• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mentorship dalam Bimbingan Klinik Keperawatan 1. Definisi

Mentoring berasal dari mythology Yunani, kata mentor berarti berperan sebagai adviser, role model, consellor, tutor, dan atau guru (Roberts, 1999). Mentoring

merupakan proses pembelajaran dimana mentor mampu membuat mentee (peserta mentoring) yang tadinya tergantung menjadi mandiri, yang dikemukakan oleh Ali & Panther, 2008; Anderson,2011 (Nurmalia, 2012).

Mentoring telah secara luas digunakan sebagai strategi untuk perkembangan

karir dalam keperawatan selama dua puluh tahun terakhir. Mentor adalah “profesional yang kompeten dan berpengalaman yang membina hubungan dengan pemula dengan tujuan memberikan saran, dukungan, informasi dan umpan balik untuk mendorong perkembangan individu. Sebagian besar literatur keperawatan menguraikan hubungan perawat-mentor sebagai hal yang penting untuk perkembangan karir dalam administrasi keperawatan atau pendidikan keperawatan (Blais, 2006).

Mentorship dapat diartikan sebagai proses pembelajaran dimana mentor

mampu membuat mentee yang tadinya tergantung menjadi mandiri melalui kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang diharapkan terjadi yaitu mengalami sendiri dan menemukan sendiri fenomena dalam praktik keperawatan dalam penyelesaian masalah, dalam seminarnya Nurachmach (Dermawan, 2012). Menurut Ali dan Panther, 2008; Anderson, 2011 (Nurmalia, 2012) mengemukakan mentorship juga merupakan suatu hubungan antara dua orang yang memberikan kesempatan untuk berdiskusi yang menghasilkan refleksi,

(2)

melakukan kegiatan/tugas dan pembelajaran untuk keduanya yang didasarkan pada dukungan, kritik, membangun, keterbukaan dan kepercayaan, penghargaan dan keinginan untuk belajar dan berbagi.

2. Pentingnya Mentoring

Program mentoring lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi mentee dalam proses belajar. Pembelajaran dalam mentorship mempunyai manfaat bagi peserta didik seperti, mentee belajar lebih cepat dan lebih mampu dalam penerapan praktik keperawatan. Mentoring tidak hanya memberikan manfaat kepada mentee tetapi mentor juga merasakan manfaatnya. Mentor akan merasakan kepuasan kerja dari efek membantu orang lain, penciptaan waktu luang untuk kegiatan alternatif, pengakuan dari organisasi, dan prestasi kerja yang meningkat, dikemukakan oleh A.T & Singh, 2007; Gagliardi, et al., 2009 (Nurmalia, 2012).

Mentoring bertujuan untuk memberikan dukungan kepada individu sehingga

mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan cara menguatkan daya tahan mental yang ada, mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan menguatkan daya tahan mental yang ada, mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri dan mengembalikan keseimbangan yang adaptif, sehingga mampu mencapai tingkat kemandirian yang lebih tinggi serta mampu mengambil keputusan secara otonom (Dadge, Jean, & Casay, 20009). Mentor dapat berkontribusi dalam perencanaan profesionalisme perawat, meningkatkan kemampuan komunikasi, yang memukakan Planning Instituteof Australia, 2011 (Nurmalia, 2012).

3. Jenis Mentoring

Mentoring secara struktural dibagi menjadi dua, formal mentoring dan informal mentoring (Ragins et.al, 2000). Formal mentoring berorientasi pada tujuan,

(3)

pada tujuan organisasi daripada tujuan psikososial (Gilmour et.al, 2007). Organisasi menggunakan formal mentoring untuk menjaga standar, seperti orientasi pegawai baru dan peningkatan karir. Formal mentoring bergantung pada mentor, perencanaan sampai tujuan ditentukan oleh mentor (Robert, 1999). Mentoring formal lebih dihargai oleh organisasi. Pengakuan dari organisasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan mentoring informal.

Informal mentoring merupakan mentoring secara sepontan, dengan rentang waktu sesuai dengan kebutuhan mentee dan tidak memerlukan persiapan untuk proses mentoring. Informal mentoring tidak memerlukan kontrak secara formal dan tidak sesuai dengan tujuan organisasi. Informal mentoring terjadi berdasarkan kesepakatan dan fokus utama pada psikososial dan kebutuhan

mentee (Mentor/National MentorshipPartnership, 2005; Regins et.al, 2000).

Informal terjadi secara sukarela, dan hubungan yang terbentuk berdasarkan rasa percaya antara mentor dan mentee. Jenis–jenis mentoring ada beberapa macam, beberapa ahli telah menggolongkan dalam beberapa jenis, yang dikemukakan oleh Mentor/National Mentorship Partnership, 2005; Regins

et.al, 2000 (Nurmalia, 2012).

a. Tradisonal mentoring

Satu mentor mendaptkan satu mentee, dan disebut dengan mentoring eksklusif. Pertemuan untuk kegiatan dengan mentee dapat terjadi dimana saja, seperti ditempat kerja, ditempat rekreasi dimana saja sesuai dengan kesepakatan dengan mentee. Fokus pertemuan berbasis pada perkembangan karakter, karir, sosial, dan kemampuan kerja. Mentee terkadang menentukan fokus pertemuan yang ingin dicapai. Mentor bertemu mentee satu jam per minggu dan dilakukan minimal satu tahun.

Mentee lebih merasa puas dengan tipe tradisional mentoring karena semua

kebutuhan mentee dapat terfasilitasi sepenuhnya oleh mentor (McKimm, J., Jolie, C., & Hatter, M.,2007).

