• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

ANTARA BANK DAN NASABAH

3.1 UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA BANK DAN NASABAH

Pada dasarnya tidak ada seorangpun yang menghendaki terjadinya sengketa atau perselisihan dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau dalam suatu perjanjian, masing-masing pihak harus mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi setiap saat di kemudian hari. Begitu pula dalam hubungan antara bank dengan nasabah, dimana potensi konflik sangat mungkin terjadi dengan beraneka ragamnya produk-produk perbankan dan jasa perbankan.

Bank dengan fungsi utamanya untuk melakukan penghimpunan dana masyarakat, menggunakan berbagai macam janji untuk menawarkan produknya agar masyarakat tertarik sehingga mau menyimpan dananya di bank tersebut. Iming-iming berupa bunga tabungan yang tinggi, hadiah-hadiah yang menarik serta berbagai kemudahan lainnya membuat masyarakat memilih untuk memilih suatu bank, bahkan terkadang tanpa meneliti kredibilitas bank tersebut. Nilai yang berkembang di masyarakat untuk menilai kredibilitas bank saat ini sudah mulai bergeser, dimana tadinya bank dijadikan tempat yang aman dalam menyimpan uang, saat ini bergeser pada bank yang mana dapat

(2)

memberikan bunga yang cukup tinggi, hadiah-hadiah serta kemudahan lainnya.

Sengketa antara nasabah dan bank terjadi biasanya karena kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai prosedur atau aturan produk perbankan yang ditawarkan oleh pihak bank. Kurangnya sosialisasi ini bisa disebabkan karena tenaga customer service atau temaga pemasaran di bank tersebut kurang detail dalam menjelaskan produk perbankan kepada calon nasabah, sehingga akhirnya nasabah tidak puas terhadap layanan bank.

Hal ini terjadi karena kompleksnya peraturan perbankan yang tidak sepenuhnya melindungi kepentingan nasabah. Adanya klausula baku dalam perjanjian bank merupakan salah satu hal yang sangat mungkin menimbulkan keluhan dari nasabah. Misalnya saat akan membuka rekening tabungan, calon nasabah sudah disodori formulir perjanjian standar yang tinggal ditandatangani. Apabila calon nasabah membaca perjanjian standar tersebut dan tidak setuju dengan klausula perjanjian tersebut, maka nasabah tidak mempunyai pilihan lain selain menerima secara sepihak formulir tersebut untuk bisa menjadi nasabah di bank tersebut. Dapat dilihat dari uraian diatas bahwa antara nasabah dan bank tidak berada dalam posisi yang seimbang.

Ketidakseimbangan posisi antara nasabah dengan bank menimbulkan banyak terjadi keluhan dari pihak nasabah atas produk dan pelayanan jasa bank. Keluhan yang tidak segera ditanggapi oleh pihak bank pada akhirnya bisa menjadi suatu sengketa. Ketidakpuasan nasabah terhadap bank biasanya dituangkan dalam “surat pembaca” yaitu rubrik dalam surat kabar yang beredar secara nasional. Cara ini dirasa cukup ampuh untuk menarik perhatian bank agar mau menyelesaikan sengketa dengan nasabah. Untuk menghindari publikasi buruk yang nantinya akan

(3)

dapat merusak citra bank tersebut, maka Bank Indonesia mewajibkan bank untuk menyelesaikan pengaduan lisan yang diterimanya dalam waktu dua hari kerja dan pengaduan tertulis paling lambat 20 hari kerja terhitung setelah tanggal penerimaan pengaduan.

Apabila dengan cara pengaduan nasabah secara internal dengan pihak bank tetap tidak didapatkan solusi yang baik bagi nasabah, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh nasabah untuk menyelesaikan sengketanya dengan pihak bank yaitu dengan melalui proses litigasi dan non litigasi.

3.1.1 Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi

Litigasi adalah pilihan penyelesaian sengketa dimana pihak yang memberi keputusan atas sengketa tersebut adalah pihak ketiga diluar para pihak yang bersengketa. Termasuk dalam proses litigasi adalah lembaga peradilan dan lembaga arbitrase.

Metode penyelesaian sengketa yang paling konvensional adalah melalui proses pengadilan. Pengadilan merupakan lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili, yaitu menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan ketentuan undang-undang yang berlaku. Adapun kelemahan dari sistem peradilan ini yaitu:

a. Waktu

Proses persidangan yang berlarut-larut atau terlalu lama dan kesulitan untuk mendapatkan suatu putusan yang benar-benar final dan mengikat para pihak (karena ‘hak’ para pihak untuk mengajukan banding, kasasi, peninjauan kembali, dll membuat pengadilan ini bertele-tele). Waktu tidak bisa dikontrol oleh para pihak.

