• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tanaman Daun Insulin

Tumbuhan Insulin (Thitonia diversifolia) merupakan tumbuhan perdu tegak yang dapat mencapai tinggi 9 meter, bertunas, dan merayap dalam tanah. Umumnya tumbuhan ini tumbuh liar di tempat-tempat curam, misalnya ditebing-tebing, tepi sungai, dan selokan. Tumbuhan insulin ini tumbuh dengan mudah ditempat dengan ketinggian 5-1500 meter di atas permukaan laut, juga merupakan tumbuhan tahunan yang menyukai tempat-tempat terang dan tumbuh di tempat yang terkena sinar matahari langsung.

Menurut Amanatie (2015) Klasifikasi tumbuhan Insulin sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Thitonia

Jenis : Thitonia diversifolia (Hemsley) A. Glay

Tanaman Insulin memeliki bentuk batang bulat, berkayu, dengan batang bemarna hijau. Daun berbentuk tunggal dengan ujung daun runcing, pertulangan menyirip, panjang 26 - 32 cm, warna hijau. tepi daun bertoreh dan bergerigi. Bunga majemuk, kelopak berbentuk tabung dan berwarna hijau, daun mahkota berbentuk pita, halus, berwarna kuning. Buah berbentuk kotak, bulat sewaktu muda berwarna hijau setengah tua coklat. Biji bulat, keras, warna coklat (Hutapea. dkk., 1994).

Daun insulin mempunyai Habitus Perdu, tinggi ± 5 m, Batang Tegak, bulat, berkayu, hijau, Daun Tunggal, berseling, panjang 26-32 cm, lebar 15-25cm, ujung dan pangkal runcing, pertulangan menyirip, hijau, Bunga Majemuk, di ujung ranting, tangkai bulat, kelopak bentuk tabung, berbulu halus, hijau, mahkota lepas, bentuk pita, halus, kuning, benang sari bulat, kuning, putik melengkung, kuning, Buah Kotak, bulat, rnasih muda hijau setelah tua coklat. Biji Bulat, keras, coklat, Akar Tunggang, putih kotor (TOI). Tanaman Insulin dapat dilihat pada gambar 2.1.

(2)

2.1.1 Kandungan Zat Aktif

Daun insulin juga mengandung protein, lipid, serat dan sakarida, catechone, terpenes, dan flavonoid. Daun tersebut memiliki efek seperti insulin, yaitu menurunkan produksi glukosa di hepatosit. Menurut penelitian dari meiliana (2017) dekokta dari daun paitan atau daun insulin dapat menurunkan kadar gula darah.

Daun insulin mempunyai kandungan seperti flavonoid, glikosida, saponin, tannin dan steroid menurut hasil skrining fitokimia oleh Purba (2003). Menurut Taofik et al. (2010), ekstrak air daun insulin mempunyai beberapa kandungan flavonoid, alkaloid, dan tanin. Senyawa Quercetin merupakan salah satu kandungan dari Flavonoid yang berperan sebagai penurun kadar gula darah. senyawa dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Struktur Kimia Quercetin (Arif, 2015) Gambar 2. 1 Daun Tanaman Insulin (Amanatie, 2015)

(3)

2.1.2 Khasiat Tanaman Insulin

Tumbuhan Insulin atau dikenal juga dengan nama Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) biasanya dimanfaatkan pada bagian daunnya. Dari manfaat daun tersebut dapat digunakan untuk antidiabetes, antivirus, anti malaria, liver, dan radang tenggorokan, serta penggunaannya sebagai bahan pestisida. Pada daun Insulin terkandung beberapa senyawa seperti alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, serta polifenol. (Verawati et al, 2015). Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Sasmita. Dkk (2017) bahwa ekstrak daun T. diversifolia dapat penurunkan kadar glukosa darah pada tikus Wistar (Rattus norvegicus). Dan dapat disimpulkan daun T. diversifolia memiliki efek antidiabetes atau berperan sebagai antihiperglikemik.

2.2 Penggolongan Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Penggolongan obat tradisional adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat yang berasal dari alam. Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat di kelompokan menjadi: Jamu, Obat Herbal Terstandar, Fitofarmaka ( BPOM, 2015).

2.2.1 Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional.

