• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

103

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Deskripsi Desa Pandansari

Desa Pandansari terletak di wilayah administrasi kecamatan Ngantang, kabupaten Malang. Secara geografis, desa Pandansari termasuk dalam bagian Malang Barat yang berbatasan langsung dengan Waduk Selorejo. Dan, berbatasan dengan desa Kaumrejo, desa Pondokagung, dan desa Banturejo. Desa yang sedang berkembang ini menjadi lokasi PLTA dan Perhutani.

Desa tersebut terdiri dari tujuh dusun dengan 24 RT yaitu Plumbang (RT 1 sampai RT 7 ), Bales (RT 8 dan RT 9), Munjung (RT 10 dan RT 11), Sambirejo (Kutut) terdiri dari RT 12 – RT 15, Wonorejo (Pait) terdiri dari RT 16 – RT 18, Klangon (RT 19 dan RT 20) dan Sedawun (RT 21 – RT 24) yang mana tersebar berjauhan, karena faktor letak sungai yang memisahkan wilayah pemukiman warga, sungai itu adalah Sungai Sambong (jalur lahar dingin) memisahkan wilayah Dusun Plumbang dan tiga dusun (Munjung, Kutut, dan Pait). Dan, sungai Kunto membelah wilayah dusun Munjung, dusun Kutut, dusun Pait dengan dusun Klangon dan dusun Sedawun.

Desa yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian buruh tani, peternak, dan pencari pasir dan batu ini bervariasi karakter dan latar belakang

(2)

pendidikan berbeda-beda. Dibandingkan dusun yang lain, dusun Plumbang merupakan dusun yang paling maju dari segi pendidikan dan sejahtera ekonomi, dan Bales masih perlu diperhatikan lagi kesejahteraan ekonominya. Setelah gunung Kelud meletus (13/2/2014 lalu, banyak warga yang beralih pekerjaan didominasi mencari pasir dan batu, karena kontur tanah belum stabil terkena abu vulkanik pasca bencana. Sehingga, banyak ditemui remaja laki-laki di sungai Sambong, sedangkan remaja perempuan (misalnya di Sambirejo) paling banyak bekerja pemerah susu.

Desa Pandansari memiliki total jumlah penduduk 3120 jiwa, yang mana sebagian dari remaja putra maupun putri setelah lulus sekolah (tamat SD/SMP/SMA) lebih tertarik dan menjadi keistimewaan sendiri bekerja di luar kota. Berikut tabel merinci jumlah penduduk di masing-masing dusun, yakni:

Tabel. 5

Data Penduduk Desa Pandansari Pra Erupsi Gunung Kelud

No. Nama Dusun Jumlah KK Jenis Kelamin Jumlah Total Keterangan 1. Klangon 145 L = 210 P = 206 416 Lansia = 30 Balita = 37 2. Sambirejo (Kutut) 239 L = 398 P = 350 748 Lansia = 67 Balita = 79 3. Munjung 186 L = 249 P = 401 650 Lansia = 64 Balita = 37 4. Wonorejo (Pait) 177 L = 297 P = 280 577 Lansia = 64 Balita = 37 5. Sedawun 257 L = 425 P = 473 878 Lansia = 68 Balita = 63 6. Bales 118 L = 212 P = 220 432 Lansia = 41 Balita = 37

(3)

diketahui) diketahui)

Jumlah total 1.085 3120 Kelompok

rentan: Lansia = 370 Balita = 296 Bumil = 27 Total : 693 Produktif : 3028 (Source: Sekretaris Desa Pandansari) Dari tabel di atas hanya diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, dan masa perkembangan bayi dan lansia. Untuk agama, pendidikan, masa perkembangan remaja, dan dewasa belum diklasifikasikan, termasuk jumlah penduduk remaja yang bekerja di luar daerah. Sebagian besar penduduk desa Pandansari beragama Islam.

2. Sarana dan Prasarana Desa Pandansari

Terdapat beberapa sarana dan prasarana di desa Pandansari. Sarana tersebut digunakan untuk kepentingan publik atau kegiatan para warga desa. Diantaranya ada tempat peribadatan yakni masjid dan balai desa terdapat di seluruh dusun, kuburan di pinggiran beberapa dusun, tiga sekolah dasar negeri (SDN Pandansari 02,03, dan 04) dan PAUD/TK, tandon untuk persediaan air warga karena setiap musim kemarau sering kekeringan.

Kemudian, disamping kantor desa, juga memiliki beberapa organisasi desa untuk membantu kesejahteraan warga desa Pandansari, seperti Posyandu, Linmas, Karang Taruna, LPMD, BPD, dan PKK. Organisasi desa yang

(4)

menaungi karya para pemuda (remaja) ialah Karang Taruna. Karang Taruna terdapat di semua dusun, hanya saja berdasarkan pengamatan peneliti, masih perlu diberdayakan lagi untuk meningkatkan partisipasi dan kepedulian pemuda terutama saat pasca Kelud meletus kemarin. Dengan potensi remaja desa Pandansari bisa diberdayakan bersama untuk saling menguatkan, membesarkan dan memberikan energi positif demi menciptakan komunitas resilien remaja.