(4)

b. biaya mahal

Biaya pengadilan yang tidak murah diakibatkan sistem peradilan yang memiliki prosedur yang bertingkat-tingkat. Mahalnya biaya tersebut ditambah dengan biaya pengacara dan biaya-biaya ‘informal’ yang disebabkan oleh KKN dalam sistem peradilan.

c. Adversary

Proses beracara dalam pengadilan memaksa para pihak untuk saling menyerang.

d. Prosedur yang ketat.

Dengan adanya prosedur yang rigid kadangkala menghilangkan keleluasaan para pihak untuk mencari inovasi alternatif penyelesaian sengketa. Seringkali kepentingan sebenarnya dari pihak yang bersengketa tidak tercermin dalam gugatan.tuntutan yang diajukan.

e. Lawyer Oriented

Karena sistem prosedur yang kompleks dalam peradilan, maka hanya pihak yang mempunyai keahlian saja yang dapat beracara di pengadilan.

f. Win-Lose Situation

Sistem peradilan didasarkan pada nilai benar atau salah. g. Hubungan Putus

Dengan adanya win-lose situation maka untuk kasus perdata atau bisnis biasanya hubungan para pihak menjadi putus.

h. Memicu konflik baru

Sedangkan arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan, berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak, dan dilakukan oleh arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan.

(5)

3.1.2 Penyelesaian Sengketa Melalui Non Litigasi

Penyelesaian sengketa melalui cara non litigasi dimaksudkan bahwa pihak yang mengambil keputusan dalam sengketa tersebut adalah pihak-pihak yang bersengketa itu sendiri. Yang termasuk didalam proses non litigasi adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi. Dalam penulisan tesis ini akan dibahas secara lebih detail mengenai mediasi saja.

Dibawah ini akan dibuat suatu perbandingan mengenai kelebihan dan kekurangan pilihan penyelesaian sengketa melalui Mediasi, Arbitrase dan Pengadilan.

Kelebihan Kekurangan

Mediasi • Kerahasiaan para

pihak terjaga • Bersifat sukarela • Resiko rendah • Fleksibel • Kreatif

• Proses cepat dan biaya murah • Proses mediasi tidak dapat dipaksakan • Hasil mediasi tidak mengikat Arbitrase • Kerahasiaan terjaga • Dapat memilih arbiter • Dapat menentukan pilihan hukum • Putusan mengikat • Sulit dalam melakukan upaya eksekusi • Biaya tidak murah

(6)

para pihak • Proses cepat

Pengadilan • Eksekusi putusan terjamin • Keputusan menimbulkan kekalahan di satu pihak • Rahasia para pihak tidak terjaga • Waktu penyelesaian panjang • Biaya besar

3.2 MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang mulai banyak dipakai dewasa ini. Mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang disebut mediator. Peranan pihak ketiga tersebut adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak mengidentifikasi masalah-masalah yang yang disengketakan dan mengembangkan sebuah proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

(7)

Black’s Law Dictionary memberikan pengertian mediasi sebagai berikut 14:

“A method of non binding dispute resolution involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agreeable solution”.

Priyatna Abdulrasyid menyatakan bahwa mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (yaitu seseorang yang mengatur pertemuan antara dua pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar akan tetapi efektif dan dapat diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela 15. Menurutnya, esensi dari

mediasi adalah adanya sikap yang tunduk dan patuh serta percaya terhadap pihak yang ditunjuk sebagai mediator yang dapat menyelesaikan masalah sengketa dan kerelaan dari para pihak yang bersengketa tersebut untuk menerima hasil penyelesaian melalui proses mediasi sebagai sebuah kesepakatan yang harus ditaati.

Di kesempatan lain, Joni Emirzon memberi definisi bahwa mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan kesepakatan bersama melalui seorang mediator yang versikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak, tetapi hanya sebagai fasilitator yang menunjang untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat16.

14 Bryan Garner, Black’s Law Dictionary, West Group, Seventh Edition, St. Paul,

1996, page 996.

15 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa – Suatu

Pengantar, Penerbit: PT. Fikahati Ereska-BANI, Jakarta, 2002, hal 34.

16 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase), Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal 45.

