BAB 3. ANALISIS SISTEM
Analisa merupakan suatu tindakan untuk mengetahui lebih jauh tentang obyek yang akan diteliti. Bab ini akan menguraikan proses analisis pembangunan sistem IP Service-Level Agreement (SLA) dan Floating Static Routing. Sebelum dilakukan perancangan dan implementasi sistem, terlebih dahulu dilaksanakan analisis kebutuhan – kebutuhan pokok sistem IP Service-Level Agreement (SLA) dan Floating Static Routing yang akan dibangun.
3.1. Network Development Life Cycle
Sebuah metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi informasi. Berikut untuk penjelasan setiap tahan dari metode NDLC ini :
Gambar 3 1 Network Development Life Cycle 1. Analysis
Tahap awal ini dilakukan analisa kebutuhan, analisa permasalahan yang muncul, analisa keinginan user, dan analisa topologi / jaringan yang sudah ada saat ini. Metode yang biasa digunakan pada tahap ini diantaranya :
- Wawancara, dilakukan dengan pihak terkait melibatkan dari struktur manajemen atas sampai ke level bawah / operator agar mendapatkan data yang konkrit dan lengkap. Pada kasus di Computer Engineering biasanya juga melakukan brainstorming juga dari pihak vendor untuk solusi yang
ditawarkan dari vendor tersebut karena setiap mempunyai karakteristik yang berbeda.
- Survey langsung ke lapangan, pada tahap analisis juga biasanya dilakukan survey langsung ke lapangan untuk mendapatkan hasil sesungguhnya dan gambaran seutuhnya sebelum masuk ke tahap design, survey biasa dilengkapi dengan alat ukur sesuai kebutuhan untuk mengetahui detail yang dilakukan.
- Mengamati setiap data yang didapat dari data-data sebelumnya, maka perlu dilakukan analisa data tersebut untuk masuk ke tahap berikutnya. Adapun yang bisa menjadi pedoman dalam mencari data pada tahap analysis ini adalah :
1. User / people : jumlah user, kegiatan yang sering dilakukan, peta politik yang ada, level teknis user.
2. Media hardware dan software : peralatan yang ada, status jaringan, ketersedian data yang dapat diakses dari peralatan, aplikasi yang digunakan.
3. Data : jumlah pelanggan, jumlah inventaris sistem, sistem keamananyang sudah ada dalam mengamankan data.
4. Network : konfigurasi jaringan, volume trafik jaringan, protokol, monitoring network yang ada saat ini, harapan dan rencana pengembangan kedepan.
5. Perencanaan fisik : masalah listrik, tata letak, ruang khusus, sistem keamanan yang ada, dan kemungkinan akan pengembangan kedepan.
2. Design
Dari data-data yang didapatkan sebelumnya, tahap design ini akan membuat gambar design topologi jaringan interkoneksi yang akan dibangun, diharapkan dengan gambar ini akan memberikan gambaran seutuhnya dari kebutuhan yang ada. Design bisa berupa design struktur topologi, design akses data, design tata layout perkabelan, dan sebagainya yang akan memberikan gambaran jelas
tentang project yang akan dibangun. Biasanya hasil dari design berupa gambar topologi jaringan, gambar detail estimasi kebutuhan.
3. Simulation Prototype
Tahapan membuat bentuk simulasi dengan bantuan tools khusus di bidang network seperti GNS3, PACKET TRACERT, NETSIM, dan sebagainya, hal ini dimaksudkan untuk melihat kinerja awal dari network yang akan dibangun dan sebagai bahan presentasi dan sharing dengan tim lainnya
4. Implementation
Tahapan ini akan memakan waktu lebih lama dari tahapan sebelumnya. Dalam implementasi kita akan menerapkan semua yang telah direncanakan dan didesain sebelumnya. Implementasi merupakan tahapan yang sangat menentukan dari berhasil / gagalnya project yang akan dibangun dan ditahap inilah kerja sama akan diuji dilapangan untuk menyelesaikan masalah teknis dan non teknis.
5. Monitoring
Tahapan monitoring merupakan tahapan yang penting, agar jaringan komputer dan komunikasi dapat berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan awal dari user pada tahap awal analisis, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring. Monitoring bisa berupa melakukan pengamatan pada :
- Infrastruktur hardware : dengan mengamati kondisi reliability / kehandalan sistem yang telah dibangun (reliability = performance + availability)
- Memperhatikan jalannya packet data di jaringan ( pewaktuan, latency, peektime, throughput).
