viii
ABSTRAK
ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK CAMPURAN COLD PAVING HOT MIX ASBUTON (CPHMA) YANG DIPADATKAN SECARA
DINGIN DAN PANAS
Asbuton atau aspal pulau Buton merupakan salah satu kekayaan alam yang besar di Indonesia dengan deposit lebih dari 677.247.000 ton. Seiring dengan perkembangan teknologi penelitian tentang asbuton terus dilakukan hingga ditemukan teknologi pengolahan asbuton untuk campuran Cold Paving Hot Mix
Asbuton (CPHMA). Sesuai dengan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat nomor 28/SE/M/2015, tanggal 23 April 2015 tentang pedoman CPHMA menyatakan bahwa CPHMA ini dapat dihampar pada suhu ruang. Penelitian lain tentang campuran aspal menyebutkan bahwa suhu pemadatan mempengaruhi karakteristik campuran aspal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan panas.
Pada penelitian ini jenis asbuton yang digunakan adalah asbuton BRAM 50/30 dengan menggunakan modifier/peremaja PH – 1000. BRAM 50/30 digunakan dengan kadar 15% terhadap berat agregat. Agregat disiapkan dengan cara proporsional. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian karakteristikmarshall,
Cantabro Abration Loss (CAL), Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM), creep, fatigue. Untuk variasi suhu pemadatan digunakan variasi suhu 30 °C (suhu kamar /
dingin), 60 °C, 90 °C, 120 °C, dan 150 °C.
Hasil dari penelitian ini mendapatkan kadar aspal residu optimum untuk campuran CPHMA adalah 7 %. Suhu pemadatan maksimum untuk CPHMA adalah 90 °C (suhu panas). CPHMA dipadatkan dingin (suhu ruang 30°C) memiliki nilai kepadatan 2,123 gr/cm3, stabilitas 616,7 kg, flow 3,5mm, VIM 5,46%, VMA 18,70 %, VFB 70,78 %, CAL 10,04 %, ITSM 152 MPa, repetisi beban pada 100 µƐ 6.226 kali, regangan pada repetisi beban 1 juta (106) kali 4,36 µƐ. CPHMA dipadatkan panas (90 °C) memiliki nilai kepadatan 2,147 gr/cm3, stabilitas 1.108,8 kg, flow 2,55 mm, VIM 4,45 %, VMA 17,77 %, VFB 74,98 %, CAL 0,17 %, ITSM 320 MPa, repetisi beban pada 100 µƐ 36.307 kali, regangan pada repetisi beban 1 juta (106) kali 19,07 µƐ, nilai kemiringan kurva rangkak 0,561 dan CPHMA dipadatkan panas dapat digunakan untuk lalu lintas sedang. CPHMA yang dipadatkan dingin tidak dapat diuji pada pengujian creep, karena runtuh saat diuji.
Secara umum CPHMA yang dipadatkan panas memberikan karakteristik campuran lebih baik jika dibandingkan dengan CPHMA yang dipadatkan dingin. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian tentang pengaruh lama waktu pemeraman campuran CPHMA terhadap karakteristik CPHMA.
ix
ABSTRACT
THE COMPARATIVE CHARACTERISTICS ANALYSIS OF COMPACTED CPHMA MIXTURE IN COLD AND HOT TEMPERATURES
Asbuton or Buton island asphalt is one of the large natural resources in Indonesia with over 677.247.000 ton deposits. Along with the development of technological research on asbuton which is continuesly done, until asbuton processing technology of Cold Hot Mix Paving Asbuton (CPHMA) mix was found. In accordance with the circular letter of the Minister of Public Works and Housing number 28/SE/M/2015, dated 23rd April 2015 of the guidelines states that CPHMA can be spreaded at ambient temperature. Other study mentioned that compaction temperatures affect the characteristics of the asphalt mixture. The purpose of this study was to examine the characteristics of compacted CPHMA mixture in cold (ambient temperature) and hot temperatures.
In this study, the type asbuton used was asbuton BRAM 50/30 with modifier/fluxing PH – 1000. BRAM 50/30 content of 15% by weight aggregate was used. Aggregate was prepared by proportion. The testing carried out were: testing on characteristics of marshall, Cantabro Abration Loss (CAL), Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM), creep, and fatigue. Compaction temperature variations applied were of 30 °C (ambient temperature/ cold), 60 °C, 90 °C, 120 °C and 150 °C.