(4)

b. E-mentoring

Proses kegiatan mentoring menggunakan kecanggihan teknologi. Mentor dan mentee mengadakan komunikasi lewat email, conference dengan mentor sesuai dengan kesepakatan mentor dan mentee tipe mentoring ini terjadi apabila mentor dan mentee terpisah jarak untuk beberapa waktu (Gilmour, et.al.,2007). Pertemuan juga sesekali menggabungkan dengan pertemuan tatap muka 2 atau 3 kali pertemuan. Mentor dan mentee selalu menjaga komunikasi seminggu sekali.

c. Peermentoring

Mentee mendapat mentor dari teman sendiri satu kelompok mentoring. Mentoring tipe ini terjadi apabila mentor berhalangan hadir untuk

mengadakan pertemuan dengan mentee. Mentor memilih salah satu anggota mentee yang dianggap mampu untuk menggantikannya. Sebelumnya, mentee yang menggantikan mentor mendapatkan bekal yang akan disampaikan pada kegiatan mentoring (Gilmour, et.al., 2007).

d. Tim mentoring

Jenis mentoring ini dilakukan apabila terdapat beberapa keahlian yang ingin dicapai oleh mentee. Satu kelompok mentee mendapatkan beberapa mentor sebagai pengampunya. Apabila keahlian yang ingin dilatih mentee sudah tercapai, maka mentee akan kembali lagi kebentuk semula yaitu grup mentoring (Robert, 1999).

e. Grup mentoring

Grup mentoring dipimpin oleh seorang mentor dengan jumlah yang diharapkan tidak lebih dari 8 orang. Mentor dan mentee membuat komitmen untuk bertemu secara teratur setiap minggunya setidaknya selama satu jam. Interaksi yang terjadi didalam kegiatan sebagian besar dipandu oleh mentor (Robert, 1999). Mentoring dengan jenis grup ini lebih formal, fokus kegiatan berbasis tujuan dan organisasi.

(5)

4. Tahap-Tahap Mentoring

Menurut Dalton/Thompson Career Development model terdapat empat tahapan dalam pendekatan mentoring yaitu dependence/ketergantungan, independence/mandiri, supervisingorthers/supervisi orang lain, dan managing

and supervisingorthers/memenej dan mensupervising orang lain.

a. Tahap pertama dependence/ketergantungan ialah profesional baru masih tergantung pada mentor dan mengambil peran subordinat dimana memerlukan supervisi yang dekat,

b. Tahap ke dua independence/mandiri profesional dan mentor mengembangkan hubungan yang lebih seimbang. Profesional mengubah dari “apprentice’ ke kolega’ dan membutuhkan sedikit suvervisi. Kebanyakan profesional akan sampai tahap ini untuk sebagian besar dalam kehidupan profesional mereka,

c. Tahap ke tiga suvervising other/supervisi orang lain yang menjadi mentor bagi dirinya sendiri dan mendemonstrasikan kualitas profesional sebagai mentor,

d. Tahap ke empat managing and supervising orther/memenej dan mensupervisi orang lain ialah menjadi responsibel untuk penampilan yang lain dikarakteristikkan dengan merubah peran dari menejer atau supervisor menjadi responsibel terhadap klien peserta didik dan personal.

(Dermawan, 2012, Mentorship dan preceptorship dalam keperawatan, ¶ 1, diperoleh 6 Desember 2013)

5. Syarat Seorang Mentor

Syarat-syarat untuk bisa kita jadikan sebagai mentor ialah bisa dipercaya, memiliki respect, memiliki knowledge yang libih baik, memiliki skill yang lebih baik, memiliki semangat tinggi, memiliki sikap mental positif, memiliki sikap empati, caring/peduli, decision maker.

(6)

a. Bisa dipercaya

Sangat mutlak, karena tidak mungkin kita membicarakan mengenai pekerjaan kita kepada orang yang tidak bisa dipercaya, yang akan terjadi bukanlah pemecahan masalah justru sebaliknya.

b. Memiliki respect

Mentor dalam hal ini harus telah mencapai suatu keberhasilan tertentu yang membuat kitarespect. Sebagai contoh, kalau kita seorang marketing, mentor kita idealnya juga orang marketing yang berprestasi lebih baik dari kita.

c. Memiliki knowledge yang lebih baik

Kita memerlukan mentor yang bisa memberikan pendapat, ide dan solusi sekaligus dalam satu paket, kalau mentor kita memiliki knowledge yang tidak lebih baik dari kita, itu namanya setali tiga uang alias sama saja. Mentor ini harus memiliki knowledge yang luas bahkan juga pengetahuan lain-lain diluar dari bidang kita karena hal ini juga akan memicu munculnya ide-ide segar, kreativitas dan otomatis meningkatkan

knowledge kita juga.

d. Memiliki skill yang lebih baik

Bagaimana mentor mengajarkan kepada kita atau memberikan pendapat dan solusi kalau skill atau keahlian yang dimiliki sama atau bahkan lebih buruk dari kita. Seorang mentor dapat dipastikan mempunyai ketrampilan jauh lebih baik.

e. Memiliki semangat tinggi (self-motivated)

Semangat sangat penting dan bersifat menular seperti virus. Kalau mentor kita memiliki semangat tinggi otomatis akan membangkitkan semangat kita. Ciri-ciri dari mentor seperti ini adalah kalau kita perhatikan keseharian mereka sepertinya selalu tersenyum dan tidak punya masalah.

(7)

f. Memiliki sikap mental positif

Positive thinker penting yang akan menghasilkan positive attitude, itulah

yang dimaksud dengan sikap mental positif. Jadi Mentor mutlak harus memiliki sikap mental positif agar ia bisa melihat secara jelas/jernih (crystal clear), dan obyektif terhadap aktifitas yang kita lakukan sehingga bisa memberikan coaching dengan tepat. Orang-orang yang memiliki sikap ini selalu optimis bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik, bisa melihat adanya solusi dalam setiap masalah.

g. Memiliki sikap empati

Kita sering kali salah kaprah dalam membedakan yang mana simpati dan mana empati. Simpati merupakan sikap persetujuan terhadap suatu hal (sebagian besar masalah) tanpa ada solusi, contoh apabila ada teman kita mengeluh soal pekerjaannya yang membuat ia tertekan dan sikap kita menyetujui bahwa memang demikian adanya dan ikut larut secara emosional. Sedangkan empati lebih kepada pemahaman kita terhadap masalah yang dihadapi oleh orang lain dan berusaha memberikan suatu saran menuju jalan keluar/solusi serta tidak menjadikan suatu masalah yang dihadapi sebagai suatu tantangan bukan hambatan.

h. Peduli (caring)

Seseorang bisa kita jadikan sebagai mentor kalau ia memiliki kepedulian terhadap orang lain (peopleoriented). Karena ia harus mau banyak mendengar dan berbagi kepada orang lain. Rata-rata para pemimpin dunia adalah orang-orang yang people oriented dimana mereka juga mempunyai mental melayani bukan sebaliknya.

i. Decision maker

Seorang mentor dituntut untuk bisa mengambil suatu keputusan terhadap suatu solusi yang disarankan kepada kita. Mentor tidak seharusnya

(8)

memiliki sikap ragu-ragu, ia harus tegas dalam pengambilan keputusan dan hal ini akan sangat membantu kita.