3. Struktur Perangkat Desa Pandansari

Guna melancarkan roda pemerintahan desa, maka terdapat disusunlah struktur perangkat Desa Pandansari sebagai berikut:

Tabel. 6

Struktur Perangkat Desa Pandansari

NAMA JABATAN

SITIN KEPALA DESA

YUSNA RISANDI SEKRETARIS DESA

(CARIK)

MARSUDI KUWOWO

AMANU KEBAYAN

LIA NOVI C. KAUR UMUM

(5)

PARNO KEPETENGAN

HARIYANTO KASUN PLUMBANG

RUMAJI MODIN

JUMALI KASUN KLANGON

LAMADI KASUN SAMBIREJO

NGADIONO KASUN MUNJUNG

IMAM KASUN SEDAWUN

4. Peta Wilayah Desa Pandansari

Gambar. 2 : Penampang desa Pandansari dari pencitraan udara melalui satelit Google

(6)

Gambar. 3 : Penampang desa Pandansari jarak jauh dari pencitraan udara melalui satelit Google

(7)

B. Deskripsi Penelitian

Setelah melakukan pengumpulan data, maka langkah selanjutnya adalah uji validitas dan reliabilitas. Sebelum itu, berikut tabel data responden yang menjadi sampel penelitian:

Tabel. 7

Data Responden Berdasarkan Asal Dusun

Asal Dusun Jumlah

Responden 1. Plumbang 9 2. Munjung 4 3. Sambirejo 9 4. Wonorejo 4 5. Klangon 2 6. Sedawun 12 7. Bales 0 Total 40

Gambar. 5 : Data Responden Berdasarkan Asal Dusun (dalam prosentase) Plumbang 22% Munjung 10% Sambirejo 23% Wonorejo 10% Klangon 5% Sedawun 30%

Data Responden Berdasarkan Asal

Dusun

(8)

Tabel. 8

Data Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Usia (dalam tahun) Jumlah Jenis

Kelamin Jumlah 13 7 Perempuan 33 responden 14 9 15 5 16 6 17 4 18 2 Laki-laki 17 responden 19 3 20 1 21 3 Total 40

Gambar.6 : Data Responden Berdasarkan Usia

0 2 4 6 8 10 13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun Jumlah Responden

U

si

a

(9)

Gambar. 7 : Data Responden Berdasarkan Usia (dalam prosentase)

Gambar. 8 : Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 17% 22% 12% 15% 10% 5% 8% 3% 8%

Prosentase Responden Berdasarkan Usia

13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 21 tahun 0 5 10 15 20 25 30 35 Ju m lah R e sp o n d e n Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

(10)

Gambar. 9

Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (dalam prosentase)

1. Uji Validitas

Validitas atau kesahihan menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur tersebut mengukur sesuatu yang seharusnya diukur, sehingga alat ukur dikatakan baik apabila dapat berindikasi akurasi dan kecermatan hasil ukur dari data dan variabel yang diteliti. Menurut Cronbach (dalam Azwar. 2012:10), tujuan sebenarnya tidak untuk melakukan validasi terhadap tes melainkan melakukan validasi terhadap instrumen data yang diperoleh oleh suatu prosedur tertentu. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauhmana data dari variabel dimaksud.

Mengenai batasan penerimaan daya beda aitem, peneliti menggunakan batas rxy ≥ 0,25, maka aitem yang memiliki daya beda kurang dari rxy ≥ 0,25 menunjukkan aitem tersebut memiliki ukuran yang rendah sehingga perlu dihilangkan atau gugur.

Laki-laki 17,5%

Perempuan 82,5%

(11)

a) Skala Spiritualitas

Hasil perhitungan dari uji validitas skala spiritualitas yang terdiri dari 28 aitem dan diujikan kepada 40 responden, menghasilkan 22 aitem yang valid dan ada 6 aitem yang gugur. Perincian aitem-aitem valid dan gugurnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 9

Hasil Uji Validitas Variabel Skala Spiritualitas

Indikator Deskriptor Aitem-aitem Aitem

Valid Aitem Gugur F UF Prayer Fulfillment (Pengamalan Ibadah)

a. Perasaan gembira atau bahagia dalam beribadah. b. Keterlibatan diri dalam

beribadah.

c. Perasaan akan kekuatan pribadi

d. Keyakinan terhadap Tuhan e. Perasaan mengambil manfaat

atas ibadah yang dilakukan.

1,3,5, 7,9,12 ,14 11,13, 15,17, 19 1, 7, 9, 11, 12, 13, 15, 17, 19 3, 5, 14 Universality (Universalitas)

a. Keyakinan akan kesatuan kehidupan dan alam semesta dengan diri.

b. Keyakinan akan makna tujuan hidup

c. Tanggungjawab diri pada alam semesta

d. Kesadaran akan kematian

2,4,6, 8,10 20,22, 24,26, 28 2,4,6,8, 10,20, 22,24, 26 28 Connectedness (Keterkaitan)

a. Keyakinan terhadap realitas yang melampaui generasi dan kelompok tertentu. b. Komitmen hubungan interpersonal dengan kelompoknya. 16,18, 21 23,25, 27 16,21, 25, 27 18,23 Jumlah 15 13 22 6

(12)

b) Skala Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Hasil perhitungan uji validitas skala resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang terdiri dari 28 aitem dan diujikan pada 40 responden, menghasilkan 21 aitem dterima dan 7 aitem gugur. Perincian aitem-aitem valid dan tidak valid atau gugur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 10

Hasil Uji Validitas Variabel Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Indikator Deskriptor Aitem-aitem Aitem