This research gave results: optimum residual asphalt content for CPHMA mixture was 7 % and the maximum compacted temperature was 90 °C (hot temperature). Density of CPHMA compacted cold (30 °C ambient temperature)was 2,123 g/cm3, the stability was 616,7 kg, the flow was 3,5 mm, the VIM was 5,46 %, the VMA was 18,70 %, the VFB was 70,78 %, the CAL was 10,04 %, the ITSM was 152 MPa, load repetition at 100 μƐ was 6.226 times, strain at 1 million (10⁶) times loads repetition was 4,36 μƐ. The density of hot (90°C) compacted CPHMA was 2,147 g/cm3, the stability was 1.108,8 kg, the flow was 2,55 mm, the VIM was 4,45 %, the VMA was 17,77 %, the VFB was 74,98 %, the CAL was 0,17 %, the ITSM at 20 °C was 320 MPa , load repetition at 100 μƐ was 36.307 times, strain at 1 million (10⁶) times loads repetition was 19.07μƐ, the creep slope of the hot compacted CPHMA was 0,561 which is suitable for medium traffic loads. CPHMA compacted cold could not be tested on creep test, as it collapsedduring testing.
In general, the hot compacted CPHMA provides better mixture characteristics than the cold one. For the next study it is suggested to study the effect of long curing time on the characteristic of CPHMA mixture.
x
DAFTAR ISI
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR ISTILAH ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 7 1.5 Batasan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Perkerasan Jalan ... 9
2.1.1 Jenis Konstruksi Perkerasan ... 9
2.1.2 Struktur Jalan Lentur ... 9
2.2 Aspek – aspek Yang Perlu Diperhatikan Dalam Beton Aspal ... 14
2.2.1 Stabilitas ... 14
2.2.2 Keawetan (Durabilitas) ... 14
xi
2.2.4 Ketahanan Terhadap Kelelahan (Fatigue Resistance) ... 15
2.2.5 Kekesatan / Tahanan Geser (Skid Resistance) ... 15
2.2.6 Kedap Air (Impermeabilitas) ... 16
2.2.7 Mudah Dilaksanakan (Workability) ... 16
2.3 Agregat ... 17
2.3.1 Klasifikasi Agregat ... 17
2.3.2 Sifat Agregat ... 19
2.4 Aspal ... 26
2.4.1 Aspal Hasil Destilasi / Aspal Buatan ... 27
2.4.2 Aspal Alam ... 29
2.4.3 Sifat Fisik Aspal ... 30
2.5 Asbuton ... 33
2.5.1 Karakteristik Asbuton ... 33
2.5.2 Asbuton Butir ... 35
2.5.3 Asbuton Hasil Ekstraksi ... 36
2.6 Modifier/Peremaja... 37
2.7 CPHMA ... 38
2.7.1 Bahan CPHMA ... 39
2.7.2 Sifat Campuran CPHMA ... 42
2.7.3 Penelitian Tentang CPHMA... 44
2.8 Sifat Volumetrik Campuran ... 46
2.9 Pengujian Marshall ... 52
2.10 Kadar Aspal Optimum ... 53
2.11 Pengujian Cantabro ... 53
2.12 Pengujian Kekakuan (Stiffness)... 54
2.13 Test Kelelahan (Fatigue)... 57
2.14 Test Ketahanan Deformasi (Creep Test) ... 61
2.14.1 Test Creep statis (Static Creep Test) ... 62
2.14.2 Test Creep Dinamis (Dinamic Creep Test) ... 63
2.14.3 Modulus Kekakuan Rangkak (Creep Stiffness Modulus – Smix) .... 63
xii
2.15 Penetapan Parameter Uji (Set Up Parameter Test) ... 65
2.16 Penelitian tentang Temperatur Pemadatan Campuran Aspal ... 66
BAB IIIKERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP ... 69
3.1 Kerangka Berpikir ... 69
3.2 Konsep ... 71
BAB IV METODE PENELITIAN ... 73
4.1 Rancangan Penelitian ... 73
4.2 Lokasi Penelitian ... 76
4.3 Bahan dan Alat ... 77
4.3.1 Bahan ... 77
4.3.2 Alat ... 77
4.4 Pembuatan Campuran CPHMA ... 77
4.4.1 Pemeriksaan Agregat... 77
4.4.2 Pemeriksaan Asbuton BRAM 50/30 ... 79
4.4.3 Pemeriksaan Peremaja/modifier ... 80
4.4.4 Pemilihan Gradasi Campuran... 81
4.4.5 Proporsi Material ... 82
4.4.6 Penyesuaian Agregat Halus dan Filler dengan Asbuton ... 86
4.4.7 Pembuatan Benda Uji Pemadatan Suhu Dingin ... 86
4.4.8 Pembuatan Benda Uji Pemadatan Suhu Panas ... 87
4.4.9 Pengujian CAL, ITSM, Fatigue, Creep ... 87
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 88
5.1 Pengujian Agregat ... 88
5.1.1 Pengujian Agregat Kasar ... 88