2.2.2 Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

(4)

2.2.3 Fitofarmaka

Fitofarmaka Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan.

Gambar 2. 3 Logo Penggolongan Obat herbal: (A) Jamu; (B) Obat Herbal Terstandar; (C) Fitofarmaka.

2.3 Tinjauan Simplisia

Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak hingga diperoleh serbuk (Depkes RI, 2008).

2.4 Tinjauan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dari suatu Simplisia nabati atau Simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapakan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Kemudia ekstrak tersebut dapat dijadikan bahan baku oleh industry atau dapat digunakan langsung oleh masyarakat. (Depkes RI, 2014).

2.4.1 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian suatu bahan aktif dari Simplisia nabati atau Simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Sedangkan yang dimaksud dengan Simplisia adalah bahan alamiah yang diperlukan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi Simplisia nabati, dan hewani. Simplisia nabati adalah Simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian

(5)

tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari Simplisia nabati atau Simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 2000).

2.4.1.1 Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang umum dilakukan untuk mengekstraksi senyawa dari tanaman. Ada tiga jenis maserasi yaitu maserasi, kinetic dan ultrasonik. Maserasi kinetika dapat dilakukan dengan cara merendam bagian simplisia secara utuh atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut yang sesuai dalam bejana tertutup, yang dilakukan pada suhu kamar selama sekurang-kurangnya tiga hari dengan pengadukan berulang kali sampai semua bagian tanaman dapat larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ekstraksi dihentikan ketika telah tercapai kesetimbangan senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Selanjutnya campuran di saring dan ampasnya diperas dari pelarutnya agar diperoleh bagian cairnya saja. Cairan jernih kemudian disaring atau di dekantasi dan dibiarkan selama dalam waktu tertentu (Mukhairini, 2014; Kumoro, 2015).

Maserasi ultrasonik merupakan modifikasi dari metode maserasi dengan mengunakan ultrasound (gelombang dengan frekuensi tinggi, 20kHz). Metode ini dilakukan dengan memasukkan simplisia kedalam sebuah bejana, kemudian bejana dimasukkan dalam wadah ultrasonik. Pada prinsipnya, metode ini memberikan tekanan mekanik pada sel sehingga menghasilkan rongga pada sampel. Rongga yang terbentuk menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi. Sehingga senyawa yang diperoleh cukup banyak. Keuntungan menggunakan metode ini yaitu prosesnya lebih cepat dan lebih efisien dibandingkan dengan metode yang lainnya. Hasil dari ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Depkes RI, 2008; mukhriani, 2014)

2.4.1.2 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan

(6)

pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya terus-menerus sampai diperoleh ekstrak sehingga kandungan zat aktif terekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2008). Pada metode perkolasi, serbuk simplisia dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area.

2.5 Tinjauan Granul

Granul adalah gumpala-gumpalan dari partikel-partikel yang kecil dan didapatkan dari proses granulasi yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk dengan jalan membentuk menjadi bulatan-bulatan atau agregat-agregat dalam bentuk yang beraturan, umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar (Miranti, dkk, 2014). Ukuran biasanya berkisar antara ayakan mesh 8-12 (Lachman et al,1994). Pembentukan granul dapat dilakukan dengan cara basah atau kering. Untuk bahan aktif ekstrak umumnya dilakukan granulasi basah.

2.5.1 Granulasi Basah

Granulasi basah dibentuk dengan cara pengikatan serbuk dengan suatu bahan pengikat sehingga terjadi penggabungan serbuk partikel dengan ukuran granul. Teknik ini membutuhkan larutan bahan pengikat yang ditambahkan pada campuran serbuk atau bahan pengikat seperti PVP dapat dimasukkan kering kedalam campuran serbuk dan pelarut ditambahkan sampai terbentuk granul basah Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Kelarutan bahan pengikat juga mempengaruhi pemilihan metode yang akan dipakai, karena larutan itu harus mampu berdispersi dengan mudah kedalam massa.

Pelarut mempunyai peranan penting pada proses granulasi basah, karena jembatan cair akan terbentuk antar partikel dan kekuatan ikatan akan meningkat (Ansel,2008).