(8)

Halley mendefinisikan mediasi sebagai berikut17:

“ A short term structured task oriented, partipatory invention process, dosputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”

Dari definisi-definisi yang telah disebutkan diatas memperlihatkan bahwa mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

• Penyelesaian sengketa secara sukarela.

• Proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan. • Ada pihak ketiga yang bersifat netral (mediator).

• Mediator dapat diterima oleh para pihak.

• Mediator bertugas untuk membantu mencari penyelesaian yang memuaskan bagi para pihak.

• Mediator tidak berwenang untuk membuat keputusan.

Mediator adalah pihak ketiga yang netral dan bertindak sebagai penengah dalam penyelesaian sengketa antara para pihak. Dalam kaitannya dengan fungsi seorang mediator, Ramsey Fuller menyebutkan setidaknya ada 7 (tujuh) fungsi mediator yaitu18:

1. Catalyst, yaitu sebagai pendorong suasana yang konstruktif dalam perundingan.

2. Educator, yaitu mediator harus dapat menguasai dinamika perbedaan diantara para pihak.

3. Translator, yaitu mediator berfungsi sebagai penyambung lidah diantara para pihak.

4. Resource person, yaitu mediator dapat bertindak sebagai narasumber.

17 Nollan Halley and M. Jaqueline, Alternative Dispute Resolution, St. Paul: West

Publishing, 1992, page 56.

(9)

5. Bearer of bad news, yaitu mediator sebagai penamung berbagai usulan dari para pihak.

6. Agent of reality, yaitu seorang mediator harus dapat memberikan pengertian yang realistis kepada para pihak.

7. Scape goat, yaitu seorang mediator harus siap dipersalahkan oleh para pihak

Selain fungsi dari mediator yang telah dijelaskan diatas, maka mediator juga dapat dibedakan kedalam beberapa tipe. Christhoper Moore membedakan mediator kedalam 3 tipe yaitu:

1. Social Network Mediators

Mediator ini dapat berperan dalam sebuah sengketa karena adanya hubungan sosial antara mediator dengan para pihak yang bersengketa. Misalnya, sengketa antar teman dalam satu perkumpulan yang dimediasi oleh teman dari perkumpulan yang sama.

2. Autoritative Mediators

Mereka yang memiliki otoritas yang kuat untuk menyelesaikan suatu sengketa, termasuk mempengaruhi hasil akhir dari mediasi. Namun tipe ini jarang digunakan karena tujuan dari proses mediasi adalah agar hasil penyelesaian terbaik dari suatu sengketa harus diupayakan oleh para pihak yang bersengketa itu sendiri.

a. Benovalent

Berciri: memiliki atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak, mencari penyelesaian yang baik bagi para pihak, tidak memihak dalam substansi dan mampu memantau pelaksanaan kesepakatan. b. Administrative Managerial Mediators

Berciri: memiliki hubungan otoritatif dengan para pihak, baik sebelum maupun setelah sengketa berakhir, mencari penyelesaian bersama dengan para pihak, berwenang memberi saran dan membuat keputusan, mampu memantau pelaksanaan kesepakatan.

(10)

c. Vested Interest

Berciri: memiliki atau akan memiliki hubungan dengan para pihak, sangat berkepentingan dengan hasil akhir mediasi, mencari penyelesaian yang dapat memenuhi kepentingannya atau kepentingan pihak yang disukainya, dapat menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakatan.

3. Independent Mediators

Ialah mediator yang dapat menjaga jarak baik terhadap para pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi.

3.3 MANFAAT PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI

Dalam konteks persaingan global sekarang ini, pelaku usaha dan masyarakat membutuhkan sarana alternatif penyelesaian sengketa yang efisien, cepat, murah namun tetap efektif. Bentuk sengketa yang semakin kompleks dan melintasi batas negara membuat semakin dibutuhkannya suatu penyelesaian sengketa yang mampu membahas agenda permasalahan yang lebih luas, komprehensif dan luwes. Dengan demikian penyelesaian sengketa bisnis dapat dijalankan dengan bentuk perlindungan yang lengkap dan tuntas. Untuk itu dibutuhkan metode penyelesaian yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat saat ini terlihat bahwa mediasi sudah menjadi media masyarakat untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang dialaminya. Hal ini dapat diketahui dengan banyak berdirinya lembaga-lembaga yang menyediakan jasa mediasi, misalnya Pusat Mediasi

(11)

Nasional (PMN) dan IICT. Selain itu juga dapat dilihat dengan adanya lembaga-lembaga arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa seperti pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), BMAI.