5.1.2 Pengujian Agregat Halus ... 90
5.1.3 Pengujian Filler ... 91
5.2 Pengujian Asbuton BRAM 50/30 ... 91
xiii
5.2.2 Pengujian Analisa Saringan Mineral Asbuton ... 92
5.2.3 Pengujian Berat Jenis Mineral Asbuton ... 92
5.3 Pengujian Peremaja/Modifier ... 92
5.3.1 Pengujian Kehilangan Berat Peremaja/Modifier ... 92
5.3.2 Pengujian Berat Jenis Peremaja ... 93
5.4 Pencampuran Agregat ... 93
5.5 Rancangan Campuran Benda Uji Marshall ... 93
5.6 Karakteristik CPHMA ... 94
5.7 Hubungan Karakteristik Marshall CPHMA dengan Kadar Aspal ... 94
5.7.1 Kepadatan Campuran Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 94
5.7.2 Stabilitas Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 95
5.7.3 Flow Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 96
5.7.4 VIM Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 98
5.7.5 VMA Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 99
5.7.6 VFB Terhadap Variasi Kadar Aspal ... 100
5.8 Penentuan Kadar Aspal Residu Optimum... 100
5.9 Variasi Suhu Pemadatan CPHMA ... 101
5.9.1 Kepadatan Campuran Terhadap Variasi Suhu Pemadatan ... 102
5.9.2 Stabilitas Terhadap Variasi Suhu Pemadatan... 103
5.9.3 Flow Terhadap Variasi Suhu Pemadatan ... 103
5.9.4 VIM Terhadap Variasi Suhu Pemadatan ... 104
5.9.5 VMA Terhadap Variasi Suhu Pemadatan ... 106
5.9.6 VFB Terhadap Variasi Suhu Pemadatan ... 106
5.10 Suhu Pemadatan Maksimum CPHMA... 107
5.11 Pengujian Cantabro ... 108
5.12 Hasil Uji Kekakuan (Stiffness) ... 109
5.13 Hasil Uji Kelelahan (Fatigue) ... 110
5.14 Hasil Uji Rangkak (Creep)... 113
5.14.1 Hasil Uji Rangkak Dinamis (Dynamic Creep) ... 113
5.14.2 Kemiringan Rangkak Dinamis (Dynamic Creep Slope) ... 115
xiv
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 117
6.1 Simpulan ... 117
6.2 Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 123
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Lapis Perkerasan ... 10
Gambar 2. 2 Contoh Tipikal Macam – Macam Gradasi Agregat ... 21
Gambar 2. 3 Pertimbangan Volume Pori Agregat untuk Penentuan SG ... 24
Gambar 2. 4 Volumetrik Campuran Beraspal ... 51
Gambar 2. 5 Penentuan Kadar Aspal Optimum ... 53
Gambar 2. 6 Ilustrasi Gaya Tekan dan Tarik pada Specimen Silinder ... 55
Gambar 2. 7 Indirect Tensile Stiffness Modulus (ITSM) Test ... 56
Gambar 2. 8 Bentuk Beban Berulang dan Beban Puncak ... 57
Gambar 2. 9 Skema Konfigurasi Indirect Tensile Fatigue Test (ITFT) ... 59
Gambar 2. 10 Indirect Tensile Fatigue Test (ITFT) ... 59
Gambar 2. 11 Test Ketahanan Deformasi (Creep Test) ... 61
Gambar 2. 12 Tipikal Dynamic Creep Curve dengan Slove Curve ... 64
Gambar 2. 13 Pengaruh Temperatur Pemadatan dan Kepadatan ... 66
Gambar 2. 14 Pengaruh Kepadatan dan Rongga Antara Campuran ... 67
Gambar 2. 15 Pengaruh Kepadatan dan Rongga Antara Agregat ... 67
Gambar 3. 1 Konsep Penelitian ... 72
Gambar 4. 1 Diagram Alir ... 75
Gambar 4. 2 Diagram Alir (lanjutan) ... 76
Gambar 4. 3 Rencana Gradasi CPHMA ... 82
Gambar 5. 1 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan Kepadatan ... 95
Gambar 5. 2 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan Stabilitas ... 96
Gambar 5. 3 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan Flow ... 97
Gambar 5. 4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan VIM ... 98
Gambar 5. 5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan VMA ... 99
Gambar 5. 6 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dan VFB ... 100
Gambar 5. 7 Barchart Kadar Aspal Residu Optimum ... 101
Gambar 5. 8 Grafik Hubungan Kepadatan Dengan Suhu Pemadatan ... 102
Gambar 5. 9 Grafik Hubungan Stabilitas Dengan Suhu Pemadatan ... 103
xvi
Gambar 5. 11 Grafik Hubungan VIM dengan Suhu Pemadatan ... 105
