• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN

PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA

Andi Noperta ( andi_noperta@yahoo.com )

Emilda Kuspraningrum (emilda@fhunmul.ac.id)

Insan Tajali Nur (insan.tajali@yahoo.com) Abstrak

Hak dan kewajiban pengangkutan dalam praktik pelayaran di Indonesia, pengangkut mempunyai hak dan kewajiban untuk terlaksananya tujuan pengangkutan, yaitu untuk memperlancar hubungan antar kota yang satu dengan kota yang lain maupun antar pulau yang satu dengan pulau yang lain dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional, baik untuk pengangkutan barang-barang maupun pengangkutan penumpang. Serta pengangkut wajib menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat pengirimannya sampai saat penyerahannya (pasal 468 ayat (1) KUHD). Dan dalam pasal 477 KUHD mengatur bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambatnya diserahkannya barang yang diangkutnya.

Kapal Motor Dorri Putra sebagai pengangkut tidak dapat menggunakan pasang surut air sebagai alasan yang mengakibatkan pengiriman barang terlambat. Kapal Motor Dorri Putra yang menyelenggarakan pengangkutan secara reguler seharusnya sudah mengetahui mengenai kondisi alur pelayaran yang selama ini secara rutin dilaluinya didasarkan atas buku harian kapal, hal ini disebabkan adanya kewajiban setiap nahkoda untuk kapal motor wajib menyelenggarakan buku harian kapal, yaitu catatan yang memuat keterangan berbagai hal yang terkait dengan kegiatan operasional kapal sebagaimana pasal 141 ayat (1) Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada buku harian kapal tercatat mengenai berbagai kondisi yang terjadi selama alur pelayaran tersebut, sehingga jika mengelak dari tanggung jawab ganti kerugian dan meminta tambahan biaya pengangkutan didasarkan atas sedimentasi sebagai keadaan memaksa atau force majeur, hak mengelak tersebut tidak berlandaskan hukum.

(2)

Pendahuluan

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugrahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau sepanjang garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudra sehingga mempunyai posisi dan peran penting dan strategis dalam hubungan antar bangsa. Posisi strategis Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut harus dimanfaatkan secara optimal sebagai modal dasar pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan Indonesia yang aman, damai, adil, dan Demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.1 Dengan keadaan sungai yang melintang di Kalimantan Timur. Mahakam merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir.2 Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana transportasi, sungai mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan petani, sebagai sumber air, dan prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang ini karena fungsi sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia.

Karena melihat sungai yang memiliki peranan penting dalam kehidupan, maka masyarakat membutuhkan suatu sarana ataupun fasilitas yang dapat mempermudah mereka untuk mejalankan kegiatan bisnisnya yaitu dengan sarana transportasi.3 Pentingnya transportasi merupakan kegiatan

pergerakan manusia atau perpindahan manusia dan barang pada ruang dan waktu tertentu. Transportasi merupakan sesuatu yang dikembangkan manusia

1

Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. 2

http://id.Wikipedia org/wiki/sungai.mahakam (diakses pada tanggal 27 desember pada pukul 23:15)

(3)

mulai dari zaman purba sampai terus dikembangkan saat ini. Pengembangan transportasi saat ini harus berdasarkan suatu perencanaan yang baik dan berjangka agar pengembangan transportasi tetap berjalan dengan baik. Transportasi adalah suatu proses pemindahan melalui jalur perpindahan baik melalui prasarana alami seperti udara, sungai, laut, atau buatan manusia (man made) seperti jalan raya, jalan rel, dan jalan pipa. Objek yang diangkut dapat berupa orang maupun barang dengan menggunakan alat/sarana angkutan serta sistem pengaturan dan kendali tertentu yakni adanya manajemen lalu lintas, sistem operasi, maupun prosedur perangkutan. Dalam sistem transportasi, sungai merupakan unsur yang paling mendukung keberlangsungan sarana transportasi. Transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ketempat lain, di mana di tempat lain objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Karena dalam pengertian di atas terdapat kata-kata usaha, berarti transportasi juga merupakan sebuah proses, yakni proses pindah, proses gerak, proses mengangkut dan mengalihkan di mana proses ini tidak bisa dilepaskan dari keperluan akan alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan.4 Dalam kegiatan bisnis, kebutuhan manusia menggunakan sarana transportasi pengangkutan air sangat memegang peranan yang penting karena selain sebagai fisik yang membawa barang-barang dari produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Di samping itu, jika ditinjau dari beberapa segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat sebagai berikut ini.5

a. Dari kepentingan pengirim barang, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial. b. Dari kepentingan pengangkut barang, pengangkut memperoleh

keuntungan material sejumlah uang atau keuntungan immaterial,

4

Fidel Miro, 2005, Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta, Halaman 4 5

Zaeni Asyhadie, Hukum bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT.RajaGeapindo Persada, Jakarta, Halaman 167

(4)

berupa peningkatan kepercayaan masyarakat atau jasa angkutan yang diusahakan oleh pengangkut.

c. Dari kepentingan penerima barang, penerima barang memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersil.

d. Dari kepentingan masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata dan demi kelangsungan pembangunan terlebih mendorong pertumbuhan bisnis atar pulau dan/ atau antarnegara.

