• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN MUSIMAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION DAN INDIAN OCEAN DIPOLE MODE TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN MUSIMAN DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAMPAK EL NIÑO SOUTHERN OSCILLATION DAN

INDIAN OCEAN DIPOLE MODE TERHADAP

VARIABILITAS CURAH HUJAN MUSIMAN DI INDONESIA

Dara Kasihairani, Rista Hernandi Virgianto, Siti Risnayah

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika klimat.sst@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to find a clear relation between ENSO-IOD events combination and seasonal rainfall variability. Monthly rainfall data from 21 meteorology stations over Indonesia during 1970 – 2013 was used in this study. Monthly rainfall data was historically analysed in respect to its long term average to find out local response to the ENSO and IOD. It was observed that regions with monsoonal rainfall type were affected clearly by El Niño combined IOD positive or neutral especially in the dry season which is shown by negative anomaly e.g. Lampung, Banjarbaru, Ketapang, Siantan, Cilacap, Semarang, Karangploso, Ngurah Rai, Lombok, Kayuwatu, Bau-bau, Majene and Merauke. Paloh in contrast, showed no response to El Niño-La Niña. The areas with equatorial rainfall type, on the other hand, were affected with lower signal. This study found that Kenten, Jambi, and Sampali more affected by IOD than El Niño-La Niña while Ternate more affected by El Niño-La Niña. Sicincin was not affected by both El Niño-La Niña and IOD. Otherwise Siantan was affected by both El Niño-La Niña and IOD. Considering the upcoming 2014 El Niño event, this study suggests that there will be decreasing in rainfall over regions with monsoonal rainfall type, Ternate, and Siantan by approximately, 20-50% of its normal.

Keywords: El Niño-La Niña, IOD, Rainfall, Historical analysis ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan yang jelas antara kombinasi kejadian ENSO-IOD dan variabilitas curah hujan musiman. Data yang digunakan adalah data curah hujan bulanan dari 21 stasiun meteorologi seluruh Indonesia selama periode 1970 – 2013. Curah hujan bulanan dianalisis secara historis dengan membandingkannya dengan curah hujan normalnya untuk menemukan respons lokal terhadap setiap kombinasi ENSO dan IOD. Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah dengan tipe hujan monsunal sangat dipengaruhi oleh kombinasi El Niño dengan IOD positif maupun netral terutama pada musim kemarau yang ditunjukkan oleh anomali negatif curah hujan di Stasiun Lampung, Banjarbaru, Ketapang, Siantan, Cilacap, Semarang, Karangploso, Ngurah Rai, Lombok, Kayuwatu, Ternate, Bau-bau, Majene dan Merauke. Sebaliknya, Paloh dan Alor tidak menunjukkan respons terhadap ENSO maupun IOD. Wilayah dengan pola curah hujan ekuatorial mendapat pengaruh lebih kecil. Penelitian ini menemukan bahwa Kenten, Jambi, dan Sampali lebih dipengaruhi IOD daripada ENSO sedangkan Siantan lebih banyak dipengaruhi ENSO. Sicincin hanya terkena dampak saat La Niña disertai IOD negatif. Melihat perkembangan El Niño 2014, penelitian ini memperkirakan akan terjadi penurunan curah hujan di wilayah dengan tipe curah hujan monsunal sekitar 20-50% dari nilai normalnya pada bulan Juli hingga Oktober .

(3)

1. PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia yang terletak di sekitar ekuator memiliki pola iklim tropis yang terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Terjadinya musim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya sirkulasi atmosfer, salah satunya adalah Sirkulasi Walker. Telah banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara musim di Indonesia dengan adanya Sirkulasi Walker, antara lain adalah pengaruh El Niño Southern

Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap curah hujan musiman.

Dampak adanya El Niño di Indonesia adalah kekeringan, meskipun berbeda-beda tingkatnya di setiap wilayah (Wirjhohamidjojo dan Swarinoto, 2010). Menurut Boer (2003), sejak tahun 1844 keragaman hujan di Indonesia dipengaruhi oleh adanya kejadian fenomena El Niño. Aldrian, dkk. (2007) juga mengungkapkan bahwa pada bulan Juni di Maluku dan pada bulan Juli hingga November di Indonesia bagian Selatan sangat sensitif terhadap fenomena El Niño serta La Niña yang merupakan bagian dari fenomena ENSO. Penelitian lain mengungkapkan bahwa El Niño berpengaruh kuat pada wilayah berpola hujan monsunal dan berpengaruh lemah pada wilayah berpola hujan ekuatorial serta tidak jelas pengaruhnya pada wilayah dengan pola hujan lokal (Tjasyono, 1997 dalam Irianto, dkk., 2000).

