
Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta: UI Press, 2003, hlm. 5. 12 Dalmy Iskandar, Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien, Jakarta: Sinar Grafika, 1998, hlm. 24-27.
jenisnya, dan bagaimana sistem manajemen dan struktur organisasinya. Ada di antaranya yang membahas tentang kondisi perkebunan di Sumatera Timur, yang menuntut setiap perkebunan (onderneming) agar memperhatikan kondisi kesehatan para buruh dan juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi buruhnya agar produktivitas di perkebunan itu tidak terganggu. Ada juga yang membahas tentang poenale sanctie yang sangat menyiksa, pun ada uraian mengenai kondisi pengobatan di zaman kolonial Belanda dahulu ketika rumah sakit belum didirikan. Selain itu keempat buku di atas juga dapat mendukung proses penelitian yang dilakukan oleh penulis karena memberikan informasi yang relevan serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai objek yang diteliti, yaitu sejarah kesehatan dan lebih spesifiknya adalah kajian mengenai sejarah rumah sakit.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi: heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.14 Langkah pertama yang dilakukan adalah heuristik, yaitu pengumpulan sumber-sumber yang sesuai dan mendukung objek yang diteliti. Proses yang digunakan dalam hal ini adalah dengan melakukan library research (penelitian kepustakaan/ studi literatur) yaitu mengumpulkan sejumlah sumber tertulis baik itu yang primer maupun sekunder, bentuknya dapat berupa arsip, laporan, majalah, dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang dikaji.15 Sumber-sumber tertulis berupa arsip, dokumen, laporan mengenai Sejarah Rumah Sakit Petumbukan ini sangat sulit didapat. Penulis telah mencari sumber tertulis ke Kantor
14 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI Press, 1971, hlm.18.
Direksi PT. Perkebunan Nusantara 3 Medan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Deli Serdang, Perpustakaan dan Arsip Daerah Sumatera Utara satu pun tak membuahkan hasil. Instansi-instansi di atas berargumen banyak arsip yang sudah dimusnahkan. Beruntung sekali penulis mendapatkan beberapa arsip penting mengenai Sejarah Rumah Sakit Petumbukan yang merupakan koleksi pribadi (Alm.) H. Sabar, mantan Kepala Perawat di Rumah Sakit Petumbukan. Sebagai Kepala Perawat, (Alm.) H. Sabar menguasai bidang keperawatan dan ia juga mengetahui banyak tentang administrasi/ pembukuan di rumah sakit ini. Dikarenakan minatnya dalam mengoleksi dokumen-dokumen penting, sehingga arsip mengenai Rumah Sakit Petumbukan ini menjadi sangat penting dan banyak memberikan informasi bagi penulis dalam melakukan penelitian ini.
Selain itu penulis juga memperoleh arsip-arsip mengenai sengketa tanah yang didapatkan dari OK. Dirhamsyah Tousa dan OK. Ravii. Buku-buku yang menjadi acuan dalam penelitian ini, penulis dapatkan dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, dan beberapa merupakan buku koleksi pribadi penulis. Melalui studi kepustakaan telah diperoleh data-data yang berkaitan dengan permasalahan serta merupakan acuan yang bersifat teoritis berupa sumber yang dapat mendukung dan memiliki relevansi dengan penelitian.
Selain itu juga dilakukan field research (penelitian lapangan) yang digunakan untuk mendapatkan sumber-sumber lisan melalui teknik wawancara. Field research dilakukan dengan menggunakan wawancara yang tidak berstruktur dan bersifat terbuka. Penulis melakukan wawancara melalui beberapa informan yang penulis anggap dapat memberikan keterangan dalam penelitian ini sebagai informasi tambahan. Dalam melakukan wawancara, penulis memilih informan yang mengetahui tentang masalah
yang dibahas, yaitu pihak ahli waris keluarga OK. Tousa, mantan pejabat dan pegawai PT. Perkebunan Nusantara 3 Cabang Sungei Karang dan Kantor Direksi Medan, yang pernah menjabat atau terlibat dengan rumah sakit ini, mereka yang pernah bertugas di rumah sakit ini, warga sekitar, serta mereka yang pernah menjadi pasien di Rumah Sakit Petumbukan ini.
Langkah kedua yang dilakukan adalah dengan verifikasi yakni kritik sumber. Kritik yang dilakukan yaitu kritik intern dan juga ekstern. Kritik intern diperlukan guna menilai kelayakan data sedangkan kritik ekstern digunakan untuk menentukan keabsahan data. Data yang sudah diverifikasi dapat diklasifikasikan sebagai fakta.
Tahapan selanjutnya adalah interpretasi. Dalam tahapan ini, fakta-fakta yang sudah diverifikasi, diinterpretasi agar terjadi jalinan antar-fakta. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapat fakta sejarah yang bersifat objektif. Dengan kata lain, tahapan ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data-data informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada.
Tahapan terakhir adalah historiografi, yakni penulisan yang disusun berdasarkan interpretasi fakta-fakta yang ditemukan menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti, secara kronologis dan rasional. Penulisan kembali sejarah agar membuat orang tertarik untuk membaca dan menjadi sarana rekreatif.