Gambar 5. 12 Grafik Hubungan VMA dengan Suhu Pemadatan ... 106
Gambar 5. 13 Grafik Hubungan VFB dengan Suhu Pemadatan ... 107
Gambar 5. 14 Barchart Penentuan Suhu Pemadatan Maksimum ... 108
Gambar 5. 15 Grafik Hubungan Pengulangan Pembebanan dengan Tegangan ... 110
Gambar 5. 16 Grafik Hubungan Pengulangan Pembebanan Dengan Regangan ... 111
Gambar 5. 17 Grafik Hubungan Regangan Dengan Pengulangan Beban ... 112
Gambar 5. 18 Grafik Regangan Rangkak Dinamis (Dynamic Creep Strain) ... 114
Gambar 5. 19 Grafik Kekakuan Rangkak Dinamis (Dynamic Creep Stiffness) ... 114
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Ketentuan Agregat Kasar ... 18
Tabel 2. 2 Ketentuan Agregat Halus ... 18
Tabel 2. 3 Ketentuan Aspal Keras... 32
Tabel 2. 4 Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele ... 34
Tabel 2. 5 Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele ... 34
Tabel 2. 6 Komposisi Kimia Mineral Asbuton dari Kabungka dan Lawele ... 35
Tabel 2. 7 Kadar Peremaja Perkiraan ... 38
Tabel 2. 8 Tebal Lapisan Padat Minimum CPHMA ... 39
Tabel 2. 9 Gradasi Agregat CPHMA ... 39
Tabel 2. 10 Ketentuan Asbuton Butir ... 40
Tabel 2. 11 Persyaratan Peremaja ... 42
Tabel 2. 12 Persyaratan Sifat Campuran CPHMA... 42
Tabel 2. 13 Persyaratan Kadar dan Sifat Aspal dalam CPHMA... 43
Tabel 2. 14 Temperatur Pencampuran Panas dengan Asbuton ... 44
Tabel 2. 15 Poisson Ratio untuk Perhitungan Modulus Kekakuan ... 56
Tabel 2. 16 Tipikal Kemiringan Minimum Test Creep Dinamik ... 64
Tabel 4. 1 Gradasi Pilihan CPHMA Ukuran Maksimum 12,5 mm ... 81
Tabel 4. 2 Proporsi Material Dalam Campuran CPHMA ... 85
Tabel 4. 3 Penyesuaian Agregat Halus Dan Filler Dengan Asbuton ... 86
Tabel 5. 1 Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 90
Tabel 5. 2 Hasil Pengujian Agregat Halus ... 91
Tabel 5. 3 Hasil Pengujian Asbuton BRAM 50/30 ... 92
Tabel 5. 4 Hasil Pengujian Peremaja/Modifier ... 93
Tabel 5. 5 Karakteristik CPHMA ... 94
Tabel 5. 6 Variasi Suhu Pemadatan Terhadap Karakteristik Marshall CPHMA ... 102
Tabel 5. 7 Hasil Pengujian Cantabro ... 108
Tabel 5. 8 Pengujian Kekakuan (Stiffness) Campuran CPHMA... 109
Tabel 5. 9 Persamaan Garis Kelelahan ... 113
xviii
Tabel A 1 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar ... 127
Tabel A 2 Pemeriksaan Keausan Agregat ... 128
Tabel A 3 Pemeriksaan Soundness Agregat Kasar ... 128
Tabel A 4 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Kasar ... 129
Tabel A 5 Pemeriksaan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal ... 129
Tabel A 6 Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus ... 130
Tabel A 7 Pemeriksaan Sand Equivalent ... 131
Tabel A 8 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Filler ... 132
Tabel A 9 Pengujian Kadar Bitumen Asbuton ... 133
Tabel A 10 Analisis Saringan Mineral Asbuton ... 134
Tabel A 11 Pemeriksaan Berat Jenis Dan Penyerapan Mineral Asbuton ... 135
Tabel A 12 Pengujian Kehilangan Berat Aspal ... 136
Tabel A 13 Pengujian Berat Jenis ... 137
Tabel B 1 Data Berat Jenis dan Penyerapan Agregat ... 138
Tabel B 2 Data Komposisi Campuran Agregat... 138
Tabel B 3 Persentase Aspal Terhadap Total Campuran ... 138
Tabel B 4 Perhitungan Karakteristik Marshall CPHMA ... 142
Tabel B 5 Perhitungan Karakteristik Marshall CPHMA Variasi Suhu ... 143
Tabel B 6 Angka Koreksi Stabilitas Marshall ... 144
Tabel C 1 Pengujian CAL CPHMA Dipadatkan Dingin ... 145
Tabel C 2 Pengujian CAL CPHMA Dipadatkan Panas ... 145
Tabel C 3 Pengujian ITSM CPHMA Dipadatkan Dingin ... 146
Tabel C 4 Pengujian ITSM CPHMA Dipadatkan Panas ... 147
Tabel C 5 Pengujian Fatigue CPHMA Dipadatkan Dingin, Panas, AC – WC ... 148
xix
DAFTAR ISTILAH
Adhesi = Kemampuan partikel aspal untuk melekat antara satu dengan yang lainnya.