6. Manfaaat Program Mentoring

Manfaat program mentoring bagi mentor sendiri ialah memperluas keterampilan dan pengetahuan mereka sendiri, membantu menemukan kembali prinsip-prinsip dan praktek-praktek dasar dalam organisasi, mengembangkan lebih jauh lagi keterampilan diri dalam pengajaran, memungkinkan mereka untuk mendemonstrasikan keterampilan tambahan dalam mengembangkan individu lain, memperluas jaringan kerja profesional dan personal mereka, meningkatkan kemampuan mereka dalam berbagi pengalaman dan pengetahuan, meningkatkan kesadaran mereka akan kebutuhan masyarakat, pemahaman yang lebih baik akan berbagai motivasi, (Dermawan, 2012,

Mentorship dan preceptorship dalam keperawatan, ¶ 1, diperoleh 6 Desember

2013).

Penguraian menurut Marriner-Tommey (2011) dalam buku Blais et al (2006) menjelaskan terdapat tiga fase proses mentoring yaitu :

a. Tahap invitasi. Pada tahap ini, mentor harus mau menggunakan waktu dan energi untuk mengasuh individu yang bertujuan, mau belajar, dan mempercaya mentor dengan rasa hormat. Perawat-mentor berbagi pengetahuan, keterampilan dan pengalaman personal mengenai pertumbuhan profesional,

b. Tahap keraguan. Pada tahap ini, pemula mengalami keraguan dan takut tidak mampu untuk mencapai tujuan. Mentor mambantu anak didiknya mengklarifikasi tujuan dan strategi untuk mencapainya, membagi pengalaman personal, dan berperan sebagai penasehat dan sumber dukungan selama masa keraguan.

c. Tahap transisi. Pada tahap ini, mentor membantu anak didik untuk menyadari kekutan dan keunikan kekuatan diri anak didik tersebut. Anak didik tersebut akan mampu membina orang lain.

(9)

Hubungan mentor adalah guru–murid. Mentor memberi petunjuk pada anak didik mengenai peran yang diharapkan, memperkenalkan anak didik pada mereka yang penting dalam mencapai tujuan, mendengarkan dan membantu anak didik mengevaluasi ide berdasarkan kebijakan lembaga, dan menantang anak didik untuk meningakatkan praktik profesional. Marriner-Tomey menjelaskan mentor sebagai orang kepercayaan yang mempersonalisasikan model peran dan bertindak sebagai seorang penasehat untuk keputusan.

7. Peran Mentorship

Mentoring dapat menghasilkan beberapa peran dari mentor dan terdapat

persamaan peran dari berbagai bidang. Peran-peran mentor anatara lain, sebagai guru panutan, pelindung, penasehat, dan panduan (Noorwood, 2010; Ali &Panther, 2008). Peran tambahan diidentifikasikan dalam literatur termasuk menjadi penasehat, penilai, pembimbing, dan panutan (Haider, 2007). Seorang mentor harus memiliki kepercayaan, obyektifitas dan empati. Seorang mentor membantu mentee dalam mengenali potensi yang ada dan mengidentifikasi tujuan belajar mentee, yang dikemukakan oleh Blauvelt & Spath, 2008; Johnson, 2002: Haider, 2007 (Nurmalia, 2012, hlm 25).

Mentoring memberikan beberapa keuntungan, sebagai berikut :

a. Menjebatani fragmentasi antara teori dengan praktik keperawatan b. Memberikan bimbingan untuk kepemimpinan yang tranformasional c. Meningkatakan pola berpikir kritis dan pengembangan karir

d. Menigkatkan harga diri, memperkaya dan bersedia untuk mengambil pekerjaan yang berisiko

e. Meningkatkan produktivitas, kemampuan manajerial, dan keprofesionalan B. Bimbingan Klinik Keperawatan

Bimbingan adalah segala bentuk tindakan edukatif yang dilaksanakan pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan nyata secara optimal dan membantu peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan (Dep. Kes RI, 2000). Pada hakekatnya bimbingan klinik adalah bantuan yang diberikan kepada peserta didik

(10)

untuk mencapai kompetensi dan mengembangkan kemampuan serta kesanggupan mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dihadapinya dalam tatanan pelayanan keperawatan yang nyata, sehingga melalui bimbingan klinik peserta didik dapat menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kepuasan melalui usahanya sendiri (Enawati, 2008).

Menurut Relly dan Obermann, 1999 dalam Enawati (2008) tujuan bimbingan klinik yaitu membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari dikelas secara terintergrasi kesituasi nyata, dan mengembangkan potensi peserta didik dalam menampilkan perilaku atau keterampilan yang bermutu kesituasi nyata dalam praktek. Memberi kesempatan kepada peserta didik mencari pengalaman kerja secara tim dalam membantu proses kesembuhan klien, memberi pengalaman awal dan memperkenalkan pada peserta didik tentang situasi kerja profesional keperawatan, dan membantu peserta didik dalam mencapai tujuan praktek klinik keperawatan.

Memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan praktek maka hendaknya pembimbing memperhatikan prinsip-prinsip bimbingan klinik seperti berikut : a. Bimbingan pada dasarnya bersifat mendidik dan mengembangkan peserta didik

dengan melihat mengecek pekerjaan peserta didik namun meningkatkan kemampuannya.

b. Bimbingan yang efektif harus dimulai dengan menanamkan hubungan saling percaya yang baik antara pembimbing dan peserta didik.

c. Bimbingan harus diberikan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam mencapai tujuan yang ditentukan

d. Bimbingan hendaknya mampu menciptakan suasana yang serasi agar potensi peserta didik dapat berkembang.

e. Bimbingan hendaknya dapat membangkitkan kreatifitas dan inisiatif peserta didik

(11)

f. Bimbingan diberikan peserta didik dengan tidak membeda-bedakan untuk mendorong minat dan motivasi peserta didik guna mencapai tujuan praktek. g. Bimbingan klinik dapat dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. 1. Model bimbingan praktik

Model bimbingan praktik merupakan suatu upaya untuk menumbuhkan profesional (intelektual, teknikal, interpersonal) peserta didik melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori dan prinsip keperawatan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar pasien secara menyeluruh. Tujuan model ini adalah membantu peserta didik mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pembelajaran klinik melalui proses peningkatan kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang dilandasi etika keperawatan.