Valid Aitem Gugur F UF I HAVE (Dukungan Eksternal/Exter nal supports)

a. Memiliki hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh tanpa syarat

b. Menyesuaikan perilaku sesuai batasan di rumah c. Terdorong untuk mandiri

(otonomi)

d. Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan

1,3,5,7, 9,11,15 10 1,5,7,9, 10, 11, 15 3 I AM (Inner Strengths)

a. Disayang dan disukai banyak orang

b. Mencinta, empati, dan kepedulian pada oranglain c. Bangga dengan diri sendiri d. Bertanggungjawab terhadap

perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya e. Percaya diri, optimistik, dan

penuh harap 2,6,12, 17,21, 23,27 14, 16, 20 12, 14, 16, 17, 23, 27 2,6,20, 21 I CAN (Interpersonal and Problem-a. Keterampilan berkomunikasi b. Terampil memecahkan masalah c. Keterampilan mengelola perasaan dan impuls-impuls d. Terampil mengukur

temperamen sendiri dan

4,8,13, 18,19, 22, 25 24, 26, 28 4,8,13, 19, 22, 24, 25, 26 18,28

(13)

Solving Skills) oranglain

e. Menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai

Jumlah 21 7 21 7

2. Uji Reliabilitas

Untuk menentukan reliabilitas suatu alat ukur agar skala menunjukkan taraf kepercayaan dan konsisten, maka dapat dilihat dari koefisien reliabilitas. Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan1,00. Semakin tinggi reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin mendekati reliabilitasnya. Berikut tabel menerangkan standar koefisien reliabiltas:

Tabel. 11

Standar Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabiltas Kategori

≥ 0,900 Sangat reliabel

0,700 – 0,900 Reliabel

0,400 – 0,700 Cukup reliabel 0,200 – 0,400 Kurang reliabel

Uji reliabilitas menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Hasil uji koefisien reliabilitas pada skala spiritualitas adalah 0,876, setelah menggugurkan aitem tidak valid koefisien reliabilitasnya menjadi 0,910,

(14)

sedangkan pada skala resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud diperoleh hasil 0,721, setelah menggugurkan aitem tidak valid koefisien reliabilitasnya menjadi 0,824.

Skala spiritualitas masuk kategori sangat reliabel, dan skala resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud masuk kategori reliabel, dimana (rxx) ≥ 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas atau tingkat kepercayaannya berikut rangkuman uji reliabilitas dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel. 12

Koefisien Reliabilitas Spiritualitas dan Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Skala Cronbach’s Alpha Keterangan

Spiritualitas 0,910 Sangat reliabel

Resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud

0,824 Reliabel

C. Analisis Deskripsi Data Hasil Penelitian

1. Analisis Data Spiritualitas

Analisis data dilakukan guna menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan pada bab sebelumnya, sekaligus memenuhi tujuan dari penelitian ini. Dalam menentukan kriteria analisis data dan besar frekuensi yang ada dalam setiap penentuan kriteria maka yang harus ditentukan terlebih dahulu mean (µ) dan standar deviasi (ơ).

(15)

Berikut cara menghitung nilai mean (µ) dan standar deviasi (ơ) pada spiritualitas dari yang diterima 22 aitem.

a) Menghitung mean (µ) hipotetik, dengan rumus: ( )

( ) = 55

b) Menghitung standar deviasi (ơ), dengan rumus: ( )

( )

= 5,8 c) Pengkategorian

Setelah mengetahui nilai mean dan standar deviasi dari hasil tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengetahui tingkat spiritualitas pada responden. Kriteria pengukuran pada subjek penelitian dibagi menjadi tiga, yakni tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mencari skor kategori diperoleh dengan pembagian sebagai berikut:

1. Tinggi = X > M + 1 . SD = X > 55 + 1 . 5,8 = X > 60,8

(16)

= 55 – 1 . 5,8 < X ≤ 55 + 1 . 5,8 = 49,2 < X ≤ 60,8

3. Rendah = X ≤ 55 – 1 . 5,8 = X ≤ 49,2 d) Prosentase

Nilai kategori tinggi, sedang, dan rendah telah diketahui pada pembahasan sebelumnya. Maka, akan diketahui prosentasenya dengan rumus :

Dengan demikian, maka analisis hasil prosentase spiritualitas dapat dijelaskan dengan tabel berikut :

Tabel. 13

Kategori Skor Aitem Spiritualitas

Kategori Interval Nilai Frekuensi Prosentase

Tinggi/Positif X > 60,8 32 80%

Sedang 49,2 < X ≤ 60,8 8 20%

Rendah/Negatif X ≤ 49,2 0 0%

(17)

Gambar. 10 : Prosentase Tingkat Spiritualitas

2. Analisis Data Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Guna menentukan kriteria data dan besar frekuensi yang ada dalam setiap penentuan kriteria maka yang harus ditentukan terlebih dahulu mean (µ) dan standar deviasi (ơ). Berikut cara menghitung mean (µ) dan standar deviasi (ơ) pada skala resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud dan yang diterima sebanyak 21 aitem.

a) Menghitung mean (µ) hipotetik, dengan rumus: ( )

( ) = 52,5

b) Menghitung standar deviasi (ơ), dengan rumus: ( )

( )

= 5,7

0%

20%

80%

Prosentase Tingkat Spiritualitas

Rendah Sedang Tinggi

(18)

c) Pengkategorian

Setelah mengetahui nilai mean dan standar deviasi dari hasil tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengetahui tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud pada responden. Pengkategorian pengukuran pada subjek penelitian dibagi menjadi tiga, yakni tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mencari skor kategori diperoleh dengan pembagian sebagai berikut:

1. Tinggi = X > M + 1 . SD = X > 52,5 + 1 . 5,7 = X > 58,2 2. Sedang = M – 1 . SD < X ≤ M + 1 . SD = 52,5 – 1 . 5,7 < X ≤ 52,5 + 1 . 5,7 = 46,8 < X ≤ 58,2 3. Rendah = X ≤ 52,5 – 1 . 5,7 = X ≤ 46,8 d) Prosentase