Agregat = Sekumpulan butir – butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan.
Agregat halus = Agregat yang lolos 4,74 mm (saringan No. 4) tertahan saringan No. 200.
Agregat kasar = Agregat yang tertahan 4,75 mm (saringan No. 4) yang keras, bersih, awet, bebas dari lempung.
Asbuton = Aspal alam yang terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Aspal = Bitumen, merupakan material berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair jika dipanaskan sebagai hasil destialasi minyak bumi.
Aspal Alam = Aspal yang secara ilmiah terjadi di alam.
Aspal Cair = Aspal yang dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan pelarut berbasis minyak.
Aspal Emulsi = Aspal yang dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras.
BGA = Buton Granular Asphalt, jenis asbuton butir yang terdapat di daerah Kabungka.
Bitumen asbuton = Bitumen hasil ekstraksi asbuton sebagai bahan pengikat dalam campuran.
BRAM = Buton Rock Asphalt Macadam¸ aspal buton yang siap pakai yang sangat cocok untuk lapisan penetrasi macadam.
B 5/20 = Tipe asbuton yang memiliki kandungan bitumen 20 % dengan kelas penetrasi 5.
xx
B 30/25 = Tipe asbuton yang memiliki kandungan bitumen 25 % dengan kelas penetrasi 30.
B 50/30 = Tipe asbuton yang memiliki kandungan bitumen 30 % dengan kelas penetrasi 50.
CAL = Cantabro Abration Loss, nilai pelepasan butir agregat akibat menurunnya kelekatan aspal akibat pengaruh suhu maupun air terhadap berat semula dalam satuan persen. CPHMA = Cold Paving Hot Mix Asbuton, campuran asbuton yang
dicampur panas hampar dingin yang terdiri dari agregat, asbuton butir, bahan peremaja dan bahan tambah lain.
Creep Test = Pengujian untuk mengetahui ketahanan deformasi campuran terkait dengn kakakuan campuran, dan dipengaruhi oleh temperatur dan waktu pembebanan secara signifikan.
Fatigue = Fenomena keretakan akibat beban berulang, dimana besar beban lebih kecil dari kekuatan tarik material.
Filler = Agregat yang lolos saringan No. 200.
Gradasi = Distribusi partikel – partikel agregat berdasarkan ukuran butir.
ITSM = Indirect Tensile Stiffness Modulus, pengujian untuk mengukur regangan elastic yang sangat kecil pada spesimen saat dibebani dalam satuan MPa (Mega
Pascal).
Kohesi = Kemampuan aspal untuk merekat dan mengikat agregat. LGA = Lawele Granular Asphalt, jenis asbuton butir yang
terdapat di daerah Lawele.
Mineral asbuton = Mineral dari proses ekstraksi asbuton yang berbentuk agregat halus dan Filler.
Modifier/peremaja = Bahan yang digunakan untuk meremajakan/melunakkan bitumen asbuton agar memiliki karakteristik yang sesuai sebagai bahan pengikat pada suatu campuran beraspal.
xxi
PH – 1000 = Peremaja hangat dengan kelas kekentalan 1000 – 1500 cSt (Centistokes).
Quarry = Sistem tambang terbuka yang diterapkan untuk menambang endapan – endapan bahan galian industri, antara lain: penambangan batu gamping, marmer, granit, endesit, dan sebagainya.
Stabilitas = Kemampuan maksimum benda uji campuran beraspal dalam menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis, yang dinyatakan dalam satuan beban.