Kemampuan intelektual meliputi kemampuan perawat dalam menganalalisis data subjektif dan objektif, menetapkan diagnosis keperawatan, mengevaluasi asuhan keperawatan, serta memodifikasikan asuhan keperawatan, sedangkan kemampuan teknisi meliputi berbagai keterampilan klinik dan kemampuan interpersonal. Kemampuan interpersonal terdiri dari kemampuan wawancara dan melakukan komunikasi terapeutik dalam keberhasilan pembelajaran klinik (Nursalam, 2012).

2. Fase hubungan pembimbing dengan peserta didik

Kualitas hubungan dari pembimbing dan peserta didik akan menentukan kualitas dari program mentorship. Pembimbing harus menjelaskan apa saja yang harus dilakukan dan kompetensi apa yang harus dimiliki peserta didik pada setiap fase interaksi didalam praktik keperawatan. Hubungan yang penuh dengan kepercayaan dan menyenangkan akan meningkatkan dalam proses belajar. Hubungan dari mentor-mentee dibangun dari tiga fase prainteraksi, fase perkenalan, fase kerja dan fase terminasi (Nursalam, 2012)

(12)

Fase prainteraksi

a. Peserta didik harus mampu mengkaji perasaan, fantasi dan keterkaitannya, sehingga kesadaran dan kesiapan peserta didik untuk melakukan hubungan dengan pasien dapat dipertanggungjawabkan.

b. Peserta didik mampu menggunakan dirinya secara efektif, artinya dapat mengoptimalkan penggunaan kekuatannya dan meminimalkanpengaruh kelemahan yang ada pada dirinya.

c. Pada fase ini peserta didik diharapkan mendapatkan informasi tentang pasien dan menentukan kontak pertama, dan menuliskan dalam laporan pendahuluan tentang kasus yang akan diambil. Peran pembimbing klinik adalah mengidentifikasi kesiapan peserta didik melalui konferensi pra-praktik klinik.

Fase perkenalan

a. Tugas utama peserta didik pada fase ini adalah membina rasa saling percaya, menerima dan pengertian, dan komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan pasien.

b. Elemen kontrak peserta didik dan pasien ialah nama individu, peran, tanggung jawab, harapan, tujuan hubungan, waktu dan tempat pertemuan, situasi terminasi, kerahasiaan.

c. Tugas lain peserta didik adalah mengeksplorasi pikiran, perbuatan pasien, dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama pasien. d. Tugas pembimbing klinik adalah memberi dukungan dan arahan, bahkan

memberi contoh peran cara-cara memenuhi hubungan dengan pasien yang disertai kontrak

Fase kerja

Fase ini merupakan periode dimana terjadi interaksi yang aktif antara peserta didik dan pasien dalam upaya membantu pasien mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Tahapan fase ini meliputi :

(13)

a. Peserta didik dan pasien mengeksplorasi stresor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikira, perasaan, dan perbuatan pasien

b. Peserta didik membantu pasien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab pasien, dan mengembangkan mekanisme mengekop yang konstruktif.

c. Fase ini dibutuhkan pembimbing yang ahli dan terampil, karena banyak terkait dengan tindakan dan prosedur keperawatan

d. Pada fase ini merupakan periode yang tepat dalam melaksanakan metode bimbingan klinik, misalnya ronde keperawatan.

Fase terminasi

a. Pada fase ini peserta didik dan pasien akan merasakan kehilangan. Tugas peserta didik adalah menghadapi ralitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Peserta didik dan pasien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan upaya pencapaian tujuan

b. Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan dapat diartikan sebagai penolakan

c. Tugas pembimbing klinik adalah menilai kemampuan intepersonal. 3. Metode Pembelajaran klinik

Banyak para ahli teori mulai dengan mendefinisikan nilai, kepercayaan, dan asumsi mereka yang dinyatakan sebagai filosofi keperawatan mereka. Selanjutnya, konsep utama dalam filosofi diidentifikasi dan diperbaiki. Jika hubungan antara beberapa konsep dijelaskan dengan pernyataan proporsi dan hubungan maka karya ahli teori tersebut disebut sebagain model konseptual (Cristensen, 2009).Konsep adalah sesuatu yang dihasilkan pemisahan karakteristik ide-ide, menempatkannya pada kelas atau pola. Model konseptual adalah salah satu yang mencerminkan realita dengan menempatkan kata-kata yang merupakan konsep kedalam model dengan cara yang sama dengan proses keperawatan.

(14)

Skema 2.1 Model konseptual

(Kozier, 2006) Model konseptual yang diuraikan Johnson ialah model konseptual untuk praktik keperawatan sebagai suatu rangkaian konsep yang dibentuk secara sistematis, berbasis ilmiah, dan berhubungan secara lokal. Model konseptual digunakan untuk memandu praktik keperawatan berdasarkan teori. Model dan teori keperawatan juga berfungsi sebagai penghubung antara praktik, penelitian, dan pendidikan keperawatan (Cristensen, 2009).

Model yang dipilih mempunyai pengaruh yang utama pada praktik keperawatan dan masing-masing komponen dari proses praktik keperawatan berbasis teori diperlihatkan pada tabel yang dijelaskan Paula dan Janet (2009).

