• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangans. Pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangans. Pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangans

Candi Prambanan merupakan candi Hindu yang terbesar di Indonesia. dibangun oleh raja-raja dinasti Sanjaya pada abad IX, ditemukanya tulisan nama Pikatan pada candi ini yang menimbulkan pendapat bahwa candi ini dibangun oleh Rakai Pikatan, kemudian diselesaikan oleh raja Rakai Balitung berdasarkan prasasti berangka tahun 856 M “Prasasti Siwargiha” sebagai manifest politik untuk meneguhkan kedudukan sebagai raja yang besar.

Candi Prambanan merupakan warisan budaya yang memiliki nilai-nilai luhur yang penting untuk diketahui oleh masyarakat. Kompleks candi Prambanan telah dimanfaatkan menjadi sebuah objek wisata yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas berupa, audio visual museum prambanan, tempat penyewaan sepeda untuk memudahkan wisatawan untuk berkeliling, dll.(Kompas 23/8/2012)

Kompleks Candi Prambanan sebagai objek wisata telah mendatangkan keuntungan. Berbagai fasilitas kegiatan wisata berdampak pada meningkatkan jumlah pengunjung dari tahun ke tahun, namun masih terdapat banyak hal yang harus dibenahi dalam pengelolaan kepariwisataannya berupa bangunan candi yang mengalami pemugaran. (Yessy, 2014:116)

Tidak hanya bangunannya saja yang menarik wisatawan untuk berkunjung ke candi Prambanan, cinderamata yang dijual pada komplek pertokoan candi Prambanan pun menjadi incaran para wisatawan berupa kaos, gelang, gantungan

(2)

2

kunci, pajangan dinding, dll. entah untuk dipakai sendiri atau untuk buah tangan. (kompas 23/8/2012)

Seiring berjalannya waktu cinderamata yang di jual pada komplek candi Prambanan di rasa kurang menarik perhatian para wisatawan lagi, karena tidak adanya inovasi baru pada cinderamata, terutama pada desain kaos yang di jual di toko-toko cinderamata candi Prambanan.

Berdasarkan pertimbangan fakta-fakta di atas, penulis tertarik mengembangkan kreasi desain motif dengan sumber ide ragam hias relief menjadi proyek perancangan Tugas Akhir. Tugas Akhir ini berjudul ” Penerapan Ragam Hias Relief Candi Prambanan Sebagai Perancangan Motif Tekstil Untuk Cinderamata” Ragan hias relief candi Prambanan menjadi landasan perancangan motif tekstil pada Tugas Akhir karena membuka kemungkinan baru dalam pengembangan dari segi bahan, visual, teknik, fungsinya dan kemampuan daya cipta (kreativitas). Ide visual dalam perancangan diambil dari visual ragam hias relief candi Prambanan, dengan alasan ragam hias relief candi Prambanan memiliki visual menarik yakni pada bentuk atau visual motif ragam hias flora fauna.

Penggunaan relief candi sebagai sumber ide visual dalam pengembangan desain ini hanya dibatasi pada ornamen relief-relief candi Prambanan. Dalam hal ini, pembatasan penggunaan relief sebagai sumber ide visual memiliki beberapa keuntungan. Pertama, relief-relief candi Prambanan sudah dalam bentuk panil-panil yang dipahatkan pada bagian pagar langkan sisi dalam dan cara membacanya se arah jarum jam (pradaksina), dimulai dari pintu masuk berputar

(3)

3

mengelilingi tubuh candi. sehingga memberi gambaran lengkap sebuah adegan yang bisa dikembangkan menjadi sebuah desain. Kedua, relief-relief tersebut memiliki visual yang unik dengan berbagai ragam hias sehingga dapat menjadikan relief candi Prambanan memiliki ciri khas tersendiri. Kekhasan dan kekuatan karakter pengembangan desain ini dapat menjadi penguat nilai dari produk dan menjadikannya lebih bernilai dibanding dengan produk lainnya.

Dua poin di atas menjadi kekuatan desain dan nilai diferensiasi produk pada perancangan Tugas Akhir ini. Tujuan dari perancangan ini adalah dibuat desain motif yang mengedepankan inovasi, kompetitif, dan mengikuti perkembangan corak lingkungan usaha yang ditandai oleh gaya (trend). Persaingan di dunia tekstil makin terbuka, usaha dibidang tekstil harus berani memunculkan produk yang inovatif.