Pemanfaatan mediasi adalah sebagai berikut 19:

1. Penyelesaian sengketa dilakukan melalui pendekatan nurani

Para pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum dan menekankan pada nurani dan moral. Disamping itu para pihak pendekatannya lebih membangun persamaan persepsi yang saling menguntungkan daripada doktrin dan asas pembuktian.

2. Para pihak terlibat aktif dalam proses mencapai kesepakatan

Penyelesaian sengketa tidak diserahkan kepada mediator tetapi oleh para pihak itu sendiri sesuai dengan kemauan mereka, karena merekalah yang lebih tahu masalah yang dipersengketakan. Mediator hanyalah berperan sebagai fasilitator dalam proses menuju penyelesaian sengketa tersebut.

3. Waktu peyelesaian sengketa relatif pendek

Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi umumnya pendek, berkisar antara 2 (dua) sampai dengan 6 (enam) minggu

4. Biaya murah

Biaya penyelesaian sengketa relatif murah, terutama apabila dibandingkan dengan biaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan arbitrase.

5. Aturan pembuktian tidak perlu

Dalam proses perundingan tidak ada pertarungan sengit antara para pihak untuk saling menjatuhkan pihak lawan melalui pembuktian yang formal seperti yang terdapat dalam proses pengadilan

19 Husein Umar, Makalah Dalam Seminar Alternatif Penyelesaian Sengketa:

Mencermati Pemberdayaan Lembaga Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Era Global, Pusat Mediasi Nasional (PMN), Jakarta, 2002, hal. 8.

(12)

6. Rahasia terjaga

Penyelesaian sengketa melalui mediasi bersifat rahasia dan tertutup untuk umum, sehingga yang mengetahui perihal permasalahan yang bersangkutan hanyalah kedua belah pihak yang bersengketa dan mediator saja.

7. Hubungan baik para pihak tetap terjaga

Penyelesaian sengketa menggunakan pendekatan nurani dan moral sehingga hubungan baik para pihak dapat terjaga.

8. Para pihak bebas menentukan batasan substansi dan materi

Sebelum melakukan perundingan yang dibantu oleh seorang mediator, para pihak bebas untuk menentukan batasan substansi dan materi yang akan dicari penyelesaiannya.

9. Hasil yang dituju sama-sama menang

Hasil penyelesaian sengketa yang diharapkan oleh para pihak adalah sama menang atau win-win solution. Hal tersebut dapat dicapai karena para pihak menjauhkan diri dari sifat egois dan mau menang sendiri. 10. Bebas emosi dan dendam

Keinginan para pihak untuk memilih penyelesaian sengketa secara damai dengan melibatkan mediator sebagai penegah dapat meredam sifat emosional tinggi dari masing-masing pihak yang bersengketa. Sehingga perundingan berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang cukup efektif untuk diterapkan. Namun demikian, walaupun proses penyelesaian sengketa mempunyai banyak manfaat dan kelebihan, ada juga kelemahan dari proses ini yaitu seberapa jauh kesepakan hasil tersebut dapat dilaksanakan dan sulit untuk mempertemukan kehendak para pihak

(13)

terutama jika salah satu bertahan terhadap kepentingannya 20. Bagi

sebagian pelaku usaha, alasan dan manfaat memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa adalah karena sifatnya yang sederhana dan proses penyelesaiannya yang relatif cepat serta bersifat rahasia, yaitu tidak ada publikasi dalam proses penyelesaiannya.

3.4 PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI MEDIASI PERBANKAN

Penyelesaian sengketa bertujuan untuk mencapai kesepakatan damai antara pihak yang bersengketa. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan dalam mencapai perdamaian tersebut, tetapi dalam prakteknya sering ditemui hambatan, mulai dari proses hingga pengambilkeputusan dalam penyelesaian sengketa tersebut. Begitu pula dengan sengketa antara nasabah dengan bank, sehingga Bank Indonesia menyadari perlu adanya langkah terobosan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan secara sederhana, cepat dan murah.

Berbekal semangat yang tertuang dalam API tentang pemberdayaan nasabah, Bank Indonesia menyadari bahwa hasil penyelesaian pengaduan nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan ini dapat menimbulkan sengketa bila tidak dicari solusinya sehingga nasabah menjadi jera dan tidak mau menjadi nasabah pada bank tersebut. Pada akhirnya kondisi ini akan menimbulkan citra negatif terhadap bank tersebut dan akan menurunkan tingkat

20 Husein Umar, Artikel: Beberapa Catatan Tentang Latar Belakang dan Prinsip

Dasar Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, dalam buku Proceeding Lokakarya Arbitrase dan Mediasi, Penerbit: Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) dan Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2002, hal. 72.