Tabel 2.1

Proses Praktik Keperawatan

Komponen Proses keperawatan Model keperawatan Kegunaan

Pengkajian Menggambarkan bagaimana cara

mengumpulkan data Memandu data apa yang harusdikumpulkan Diagnosis Menggambarkan bagaimana cara

memproses data

Memberikan format untuk didiagnosis keperawatan

Memandu pengaturan, penggolongan, dan penafsiran data Memberikan konsep diagnosis keperawatan

Rencana Menguraikan bagaimana untuk membuat rencana

Memfasilitasi penyusunan rencana asuhan bagi klien

Memandu apa yang harus direncanakan

Merancang tipe intervensi keperawatan yang sesuai

Implementasi Menguraikan fase-fase

implementasi Mengarahkan tindakan keperawatanyang spesifik-model Perencanaan

Pengkajian implementasi

(15)

Evaluasi Mengidentifikasi bagaimana cara

untuk mengevaluasi Memandu dievaluasi apa yang harus Umum Membutuhkan akuntabilitas melalui

penggunaan pendekatan sistematis untuk praktik keperawatan.

Proses meningkatkan kontinuitas asuhan

Meningkatkan akuntabilitas dari prakti berdasarkan-teori

Memberikan pendekatan perawatan klien yang komprehensif dan masuk akal

Dikutip dengan izin dari Wealtha Y. Helland

Metode pembelajaran merupakan suatu metode mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan tujuan dan karakteristik individual peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran. Jenis metode pembelajaran klinik/lapangan yang biasaya digunakan adalah eksperensial, konferensi, observasi, ronde keperawatan dan bed side teaching (Nursalam, 2012).

Metode experensial memberikan pengalaman yang langsung dari kejadian, baik melalui praktik klinis yang melibatkan interaksi dengan klien yang nyata dan orang lain dilapangan atau melalui pengalaman yang seperti kenyataan. Metode experiental mengakui pentingnya dalam wawasan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara keseluruhan pada aspek kognitif atau psikomotorik. Metode experiential memberikan suatu partisipasi aktual bagi peserta didik dalam kejadian yang akan dipelajarai dan mengakui kemampuan individu untuk mengambil makna pribadidari pengalaman tersebut. Metode pengajaran klinis experiental, meliputi penugasan klinis, tugas tertulis, simulasi dan permainan.

Penugasan klinis melibatkan perawatan pasien, jenis pengalaman lainnya dengan klien, dan pengalaman praktik dengan rekan sejawat, staf keperawatan, dan anggota disiplin lainnya. Penugasan klinis penting untuk membantu peserta didik menggunakan konsep dan teori dalam praktik, mempelajari cara untuk belajar,mengembangkan keterampilan dalam mengatasi ambiguitas dan bersosialisasi di dalam profesi (Relly dan obermann, 2002).

(16)

Tugas tertulis biasanya digunakan untuk meningkatkan pembelajaran mengenai pemecahan masalah yang berkaitan dengan klien dan masalah lain yang ditemukan dalam lingkungan praktik. Tugas tertulis seperti ini memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berfokus pada masalah nyata yang mereka temukan di area klinis. Tugas tertulis meningkatkan pemahaman mengenai isi dan meningkatkan kemampuan untuk membuat keputusan dalam praktik klinis (Allen, Bowers, & Diekellmann, 1989, p9). Jenis – jenis tugas tertulis yang relevan dengan praktik klinis antara lain, rencana asuhan keperawatan, studi kasus, rencana pengajaran, proses pencatatan, catatan harian experiental, catatan pembelajaran, laporan dan bentuk karya tulis lainnya.

Simulasi dan permainan, akan membekali peserta didik dengan praktik klinis karena memberikan kesempatan untuk mengembangkan dan menguji keterampilan kognitif dalam suatu lingkungan yang relatif bebas risiko dan dampak setiap kesalahan tidak terlalu besar dibandingkan dengan klien yang sebenarnya. Kesempatan lainnya adalah untuk menggunakan teori tindakan sebelum menggunakan teori tersebut dalam praktik, untuk m,empelajari keterampilan kompleks dalam lingkungan yang lebih terkendali dibandingkan dilapangan, untuk mempraktikan keterampilan psikomotorik, dan untuk mendapatkan suatu perspektif mengenai makna situasi klinis. Mengalami kejadian dalam situasi yang disimulasikan atau melalui permainan sebelum menghadapinya dilapangan dapat meningkatkan pembelajaran dimana peserta didik akan lebih percaya diri dalam melakukan cara yang dapat untuk mengatasi situasi dan lebih sensitif terhadap perspektif klien (Relly dan Obermann, 2002).

Simulasi membentuk suatu pengalaman yang menyerupai kenyataan ; intinya, simulasi akan menyerupai situasi kehidupan nyata. Melalui suatu simulasi, pengajar dapat lebih mudah mengendalikan situasi belajar daripada lingkungan klinis, misalnya dalam waktu, gangguan variabel pasien dan interupsi. Evans (1989) membahas kelebihan simulasi untuk meninjau keterampilan klinis

(17)

seperti resustasi jantung paru, pengisapan lendir, dan memasukkan jarum intravena (p.65). Hanna (1991) menyarankan bahwa simulasi akan mempermudah pembelajaran afektif sehingga peserta didik dapat mengkritik perilaku, respons, dan perasaan mereka sendiri sebelum mengatasi situasi yang sama di lapangan klinis. Simulasi juga memberikan kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan psikomotorik yang berkaitan dengan masalah situasi klinis (Relly dan Obermann, 2002).

Kegunaan dari metode experiental adalah sebagai berikut:

a. Membantu menganalisis situasi klinis melalui proses identifikasi masalah. b. Menentukan tindakan yang diambil

c. Mengimplementasikan pengetahuan ke dalam masalah klinik

d. Menekankan hubungan antara pengalaman belajar yang lalu dengan pengalaman terhadap masalah lalu.

e. Berasal dari teori kognitif yang dipadukan dengan teori proses informasi dan teori pengambilan keputusan.

f. Kegiatan dari metode ini meliputi: Situasi penyelesaian masalah, membantu peserta didik meningkatkan sikap profesional, mampu menerapkan masalah konseptual keperawatan dalam kurikulum berdasarkan aktual.

g. Menggambarkan secara tertulis kejadian/peristiwa klinik dengan tujuan; menanggulangi masalah yang terdapat diklinik, mengidentifikasi data relevan yang menunjang masalah, Mengajukan hipotesis yang relevan, merencanakan tindakan keperawatan yang tepat, menerapkan teori kedalam praktik.

h. Situasi pengambilan keputusan

i. Merupakan situasi penyelesaian masalah yang memerlukan pengambilan keputusan

j. Peserta didik melakukan; Pengujian data yang ada, mengidentifikasi alternatif tindakan, penentuan prioritas tindakan, pembuatan keputusan.