- Metode yang digunakan untuk mengamati ”kesehatan” jaringan dan komunikasi secara umum secara terpusat atau tersebar
6. Management
Manajemen atau pengaturan, salah satu yang menjadi perhatian khusus adalah masalah policy, kebijakan perlu dibuat untuk membuat / mengatur agar
sistem yang telah dibangun dan berjalan dengan baik dapat berlangsung lama dan unsur reliability terjaga. Policy akan sangat tergantung dengan kebijakan level management dan strategi bisnis perusahaan tersebut. IT sebisa mungkin harus dapat mendukung atau alignment dengan strategi bisnis perusahaan 3.2. Analisa Sistem Berjalan
Kondisi jaringan Metro-E pelanggan perbankan saat ini dapat di lihat pada gambar 3.2. dimana layanan Multi Protocol Label Switching (MPLS) yang menghubungkan dari kantor cabang ke kantor pusat dengan menggunakan transmisi serat optik. Selama waktu layanan tersebut sering terjadi gangguan pada jalur akses jaringan kantor cabang sehingga mengalami downtime yang menyebabkan kinerja menurun karena tidak bisanya mengakses data di kantor
pusat.
Jaringan tersebut memiliki kehandalan yang kurang baik dimana hanya memiliki satu transmisi jaringan tunggal, apabila terjadi gangguan maka nilai reliabilitas dan availabilitasnya akan menurun. Berdasarkan pengambilan data dalam kurun waktu 6 bulan yaitu pada tanggal 1 Juli 2015 – 31 Desember 2015 pada jaringan Metro-E. Diperoleh gangguan-ganguan yang telah terjadi sebagai berikut :
- Crossconnection problem
Gangguan terjadi pada Patch Cord sambungan OTB ke perangkat Converter FO-Eth dan Kabel UTP dari Converter FO-Eth ke Switch Dist_1. Optical
Termination Box (OTB) adalah Kotak tempat menaruh hasil terminasi serat optik.
- Kabel Serat Optik
Gangguan terjadi pada jalur kabel serat optik. Permasalahan yang pernah terjadi merupakan terputusnya kabel serat optik.
- ME Core
Gangguan ini termasuk pada segmen ME Core adalah gangguan pada Metro-E meliputi perangkat SFP dan Logical.
- Perangkat Jaringan
Gangguan ini termasuk pada kegagalan pada perangkat modem converter FO to Ethernet baik di sisi provider dan di sisi pelanggan. Permasalahan bisa pada sisi logical yaitu kegagalan sistem (hung) , hilangnya konfigurasi dan juga fisikal yaitu matinya power pada perangkat serta kerusakan port.
Jalur serat optik yang terputus merupakan gangguan yang paling riskan karena membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan perbaikan, karena memiliki rangkaian prosedur dalam penanganan gangguannya.
3.1.1. Realibilitas dan Availibilitas Sistem Berjalan
Sistem jaringan komunikasi data selain memberikan QoS kepada pelanggan juga mempertimbangkan Mean Time to Restore (MTTR). Reliabilitas dan Availabilitas sebelum diimplementasikan redundansi untuk mengamati performa jaringan didapat dari hasil laporan MTTR, sehingga dapat diketahui pentingnya mengembangkan sistem redundansi. Berikut penjelasan cara perhitungan Reliabilitas dan Availabilitas sebelum diterapkan sistem redundansi.
3.1.2. Reliabilitas
Pada bagian ini ditinjau reabilitas keseluruhan dari jaringan pelanggan sebelum diimplementasikannya sistem redundansi. Dengan demikian akan dapat dievaluasi tingkat kepercayaan akan implementasi sistem redundansi yang di
gunakan provider untuk akses layanan kepada pelanggan. Dalam menentukan reliabilitas langkah-langkah yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Pendefinisian failure koneksivitas Metro-E.
Failure jaringan Metro-E kearah pelanggan merupakan kejadian terputusnya jaringan akibat permasalahan yang terjadi pada jaringan Metro-E, mulai dari perangkat Metro-E yang disambungkan melalui serat optik sampai ke router yang terpasang di pelanggan.
b. Penentuan waktu pengukuran, didapat waktu t.
Waktu pengukuran sebelum diimplentasikan sistem redudansi ditentukan mulai dari pukul 00.00 pada 1 Juli 2015 hingga pukul 24.00 pada 31 Desember 2015 dengan total waktu adalah 184 hari atau 4416 jam sehingga didapat t = 4416 jam.
c. Penentuan objek pengukuran, didapat banyaknya objek n.