TFOT = Thin Film Oven Test, pengujian untuk mengetahui kehilangan berat minyak aspal dengan cara pemanasan pada tebal tertentu.
VFB = Void Filled with Bitumen, Persen ruang diantara partikel agregat (VMA) yang terisi aspal, tidak termasuk aspal yang diserap agregat, dinyatakan persen terhadap VMA. VIM = Void in Mixed, Ruang di antara partikel agregat yang
diselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen terhadap volume bulk total campuran.
Viscositas aspal = Sifat kekentalan suatu aspal biasanya dinyatakan dalam
centistokes.
VMA = volume rongga di antara partikel agregat pada suatu campuran yang telah dipadatkan, dinyatakan dalam persen terhadap volume total benda uji campuran.
Workability = Kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan.
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Pengujian Material ... 127
Lampiran B Pengujian Marshall Campuran CPHMA ... 138
Lampiran C Pengujian CAL, ITSM, Fatigue, Creep ... 145
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangAspal termasuk salah satu elemen terpenting dalam campuran aspal panas ataupun dalam campuran aspal dingin. Jenis Aspal dapat dibedakan menjadi aspal alam dan aspal minyak (Saodang, 2005). Aspal alam terbentuk apabila deposit minyak mentah dalam perut bumi terdestilasi secara alami. Aspal ini muncul ke permukaan bumi melalui celah/retakan yang biasanya muncul pada danau dan perbukitan. Sedangkan aspal minyak biasanya berbentuk padat atau semi-padat sebagai cikal bakal bitumen, yang diperoleh dari penirisan minyak.
Perkembangan jaringan jalan di Indonesia menyebabkan kebutuhan akan aspal terus meningkat mengakibatkan Indonesia mengimpor aspal minyak dari luar karena Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan akan aspal. Ini merupakan hal yang ironis mengingat Indonesia merupakan negara pemilik aspal deposit terbesar didunia yang tersimpan di Pulau Buton dengan deposit lebih dari 677.247.000 ton (Ditjen Bina Marga, 2006) tetapi masih mengimpor aspal minyak dari luar negeri. Melihat hal tersebut Kementrian PU mengeluarkan Peraturan Menteri No. 35/PRT/M/2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang peningkatan pemanfaatan asbuton untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan. Sebagai penerapannya maka dalam campuran aspal di Indonesia dikembangkan teknologi penggunaan asbuton yang diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti aspal minyak sebagian ataupun seluruhnya dan sebagai alternatif pengganti agregat halus dan filler.
2
Berdasarkan data dari Balitbang Kementrian PU (2016) Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan oleh seorang ilmuwan Belanda yang bernama Hetzel tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Terjadi pasang surut penggunaan asbuton seiring dengan kebutuhan akan bahan aspal dan perkembangan teknologi. Asbuton pernah diproduksi mencapai 500.000 ton/tahun. Sedangkan pada tahun sembilan puluhan asbuton yang dihasilkan tidak optimal akibat kegagalan konstruksi yang disebabkan oleh penggunaan teknologi yang tidak tepat.
Pada perkembangannya campuran aspal panas dengan menggunakan asbuton masih dijumpai beberapa kasus kekurangpahaman penggunaan asbuton terhadap teknologi yang akan diterapkan. Disamping permasalahan tersebut
quality control belum diimplementasikan secara optimal sehingga mengakibatkan
asbuton dalam lapisan beraspal diperkirakan sebagai penyebab kerusakan. Menurut Suaryana (2016) permasalahan krusial dalam pemanfaatan asbuton adalah karena asbuton merupakan bahan tambang dengan karakteristik deposit yang bervariasi, maka penjaminan mutu mutu produk asbuton harus dijaga sesuai dengan spesifikasi. Homogenitas dan sifat asbuton merupakan hal yang banyak menentukan keberhasilan pemanfaatan asbuton, baik sebagai bahan tambah dalam rangka meningkatkan kinerja perkerasan aspal, maupun sebagai bahan untuk mensubstitusi aspal.