(14)

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan secara keseluruhan.

Berbagai cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan seperti melalui negosiasi, arbitrase dan lain-lain seperti yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 atau dapat juga melalui pengadilan. Tapi sulitnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan ataupun arbitrase yang membutuhkan waktu yang panjang dan prosesnya yang berbelit-belit, sehingga Bank Indonesia mengupayakan suatu penyelesaian sengketa yang dapat dilaksanakan dengan proses sederhana, murah dan cepat melalui lembaga mediasi perbankan. Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar hak-hak nasabah sebagai pemakai jasa perbankan dapat terpenuhi dengan baik. Diharapkan dengan adanya Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini akan tercipta iklim perbankan yang semakin kondusif.

Pelaksanaan mediasi perbankan di Indonesia didasarkan atas adanya banyak keluhan masyarakat dan ketidakpuasan atas pelayanan dari bank. Bank adalah lembaga keuangan yang bergantung pada kepercayaan masyarakat, sehingga ketidakpuasan masyarakat bisa menimbulkan efek buruk terhadap citra bank dan kredibilitas bank tersebut. Apabila citra bank sudah dicap tidak bagus oleh masyarakat, maka akan mengganggu kredibilitas bank tersebut sehingga masyarakat sebagai nasabah bank bisa tidak menyalurkan uangnya ke bank itu lagi.

Mediasi perbankan adalah cara yang diambil oleh nasabah apabila pengaduannya tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak bank, dan belum mendapatkan solusi terbaik bagi permasalahannya. Sebagai langkah pertama dari penyelesaian sengketa, terlebih dahulu keluhan dari nasabah itu harus bisa dilaporkan ke bank yang bersangkutan untuk diproses melalui mekanisme pengaduan nasabah

(15)

yang ada di setiap bank. Bank indonesia mengatur tentang pengaduan nasabah ini dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005. Apabila melalui mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah ini tidak membawa hasil positif atau dengan kata lain nasabah tidak puas maka bisa dilakukan proses lainnya. Antara lain proses yang bisa ditempuh oleh nasabah adalah melalui pengadilan atau mediasi perbankan.

Biasanya nasabah cenderung melakukan mediasi perbankan karena biayanya murah dan proses penyelesaian yang relatif cepat. Selain itu syarat dari proses mediasi perbankan itu sendiri bahwa sengketa keperdataan yang dapat diajukan ke mediasi perbankan mempunyai limit tuntutan finansial dibawah 500 juta rupiah, sehingga cara mediasi ini sangat membantu nasabah kecil.

Yang dimaksud dengan mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Bantuan yang diberikan dilakukan dengan cara memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar serta memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi ataupun putusan.

Proses beracara melalui mediasi perbankan tidak terlalu rumit dan berbelit-belit apabila dibandingkan dengan proses beracara pada pengadilan yang sudah terkenal dengan prosesnya yang membutuhkan waktu lama, berbelit-belit dan biaya mahal. Dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan, biaya dan waktu penyelesaian perkara diusahakan secepat dan semurah mungkin, tergantung dari para pihak itu sendiri. Apabila dengan itikad baik kedua belah pihak berniat untuk menyelesaikan permasalahan dengan baik dan tidak mengulur-ulur

(16)

waktu, maka tujuan dari pemilihan jalur mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa dapat tercapai.

Dasar hukum dari diterbitkannya PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan adalah :

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia

4. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternative Dispute Resolution.

5. Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.

3.5 TATA CARA DAN PROSES MEDIASI PERBANKAN BERDASARKAN PBI No. 8/5/PBI/2006

3.5.1 Tahap Pra Mediasi

Tahap awal dari proses mediasi perbankan dimulai dengan nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: ”Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi Perbankan dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah”. Pengajuan penyelesaian sengketa ini selalu berasal dari pihak nasabah dan bukan pihak bank. Hal ini dikarenakan nasabah adalah sebagai “konsumen” dari produk-produk atau jasa dari bank, sehingga yang sering terjadi adalah nasabah merasa tidak puas dengan pelayanan dan produk dari bank. Dalam hal

(17)

pengaduan ke bank atas ketidakpuasan nasabah, posisi nasabah berada dalam posisi yang tidak seimbang. Nasabah berada pada posisi penerima keputusan atas penyelesaian pengaduan nasabah yang dilakukan oleh bank.