Selain itu upaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan pengangkutan kapal digolongkan menjadi dua, yaitu pengangkutan reguler dan pengangkutan carter. Pada pengangkutan reguler, pengangkut bebas menyediakan alat pengangkutan bagi siapa saja yang berkepentingan, untuk menyelenggarakan pengangkutan dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu menurut trayek yang telah ditetapkan. Pada pengangkutan carter, pengangkut hanya menyediakan alat pangangkutnya bagi pihak tertentu, untuk menyelenggarakan pengangkutan menurut perjalanan (voyage) atau menurut waktu (time).6 Agar suatu kepentingan dapat terlaksana antara pengangkutan dan pengirim barang, dibutuhkannya suatu perjanjian/syarat-syarat ataupun suatu produk hukum antara pengangkutan dan para pemakai jasa angkutan air yang sesuai dan dapat melindungi hak maupun kepentingan dari pihak yang ada didalam proses pelaksanaan pengangkutan angkutan air. Dengan adanya perjanjian pengangkutan yang diatur secara khusus dalam KUHD, maka yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan itu sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/orang ketempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang) berkeharusan menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.7

6

Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 287 7

(5)

Pembahasan

1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Keterlambatan Pengiriman Barang yang Dilakukan oleh Jasa Transportasi Kapal Motor Dorri Putra.

Pengangkutan merupakan kegiatan untuk memindahkan penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan selamat. Pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.8

Pengoperasian alat angkutan sungai dan danau memerlukan biaya yang tinggi, sehingga kecepatan dan ketepatan waktu berlabuh di pelabuhan untuk keperluan bongkar-muat mutlak diperlukan, karena apabila terjadi keterlambatan maka akan membawa dampak kepada biaya pelabuhan yang dikenal sebagai demorage yakni biaya yang dikenakan kepada kapal apabila terlambat dari waktu yang ditentukan untuk berlabuh disuatu pelabuhan. Kecepatan dan ketepatan bongkar di suatu pelabuhan tergantung dari kelancaran pengangkutan darat(delivery) ke pemilik, di mana setelah dibongkar dari kapal langsung di muat di truk (trucking) dikirim kepada pemilik barang ataukah ketempat gudang pelabuhan.

Apabila pengangkutan darat langsung ke pemilik barang, maka sudah tentu pembongkaran muatan menjadi lamban, sehingga dapat menyebabkan keterlambatan kapal untuk memenuhi waktu yang telah ditentukan di pelabuhan. Keterlambatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah umur kapal sudah tua, mesin kapal sering mengalami kerusakan dan sebagainya yang akan membawa konsekuensi biaya tinggi, maka perawatan dan perbaikan atas

8

Purwosutjipto, 1992, Pengertian pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Hukum Pengangkutan, Djambatan, halaman 2.

(6)

fasilitas transportasi dan fasilitas penunjangnya terus ditingkatkan agar kelancaran kegiatan operasi kapal tetap terjamin.9

Pemilik Kapal Motor Dorri Putra itu sendiri mengakui bahwa dalam pengangkutan pengiriman barang lewat Sungai juga mengalami ketrlambatan karena cuaca yang buruk, kapal yang digunakan telah berumur tua, mesin kapal sering mengalami kerusakan, dan air pasang.10 Akan tetapi Kapal Motor Dorri Putra sebagai pengangkut tidak dapat menggunakan pasang surut air sebagai alasan yang mengakibatkan pengiriman barang terlambat. Kapal Motor Dorri Putra yang menyelenggarakan pengangkutan secara reguler seharusnya sudah mengetahui mengenai kondisi alur pelayaran yang selama ini secara rutin dilaluinya didasarkan atas buku harian kapal, hal ini disebabkan adanya kewajiban setiap nahkoda untuk kapal motor wajib menyelenggarakan buku harian kapal, yaitu catatan yang memuat keterangan berbagai hal yang terkait dengan kegiatan operasional kapal sebagaimana pasal 141 ayat (1) Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada buku harian kapal tercatat mengenai berbagai kondisi yang terjadi selama alur pelayaran tersebut, sehingga jika mengelak dari tanggung jawab ganti kerugian dan meminta tambahan biaya pengangkutan didasarkan atas sedimentasi sebagai keadaan memaksa atau force majeur, hak mengelak tersebut tidak berlandaskan hukum. Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, pasal 41 ayat (1) c Undang - undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menentukan bahwa tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut. Namun menurut ketentuan pasal 41 ayat (2) Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan disebabkan oleh