Selain fenomena ENSO, terdapat juga fenomena lain yang berpengaruh terhadap keragaman musim di Indonesia yaitu IOD. Berdasarkan hasil penelitian Mulyana (2002) pada saat IOD positif di Samudera Hindia, umumnya curah hujan mengalami penurunan terutama di wilayah Sumatera Selatan, Jawa dan Nusa Tenggara pada bulan September, Oktober dan November atau pada masa peralihan musim kemarau ke musim hujan. Penelitian menunjukkan bahwa IOD hanya berpengaruh jelas pada wilayah berpola hujan monsunal (Nugroho dan Yatini, 2007 dalam Prawoto 2011).

Penelitian tentang peran aktif ENSO dan IOD secara terpisah sebagai fenomena dalam sistem iklim di kawasan tropis telah banyak dilakukan. Namun dampak fenomena tersebut secara bersama – sama terhadap curah hujan di kawasan Indonesia belum banyak diketahui (Saji, dkk., 1999). Kajian serupa yakni tentang dampak kombinasi ENSO dan IOD terhadap variabilitas curah hujan pernah dilakukan, tetapi hanya untuk wilayah barat laut Jawa Barat oleh Jun-ichi, dkk (2012).

Data curah hujan bulanan dari 21 stasiun pengamatan BMKG yang tersebar dari Barat hingga Timur Indonesia digunakan untuk mengetahui respons lokal curah hujan musiman di berbagai wilayah Indonesia saat terjadi kombinasi kejadian ENSO dan IOD. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara varibilitas curah hujan musiman dan kombinasi kejadian ENSO-IOD yang diukur berdasarkan analisis historis perubahan curah hujan setiap bulan terhadap rata-rata curah hujan pada bulan tersebut.

2. DATA DAN METODE

Data yang digunakan adalah data rata-rata curah hujan bulanan normal periode 1970 sampai 2013. Ketersediaan data dari masing-masing stasiun pengamatan BMKG yang

(4)

Gambar 1 Lokasi stasiun pengamatan dan tahun periode ketersediaan data hujan di setiap stasiun.

Data curah hujan bulanan dari setiap stasiun pengamatan dirata-rata berdasarkan tahun kejadian ENSO dan IOD menurut Jun-Ichi, dkk. (2012) seperti Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Tahun Kombinasi Kejadian ENSO dan IOD

Positif IOD Netral IOD Negatif IOD

El Niño 1976,1982,1987,1991, 1994,1997,2006 1977,1986,2002,2004 - ENSO Netral - 1978,1979,1980,1981,1989, 1990,1993,2001, 2003 1992,1996,2005 La Niña - 1973,1975,1983,1985,1988, 1995,1999,2000,2007 1974,1984,1998

Metode analisis deskriptif terhadap data historis diterapkan untuk menginterpretasikan grafik curah hujan musiman di berbagai stasiun pengamatan dengan cara membandingkan data curah hujan setiap bulan dengan rata-rata sepanjang periode data di stasiun tersebut.

Analisis difokuskan pada hasil perbandingan curah hujan di tahun-tahun normal terhadap historis tahun-tahun kombinasi kejadian ENSO dan IOD yang telah digambarkan dalam bentuk grafik. Penelitian dilanjutkan dengan tinjauan musim kemarau tahun 2014 sebagai salah satu contoh aplikasi dari hasil penelitian.

(5)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Hasil penelitian pada Gambar 2, menunjukkan di wilayah bertipe hujan monsunal umumnya mengalami penurunan curah hujan dari normalnya di musim kemarau pada saat fenomena El Niño disertai IOD positif maupun netral. Wilayah seperti Karangploso, Bau-Bau, Ngurah Rai dan Merauke yang normal curah hujan musim kemaraunya umumnya berdampak signifikan pada pengurangan curah hujan di musim kemarau dibandingkan wilayah Banjarbaru, Semarang, Hasanuddin, Ketapang, Kayuwatu, Ternate, Lampung, dan Cilacap yang mengalami dampak serius pada musim kemarau. Hal ini dapat dilihat pada grafik bahwa wilayah-wilayah tersebut mengalami pengurangan curah hujan di musim kemarau signifikan hingga mendekati garis 0 mm saat El Niño disertai IOD positif maupun netral.