Untuk dapat mengajukan suatu sengketa melalui mediasi perbankan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah antara lain, pertama, nasabah harus mengajukan secara tertulis keinginan untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui mediasi dengan cara mengisi Formulir Pengajuan Penyelesaian Sengketa yang tersedia pada bank-bank terdekat. Formulir ini ditujukan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP), Bank Indonesia disertai tembusan yang disampaikan kepada bank yang bersangkutan. Kedua, sengketa yang diajukan haruslah merupakan sengketa keperdataan. Ketiga, sebelum mengajukan penyelesaian sengketa melalui mediasi, nasabah harus terlebih dahulu menyelesaikan permasalahannya dengan bank yang bersangkutan melalui proses pengaduan nasabah. Upaya pengajuan penyelesaian kepada bank dibuktikan dengan bukti penerimaan pengaduan dan atau surat hasil penyelesaian pengaduan yang dikeluarkan bank.

Hal-hal yang harus diperhatikan menyangkut persyaratan pengajuan sengketa diatur secara lengkap dalam pasal 8 yaitu : Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Diajukan secara tertulis dengan disertai disertai dokumen pendukung yang memadai;

2. Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank;

(18)

3. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya;

4. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan; 5. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam

mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia; 6. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam

puluh) hari sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah.

Adapun dokumen yang harus disertakan pada saat mengajukan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan sesuai dengan pasal 8 adalah sebagai berikut :

1. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah.

2. Fotokopi bukti identitas yang masih berlaku.

3. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

4. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan.

5. Fotokopi surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa dikuasakan.

Dokumen pendukung adalah surat-surat yang berhubungan dengan permasalahan atau sengketa dan dapat dipakai sebagai bukti pendukung dalam rangka penyelesaian sengketa. Yang

(19)

dimaksud dengan dokumen pendukung antara lain adalah bukti transaksi keuangan yang dilakukan Nasabah.

Batas waktu untuk pengajuan penyelesaian sengketa yang diatur dalam pasal 8 adalah tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah disampaikan oleh bank kepada nasabah sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos. Sebagai contoh: apabila tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari bank kepada nasabah adalah pada tanggal 5 Juni 2007, maka pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan dilakukan paling lambat pada tanggal 30 Agustus 2007.

Selanjutnya, setelah Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan menerima pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah kemudian Bank Indonesia memanggil bank yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi mengenai pokok permasalahan yang dilaporkan oleh nasabah. Hal ini sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yaitu : “Dalam hal nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian kepada Bank Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia”. Tujuan dari pemanggilan ini adalah untuk meminta informasi mengenai permasalahan yang diajukan oleh nasabah dan upaya-upaya penyelesaian sengketa apa saja yang dilakukan oleh bank. Setelah mengetahui pokok permasalahan dan tidak ada titik temu dalam proses pengaduan nasabah tersebut, kemudian Bank Indonesia memanggil kedua belah pihak untuk menjelaskan tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan. Apabila kedua

(20)

belah pihak sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai upaya penyelesaian sengketa, maka kedua pihak wajib menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate). Adapun isi dari perjanjian mediasi ini disebutkan dalam pasal 9 ayat (1) yaitu: Proses Mediasi dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate) yang memuat:

a. Kesepakatan untuk memilih Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan

b. Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan Mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Kemudian dalam hal perjanjian Mediasi telah ditandatangani, maka bank dan nasabah atau perwakilan nasabah wajib untuk mengikuti dan mentaati perjanjian tersebut (pasal 9 ayat (2)).

Apabila dalam prakteknya nasabah atau bank tidak mempunyai cukup waktu untuk mengikuti proses mediasi dari awal sampai akhir karena berbagai alasan, maka mereka boleh untuk menunjuk seseorang untuk menggantikan posisinya melalui suatu surat kuasa khusus. Dengan adanya surat kuasa khusus tersebut, maka perwakilan nasabah atau perwakilan bank yang telah ditunjuk akan mempunyai hak untuk mengambil keputusan dalam proses mediasi yang akan berjalan. Penunjukan perwakilan nasabah atau perwakilan bank dengan komitmen penuh dimaksudkan agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar dan cepat, sesuai dengan tujuan awal mediasi. Hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses mediasi. Sedangkan ayat (2) berbunyi: “Pemberian kuasa

(21)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat kuasa khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan.