(18)

k. Melengkapi situasi pengambilan keputusan secara individual atau kelompok.

l. Berdiskusi dengan menggali proses berfikir dalam menanggapi situasi. Metode konferensi atau pertemuan merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa aspek praktik klinis. Pertemuan meningkatkan pembelajaran pemecahan masalah yaitu bahwa kelompok akan melakukan analisis kritis terhadap masalah dan mencari pendekatan alternatif dan kreatif (Relly & Obermann, 2002).

Kegunaan konferensi adalah sebagai berikut : a. Dirancang melalui diskusi kelompok.

b. Meningkakan pembelajaran penyelesaian masalah dalam kelompok melalui analisis kritikal, pemilihan alternatif pemecahan masalah, dan pendekatan kreatif.

c. Memberi kesempatan mengemukakan pendapat dalam penyelesaian masalah.

d. Menerima umpan balik dari kelompok atau pengajar.

e. Memberi kesempatan terjadinya peer review, diskusi keperdulian, isu, dan penyelesaian masalah oleh disiplin ilmu lain.

f. Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai narasumber. g. Meningkatkan kemampuan memformulasiklan ide.

h. Adanya kemampuan peserta didik untuk berkontribusi.

i. Meningkatkakn rasa percaya diri dalam berinteraksi kedalam kelompok. j. Kemampuan menggali perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang mempengaruhi

praktik.

k. Mengembangkan keterampilan beragumentasi. l. Mengembangkan keterampilan kepemimpinan.

Konferensi praklinik adalah kegiatan berdiskusi kelompok tentang praktik klinik yang akan dilakukan keesokan harinya. Tujuan, cara pencapaian tujuan, dan rencana tindakan (mulai dari fokus pengkajian sampai kepada rencana

(19)

evaluasi) serta tambahan diskusi bersama, konferensi pascaklinis adalah kegiatan berdiskusi kelomok untuk membahas hal yang telah dilakukan pada praktik klinik/lapangan, tingkat pencapaian tujuan praktik klinik hari tersebut, kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya, serta kejadian lain yang tidak direncanakan termasuk kejadian kegawatan klien yang harus dihadapi peserta didik. Urutan kegiatan konferensi adalah sebagai berikut :

Hari pertama konferensi praklinik pembimbing klinik menjelaskan karakteristik ruang perawat, staf dan tim pelayanan kesehatan lain dimana para peserta didik akan ditempatkan, tujuan keberadaan peserta didik akan ditempatkan, tujuan keberadaan peserta didik ditempat praktik, perilaku peserta didik yang diharapkan sesuai dengan objektif dan falsafah praktik keperawatan klinik, serta waktu dan tempat dimana peserta didik dapat menemui pembimbing klinik apabila menemui kesulitan, baik teknik maupun interpersonal. Pembimbing klinik mengkaji kembali persiapan peserta didik untuk menghadapi dan memberi asuhan keperawatan kepada klien mulai dari aspek perencanaan sampai kerencana evaluasi. Mengingatkan peserta didik untuk membawa perlengkapan dasar.

Konferensi pascaklinik, konferensi ini dapat dilakukan pada hari yang sama atau ketika akan melakukan konferensi praklinik hari ketiga. PK berdiskusi dengan peserta didik untuk membahas klien, tempat praktik, dan pengalaman belajar yang dicapai pada hari pertama. Prinsip diskusi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk megutarakan pendapat, mengekspresikan perasaan, mengklarifikasi rasional tindakan yang telah dilakukan peserta didik, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan usulan perbaikan yang dapat diterapkan pada hari selanjutnya, diskusi ini sebaiknya ditempat khusus yang terpisah dari klien.

(20)

Hari kedua dan selanjutnya Konferens praklinik

Pembimbing klinik membahas perkembangan klien dan rencana tindakan untuk hari kedua ini, termasuk cara penulisan catatan perkembangan klien. Menyiapkan kasus baru untuk megantisipasi kemungkinan adanya kondisi atau klien yang akan diasuh oleh beberapa peserta didik. Memotivasi peserta didik untuk melakukan prosedur keperawatan yang sebelum diperoleh hari pertama. Beberapa pertanyaan yang perlu dipertanyakan pada konferensi praklinik adalah diagnosa keperawtan hari pertama masih berlaku;apakah diagnosis/masalah keperawatan yang ditemukan berdasarkan pengkajian akurat; apa rencana dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada hari ini.

Konferensi pascaklinik dilakukan segera setelah praktik dilaksanakan, bertujuan untuk menilai kemampuan peserta didik dalam mengevaluasi perkembangan klien, menilai kemampuan peserta didik dalam menyiapkan praktik pada hari tersebut, menilai perkembangan kemampuan menulis diagnosis keperawatanpada hari tersebut.Konferensi ini berguna untuk memperoleh kejelasan tentang asuhan yang telah diberikan, membagi pengalaman antar peserta didik, dan mengenali kualitas keterlibatan peserta didik dalam praktik.

Metode pembelajaran observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap pegalaman aktual dilapangan atau terhadap peragaan yang diperlukan untuk belajar melalui modeling. Metode pembelajaran obervasi meliputi observasi dilingkungan klinik, kunjungan lapangan ronde keperawatan dan peragaan. Observasi dilingkungan klinis yaitu mempersiapkan peserta didik untuk pengalaman berikutnya dengan klien; memberi suatu perspektif mengenai apa sebenarnya perawatan; memungkinkan mereka untuk memandang orang lain dalam prakti, yang berfungsi sebagai pedoman untuk mengembangkan perilaku mereka; memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi situasi klinis yang

(21)

mungkin tidak sempat dialami peserta didik; dan memberikan suatu cara untuk meningkatkan keterampilan observasi mereka sendiri.