Objek pengukuran sebelum dilakukan sistem redundansi sebanyak 2 yaitu parangkat pada pelanggan dan perangkat Metro-MDN.
d. Pengidentifikasi failure yang terjadi dalam jangka waktu pengukuran sesuai definisi, didapat banyaknya failure f.
Identifikasi failure dilakukan dengan menganalisa gangguan yang disebabkan karena permasalahan pada jaringan Metro-E. Proses identifikasi disesuaikan dengan failure yang ditentukan, yaitu kejadian putusnya jaringan akibat permasalahan yang terjadi mulai dari perangkat Metro-E hingga kabel yang dimasukkan ke perangkat switch pelanggan. Menganalisa link eksisting selama 6 bulan kurun waktu yang telah ditentukan sebelum diterapkan sistem redundansi, mengacu pada data dari laporan MTTR (Mean time To Restore) provider sehingga diketahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk memperbaiki gangguan. Setelah di identifikasi dari 2 link yang dijadikan objek pengukuran, secara keseluruhan terjadi 11 failure dalam 4416 jam waktu pengukuran. Detail failure yang terjadi dimuat dalam lampiran.
Mean Time Between Failure (MTBF) yang menunjukkan tentang seberapa handalnya link dalam memberikan layanan, yang dilihat dari waktu rata-rata link tersebut akan berfungsi mulai dari satu gangguan sampai ke gangguan berikutnya. Dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
MTBF = ( )( )
= ( )( ) = 803 jam, MTBF = 33 hari
f. Menghitung reliabilitas dngan persamaan (2.1)
Peluang sebuah komponen, sub-sistem atau sistem melakukan fungsinya dengan baik, seperti yang dipersyaratkan, dalam kurun waktu tertentu dan dalam kondisi operasi tertentu pula.
Reliabilitas = ( )
= ( )
Reliabilitas = 0,0041
Dari hasil perhitungan sistem tanpa Redundancy diperoleh nilai Reliabilitas 0,0015.
3.1.3. Availabilitas
Availabilitas diperoleh dengan menggunakan data MTBF dan MTTR. Dari sub bab 3.1 telah ditunjukkan banyaknya failure yang terjadi pada setiap segmen. Detail Mean Time To Restore (MTTR) untuk setiap layanan tersebut dimuat dalam Lampiran dan dirangkum dalam Gambar 3.3
Gambar 3.3 MTTR Layanan Metro-E untuk setiap gangguan
Dari Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa MTTR untuk setiap gangguan yaitu Crossconnection Problem, Infrastructure, Fiber optic, dan ME Core berturut – turut. MTTR masing-masing failure dan frekuensinya dirangkap dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 MTTR Failure dan Frekuensi masing-masing gangguan.
Jenis Failure f MTTR (jam)
Crossconnection Problem 2 7
Perangkat Jaringan 4 12
Fiber optic Problem 3 25
ME Core 2 3
Dari persamaan (2.5) dihitung MTTR total dengan data dari tabel 3.1 menggunakan formula sebagai berikut.
MTTR total = ∑ ∑
= ( ) ( ) ( ) ( ) =
= 13 jam
Avaibilitas dihitung dengan persamaan sebagai berikut. Availabilitas = x 100 %
= x 100 % = 98, 41 %
Dari hasil perhitungan sistem tanpa redundansi diperoleh nilai Availabilitas 98,41 %, Nilai ini dibawah standart minimum KPI provider. Maka untuk memenuhi KPI tersebut salah satunya adalah dengan mengimplementasikan sistem redundansi yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
3.3. Analisa Kebutuhan Fungsional
Pada analisa kebutuhan fungsional, penulis menawaran beberapa solusi pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Memiliki kehandalan yang kurang baik pada jaringan Metro-E
Solusinya adalah dilakukan penambahan jalur transmisi baru melalui radio microwave sebagai jalur cadangan dalam jaringan Metro-E dengan interkoneksi Metro-E yang berbeda. Sehingga bila terjadi gangguan pada jalur serat optik layanan akan menggunakan jalur radio microwave.
2. Belum adanya backup jaringan Metro-E secara otomatis apabila jalur serat optik mengalamai gangguan (link disconnected).