Penurunan curah hujan juga nampak terjadi pada peristiwa ENSO netral disertai IOD negatif di stasiun Hasanuddin dan Ngurah Rai. Hal yang berbeda ditunjukkan Alor yang mengalami pengurangan curah hujan bukan di musim kemarau tapi di musim hujan. Semua kombinasi kejadian ENSO-IOD tidak memberi peningkatan maupun pengurangan curah hujan secara signifikan pada musim kemarau di Alor karena musim kemaraunya yang selalu kering sepanjang tahun. Pada kondisi ENSO maupun IOD netral, variabilitas curah hujan di tiap musim tidak begitu terpengaruh. Namun pada IOD netral disertai La Niña akan meningkatkan curah hujan di beberapa tempat seperti Banjarbaru, Ketapang, Ternate dan Ngurah Rai. Curah hujan di Banjarbaru, Ketapang dan Ternate umumnya meningkat di musim kemarau sedangkan Ngurah Rai di musim hujan.

La Niña disertai IOD negatif akan meningkatkan curah hujan musim hujan di Ketapang, Kediri, Cilacap dan Lampung. Puncak peningkatan curah hujan di Lampung terjadi di bulan Maret (mencapai 50%) sedangkan di Kediri dan Cilacap, peningkatan terbesar terjadi di akhir musim kemarau (mencapai lebih dari 50%). Hal ini dapat memungkinkan majunya awal musim hujan. Curah hujan di Cilacap tidak terpengaruh signifikan saat kejadian El Niño disertai IOD netral.

Saat La Niña disertai IOD negatif umumnya curah hujan juga akan meningkat di musim kemarau di wilayah penelitian bertipe hujan monsunal kecuali Ngurah Rai, Merauke dan Alor. Curah hujan di Ngurah Rai dan Merauke, peningkatan terjadi hanya pada akhir musim kemarau sehingga hal ini dapat mengakibatkan perubahan panjang musim. Di Banjarbaru, peningkatan curah hujan sangat besar hingga dapat mengakibatkan musim penghujan sepanjang tahun. Wilayah Banjarbaru sangat rentan terhadap dampak ENSO dan IOD mengingat El Niño disertai IOD positif mengakibatkan pengurangan curah hujan musim kemarau. Sebaliknya, La Niña disertai IOD negatif meningkatkan curah hujan musim kemarau. Paloh yang bertipe hujan monsunal, tidak memberikan respons terhadap ENSO maupun IOD yang berlangsung secara parsial maupun bersamaan.

(6)

Gambar 2 Grafik Variabilitas curah hujan pada saat terjadinya ENSO – IOD

Kenten yang memiliki tipe hujan peralihan ekuatorial – monsunal, pengaruh IOD terlihat lebih dominan dibandingkan pengaruh ENSO. Pada saat kejadian El Niño berlangsung bersamaan dengan IOD positif, terlihat penurunan curah hujan khususnya pada musim kemarau namun pada kejadian El Niño dengan IOD netral tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Ketika IOD negatif curah hujan akan meningkat, puncak peningkatan curah hujan terjadi saat La Niña disertai IOD negatif. Wilayah Jambi terkena pengaruh ENSO-IOD yang lebih fluktuatif di setiap bulan dibandingkan pengaruhnya pada curah hujan di Kenten yang signifikan pada musim kemarau. Saat kejadian El Niño disertai IOD positif di Jambi terjadi penurunan curah hujan pada musim kemarau sebesar 90% di

(7)

bulan Agustus dan 50% di bulan September sedangkan pada bulan-bulan sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 57% dan 38%. Saat kejadian El Niño disertai IOD negatif ataupun netral tidak terlihat pengaruh yang konsisten pada musim tertentu. Saat La Niña dan IOD negatif memberikan pengaruh yang sangat jelas terhadap penambahan curah hujan di Jambi pada musim kemarau.

Wilayah Sampali tidak banyak mengalami perubahan jumlah curah hujan dari normalnya pada saat El Niño disertai IOD positif ataupun disertai IOD netral sedangkan pengaruh yang jelas terlihat pada saat ENSO netral disertai IOD negatif dan atau La Niña disertai IOD netral. Saat El Niño berlangsung secara parsial terjadi pengurangan curah hujan di bulan Juni dan Agustus serta peningkatan curah hujan di September.

Siantan yang juga bertipe hujan ekuatorial dipengaruhi oleh ENSO dan IOD terutama pada saat La Niña bersamaan dengan IOD negatif di bulan Februari hingga Maret dan Juni hingga Oktober. Begitu juga di Sicincin, saat La Niña bersamaan dengan IOD negatif yang menyebabkan curah hujan meningkat dari bulan Juni hingga Oktober dengan peningkatan tertinggi di bulan Agustus yang lebih dari dari dua kali curah hujan normal.