(4)

4

B. Kajian Pustaka

1. Candi Prambanan

Pada candi-candi Hindu di Indonesia terdapat berbagai ragam hias. Menurut pendapat J.L.A Brandes di dalam NBG 1902 lampiran XV, ragam hias pada candi secara garis besar dibagi dalam dua jenis yaitu ragam hias ornamen (dekoratif) dan ragam hias konstruktif, merupakan ragam hias yang sifatnya tidak dapat dilepaskan dari struktur bangunan. Bila hiasan ini dihilangkan akan mengganggu bentuk struktur bangunan, karena ragam hias berfungsi selain sebagai penghias juga sebagai pelengkap bangunan. Ragam hias ini antara lain bingkai padma, stupa, relung dan menara sudut. Adapun ragam hias ornamental adalah jenis hiasan yang berfungsi sebagai penghias bangunan saja. Jika dihilangkan ragam hias ini, maka bentuk bangunan tidak terganggu. Jenis ragam hias dapat berupa antefik dan relief (Sri Sugiyanti, 1998; 1).

Relief dalam bahasa indonesia sepadan dengan kata’peninggian’, dalam arti kedudukannya lebih tinggi daripada latar belakangnya, karena dikatakan relief memang senantiasa “berlatar belakang“, karena peninggian itu di tempatkan pada suatu dataran. Pada dasarnya relief merupakan karya dua dimensi. Jenis lukisan dinding yang timbul ini dapat menggunakan teknik pahat maupun dengan menempelkan bahan-bahannya dengan alat khusus. Menurut tinggi rendahnya peninggian ada beberapa jenis relief, seperti high relief, low relief, middle relief, crushed relief, hollow relief (Susanto, 2002; 96).

(5)

5

Relief di candi Prambanan jika dilihat dari segi penggarapan lebih tampil sebagai ungkapan yang mengesankan kekuatan dan keagungan sebagai bangunan suci. Makna ornamen terkait erat dengan pengaruh India tempat kebudayaan asalnya, sesuai dengan nafas keagamaan, dan struktur candi sebagai gambaran makro kosmos dan tempat suci. Candi Prambanan memiliki kesamaan motif ornamen pada setiap candinya, terutama ornamen yang dimiliki relief candi Siwa, Brahma dan Wisnu di komplek candi Prambanan. Dalam motif yang sama terdapat persamaan unsur, bentuk, ukuran, pola, dan teknik penggarapan. (Mulyadi, 2010:1)

Ornamen yang terukir di candi Prambanan meliputi antara lain motif kala, makara, sosok manusia dan binatang, sulur, roset, motif singa yang di kenal sebagai motif prambanan, dan motif geometris. Motif hias singa merupakan motif hias yang khas dari candi Prambanan. Di samping dalam bentuk pahatan relief hiasan dan relief ikonik, dalam ornamen Prambanan juga terdapat relief naratif yang menceriterakan kisah Ramayana dan Kresnayana. Motif hias kala, makara, binatang dan sulur di candi Prambanan lebih bervariasi terdiri atas aneka bentuk dan unsur-unsur hiasnya, dalam pola setangkup dan tidak setangkup. (Prasetyo, 2009:2)

Ragam hias singa adalah ragam hias yang paling menonjol, karena motif hias singa pada candi Prambanan merupakan simbol yang berfungsi menjaga pintu-pintu candi dan juga sebagai lambang kesucian dan kekuasaan seseorang yang duduk di singgasana, motif hias singa candi Prambanan juga dipercaya sebagai penolak bala sehingga sesuatu yang jahat tidak bisa mengotori kesucian candi prambanan. (Prasetyo, 2009:3)

(6)

6

Ragam hias lainya juga terdapat di beberapa dinding-dinding yang mengitari candi, ragam hias tersebut merupakan ragam hias fauna yaitu di antaranya burung, rusa dan sapi yang menggambarkan penghuni hutan sekitar candi sedangkan ragam hias flora antara lain adalah motif sulur dan roset yang menggambarkan sumber kehidupan. (Mulyadi, 2009:3)

2. Ragam hias

Relief candi Prambanan terdapat ragam hias yang disebut dengan istilah ornamen adalah wujud hasil karya manusia yang merupakan produk kebudayaan. Seperti yang diungkap Koenjaraningrat dalam buku “Ornamentik” karangan Tiwi Bina Affanti, halaman pertama paragraf ke dua, bahwa kebudayaan paling tidak memiliki tiga wujud, yaitu: pertama, sebagai suatu kompleks ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain; kedua, sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat; dan ketiga sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan pertama dikenal juga sebagai wujud ideal kebudayaan; yang kedua dikenal sebagai sistem sosial; ketiga dikenal sebagai kebudayaan fisik. (1974; 15-16).