Kunjungan lapangan memberikan kesempatan untuk observasi di luar lingkungan klinis, sehingga peserta didik dapat segera dilibatkan dalam praktik. Untuk beberapa pengalaman beberapa pengalaman, sebuah pedoman tertulis sangat berharga karena dapat membantu peserta didik untuk berfokus pada peserta observasinya. Kalau observasi dilakukan terhadap klien atau keluarga, maka izin harus didapat dari mereka dan/atau dari praktisi yang bertanggung jawab terhadap perawatannya. Diskusi mengenai observasi memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling berbagi, menerima jawaban pertanyaan, menghubungkan pengalaman pada praktik, mengevaluasi pengalaman, dan mengajukan usulan mengenai observasi mendatang terhadap hal yang sama (Relly dan Obermann, 2002).

Ronde keperawatan ini merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang memungkinkan peserta didik menstransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis kedalam praktik keperawatan langsung. Karakteristik keperawatan anatara lain:

a. Pasien dilibatkan langsung;

b. Pasien merupakan fokus kegiatan peserta didik; c. Peserta didik dan pembimbing melakukan diskusi;

d. Pembimbing memfasilitasi kreativitas peserta didik terhadap adanya berbagai ide baru;

e. Pembimbing klinik membantu mengembangkan kemampuan peserta didik meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

Kelemahan dari metode ini adalah pasien dan keluarga pasien merasa kurang nyaman pada saat ronde keperawatan dilakukan (Nursalam, 2012).

(22)

Tujuan ronde keperawatan ialah

a. Menumbuhkan cara berfikir kritis (PBL).

b. Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatan berasal dari masalah klien.

c. Meningkatkan pola fikir sistematis. d. Meningkatkan validitas klien.

e. Menilai kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.

f. Meningkatkan kemampuan membuat justifikasi, menilai hasil kerja, memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

Peran/tugas pesera didik adalah sebagai berikut a. Menjelaskan data demografi.

b. Menjelaskan masalah keperawatan utama. c. Menjelaskan intervensi yang dilakukan. d. Menjelaskan hasil yang didapatkan. e. Menentukan tindakan selanjutnya.

f. Menjelaskan alasan ilmiah terhadap tindakan yang akan diambil. Peran pembimbing adalah sebagai berikut

a. Membantu peserta didik untuk belajar. b. Mendukung dalam proses pembelajaran.

c. Memberi justifikasi (putusan (alasan, pertimbangan)).

d. Memberi reinforcement (pengetahuan merupakan umpan balik yang diberikan pembimbing sebagai suatu bentuk penghargaan untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan memberi hukuman/memadamkan perilaku yang tidak diinginkan).

e. Menilai kebenaran dari masalah intervensi keperawatan serta rasional tindakan.

f. Mengarahkan dan mengoreksi.

(23)

Peragaan ialah berisi persentasi mengenai cara melakukan suatu prosedur atau teknik, cara menggunkan peralatan, dan cara berinteraksi dengan orang lain (Cooper, 1982). Cara ini memberikan pembelajaran melalui bentuk visual dan auditori, sehingga memungkinkan peserta didik untuk mengobservasi prosedur dan langkah komponennya sekaligus menjelaskanlangkah-langkah tersebut dan prinsip yang mendasarinya. Oermann (1990) menekankan bahwa saat memulai pembelajaran keterampilan, peragaan prosedur merupakan hal yang penting karena pada titik ini peserta didik akan mengobservasi keterampilan, mengembangkan suatu citra mental mengenai cara melakukan keterampilan tersebu, dan kemudian mempraktikannya (Relly dan Obermann, 2002).

Bed-side Teaching merupakan metode mengajar kepada peserta didik.

Aktivitas ini dilakukan disamping tempat tidur pasien, dan meliputi kegiatan mempelajari kondisi pasien dan asuhan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien. Manfaat Bed-side Teaching adalah agar pembimbing klinik dapat mengajarkan peserta dituntut menguasai keterampilan prosedural, menumbuhkan sikapprofesional, mempelajari perkembangan biologis/fisik, melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung (Nursalam, 2012).

Prinsip pada Bed-side Teaching

a. Sikap fisik maupun psikologis pembimbing klinik, peserta didik dan pasien

b. Jumlah peserta didik dibatasi (ideal 5-6 orang)

c. Diskusi pada awal dan pascademonstrasi di depan pasien dilakukan seminimal mungkin

d. Lanjutkan dengan demonstrasi ulang.

e. Evaluasi/kaji pemahaman peserta didik segera mungkin terhadap yang didapatnya saat itu

f. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya atau kesulitan yang dihadapi peserta didik.

(24)

Persiapan dalam melakukan Bed-side Teaching adalah sebagai berikut ;

a. Mendapatkan kasus sesuai yang dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan keterampilan teknik prosedural dan interpersonal.

b. Koordinasi dengan staf diklinik agar tidak mengganggu jalannya rutinitas perawatan klien.

c. Melengkapi peralatan/fasilitas yang akan digunakan

Proses bimbingan klinik keperawatan Sumber: FIK-UI, 20011 dalam Enawati (2008) tidak dapat hanya memilih salah satu metode saja. Metode konseptual bimbingan klinik keperawatan menggunakan kombinasi dari berbagai metode yang ada. Uraian dari metode, strategi dan media pembelajaran yang digunakan dalam metode konseptual bimbingan klinik keperawatan dapat dilihat dalam tabel:

Tabel 2.2 Metode Konseptual

METODE STRATEGI MEDIA

Penugasan

Klinik Pembimbing memberikan data kasus sebelumpraktek Peserta didik memberikan asuhan keperawatan pada klien

Peserta didik mendokumentasikan asuhan keperawatan dalam bentuk laporan kasus Pembimbing mengobservasi kegiatan peserta didik pada setiap tahapan proses keperawatan

Klien, status medis dan keperawatan (rekam medis)

Pre dan Post

Konferen Pembimbing berperan sebagai fasilitator dannarasumber Peserta didik mendiskusikan asuhan

keperawatan yang dikelola

Laporan

pendahuluan dan laporan asuhan keperawatan Ronde

Keperawatan Pembimbing berperan sebagai fasilitator dannarasumber Peserta didik memaparkan kasus kelolaan Peserta didik mendiskusikan kasus kelolaan secara bergantian

Klien, status medis dan keperawatan

(25)

C. K

ompetensi praktik klinik keperawatan

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai suatu karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif dan berpenampilan superior ditempat kerja pada situasi tertentu.

a. Karakteristik yang dimaksud adalah bahwa kompetensi harus bersifat mendasar dan mencakup kepribadian seseorang (personality) serta dapat memprediksikan sikap seseorang pada situasi tertentu yang sangat bervariasi pada aktivitas pekerjaan tertentu,

b. Hubungan kausal berarti bahwa kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang,

c. Kriteria yang dijadikan acuan berarti bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksi seseorang yang bekerja dengan baik atau buruk yang sesuai dengan kriteria spesifik atau standar (Nursalam, 2012)

Sedangkan menurut Kepmendiknas 045/U/2002 kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki sesorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu (Nursalam, 2012).