9

Wikipedia, PENGARUH PERAWATAN KAPAL TERHADAP KELANCARAN OPERASIONAL KM. SURYA SENTOSA PADA PT BARUNA SHIPPING LINE PADA TAHUN 2009“ http://bp3ip3sakti11.wordpress.com/tugas-kelompok-iv-bp3ip-stmt-11/, diakses tanggal 30 April 2014 10

(7)

kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan tersebut dapat dibebaskan dari sebagian atau seluruh tanggung jawabnya. Khusus untuk pengangkutan barang, keterlambatan dan kerugian pihak ke tiga Undang - undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, tampaknya menganut prinsip pertanggungjawaban pengangkut berdasarkan atas praduga, di mana si pengangkutlah yang mendapat beban untuk membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan timbul karena kesalahannya, bila ia ingin dibebaskan dari sebagian atau seluruh tanggung jawabnya atas kerugian tersebut.

2. Tanggung jawab atas dasar kesalahan perjanjian angkutan air dalam keterlambatan pengangkutan barang yang dilakukan Kapal Motor Dorri putra terhadap pengirim.

Dalam transportasi air, masalah tanggung jawab dalam pengangkutan barang melalui air merupakan hal yang sangat penting karena menyangkut masalah kepada siapa dan mengapa tanggung jawab pelaksanaan penyelenggaraan pengangkutan harus dibebankan.Tanggung jawab dalam hal pengangkutan terdiri dari dua aspek yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilakukan sebaik-baiknya dan tanggung jawab ganti rugi yaitu kewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Tanggung jawab ganti rugi dalam pengangkutan air karena perbuatan yang menimbulkan kerugian pada seseorang atau barang orang lain, umumnya didasarkan pada adanya kesalahan. Pada tanggung jawab ganti rugi yang timbul karena peraturan perundang-undangan, tidak diperlukan pada adanya unsur kesalahan. Dalam suatu perjanjian yang dipermasalahkan adalah dalam hal apa pengangkut dapat dipertanggung jawabkan, sehingga masalah tanggung jawab dalam pengangkutan air lebih kepada masalah tanggung jawab pengangkut. Dalam hal tanggung jawab karena perbuatan melawan hukum, seseorang tidak saja bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri tetapi juga atas orang yang bekerja padanya. Pada Pasal 468 KUHD menyatakan bahwa, perjanjian

(8)

pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan.11

Ketentuan dari aturan di atas yaitu bahwa tanggung jawab pengangkut adalah sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya pada penerima serta pengangkut mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama terjadi pengangkutan. Dalam memuat barang dari pelabuhan menuju kapal diserahkan kepada pengangkut namun bagi pemilik atau pengirim barang penyelenggaraan pengangkutan pada hakekatnya dilihat dalam suatu kegiatan yang dilakukan tersebut. Oleh karena itu ada kecenderungan bahwa pemilik barang menyerahkan pengiriman yaitu pengangkutan barangnya. Tuntutan permasalahan barang kan terjadi apabila pemilik telah melihat barangya tersebut rusak padahal pemilik sendiri kurang kontrol pada saat diangkut oleh pengangkut. Walaupun pengangkut dinyatakan mempunyai tanggung jawab, namun adakalanya ia akan bebas dari tanggung jawab terutama dalam keadaan yang luar biasa yang berada diluar kekuasaannya yang menyebabkan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan, maksudnya pengangkut juga harus bebas dari tanggung jawab. Biasanya hal tersebut meliputi peristiwa force majeur dalam suatu perjanjian dan hal ini diterima secara umum.12 Pembebasan pengangkut untuk pemberian ganti rugi dapat pula terjadi jika pengirim barang tidak memberikan keterangan yang benar mengenai sifat dan nilai barang sebelumnya atau pada waktu ia menerimanya yang menimbulkan kerusakan pada barang Pasal 468 dan 478 Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Bahkan pengangkut berhak memperoleh ganti rugi yang dideritanya akibat pemberitahuan yang diberikan kepadanya tidak benar atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat barang, kecuali bila ia telah mengenal atau seharusnya mengenal