Ornamen ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa latin “ornare” yang berarti menghias. Dalam pengertian sempit, “ornamen” meliputi unsur-unsur atau elemen-elemen hias yang diperoleh dengan jalan meniru atau mengembangkan bentuk alam dedaunan (natural fallage). Sedang dalam diksi rupa dijelaskan bahwa: “Ornamen” adalah hiasan yang di buat (dengan gambar, dipahat maupun dicetak) untuk mendukung meningkatkan kualitas dan nilai pada suatu benda atau karya seni (Susanto, 2002:82).

(7)

7

Ornamen seringkali disamakan dengan ragam hias. Soegeng Toekio menuliskan dalam buku “Ornamentik” karangan Tiwi Bina Affanti, halaman empat paragraf ke tiga, bahwa “Ragam hias untuk suatu benda pada dasarnya merupakan sebuah pedanan (make up) yang diterapkan guna mendapatkan keindahan atau kemolekan yang dipadukan. Ragam hias itu berperan sebagai media untuk mempercantik atau menganggunkan suatu karya” (1987; 10). Secara leksikal, ornamen memiliki makna: (1) dekorasi, (2) sesuatu yang dirancang untuk menambah suatu keindahan benda, tetapi biasanya tanpa kegunaan praktis, (3) tindakan, kualitas, dan sebagainya yang menambah keindahan (Hornby, 1994; 311).

Ornamen sering kali di hubungkan dengan berbagai corak dan ragam hias yang ada. Vinigi L. Grottanelli dalam Encyclopedia of World Art, (1965) menyebut oranamen sebagai motif-motif dan tema-tema yang dipakai pada benda-benda seni, bangunan-bangunan atau permukaan apa saja tetapi tidak memiliki manfaat struktural dan guna pakai dalam arti semua pengerjaan itu hanya dipakai untuk hiasan sementara (Susanto, 2002; 82). Ornamen yang ada di Indonesia terutama yang terkait dengan seni tradisi atau etnik, seringkali disertai dengan makna simbolik atau makna filosofis. Bentuk-bentuk motif yang diwujudkan senantiasa sarat dengan perlambangan-perlambangan, pesan-pesan, harapan-harapan, cita-cita tertentu.

Jaman modern terus bergerak cepat, industrialisasi bergerak ke arah post-industri dimana kegiatan produksi beralih dari produksi barang kearah produksi jasa dan pengetahuan, dengan dukungan teknologi dan komputerisasi. Para

(8)

8

seniman modern dan arsitek selalu melihat kebelakang dan mencari jalan alternatif untuk menentukan gaya dan nilai apakah yang akan masih berlaku di masa depan. Ini adalah era dimana tidak ada pandangan umum tradisional dapat diadaptasikan tanpa kesadaran dan ironi, karena hampir semua kebiasaan mempunyai nilai dan kegunaannya (Deddi, 2006: 99).

Perkembangan kebudayaan merefleksikan dinamika kehidupan yang tak akan berhenti, ornamen yang merupakan hasil budaya manusia juga tak mampu terbendung perkembangannya. Berbagai corak, gaya, dan karakter terpatri melalui aneka media yang tersaji saat ini. Tervisualisasinya temuan-temuan baru hasil teknologi dengan segala aplikasinya serta meningkatkannya kemudahan-kemudahan yang ditawarkan, telah membentuk iklim peradaban baru. Kontribusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akhir abad 20 dan awal 21 ternyata mampu memacu para desainer untuk melakukan rekayasa baik secara sengaja maupun tanpa sengaja (misalnya dengan tujuan mengembangkan tekstil, fashion, pelengkap pakaian, perlengkapan-perlengkapan yang lainnya) (Tiwi, 2008: 3).