3.2 Pembahasan Pengaruh ENSO – IOD terhadap Curah Hujan Musiman

Hasil penelitian yang menunjukkan perbedaan respons curah hujan bulanan dan antar musim terhadap fenomena ENSO maupun IOD diakibatkan oleh perbedaan letak dan tipe curah hujan suatu wilayah. Perubahan curah hujan di wilayah yang berada di Indonesia bagian barat terkena pengaruh IOD yang lebih kuat daripada ENSO baik di musim kemarau maupun di musim hujan. Hal ini terjadi karena wilayah Sumatra terutama di bagian barat merupakan salah satu wilayah interaksi IOD sehingga saat terjadinya IOD perubahan suplai uap air dari dinamika suhu muka laut Samudra Hinda di tepi Barat Sumatra akan secara signifikan mempengaruhi curah hujan terutama di Sumatra bagian Barat (Hermawan dan Komalaningsih, 2008).

Perubahan curah hujan di wilayah yang berada di Indonesia bagian Timur terkena pengaruh ENSO lebih kuat daripada IOD karena letaknya yang lebih dekat dengan Samudra Pasifik. Fenomena ENSO yang terjadi di Samudra Pasifik memberikan pengaruh terhadap suplai uap air yang lebih besar daripada IOD di Samudra Hindia.

Wilayah dengan tipe hujan ekuatorial lebih kecil terkena dampak El Niño di musim kemarau daripada wilayah dengan tipe hujan monsunal. Hal ini terjadi karena wilayah dengan tipe hujan ekuatorial yang umumnya memiliki rata-rata curah hujan musim kemarau yang lebih tinggi daripada wilayah tipe hujan monsunal.

Secara umum baik di musim kemarau maupun musim hujan dan di wilayah tipe hujan monsunal maupun ekuatorial, fenomena El Niño disertai IOD positif akan menurunkan curah hujan musiman karena suplai uap air di atmosfer Indonesia berkurang seiring dengan mendinginnya suhu muka laut di Samudra Hindia Timur dan Samudra Pasifik Barat sehingga terjadi penurunan aktivitas konveksi di atas Indonesia. Fenomena La Niña disertai IOD negatif akan meningkatkan curah hujan musiman karena suplai uap

(8)

Samudra Hindia Timur dan Samudra Pasifik Barat sehingga terjadi peningkatan aktivitas konveksi di atas Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjasyono, dkk. (2008).

Hal penting yang perlu dicermati bahwa di Ternate, perubahan curah hujan saat El Niño disertai IOD positif maupun La Niña disertai IOD negatif hanya terlihat di musim kemarau. Hal ini kemungkinan terjadi karena faktor lokal yang kuat di wilayah itu.

3.3 Tinjauan Musim Kemarau 2014

Gambar 3: (atas kanan) prediksi IOD, (atas kiri) prediksi ENSO (sumber: BMKG),

(bawah kanan) anomali SST saat ini, (bawah kiri) probabilitas kejadian ENSO sumber: NOAA)

Berdasarkan prediksi dan tingkat probabilitas kejadian ENSO dan IOD seperti disajikan pada Gambar 3, musim kemarau 2014 ini wilayah Indonesia diperkirakan akan mengalami El Niño dengan intensitas lemah hingga sedang dengan probabilitas di atas 60% sedangkan IOD diperkirakan berada pada kisaran normalnya. Anomali suhu muka laut (SST) menunjukkan bahwa pada wilayah Niño 3.4 menunjukkan adanya peningkatan SST yang mengindikasikan munculnya fenomena El Niño.

Berdasarkan historis kejadian El Niño – IOD netral, wilayah-wilayah di Indonesia dengan tipe hujan monsunal (Lampung, Banjarbaru, Ketapang, Siantan, Cilacap, Semarang, Karangploso, Ngurah Rai, Lombok, Kayuwatu, Bau-bau, Ternate, Majene dan

(9)

Merauke) akan mengalami reduksi hujan sebesar 20% - 50% terutama pada musim kemarau yakni antara bulan Juli hingga Oktober.

4. KESIMPULAN

Fenomena ENSO dan IOD memberikan dampak yang nyata terhadap variabilitas curah hujan musiman di Indonesia. Pada wilayah-wilayah dengan tipe hujan monsunal pengaruh ENSO lebih berperan dalam besarnya pengurangan atau penambahan curah hujan terutama di musim kemarau (Juni hingga September) sedangkan pada wilayah-wilayah dengan tipe hujan ekuatorial, IOD lebih memberikan pengaruh daripada ENSO.