Untuk dapat melaksanakan fungsi mediasi, maka Bank Indonesia menunjuk seorang mediator (pasal 5 ayat (1)). Mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia adalah pegawai di lingkungan Bank Indonesia sendiri yang berpengalaman dalam menangani mediasi perbankan sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh PBI ini. Adapun pasal 5 ayat (2) mengatur syarat-syarat yang harus dimiliki oleh mediator yaitu:

a. memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau hukum;

b. Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa; dan

c. Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan nasabah dan bank.

Meskipun yang ditangani adalah sengketa perdata antara bank dengan nasabah, tetapi mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia haruslah orang yang mempunyai integritas dan dijamin independensinya. Selain itu, karena mediator dituntut untuk dapat bersikap netral dan tidak memihak terhadap kedua belah pihak, sehingga mediator tidak diperkenankan memberikan rekomendasi dan keputusan atas penyelesaian sengketa kepada nasabah bank.

Dalam hal proses mediasi yang akan dilaksanakan, para pihak tidak dapat meminta pendapat hukum atau jasa konsultasi hukum kepada mediator, sehingga kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi tersebut merupakan kesepakatan sukarela

(22)

antara nasabah dan bank dan bukan rekomendasi dari mediator. Selanjutnya, nasabah ataupun bank dengan alasan apapun tidak dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai fungsi Mediasi Perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi Akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan mediasi. Hal ini sesuai dengan tugas Bank Indonesia yang hanya sebatas memfasilitasi para pihak saja.

3.5.2 Tahap Mediasi

Tahap mediasi dimulai ketika para pihak sepakat untuk menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan menandatangai Perjanjian Mediasi (agreement to mediate). Dengan ditandatanganinya perjanjian mediasi ini maka para pihak harus patuh dan taat terhadap aturan mediasi perbankan. Pelaksanaan proses mediasi perbankan sampai dengan penandatangan Akta Kesepakatan membutuhkan waktu yang relatif singkat yaitu paling lama 30 (tiga puluh hari kerja yang dimulai dari penandatanganan perjanjian mediasi (agreement to mediate). Selain itu, dengan kesepakatan para pihak maka jangka waktu proses mediasi dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya (pasal 11 ayat (1) dan (2)). Perpanjangan waktu ini dapat dilakukan apabila menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan sedangkan jangka waktu proses mediasi hampir berakhir.

Dalam mengikuti proses Mediasi sebagai penyelesaian sengketa, maka nasabah dan bank bersedia untuk: pertama,

(23)

melakukan proses mediasi dengan itikad baik, kedua, bersikap kooperatif dengan mediator selama proses mediasi berlangsung, dan ketiga, menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati. Hal ini bertujuan agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Selain itu juga demi tercapainya kesepakatan bersama maka nasabah dan bank wajib untuk menyampaikan dan mengungkapkan informasi penting terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan mediasi. Dan untuk menjaga kerahasiaan dari proses mediasi ini maka seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi tidak dapat disebarluaskan untuk kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi ini yaitu nasabah, bank dan mediator.

Kemudian dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok sengketa dimana para pihak tidak ada yang mengalah, maka mediator dapat mengambil tindakan antara lain: a. menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai

tenaga ahli untuk mendukung kelancaran proses mediasi,

b. menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses mediasi; atau

c. menghentikan proses mediasi.

Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atau tenaga ahli, maka yang menanggung biaya narasumber dan tenaga ahli tersebut adalah kedua pihak itu sendiri. Mediator dalam hal ini hanya berfungsi untuk membantu mencarikan nara sumber atau tenaga ahli apabila diperlukan.

(24)

Proses mediasi dinyatakan berakhir apabila: 1. Tercapainya kesepakatan;

2. Berakhirnya jangka waktu mediasi;

3. terjadinya kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi;

4. Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau

5. Salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate).

Apabila terjadi kesepakatan dalam proses mediasi tersebut, pasal 12 menyebutkan bahwa: “Kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”. Sehingga dengan ditandatanganinya Akta Kesepakatan maka tahapan mediasi berakhir. Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksanaan fungsi mediasi perbankan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam proses mediasi perbankan ini, maka nasabah dapat mengajukan permasalahannya dengan bank melalui pengadilan atau lembaga arbitrase. Namun demikian, dokumen-dokumen yang didapatkan dari hasil mediasi perbankan tidak dapat dijadikan bukti di pengadilan atau dalam proses arbitrase karena bersifat rahasia.