Produk asbuton yang umum terdapat dipasaran saat ini dapat berupa Buton Granular Aspal (BGA), Lawele Granular Aspal (LGA), dan Retona Blend 55. Produk asbuton tersebut mampu mensubstitusi penggunaan aspal minyak hanya
3
sebagian dan dapat sebagai pengganti filler yang diperoleh dari mineral asbuton. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, aspal yang dimodifikasi dengan asbuton mampu memberikan nilai stabilitas yang relatif lebih besar. Asbuton Retona Blend 55 memiliki nilai stabilitas 1200 kg sedangkan campuran aspal minyak tanpa Retona Blend 55 hanya memiliki stabilitas 1058 kg (Nofrianto, 2012).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan penelitian yang telah dilakukan, kini campuran aspal menggunakan asbuton dapat dipadatkan pada temperatur ruang. Menurut Ditjen Bina Marga (2013) Cold Paving Hot Mix
Asbuton (CPHMA) yaitu campuran asbuton yang dicampur panas hampar dingin
yang terdiri dari agregat, asbuton butir, bahan peremaja dan bahan tambah lain. Secara umum proses pencampuran CPHMA dilakukan dengan cara memanaskan agregat dan modifier/peremaja pada suhu tertentu, lalu mencampurnya dalam keadaan panas dan pada saat bersamaan ditambahkan asbuton, sedangkan untuk proses pemadatan dilakukan pada suhu kamar atau dingin (30 °C). Agregat, modifier dan asbuton diproporsikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Jenis asbuton yang digunakan dalam CPHMA dapat berupa asbuton B 5/20, asbuton B 30/25, asbuton B 50/30. Jenis modifier/peremaja yang digunakan dalam CPHMA adalah peremaja PH-1000.
Beberapa penelitian pernah dilakukan mengenai CPHMA. Firstyan, dkk. (2015) meneliti tentang pengaruh suhu pemadatan terhadap kinerja marshall pada campuran CPHMA menggunakan LGA dan aspal minyak penetrasi 60/70,
4
mendapatkan hasil bahwa suhu pemadatan optimum sebesar 90°C dengan penambahan aspal minyak sebesar 7,653%. Akbariawan, dkk. (2015) meneliti tentang penggunaan material Madura terhadap kinerja campuran CPHMA, mendapatkan suhu pemadatan optimum sebesar 81,748°C dengan proporsi agregat Madura optimum sebesar 82,927%. Syukur (2016) meneliti tentang studi laboratorium kuat tarik belah campuran asbuton campur panas hampar dingin, mendapatkan masa penyimpanan efektif hingga umur 3 hari sebelum dipadatkan.
Sesuai dengan surat edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 28/SE/M/2015, tanggal 23 April 2015 tentang pedoman pelaksanaan CPHMA menyatakan bahwa campuran CPHMA ini memiliki keunggulan yaitu campuran yang dapat dihampar pada suhu ruang. Karena penghamparan dapat dilakukan pada suhu ruang maka campuran tersebut juga sangat cocok untuk penghamparan pada daerah yang jauh dari lokasi AMP. Produk CPHMA dapat disimpan dalam kemasan sehingga produk ini juga baik untuk pekerjaan penambalan lubang karena dapat digunakan untuk skala kecil. Disisi lain CPHMA ini juga memiliki kelemahan seperti dalam workability, hal itu disebabkan karena CPHMA diaplikasikan pada suhu kamar atau dingin (30 °C). Penghamparan dan pemadatan yang dilakukan dalam suhu kamar menyebabkan CPHMA mengalami sedikit penggumpalan sehingga perlu pemecahan ringan agar campuran lebih gembur. Selain permasalahan dalam
workability pemadatan pada suhu kamar atau dingin (30 °C) juga menyebabkan
kepadatan campuran yang rendah sehingga mempengaruhi kinerja campuran (Suroso, 2008).
5
Penggunaan campuran CPHMA sudah pernah diaplikasikan di Indonesia di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2014. Secara umum campuran CPHMA memberikan nilai karakteristik yang cukup baik. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara (2014) dalam laporan hasil pengujian CPHMA di Kota Kendari memberikan hasil stabilitas 966.1 kg, stabilitas sisa 81.2 %, dengan nilai VIM 7.5 %. Pencampuran tersebut menggunakan proporsi asbuton 15 % dan modifier 3 % (Dinas PU Sulawesi Tenggara, 2014). Sedangkan untuk di Provinsi Bali, penggunaan produk CPHMA diapilkasikan pada tahun 2016 di pulau Nusa Penida.