Solusinya adalah dilakukan konfigurasi IP Service-Level Agreement (SLA) dan Floating Static Routing pada router di kantor cabang yang terhubung ke dua jalur layanan, jalur serat optik dan jalur radio microwave. Konfigurasi IP Service-Level Agreement (SLA) digunakan untuk mengumpulkan data dan memonitor kesehatan pada jalur layanan serta melakukan tracking objeck pada jaringan Metro-E sehingga dapat menentukan otomatisasi pemilihan jalur. Sedangkan Floating Static Routing merupakan metode dalam pemilihan prioritas pada static routing dengan cara memanipulasi parameter administrative distances dalam perintah konfigurasi static routing untuk membuat rute static tidak di tampilkan daripada rute static yang lain
3. Terjadinya gangguan / masalah pada kedua jalur baik jalur serat optik dan jalur radio microwave
Keadaan ketika kedua jalur down secara bersamaan disebut keadaan BlackOut, keadaan ini biasanya terjadi karena adanya bencana (disaster) atau keadaan mati pada jalur radio terlebih dahulu baru kemudian gangguan pada jalur serat optik. Bila terjadi gangguan pada kedua jalur tersebut kita harus mengejar agar jalur layanan data hidup kembali , oleh karena itu kita perhitungkan perbaikan
di jalur mana yang akan membutuhkan waktu yang singkat karena mengejar nilai reliabilitas dan availibilitas yang tidak terlalu buruk. Perlu di catat perangkat radio mempunyai sistem management terpusat (SNMP) sehingga lebih mudah dan cepat di perbaiki bila mengalami suatu gangguan daripada jalur serat optik.
3.4. Analisa Kebutuhan Perangkat Keras
Pada proses pembangunan implementasi redudansi failover ini, digunakan beberapa alat jaringan, Untuk membangun sistem ini, system requirement yang harus di penuhi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2 Daftar Perangkat Keras
No Perangkat Jumlah Spesifikasi Keterangan
1 Server 1 HP Proliant DL380p Gen8 Intel® Xeon® E5-2630 (12 CPUs), 16GB PC3-12800E (DDR3-1600), 1,5TB HDD, DVD ROM, 300W Power Supply, Micro ATX Tower (4U)
Sebagai Server FTP
2 Laptop 1 CPU Intel Core i3-4030U 1,9GHz, Ram 2GB, Harddisk 500GB
Sebagai Client
3 Router 1 Cisco 2901 , 3 port Fastethernet 100 Mbps, IOS c2900-universalk9-mz.SPA.152-4.M2.bin Sebagai router yang menerapkan IP SLA dan Floating Static Routing 4 Switch 1 Cisco 2960 , 24 port
Fastethernet 100 Mbps penghubung antar Sebagai switch host dan router
3.5. Analisa Kebutuhan Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunakan untuk tugas akhir ini adalah
Tabel 3.3 Daftar Perangkat Lunak
No Software Version Keterangan
Server
2 Windows Win 7 Digunakan sebagai sistem operasi FTP Klien
3 VSFTPD VSFTPD 1.0.1 Digunakan sebagai aplikasi FTP Server
4 FileZilla FileZilla 3.24 Digunakan sebagai aplikasi FTP Client
5 Wireshark Wireshark 2.2.1 Digunakan untuk monitoring peformasi jaringan di klien 6 SecureCRT SecureCRT 7.1.1 Digunakan sebagai terminal untuk
konfigurasi router Cisco
3.6. Pengalamatan IP
Berikut untuk pengalamatan IP address pada jaringan Metro-E pelanggan perbankan saat ini :
Tabel 3.4 Daftar Pengalamatan IP
No Perangkat IP Interface Keterangan
1 Router 2901 10.18.114.6/30 Fe 0/0 Interface mengarah ke jaringan MPLS provider 2 Router 2901 192.168.10.1 Fe 0/1 Interface mengarah ke
jaringan client kantor cabang
3 Client 192.168.10.2 Eth 0 Interface client mengarah ke router cabang
4 Metro-MDN 10.18.114.5/30 - Interface provider mengarah ke router kantor cabang
5 Metro-JKT 10.18.114.1/30 - Interface provider mengarah ke kantor pusat 6 Router 3900 10.18.114.2/30 Gi 0/0 Interface mengarah ke
jaringan MPLS provider 7 Router 3900 192.168.1.1 Gi 0/1 Interface mengarah ke
jaringan FTP server kantor pusat
8 FTP Server 192.168.1.2 Eth 0 Interface FTP Server mengarah ke router pusat
hostname Branch_Router interface FastEthernet0/0 description “Link to MPLS”
ip address 10.18.114.6 255.255.255.252 interface FastEthernet0/1
description “Link to LAN_Branch” ip address 192.168.10.1 255.255.255.0
ip route 192.168.1.0 255.255.255.0 10.18.114.5