Secara umum perubahan curah hujan musiman terbesar baik pada musim kemarau maupun musim hujan untuk wilayah tipe hujan monsunal maupun ekuatorial terjadi saat El Niño disertai IOD positif dan La Niña disertai IOD negatif. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa di Ternate, fenomena El Niño disertai IOD positif maupun La Niña disertai IOD negatif, memberikan pengaruh signifikan hanya pada curah hujan musim kemarau.

Menghadapi musim kemarau tahun 2014 ini, perkembangan munculnya El Niño di Pasifik semakin jelas dengan probabilitas lebih dari 60%. Berdasarkan kajian historis ini diindikasikan terjadi penurunan curah hujan pada wilayah yang peka terhadap ENSO sebesar 20% - 50% dari normalnya antara bulan Juli hingga Oktober.

UCAPAN TERIMA KASIH

Supari, M.Sc, rekan-rekan D-IV jurusan Klimatologi STMKG, dan BMKG. DAFTAR RUJUKAN

Aldrian, E., Gates, L.D., and Widodo, F.H. 2007. Seasonal Variability of Indonesian Rainfall in ECHAM4 Simulations and in The Reanalyses: The Role of ENSO. Theoritical and Applied Climatology 87, 41-59.

Boer, R. 2003. Penyimpangan Iklim Di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Hermawan, E., dan Komalaningsih, K. 2008. Karakteristik Indian Ocean Dipole Mode di Samudera Hindia Hubungannya dengan Perilaku Curah Hujan di Kawasan Sumatera Barat Berbasis Analisis Mother Wavelet. Jurnal Sains Dirgantara, Vol. 5(2), 109-129. Irianto, G., Amin, L.E., dan Surmaini, E. 2000. Keragaman Iklim Sebagai Peluang

Diversifikasi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Jun-Ichi, H., Mori, S., Kubota H., Yamanaka, M.D., Haryoko, U., Lestari, S., Sulistyowati, R., Syamsudin, F. 2012. Interannual Rainfall Variability over Northwestern Jawa and Its Relation to the Indian Ocean Dipole and El Niño-Southern Oscillation Events, SOLA, Vol. 8, 069−072.

Mulyana, E. 2002. Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, 3(1), 39-43.

Prawoto, Imam, Azizah, N., dan Taufik, M. 2011. Tinjauan Kasus Banjir di Kepulauan Riau Akhir Januari 2011. Jurnal Megasains Vol.2 (2).

(10)

Saji, N. H., Goswami B.N., Vinayachandran, P.N., dan Yamagata, T. 1999. A Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. Nature, 401, 360-363.

Tjasyono, H.K.B., Lubis, A., Juaeni, I., Ruminta, dan Harijono, S.W.B., 2008. Dampak Variasi Temperatur Samudera Pasifik dan Hindia Ekuatorial terhadap Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Sains Dirgantara, Vol. 5(2), 83-95.

Wirjohamidjojo, S., dan Swarinoto, Y. 2010. Iklim Kawasan Indonesia (dari Aspek Dinamik-Sinoptik). BMKG. Jakarta.

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/

Gambar

Gambar 1  Lokasi stasiun pengamatan dan tahun periode ketersediaan data hujan di  setiap stasiun
Gambar 2  Grafik Variabilitas curah hujan pada saat terjadinya ENSO – IOD

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat yang merupakan investor pemula tentunya akan bingung dengan prosedur investasi di pasar modal sehingga hal ini bisa saja membuat investor untuk

kuantitatif, validator juga memberikan saran untuk perbaikan modul. Secara umum saran yang diberikan adalah penambahan gambar yang sesuai dengan tema untuk menarik

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan yang dapat disampaikan untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah metode

Sedangkan penggunaan deiksis persona, penunjuk, dan waktu yang paling dominan dalam novel Sunset Bersama Rosie adalah deiksis waktu khususnya deiksis waktu dengan

Pengadaan bahan pustaka dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan relevansi, nilai guna, jumlah, kualitas fisik dan isi serta didukung dengan alur pengadaan

Dari perbandingan analisa biaya dan manfaat, didapatkan model penambahan Customer Service memiliki nilai analisis finansial yang tertinggi yaitu 4,835 bulan untuk

kebiasaan penerapan personal hygiene pada anak usia sekolah.Tujuan dilakukannya penlitian untuk melihat hubungan karakteristik keluarga dengan personal ‘hygiene pada

Selain itu penambahan bahan pengisi carbon black berfungsi untuk menambah sifat mekanik barang jadi karet dan peningkatan penambahan bahan pengisi akan mempengaruhi