Pada pelaksanaan CPHMA di pulau Nusa Penida, suhu terendah pemadatan dilakukan pada suhu 60°C. Pemadatan dilakukan pada suhu tersebut dan tidak menunggu hingga suhu kamar atau dingin (30°C) karena untuk mempercepat proses pelaksanaan penghamparan dan pemadatan. Penurunan suhu campuran yang lambat pada daerah tersebut disebabkan oleh cuaca dan temperatur lingkungan di pulau Nusa Penida yang cukup panas. Suhu 90 °C merupakan suhu pemadatan optimum CPHMA pada penelitian sebelumnya (Firstyan, dkk. 2015). Suhu 120°C merupakan suhu pemadatan awal di lapangan, dan 150 °C merupakan suhu pemadatan marshall di laboratorium untuk campuran panas dengan asbuton (Balitbang PU, 2004b). Melihat variasi suhu pemadatan tersebut maka penulis menggunakan variasi suhu pemadatan CPHMA mulai dari 30 °C, 60 °C, 90 °C, 120 °C, dan 150 °C untuk mengantisipasi apabila suhu pemadatan lapangan masih cukup tinggi untuk dilakukan pemadatan.
6
Berdasarkan beberapa hal tersebut pada kesempatan ini dilakukan penelitian campuran CPHMA untuk dapat mengetahui karakteristik campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan karakteristik campuran CPHMA yang dipadatkan panas. Karakteristik campuran yang diuji antara lain karakteristik
marshall, nilai cantabro, modulus kekakuan tarik tak langsung, kelelahan, dan creep. Pengujian tersebut dilakukan karena pada aplikasi di lapangan
permasalahan yang paling sering timbul pada perkerasan aspal adalah deformasi (rutting), kelelahan (fatigue).
Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya mengingat jenis campuran CPHMA merupakan sesuatu yang baru. Variasi suhu pemadatan pada CPHMA merupakan perkembangan dari pelaksanaan CPHMA di pulau Nusa Penida dan penelitian mengenai variasi suhu pemadatan menyebabkan karakteristik campuran aspal yang berbeda (Syarwan, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan berkaitan dengan penggunaan CPHMA adalah sebagai berikut:
1. Berapakah kadar aspal residu optimum CPHMA? 2. Berapakah suhu pemadatan maksimum CPHMA?
3. Bagaimanakah karakteristik marshall campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan yang dipadatkan pada suhu panas maksimum pada kadar aspal residu optimum?
4. Bagaimanakah perbandingan nilai cantrabro abration loss (CAL), kinerja modulus kekakuan tarik tak langsung (Indirect Tensile
7
Stiffness Modulus-ITSM), kelelahan (fatigue), dan creep pada
campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan suhu panas maksimum pada kadar aspal residu optimum?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kadar aspal residu optimum CPHMA. 2. Untuk mengetahui suhu pemadatan maksimum CPHMA.
3. Untuk menganalisis karakteristik marshall campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan suhu panas maksimum pada kadar aspal residu optimum.
4. Untuk menganalisis perbandingan nilai cantrabro abration loss (CAL), kinerja modulus kekakuan tarik tak langsung (Indirect
Tensile Stiffness Modulus-ITSM), kelelahan (fatigue), dan creep pada
campuran CPHMA yang dipadatkan pada suhu dingin dan suhu panas maksimum pada kadar aspal residu optimum.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dengan diketahuinya hasil karakteristik dari campuran CPHMA yang dihampar pada suhu panas dan pada suhu dingin maka akan menambah wawasan cara pemadatan campuran aspal.
2. Dengan campuran CPHMA dapat menambah wawasan tentang penggunaan asbuton dalam campuran aspal.
8
3. Salah satu usaha untuk memanfaatkan secara optimal sumber daya alam yang ada di Indonesia.
1.5 Batasan Penelitian
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kadar aspal optimum yang digunakan berdasarkan campuran CPHMA yang dipadatkan dingin 30 °C.
2. Karakteristik campuran yang diuji adalah karakteristik Marshall seperti Kepadatan, Stabilitas, Flow, VIM, VMA, VFB, dan karakteristik Cantabro Abration Loss (CAL), (Indirect Tensile Stiffness
Modulus-ITSM), kelelahan (fatigue), dan creep.
3. Tidak memperhitungkan analisis kimia dan ekonomi dari asbuton dan
modifier/peremaja.
4. Asbuton yang digunakan Asbuton BRAM 50/30 dengan kadar 15 % terhadap agregat.
5. Variasi suhu pemadatan diambil 30°C, 60°C, 90°C, 120°C, dan 150°C. 6. Suhu pemadatan dingin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah temperatur ruang atau temperatur udara (30 °C) (Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, 2015)
7. Suhu pemadatan panas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suhu pemadatan diatas suhu pemadatan yang ditentukan dalam spesifikasi CPHMA (diatas 30 °C).
8. Sebagai data pembanding dalam pengujian creep, fatigue digunakan data sekunder campuran AC – WC pen 60/70 (Thanaya, dkk. 2015)