11

Ibid, halaman 33 12

(9)

watak dan sifat tersebut. Adapun pada Pasal 474 Kitab Undang-undang Hukum Dagang menyatakan bahwa bila pengangkut adalah pengusaha kapal maka tanggung jawab atas kerusakan yang diderita barang yang diangkut dengan kapal, terbatas sampai jumlah Rp. 50 permeter kubik isi bersih kapal tersebut. Sedangkan pada Pasal 475 Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatakan bahwa bila pengangkut bukan pengusaha kapal, kewajiban ganti rugi menurut Pasal 468 KUHD yang mengenai pengangkut melalui laut terbatas sampai jumlah kerugian yang dapat dituntutnya pada pengusaha kapal. Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi, tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi yakni, majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari si buruh. Di Indonesia tidak mensyaratkan pembuatan perjanjian pengangkutan itu secara tertulis, cukup dengan lisan saja, asal ada persetujuan kehendak atau konsensus. Kewajiban dan hak pihak-pihak dapat diketahui dari penyelengaraan pengangkutan, atau berdasarkan dokumen pengangkutan yang diterbitkan dalam perjanjian tersebut. Dokumen pengangkutan adalah setiap tulisan yang dipakai sebagai bukti dalam pengangkutan, berupa naskah, tanda terima, tanda penyerahan, tanda milik atau hak. Konsep tanggung jawab timbul karena pengangkutan tidak terjadi sebagaimana mestinya atau pengangkut tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana termuat dalam dokumen pengangkutan.13 Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:

1. Keadaan memaksa (overmacht)

2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri

3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.14

13

Ibid halaman 50 14

Google, Aiskhuw, Prinsip Tanggung jawab pengangkutan dalam Hukum pengangkutan http://aishkhuw.blogspot.com/2010/10/prinsip-tanggung-jawab-pengangkut-dalam.html, diakses tanggal 30 April 2014

(10)

Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan.15 Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapus sama sekali tanggung jawab (pasal 470 ayat 1 KUHD, untuk pengangkut). Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam pasal 1236 dan 1246 KUH Perdata, menurut pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.

Pasal 1601 KUH Perdata menentukan, selain persetujuan-persetujuan untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh.ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada oleh kebiasaan, maka adalah dua macam persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima persetujuan perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Dari hal di atas mengenai perjanjian yang terjadi dalam implikasi apabila terjadi sesuatu maka dari Dinas Perhubungan dalam hal penegakan hukum menerapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada Pasal 38 dalam hal pengangkutan yang bertanggung jawab adalah pengangkut yang menyatakan bahwa:

15

Muhammad Abdul, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT Citra Aditya Bakti; Bandung. Halaman 99-100

(11)

1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan. 3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga

nasional.

Diliat dari aturan diatas penumpang yang mempunyai karcis dan barang yang diangkut telah memiliki dokumen muatan pihak Kapal Motor Dorri Putra sebagai pihak pengangkut wajib melakukan tanggung jawab bila ada keterlambatan. Akan tetapi Kapal Motor Dorri Putra juga melakukan pengangkutan barang yang tidak memiliki dokumen muatan hal ini jelas melanggar pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pengangkutan barang yang dilakukan oleh Kapal Motor Dorri Putra sebagai pihak pengirimpun juga tidak ada ganti rugi terhadap keterlambatan barang yang dilakukan oleh Kapal Motor Dorri Putra sehingga pemilik barang/atau sipengirim hanya menerima barang dengan durasi waktu yang tidak sesuai hal ini pun menyebabkan kerugian terhadap pemilik barang/atau sipengirim.16 padahal dalam ayat (1) pasal 41 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran dijelaskan “tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 40 dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoprasian kapal, berupa :

a. Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b. Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;

c. Keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut ; atau

d. Kerugian pihak ketiga

16

(12)

Jadi dengan adanya peraturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Kapal Motor Dorri Putra yang melakukan keterlambatan dalam proses pengiriman mempunyai tanggung jawab untuk mengganti rugi atas kerugian yang diterima oleh pengguna jasa Kapal Motor Dorri Putra.

Wanprestasi adalah tidak memenuhi lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu:17

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1. Membayar kerughian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi), ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :

a. Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh pihak.

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.

2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian

Didalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1247 mengenai debitur dalam hal melakukan

(13)

wanprestasi hanya diwajibkan menganti biaya, kerugian dan bunga dari perjanjian tersebut. Pasal 1248 KUHPerdata mengenai ganti rugi akibat tipu daya kreditur.