Nilai kategori tinggi, sedang, dan rendah telah diketahui pada pembahasan sebelumnya. Maka, akan diketahui prosentasenya dengan rumus :

(19)

Dengan demikian, maka analisis hasil prosentase spiritualitas dapat dijelaskan dengan tabel berikut :

Tabel. 13

Kategori Skor Aitem Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud Kategori Interval Nilai Frekuensi Prosentase

Tinggi/Positif X > 58,2 34 85%

Sedang 46,8 < X ≤ 58,2 6 15%

Rendah/Negatif X ≤ 46,8 0 0%

Total 40 100%

Gambar. 11 : Prosentase Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung

Kelud

D. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis ini guna mengetahui ada atau tidak adanya hubungan spiritualitas dengan resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud, maka dilakukan korelasi aitem total terkoreksi untuk masing-masing aitem yang ditunjukkan oleh kolom corrected item-total correlation dalam program

85% 15%

Tingkat Resiliensi Pasca Bencana

Erupsi Gunung Kelud

Tinggi Sedang

(20)

statistik komputer SPSS. Korelasi antara spiritualitas dengan resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud dapat diketahui setelah melakukan uji hipotesis. Guna mengetahui hipotesis pada penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan product moment. Sedangkan, metode yang digunakan untuk mengolah data menggunakan metode statistik yang dibantu program komputer SPSS 16.0 for Windows.

Setelah dilakukan analisis dengan bantuan program SPSS 16.0 for

Windows, diketahui hasil korelasi sebagai berikut:

Tabel. 14

Korelasi Spiritualitas dengan Resiliensi Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud Correlations Spiritualitas Resiliensi Spiritualitas Pearson Correlation 1 .608 ** Sig. (2-tailed) .000 N 40 40 Resiliensi Pearson Correlation .608 ** 1 Sig. (2-tailed) .000 N 40 40

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil korelasi antara spiritualitas dengan resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud menunjukkan angka sebesar rxy = .603 dengan p = 0,000. Hal ini menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara

(21)

spiritualitas dengan resiliensi survivor remaja pasca bencana erupsi gunung Kelud .

E. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tingkat Spiritualitas

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 40 survivor remaja di desa Pandansari,Ngantang-Malang, dapat diketahui bahwa survivor remaja di desa Pandansari,Ngantang-Malang mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi. Dari 40 survivor remaja yang dijadikan sampel penelitian, diketahui 80% atau 32 survivor remaja mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi atau baik, 20% atau 8 survivor remaja mempunyai tingkat spiritualitas sedang, dan 0% atau tidak ada survivor remaja mempunyai tingkat spiritualitas yang rendah.

Menurut Piedmont, spiritualitas ditunjukkan melalui beberapa aspek, yang meliputi aspek pengamalan ibadah (prayer fulfillment), keyakinan akan kesatuan kehidupan alam semesta (nature of life) dengan dirinya (universality), dan keterkaitan individu yang merupakan bagian dari realitas yang melampaui generasi dan kelompok tertentu. (connectedness). Dari ketiga aspek tersebut menunjukkan perilaku spiritual. Hasil penelitian menunjukkan paling banyak survivor remaja memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi atau baik. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mulai berusaha keras dalam berkesadaran spiritual, mereka meyakini akan kekuasaan Tuhan karena peristiwa bencana erupsi gunung Kelud yang telah dialami membuat

(22)

mereka seketika mengingat akan kematian. Kemudian, berusaha melaksanakan ibadah berdasarkan kesadaran sendiri, dan mengambil manfaat beribadah bagi diri sendiri. Mereka mulai mengkritisi dogma-dogma di masa kanak-kanak melalui proses pencarian dan pemahaman sendiri, hal ini dipengaruhi oleh komitmen yang dibentuk survivor remaja dengan kelompoknya yang kebanyakan lebih berkompromi dengan teman sebaya. Bahkan, mereka mulai memahami akan keyakinan diri terhadap keterkaitan diri sendiri dengan alam semesta dan muncul rasa tanggungjawab menjaga keseimbangan alam semesta, mulai terbentuk pemahaman tujuan hidup walaupun belum pasti, keyakinan terhadap adanya kehidupan lain setelah mati merupakan bentuk memaknai lebih mendalam akan asal, tujuan, dan nasib, terlebih setelah bencana erupsi gunung Kelud. Dan, keterkaitan individu yang merupakan bagian dari realitas yang melampaui generasi juga mulai dipahami dengan baik. Mereka mulai bergabung menjadi anggota kelompok tertentu juga bagian komitmennya (misal: empati dan menghargai oranglain) juga tinggi karena mereka mengutamakan kelompok dalam lingkungannya.

Tingginya tingkat spiritualitas pada survivor remaja dipengaruhi oleh karakter dan inti dari jiwa manusia, yang masing-masing saling berkaitan, serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut, sehingga muncul prinsip-prinsip sumber informasi dan kesadaran diri yang dimiliki oleh individu tersebut. Pengalaman-pengalaman itu dijalani melalui komunikasi yang berhubungan dengan Tuhan, alam semesta, dan sesama makhluk.

(23)

Pengalaman-pengalaman spiritual semacam itu akan memunculkan rasa yang sebenarnya merupakan bawaan agar diakui hebat dan muncul rasa bersyukur atas rejeki yang diterima, hasrat hidup untuk hidup bahagia, menerima hidup dan lebih sensitif dengan lingkungan, dan berpikir menyeluruh bukan parsial.