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak,

Bed Side

Teaching Pembimbing memberikan ketrampilan kliniksecara langsung pada klien Peserta didik memperhatikan ketrampilan klinik yang dilakukan pembimbing

Klien, alat yang Disesuaikan dengan Ketrampilan klinik yang dilakukan Demontrasi Pembimbing melakukan demontrasi prosedur

tindakan keperawatan dihadapan peserta didik Peserta didik memperhatikan dan diberi keempatan untuk mencoba secara mandiri

Klien, alat yang disesuaikan dengan ketrampilan klinik yang dilakukan

Observasi Peserta didik mengobservasi kegiatan klinik

yang dilakukan oleh perawat ruangan Klien Belajar

mandiri

Peserta didik melakukan kegiatan belajar di

(26)

kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga dia dapat memberikan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya dalam konsep standar kompetensi menurut Taksonomi Bloom.

a. Unsur kognitif yang terdiri atas enam tingkatan yaitu pengetahuan (mengingat, menghafal), Pemahaman (menginterprestasikan), aplikasi (menggunkan konsep untuk memecahkan masalah), analisis (menjabarkan suatu konsep), sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh), evaluasi (membandingkan, nilai-nilai, ide, metode, dan sebagainya)

b. Unsur psikomotor yang terdiri atas lima tingkatan yaitu peniruan (menirukan gerak), penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), ketepatan (melakukan gerak dengan benar), perangkaian (melakukan beberapa gerak sekaligus secara benar), naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

c. Unsur afektif yang terdiri atas lima tingkatan yaitu pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), merespons (aktif berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang dipercaya), pengalaman (yang menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari hidup pola) (Nursalam, 2012).

Pengertian ini mengandung arti bahwa kompetensi mencakup tugas keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis dan pekerjaan tertentu. Dengan demikian, terdapat hubungan link antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja (Mulyasa, 2013).

(27)

Beberapa aspek yang terkandung dalam konsep kompetensi dapat di uraikan sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge)

Kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang pembimbing mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai kebutuhannya.

b. Pemahaman (understanding)

Kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang pembimbing yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efesien. c. Kemampuan (skill)

Suatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan pembimbing dalam memilih, dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.

d. Nilai (value)

Suatu standart perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standart perilaku pembimbing dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan , demokratis, dan lain-lain). e. Sikap (attitude)

Perasaaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar.

(28)

f. Minat (interes)

Kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya, minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

Kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep kurikulum yang menekan pada pengembangan dan kemampuan melakukan tugas-tugas, sehingga hasilnya dapat dirasakan peserta didik, berupa penguasaan. Dalam hal ini diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab (Mulyasa, 2013).

Kompetensi tidak hanya menyangkut bidang ilmu dan pengetahuan metodologi dalam mengajarkannya, tetapi tak kalah pentingnya adalah sikap dan keyakinan akan nilai-nilai sosok perawat yang baik dan berpenampilan menarik. Oleh sebab itu standar kompetensi profesilebih berorientasi kepada kualitas kinerja, sehingga setidak-tidaknya menggambarkan kinerja seperti apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kompetensi tersebut, dasar keilmuan kode etik yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja tersebut, seberapa jauh tingkat kesempurnaan pelaksanaan pekerjaan yang diharapkan, dan seperti apa indikator penilaian yang dapat digunakan untuk menilai kinerja (Nursalam, 2012).

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep ini berdasarkan tujuan penelitian untuk memperlihatkan hubungan mentorship dalam bimbingan klinik keperawatan terhadap pencapaian kompetensi mahasiswa praktik keperawatan di ruang Rindu A RSUP.H. Adam Malik Medan Tahaun 2014.

(29)

Skema 2.2 Kerangka Konsep

variabel independen variabel dependen

E. Hipotesa

Ada hubungan mentorship dalam bimbingan klinik keperawatan terhadap pencapaian kompetensi pada mahasiswa praktik keperawatan di ruang Rindu A RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014.

Mentorship dalam bimbingan

Gambar

Tabel 2.2 Metode Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hukum bagi wajib pajak tidak hanya melalui upaya-upaya hukum melalui peradilan tetapi juga upaya-upaya administratif di luar peradilan. Upaya

Berangkat dari metode dan perencanaan pelaksanaan penelitian yang telah ditentukan dan dioptimalkan untuk diterapkan, menghasilkan temuan-temuan yaitu: kepercayaan masyarakat

Kadang-kadang antara vaksin dengan pengencernya terpisah dan harus harus disimpan pada temperatur yang berbeda (4) vaksinasi dilakukan saat udara dingin, yaitu pada pagi hari

Upaya  menciptakan  pemerintahan  yang  baik,  bersih  dan  efisien   Meningkatkan  kesejahteraan,  menciptakan  keadilan  dan  kepastian   hukum   Pelayanan  dan

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Untuk itu disarankan bagi ibu agar lebih ditingkatkan untuk mengikuti senam hamil minimal 6 kali dalam seminggu sehingga manfaat dari senam hamil tersebut dapat ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara jumlah pemberian kredit terhadap rentabilitas pada koperasi Balidita Gondol periode 2008-2012, tidak

Hasil dari uji t pada regresi data panel dengan metode REM menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang berlawanan antara inklusi keuangan yang diproxykan dengan rasio