3. Peralihan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUHPerdata mengenai tanggung jawab keriditur terhadap barang yang menjadi tanggungannya sejak perikatan lahir.

Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk:

1. Pemenuhan perjanjian.

2. Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi. 3. Ganti rugi.

4. Pembatalan perjanjian timbale balik. 5. Pembantalan dengan ganti rugi.

Kewajiban membayar ganti rugi (Schade Vergoeding) tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah dibitor dinyatakan lalai (Ingerbrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.

Penutup

1. Kapal Motor Dorri Putra sebagai pengangkut tidak dapat menggunakan pasang surut air sebagai alasan keadaan memaksa atau force majeur yang mengakibatkan pengiriman barang terlambat. Kapal Motor Dorri Putra yang menyelenggarakan pengangkutan secara reguler seharusnya sudah mengetahui mengenai kondisi alur pelayaran yang selama ini secara rutin dilaluinya didasarkan atas buku harian kapal, hal ini disebabkan adanya

(14)

kewajiban setiap nahkoda untuk kapal motor wajib menyelenggarakan buku harian kapal, yaitu catatan yang memuat keterangan berbagai hal yang terkait dengan kegiatan operasional kapal sebagaimana pasal 141 ayat (1) Undang - undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pada buku harian kapal tercatat mengenai berbagai kondisi yang terjadi selama alur pelayaran tersebut, sehingga jika mengelak dari tanggung jawab ganti kerugian dan meminta tambahan biaya pengangkutan didasarkan atas sedimentasi sebagai keadaan memaksa atau force majeur, hak mengelak tersebut tidak berlandaskan hukum.

2. Tanggung jawab pengangkut atas barang yang diangkut, yaitu perusahaan angkutan di perairan bertangggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan barang yang diangkutnya sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati sebagaimana pasal 40 Undang - undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Tanggung jawab ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut.

(15)

Daftar Pustaka A. Buku

Abdulkadir Muhamad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Adityabhakti, Bandung.

Asyhadie Zaeni, Hukum bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT.RajaGeapindo Persada, Jakarta.

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3, (Raja Grafindo, Jakarta: Djambatan, 1981)

Marjo Y.S, 1996, Konsep Aneka Perjanjian, Penerbit ACI, Jakarta.

Martono K, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Mertokusumo Sudikno, 1985, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta.

Miro Fidel, 2005, Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta.

Abdul, Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT Citra Aditya Bakti; Bandung.

Kadir Poerwosutjipto H.M, N.S.H.,1992, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Djambatan; Jakarta.

Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Ricardo Simanjuntak, 2006, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis Kontan Publishing, Jakarta.

Ronny Hanitijo Soemitro. 1990, metodologi penelitian hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

R. Setiawan, 1986, Pokok-pokok Hukum Perdata, Bina Cipta, Bandung. Satrio J.,2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.

Citra Aditya Bakti.

Salim H.S, 2004, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Salim H.S. 2004, Teori &Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung. B. Peraturan perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.

(16)

C. Sumber lainnya

http://id.Wikipedia org/wiki/sungai.mahakam (diakses pada tanggal 27 desember pada pukul 23:15)

http://aishkhuw.blogspot.com/2010/10/prinsip-tanggung-jawab-pengangkut-dalam.html, diakses tanggal 30 April 2014

Referensi

Dokumen terkait

ICON Surat Masuk ICON Surat Keluar ICON Daftar SKPD F03 ICON Tambah ICON Laporan ICON Cari ICON Ubah Menu Surat

Bagi calon investor yang ingin berinvestasi di pasar modal khususnya saham di Jakarta Islamic Index (JII) lebih baik mempertimbangkan faktor inflasi dan suku bunga

Berdasarkan jawaban atas pertanyaan kuesioner di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak responden yang mengerti bahwa makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat-zat

Pored ostalih lutaka, lišće i veliki listovi izrađeni su od raznobojnih filtera za reflektore, kako bi dobili određene boje koje su nam bile potrebne za

Teknik pengumpul data dalam penelitian ini adalah 1) Teknik observasi langsung yang merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung

Dengan demikian bidang yang dipilih untuk dijadikan sebagai sektor prioritas untuk belanja desa pada dana Desa Kayu Bawang adalah Pembangunan Desa 42%, yang

Pupuk N yang diberikan dengan dosis rendah (25 kg/ha) dibandingan dengan tanpa pemberian pupuk (0 kg/ha) menunjukkan perbedaan yang nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman,

coli yang mencemari bahan pangan asal ternak dapat mengakibatkan infeksi pada manusia yang mengkonsumsinya dan apabila bakteri tersebut resisten terhadap antibiotika maka