Piedmont (2001:5-7) mengemukakan bahwa spiritualitas membuka pintu untuk memperluas pemahaman kita tentang motivasi manusia dan tujuan kita, sebagai makhluk, mengejar dan berusaha untuk memuaskan diri. Pemaknaan pribadi dalam konteks kehidupan setelah mati dalam pernyataan Piedmont bisa diartikan bahwa survivor remaja mulai mempertanyakan kefanaan diri yang kemudian semakin memberikan pemahaman pada diri tentang keyakinan terhadap Tuhan, tujuan hidup, dan motivasi serta memilih sikap dalam hidup. Karena, remaja mengalami tugas perkembangan berpikir abstrak dan mempertanyakan kembali terhadap dogma-dogma yang diterima semasa kecil.

Islam menganjurkan agar kita sebagai manusia agar selalu introspeksi diri dengan mengamalkan ibadah penuh rasa gembira sebagai bukti adanya hubungan intim dengan Allah SWT, bersikap baik pada alam semesta dan memiliki hubungan baik dengan sesama manusia, kemudian sadar bahwa ada kehidupan lain setelah mati tetapi Islam juga tidak menganjurkan manusia untuk lupa diri terhadap pemaknaan asal, tujuan hidup, dan nasib, yang menyebabkan lupa bersyukur. Sebagaimana firman Allah:

(24)

Artinya:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

(QS.Asy-Sura’:52, Al Qur’an Mushaf Aisyah, 2010)

Ayat di atas menegaskan bahwa ruh ditafsirkan para ulama’ sebagai wahyu.yang mana spiritualitas itu diberikan oleh Allah untuk memahami segala sesuatu yang dikandung Al Qur’an (wahyu), memantapkan keimanan dan menjadi cahaya petunjuk jalan. (Aman, 2013:26)

Artinya :

“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan

(25)

orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am:122, Al Qur;an

Mushaf Aisyah, 2010)

Ayat tersebut menegaskan bahwa orang mati yang dimaksudkan adalah orang yang hidup dalam kegelapan, jauh dari cahaya Allah. Hadirnya ruh di hadapan Allah memang sesuatu yang tidak mungkin, karena ruh memang dari Allah dan ditiupkan langsung oleh Allah. Ruh bisa menghadap kepada Allah, kalau pikiran seseorang bisa lepas dari pengaruh fisik dan dunia. Pada saat itulah, seseorang mencapa kehusyukkan yang luar biasa. Dan itu disebut dengan mi’raj. (Aman, 2013:29)

Manusia diciptakan di dunia ini bertujuan untuk beribadah pada-Nya. Sehingga, harus selalu bersama Tuhan dan menerapkan akhlak Tuhan. Menurut Aman (2013), sebagaimana diperlihatkan dengan usaha, sikap atau perilaku yakni menemukan kekuatan yang Maha Besar, merasakan kenikmatan ibadah, menemukan nilai keabadian, menemukan makna dan keindahan hidup, membangun keharmonisan dan keselarasan diri dengan alam, menghadirkan intuisi dan menemukan hakikat atau kebenaran yang tersembunyi, menemukan pemahaman yang menyeluruh sehingga lahir keridhaan dan keikhlasan, dan mengakses hal-hal yang masih ghaib.

(26)

2. Tingkat Resiliensi Survivor Remaja Pasca Bencana Erupsi Gunung

Kelud

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 40 survivor remaja di desa Pandansari,Ngantang-Malang, dapat diketahui bahwa survivor remaja di desa Pandansari,Ngantang-Malang mempunyai tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang tinggi. Dari 40 survivor remaja yang dijadikan sampel penelitian, diketahui 85% atau 34 survivor remaja mempunyai tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang tinggi, dan ada 15% atau 6 survivor remaja mempunyai tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang sedang. Sedangkan, pada kriteria rendah 0%, artinya tidak ada survivor remaja mempunyai tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang rendah.

Tingginya tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud pada

survivor remaja dipengaruhi oleh pembentukan kepercayaan yang mana

bagaimana lingkungan mengembangkan rasa percaya sepenuhnya pada

survivor remaja terhadap orang lain mengenai hidupnya, kebutuhan dan

perasaannya, serta pada diri sendiri terhadap kemampuan, tindakan dan masa depannya. Kemudian dorongan untuk mandiri (otonomi), yang mana survivor remaja menyadari akan pentingnya kemandirian karena mulai sadar bahwa sebenarnya dia terpisah dan berbeda dari lingkungan tempatnya tumbuh yang nanti akan membentuk kekuatan pada mereka sehingga menentukan tindakan selanjutnya. Setelah itu, adanya inisiatif menumbuhkan minat survivor remaja dan masuk ke dalam bagian kelompok tertentu, mengembangkan

(27)

keterampilan-keterampilan sosial yang berkaitan dengan aktifitas dirinya ketika di rumah, sekolah, dan bersosialisasi dengan teman sebaya, munculnya perasaan bangga dengan prestasi yang dicapai, dan mampu memecahkan masalah sendiri (industri). Serta terbentuknya identitas yang berkaitan dengan pengembangan pemahaman survivor remaja akan dirinya sendiri, baik mengenal fisik dan memahami psikologisnya.