3. Cetak Saring

Teknik cetak saring adalah salah satu bagian dari ilmu grafika terapan yang bersifat praktis. Teknik cetak dilakukan untuk mencetak berbagai media iklan visual seperti, kertas, kain, plat dan media yang lain yang tidak mengandung air. Teknik ini digunakan untuk melakukan reproduksi desain, seperti kartu nama, kartu undangan, T’shirt, stiker dan lain-lain. dengan kuantitas lebih dari satu untuk menghasilkan hasil yang serupa.

(9)

9

Cetak sablon atau cetak saring ini telah lama dikenal dan digunakan oleh bangsa Jepang sejak Tahun 1664. Ketika itu dikembangkan oleh Miyasaki dan Zisukeo Mirose dalam mencetak beraneka motif Kimono. Penggunaan teknik sablon dalam Kimono ini dilatar belakangi oleh kebijakan Kaisar Jepang yang melarang penggunaan kimono bermotif tulis tangan. Pasalnya Kaisar Jepang sangat prihatin dengan tingginya harga kimono yang bermotif tulis tangan yang beredar di pasaran. Hingga mulai saat itu kimono yang menggunakan motif dari cetak saring mulai banyak digunakan oleh masyarakat Jepang. Akan tetapi cetak saring pada saat itu belum berkembang dengan baik karena pengunaan kain kasa atau Screen belum di kenal. Pada saat itu penyablonan masih menggunakan teknik pencapan atau menggunakan model cetakan yang sering disebut dengan mal. (Wahyuni, 2012:2)

Seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Samuel Simon, pada tahun 1907 mengembangkan teknik cetak saring menggunakan chiffon sebagai pola cetakan. Chiffon merupakan bahan rajut yang terbuat dari benang sutra halus. Bahan rajut inilah sebagai cikal bakal kain kasa yang di kenal sekarang ini. Menyablon dengan cara ini adalah tinta yang akan dicetak akan dialirkan melaui kain kasa atau kain saring, sehingga gambar yang akan tercetak akan mengikuti pola gambar yang ada pada kain saring tersebut. Inilah sebabnya sehingga menyablon dengan teknik tersebut di sebut dengan silk screen printing yang berarti mencetak dengan kain saring sutra. (Guntur, 2007:3).

Istilah teknik cetak saring ini di Indonesia lebih populer dengan istilah cetak sablon yang berasal dari bahasa Belanda, yakni Schablon. Kata ini berakulturasi

(10)

10

sehingga menjadi bahasa serapan dan bermetamorfosis menjadi sablon. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata sablon didefinisiskan sebagai pola berdesain yang dilukis diatas selembar kain dengan menggunakan screen (Guntur, 2007:2).

C. Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan perancangan dari data diatas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menerapkan ragam hias flora fauna berdasar ragam hias relief candi Prambanan pada motif tekstil untuk cinderamata?

2. Bagaimana mengaplikasikan motif ragam hias flora fauna relief candi Prambanan untuk busana anak muda laki-laki?

Referensi

Dokumen terkait

agar aman jika menggunakan kabel tipe ini lebih baik kabel di pasang di dalam pipah atau saluran penutup, karena selain tidak bisa di ganggu sama hewan pengerat dan tidak kenah

2) Mengetahui pengaruh intervensi edukasi terhadap jumlah konsumsi air minum. 3) Mengetahui pengaruh intervensi pemberian air minum terhadap jumlah konsumsi air

ada pasien dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik  yang tersebar, komponen protein M sedang, dan kurang dari &%0 sel plasma yang tersebar, komponen protein M sedang,

It was found that tiller number, number grains for the Cross 1, while for the Cross 2, plant height, tiller number, 100-grain weight could be used as a selection criteria

Sekaitan dengan penilaian dan tanggapan dosen mengenai multimedia interaktif CD-ROM untuk pembelajaran Analyse Grammaticale melalui teknik wawancara dan expert judgment,

Hal penting yang diperoleh ialah standar ISO 9002 dapat diterapkan dalam manajemen operasi RSG-GAS dan didukung oleh penerapan standar IAEA yang sudah diimplementasikan, akan

Dalam hal ini adalah kondisi dimana terjadi menurunnya kerja bosch pump (fuel injection pump) diesel generator penulis memberikan kesimpulan dan saran yang

Penelitian ini bersifat deskriptif 33 -analitis, yang dengannya penelitian ini akan digambarkan bagaimana kedudukan cucu yatim dan anak angkat dalam keluarga