(25)

3.5.3 Tahap Hasil Mediasi

Akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah dan bank sudah mempunyai kekuatan mengikat para pihak dan bersifat final. Pasal 13 menjelaskan bahwa bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan yang telah disepakati dan dituangkan dalam Akta Kesepakatan. Akta kesepakatan tersebut merupakan hasil musyawarah yang panjang antara bank dan nasabah sehingga didapatkan keputusan win-win solutin bagi para pihak.

3.6 MANFAAT PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI PERBANKAN

Seiring dengan makin banyaknya produk perbankan yang berimplikasi pada kualitas pelayanan terhadap nasabah yang pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak puas. Penyampaian rasa tidak puas itu ditampung oleh bank dengan menyediakan sarana pengaduan nasabah. Tetapi penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank sebenarnya juga belum memadai karena nasabah berada dalam posisi yang menerima keputusan dari bank secara sepihak. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu wadah untuk mempertemukan pengaduan nasabah yang dapat menempatkan nasabah dan bank dalam posisi yang sejajar.

Respon Bank Indonesia untuk mengatasi masalah ini dengan menghadirkan suatu Lembaga Mediasi Perbankan sebagai bentuk perlindungan nasabah sebagai konsumen perbankan. Kebijakan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen yang diterapkan oleh Bank

(26)

Indonesia ini merupakan pelaksanaan dari pilar ke 6 (enam) Arsitektur Perbankan Indonesia.

Mekanisme penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan yang menempatkan nasabah dan bank pada posisi sejajar harus dilihat secara positif oleh bank. Bahwa pengaduan nasabah pada dasarnya bukan hanya untuk kepentingan nasabah semata tetapi juga untuk kepentingan bank. Sehingga keberadaan LMP bermanfaat bagi kedu belah pihak, yaitu nasabah dan bank.

Muliaman D. Hadad 21 menguraikan manfaat lembaga mediasi

perbankan bagi nasabah dan bank. Bagi nasabah, manfaat lembaga mediasi perbankan sebagai wadah untuk menyelesaikan keluhan terhadap pelayanan bank dan merupakan perlindungan bagi nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh bank dengan adanya lembaga mediasi perbankan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai upaya bagi bank untuk membuat nasabah betah atau loyal dan tidak lari ke bank yang lain, karena setiap keluhan nasabah dapat ditanggapi dengan baik oleh manajemen bank. 2. Sebagai informasi penting bagi manajemen bank apabila ada

pengaduan nasabah, sehingga manajemenakan segera tahu aspek-aspek mana saja dari pelayanannya yang perlu diperbaiki.

3. Dapat berfungsi sebagai riset pasar (market research) bagi bank sehingga bisa meningkatkan efisiensi. Manajemen bank tidak perlu menyewa atau membayar pihak lain untuk mengetahui kualitas pelayanannya.

21 Muliaman D. Hadad, Kepala Biro Direktorat Penelitian dan Pengaturan

Perbankan Bank Indonesia dalam BEI Bews, Edisi 23 Tahun V, November-Desember 2004, hal 1-2.

(27)

4. Meminimalkan publikasi negatif mengenai jasa pelayanan bank. Apabila keluhan nasabah ditulis di media masa akan dapat menumbuhkan reputasi buruk bagi bank yang bersangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk urusan Penanaman Modal yang diselenggarakan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu pada tahun 2011 dialokasikan anggaran Rp. 2.500.000.000

Pondok Pesantren Terpadu adalah lembaga pendidikan Islam dengan ciri-ciri Pesantren tetap ada, yaitu Kyai sebagai pimpinan Pondok Pesantren, santri sebagai murid, memakai

Mengacu pada hal- hal penting diatas, dalam melihat pengaruhnya terhadap pertambahan jumlah nasabah baru pada BMT As- Salam, maka penulis terdorong untuk melakukan sebuah

Halaman form Jenis Adat Halaman ini akan tampil jika administrator memilih form input Jenis Adat yang ada pada menu sebelah atas halaman administrator, pada halaman

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui Efektivitas dan penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) terhadap pelayanan masyarakat pada

Sesuai tujuan dari penelitian ini, sudah dihasilkan perancangan pembuatan kalkulator fisika pada pokok bahasan Induksi Elektromagnetik dengan menggunakan aplikasi

Hasil  penelitian  ini  menunjukkan  sistem  kompensasi  yang  diterapkan  di  RS PMI Bogor cukup sesuai dengan  harapan  karyawan dengan skor rataan 3,15. 

[r]