Menurut Grotberg, kualitas resiliensi tidak sama pada setiap orang, sebab kualitas resiliensi seseorang sangat ditentukan oleh salah satunya intensitas seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang tidak menyenangkan, serta seberapa besar dukungan sosial dalam pembentukan resiliensi seseorang tersebut. Ada beberapa sebab terjadinya suatu hal pada anak-anak dan orang dewasa menghadapi dan mengatasi kesengsaraan hidup mereka berdasarkan fakta bahwa kenyataan mereka menyarankan mereka akan dihadapkan pada kemalangan. Inilah beberapa pengalaman realita orang-orang yang pernah alami. Dari hasil penelitian peneliti lebih melihat gejala psikologis remaja korban bencana dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan (pasca erupsi gunung Kelud) yang menonjol pada

survivor remaja, yang ditunjukkan bahwa remaja korban bencana mampu

memecahkan masalah sendiri dan memiliki keterampilan sosial misalnya berkomunikasi dengan orang lain, dan memiliki hubungan terpercaya di luar lingkungan keluarga.

Dalam penelitian menunjukkan bahwa paling banyak survivor remaja di desa Pandansari, Ngantang-Malang memiliki tingkat resiliensi pasca

(28)

bencana erupsi gunung Kelud yang tinggi sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa survivor remaja di desa Pandansari, Ngantang-Malang memiliki daya lentur dan keinginan untuk bangkit dari kondisi tidak menyenangkan yang tinggi pasca bencana erupsi gunung Kelud.

Pada umumnya, survivor remaja rentan terkena permasalahan psikologis dan labil emosinya pasca bencana alam yang dialami, hal tersebut kelihatan pada hasil penelitian ini hanya sesaat saja, selepas sebulan pasca bencana alam yang terjadi, survivor remaja mulai bangkit kembali. Karena,

survivor remaja di desa Pandansari, Ngantang-Malang memiliki resiliensi

yang tinggi.

Dalam pandangan Islam bahwa setiap manusia pasti akan diberikan cobaan oleh Allah SWT untuk menguji kekuatan diri dan ketahanannya ketika menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan. Senjata menghadapi hal itu dengan bersabar dan bertawakkal, serta terus berikhtiar untuk bangkit dan menjadi lebih baik lagi. Bencana merupakan kehendak Allah SWT sebagai salah satu media muhasabah diri dan melatih kesabaran. Sebagaimana firman-Nya:

Artinya:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu

dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira

(29)

kepada orang-orang yang sabar.” (QS.

Al-Baqarah:155, Al Qur;an Mushaf Aisyah, 2010)

Dari ayat di atas menegaskan bahwa dibalik kondisi yang tidak menyenangkan misalnya erupsi gunung Kelud merupakan kehendak Allah dan dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Agar manusia mengingat kembali pada tujuan awal hidup, kekuasaan Tuhan, menambah keyakinan bahwa ada kehidupan setelah mati, tetap mampu bangkit dan berubah menjadi lebih baik lagi.

3. Hubungan Spiritualitas dengan Resiliensi Survivor Remaja Pasca Bencana Erupsi Gunung Kelud

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara spiritualitas dengan resiliensi survivor remaja pasca bencana erupsi gunung Kelud di Desa Pandansari, Ngantang-Malang. Para survivor remaja memiliki tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud yang tinggi karena, didukung oleh tingkat spiritualitas yang tinggi pula.

Peristiwa bencana erupsi telah menambah atau paling tidak memunculkan kembali nilai-nilai spiritualitas para penyintas. Penyerahan diri secara total kepada Tuhan menjadi sumber kekuatan yang besar bagi para penyintas untuk bangkit tidak terlarut dalam kesedihan, trauma, dan stress yang menjurus ke arah depresi. (Faturrochman, 2012:180)

Adanya tingkat spiritualitas survivor remaja yang tinggi terdiri dari beberapa aspek yaitu pengamalan ibadah, universalitas atau hubungan diri

(30)

sendiri dengan alam semesta, dan keterkaitan diri dengan realitas antar-generasi dan masa serta komitmen menjaga hubungan interpersonal dengan oranglain. Hal ini telah dimiliki oleh sebagian besar survivor remaja. Dalam tahap perkembangan spiritual remaja, sebenarnya survivor remaja belum menyadari akan pentingnya memiliki spiritualitas yang baik bagi kehidupan, karena lebih banyak dipengaruhi oleh teman sebaya dan masa perkembangannya masih mempertanyakan segala dogma yang diterima sejak kecil, disebabkan mulai mampu berpikir abstrak dan secara mendalam. Menurut Piaget (121) memandang perkembangan masa remaja secara gamblang dalam Hurlock (1980) yaitu :

“Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di masa anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam rangkaian yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.”

Dalam posisi tersebut, survivor remaja berada pada kebimbangan terhadap keyakinannya selama ini. Akan tetapi, melihat perkembangan spiritual remaja di pedesaan yang berbeda karena tetap menjaga pemahaman

(31)

agama disebabkan lingkungan tempat yang ia tinggali mengkondisikan dalam mempertahankan pemahaman dan tradisi agama yang ada, jadi survivor remaja mau tidak mau tetap mengikuti norma yang dijalankan di lingkungannya.. Selain itu, survivor remaja dalam menjalankan mulai dengan perasaan sukarela dan bahagia dengan ditunjukkan intensitas melibatkan diri dalam menjalankan ibadah walaupun tidak sesering saat mereka masih kanak-kanak, perasaan memiliki kekuatan diri setelah beribadah juga mulai dirasakan, hanya saja perlu adanya peningkatan intensitas hubungan vertikal melalui kesadaran transendental. Kemudian, universalitas atau keterikatan diri dengan alam semesta dengan memaknai tujuan hidup, bertanggungjawab menjaga alam semesta, dan kesadaran akan kematian juga masih butuh proses pemahaman lagi. Dan, survivor remaja masih perlu meyakinkan diri sendiri tentang keterkaitan dirinya sendiri dengan generasi dan kelompok tertentu, dan meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal.

Gambaran yang mencerminkan perilaku pasca bencana erupsi gunung Kelud, beberapa remaja korban bencana laki-laki sepulang sekolah bahkan setiap hari Minggu banyak yang turun ke sungai Sambong untuk mencari

plonto (batu berukuran sedang). Mereka kebanyakan meniru orangtua atau

teman sebaya mencari sumber penghasilan lain pasca erupsi gunung Kelud karena kontur lahan pertanian yang dikelola orangtua mereka belum pulih. Sedangkan, ketika di malam hari, banyak yang begadang di dekat balai dusun sembari merokok, atau mencari hiburan dengan menonton atraksi jaran kepang hingga dini hari. Sedangkan, bagi remaja perempuan menjalani

(32)

aktifitas seperti biasa dan berbeda di setiap dusun. Di dusun Plumbang masih banyak yang melanjutkan sekolah, di Klangon, Pait, Bales dan Sedawun sudah banyak yang menjadi ibu rumahtangga dan bekerja di luar desa, di Kutut banyak yang menjadi buruh ternak susu.

Hasil korelasi antara spiritualitas dengan resiliensi survivor remaja pasca bencana erupsi gunung Kelud menunjukkan angka rxy = .603 dengan p = 0,000. Hal tersebut menyatakan bahwa hubungan antara keduanya adalah positif dan signifikan. Dikatakan positif karena hubungan antara kedua variabel linier atau searah, jadi jika variabel X-nya tinggi maka variabel Y-nya tinggi pula yang dalam hal ini jika diketahui tingkat spiritualitasY-nya tinggi atau baik maka tingkat resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud tinggi pula.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa spiritualitas mempunyai hubungan positif yang signifikan terhadap resiliensi pasca bencana erupsi gunung Kelud. Artinya, survivor remaja di desa Pandansari,Ngantang,Malang, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi sehingga mengakibatkan resiliensi yang tinggi pula.

Sebagaimana dijelaskan Piedmont, spiritualitas sebagai rangkaian karakteristik motivasional (motivational trait), kekuatan emosional umum yang mendorong, mengarahkan, dan memilih beragam tingkah laku individu. Jadi, jika survivor remaja hendak meningkatkan spiritualitasnya harus

(33)

termotivasi atau berasal dari motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik datang dari kemauan diri sendiri tanpa perlu diberikan stimulus eksternal terlebih dahulu. Spiritualitas yang matang akan mengantarkan seseorang bisa menempatkan diri pada tempat yang sesuai atau pas dan melakukan apa yang seharusnya dilaukan, serta mampu menemukan hal-hal yang ajaib. (Aman, 2013:25)

Maka, dapat peneliti katakan bahwa semakin tinggi atau kuat spiritualitas akan terwujud ke dalam cara berpikir, mengolah rasa, berperilaku melalui tindakan yang baik. Termasuk dalam kaitannya dengan kemampuan individu untuk berada di luar pemahaman dirinya akan waktu dan tempat, serta untuk melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas dan objektif akan semakin menambah kuatnya resiliensi pasca bencana erupsi Gunung Kelud.

Remaja dengan kebutuhan khusus memiliki ketertarikan yang sama sebagai remaja tanpa kebutuhan khusus. Mereka menginginkan berada di atas segalanya untuk diterima sebagai seseorang dan bukan sebagai sosok tak berdaya. Rasa harga diri orang-orang muda lebih dari sekedar perasaan yang baik atau rasa membanggakan diri; inilah hasil yang sedang diterima satu sama lain, dikenal sebagai orang yang baik, terhormat dan penuh kasih sayang. (Grotberg, 2004:7)

Pengalaman traumatis karena gunung meletus telah menggoncangkan dan melemahkan pertahanan individu dalam menghadapi tantangan dan

(34)

kesulitan hidup sehari-hari. Apalagi kondisi trauma, kondisi fisik dan mental, aspek kepribadian masing-masing survivor tidak sama. (Adami, 2006:2)

Sesuai dengan yang dikemukakan Wagnild (2011), walaupun dalam hidup manusia seringkali tidak memiliki kuasa atas kejadian yang terjadi pada dirinya seperti : kecelakaan, bencana alam, kriminalitas, hingga penyakit yang mengarah pada kematian, tetapi setiap individu dapat memilih bagaimana cara menghadapi kejadian tersebut. Kemampuan individu memilih untuk bangkit dan beradaptasi dengan kondisinya ini disebut resiliensi. (dalam Rosyani, C.Rizky.2012:5)

Bangsa ini tidak menghendaki kalau rakyat korban bencana terjebak dalam frustasi atau gangguan kejiwaan (mental disorder) akut akibat gagal memaknai penderitaan pasca bencana. (Mahpur&Habib, 2006:172-173)

Memiliki resiliensi begitu penting, karena hal itu merupakan kapasitas manusia untuk menghadapi, mengatasi dan menjadi lebih kuat atau mampu berubah atas kemalangan atau kesengsaraan dalam hidup. (Grotberg, 1995:3)

Senada dengan pendapat Corner yang mengatakan bahwa untuk mengatasi, stress, depresi, dan kecemasan dibutuhkan sikap resilien. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk tangguh (resilien) secara alami, tetapi hal tersebut harus dipelihara dan diasah. Jika tidak dipelihara, maka kemampuan tersebut akan hilang. (dalam Dewi dkk, 2004:103)

(35)

Faktor yang mempunyai pengaruh pada tinggi rendahnya tingkat resiliensi survivor remaja salah satunya spiritualitas, dalam hal ini survivor remaja memiliki spiritualitas yang tinggi.

Menurut Jackson (2004:15), remaja harus memiliki kemampuan untuk tetap positif memandang masa depan dan bersikap realistis dalam perencanaannya. (dalam Pasudewi, 2012:15)

Menurut Grotberg (2004:17), resiliensi dipandang pentingnya meningkatkan kesejahteraan anak-anak dan keluarga ketika seorang anak atau remaja memiliki kebutuhan spesial. Dengan menguji kebutuhan ayah sebagai pemberi perhatian, stres dalam pemberian perhatian, dan remaja dengan kebutuhan khusus, peran resiliensi dapat dipandang sebagai bagian kritis dalam mengatasi permasalahan yang lekat dalam sebuah anggota keluarga dengan kebutuhan khusus.

Resiliensi menjadi penting untuk dimiliki karena individu tidak dapat menghindari tantangan dan masalah, namun individu yang resilien dapat kembali berfungsi dengan baik setelah masalah berlalu. (dalam Sidabutar, 2011:3)

Grotberg (2004:12-13) menjelaskan tanda atau gejala pembentuk resiliensi dalam diri individu yang mampu beresilien berdasarkan hasil penelitiannya. Pertama, I HAVE representasi dari dukungan eksternal, ditandai dengan adanya kepercayaan penuh tanpa syarat dari anggota keluarga maupun di luar keluarga pada dirinya, membatasi perilakunya,

(36)

orang-orang yang mendukungnya menjadi independen, memiliki panutan yang baik, akses kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial dan keamanan yang dibutuhkannya, dan keseimbangan dalam keluarga dan komunitas. Kedua, I AM merupakan representasi kekuatan internal dalam diri individu, yang ditandai dengan menjadi seseorang yang disukai oranglain, secara umum tetap tenang dan alami, peraih prestasi yang merencanakan masa depan, seseorang yang hormat dengan diri sendiri dan oranglain, empati dan peduli satu sama lain, bertanggungjawab atas perilaku diri sendiri dan menerima segala konsekuensi, percaya diri, optimis, dapat diandalkan, dengan keyakinan agama. Ketiga, I CAN, merupakan representasi kemampuan interpersonal dan penyelesaian masalah yang ditandai dengan melahirkan ide-ide baru atau cara untuk melakukan segala hal, tuntas dalam menyelesaikan tugas, humoris dalam hidup dan menggunakannya untuk mengurangi ketegangan, kecepatan berpikir dan perasaan dalam berkomunikasi dengan oranglain, menyelesaikan masalah dalam beberapa segi seperti akademik, hubungan pekerjaan, pribadi dan sosial. Mengatur perilaku diri meliputi perasaan, gerak, tindakan. Dan meminta pertolongan saat dibutuhkan.

Pada dasarnya, seperti yang dikemukakan Grotberg (2001) tentang sumber-sumber resiliensi salah satunya ialah I AM, yang mana merupakan pengembangan kekuatan batin mencakup intensitas beribadah yang lebih sering sehingga menunjukkan religiusitas yang tinggi. (Pasudewi, 2012:19)

(37)

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ajaran Islam bahwasannya setiap individu memiliki daya lentur (resiliensi) ketika menghadapi permasalahan atau kondisi yang tidak menyenangkan. Seperti dalam firman Allah SWT sebagai berikut:

Artinya :

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu

mengikutinya secara bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra;du:11, Al Qur’an Mushaf Aisyah)

Ayat tersebut menegaskan bahwa dengan mendekatkan diri pada Allah SWT dan sadar akan hikmah permasalahan hidup, maka Allah SWT akan mengubah nasib nya. Jadi, ketika mengalami bencana alam tidak serta merta menganggap hidup tidak ada artinya lagi, mencoba melihat lingkungan sekitar dan keluarga maka akan semakin yakin pada takdir-Nya.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan dengan alat ukur kecepatan aliran yang mengukur dua arah kecepatan secara simultan. •  Nigata, 1964, mengembangkan alat ukur arus magnetis dua

Penelitian pertama diawali dengan pengumpulan data berdasarkan pelaksanaan observasi pada hari kamis tanggal 25 April 2013, terhadap proses belajar mengajar dengan memerankan isi

Ketika melakukan observasi data yang didapatkan dari berbagai cara, yakni : (1) observasi agar mengetahui perilaku dan aktivitas peserta didik selama proses belajar

Mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank dilakukan dalam hal pembuatan peraturan dan pengawasan

Ditimbang sebanyak 1 .6 gram contoh yang telah dipipet kedalam elektroda dari alat bom kalorimeter. pada kedua elektroda dipasang kawat nikel crom. Selanjutnya dipasang benang

Sifat penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri selain dipengaruhi oleh muatan positif dari logam Ag juga dipengaruhi oleh gugus amonium kuarterner dari kitosan yang

Dalam hal ini negera dengan basis maritim sangat dianjurkan untuk memiliki angakatan kapal perang, basis militer yang kuat, yang berfungsi menjaga kepentingan

Terjadi interaksi antara strategi pembelajaran dengan Minat berwirausaha dalam mempengaruhi hasil belajar Menjahit dengan mesin, hal ini terbukti dari hasil