(7)

2.5.2 Mutu Fisik Granul

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diuji sifat fisiknya yang meliputi : kecepatan alir dan sudut diam, kandungan lengas, kadar fines, kompresibilitas dan kompaktibilitas. Uji ini dilakukan agar massa kempa memenuhi persyaratan untuk dicetak menjadi tablet.

2.5.2.1 Kecepatan Alir dan Sudut Diam

Granul yang akan dicetak harus mengalir secara teratur dan baik saat dimasukkan dalam hopper, mesin cetak tablet. Kecepatan alir akan berpengaruh terhadap keseregaman bobot tablet. Kecepatan alir granul yang baik adalah lebih besar dari 10g per detik, dengan sudut diam antara 20°-30° (Aulton,2002).

Pengukuran sudut diam dilakukan dengan cara mengukur tinggi kerucut dan diameter granul. Semakin datar kerucut maka kemiringannya semakin kecil, hal itu menunjukkan bahwa sifat alirnya semakin baik.

Sudut diam adalah sudut maksimum yang dibentuk permukaan serbuk dengan pemukaan horizontal. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30° menunjukan bahwa granul dapat mengalir dengan baik, bila sudutnya lebih besar dari 40° daya mengalirnya jelek (Cartensen,1977).

Tabel II. 1 Hubungan Sudut Diam dan Sifat Alir (Aulton,2002)

2.5.1.2 Kandungan Lengas

Pengujian kandungan lembab dilakukan dengan menggunakan alat moisture

content. Uji kandungan lengas ditentukan pada granul kering. Kadar lengas

dinyatakan sebagai % susut pengeringan dan % kadar lengas. Persyaratan kandungan lengas adalah 1-2% (Lachman,et all. 1990).

Sudut Diam Jenis Aliran <20 20-30 30-34 >40 Sangat Baik Baik Cukup Baik Sangat Buruk

(8)

2.5.1.3 Kadar Fines

Kadar fines adalah salah satu parameter yang banyak digunakan pada tablet karena dapat mempengaruhi sifat massa tablet seperti laju alir, indeks kompresibilitas dan lain-lain. Eksipien yang berbentuk serbuk umumnya mempunyai ukuran partikel yang tidak homogen. Selain ukuran partikel, bentuk partikel juga mempunyai peranan penting dalam proses produksi. Bentuk eksipien yang ideal pada pembuatan tablet adalah sferis, dibandingkan dengan serbuk amorf atau yang berbentuk lempeng atau kristal jarum. Idealnya setiap bahan yang akan digunakan dalam suatu formulasi tablet mempunyai gambaran seluruh distribusi ukuran partikelnya. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar fines adalah pengayakan (Ansel, 2012)

2.5.1.4 Kompresibiltas

Indeks kompresibilitas atau Indeks Carr’s adalah ukuran dari kecenderungan serbuk yang dikompres, yang merupakan kemampuan serbuk untuk menetap dan menciptakan interaksi antar partikulat. Pada serbuk yang mengalir bebas, interaksi tersebut kurang berarti dan nilai kerapatan serbuk ruahan dan serbuk mampat lebih kecil. Sedangkan pada serbuk yang sukar mengalir, interaksi pada partikel sering lebih besar dan perbedaan antara kerapatan serbuk ruahan dan serbuk mampat juga besar (Depkes RI, 2014). Persyaratan kompresibiltas yang baik yaitu 15 %.

Indeks kompresibilitas dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Indekss Kompresibilitas = 𝑃 tab− 𝑃 𝑏𝑢𝑙𝑘

𝑃 𝑡𝑎𝑏 x 100% Keterangan : ρ tab = BJ Granul Awal

ρ bulk = BJ Granul Akhir 2.5.1.5 Kompaktibilitas

Kemampuan serbuk membentuk massa kompak dengan pemberian tekanan tergantung pada karakteristik kompresibilitas serbuk tersebut. Uji kompaktibilitas serbuk dapat diketahui dengan menggunakan penekan hidrolik. Massa granul yang dapat membentuk kekerasan tablet lebih dari 4 kg tanpa menunjukkan kecendrungan capping dapat dianggap kompresibilitasnya baik.

(9)

Kompaktibilitas berfungsi untuk mengetahui kemampuan suatu massa granul yang dapat dikempa menjadi tablet yang kompak setelah diberikan tekanan tertentu (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.6 Tinjauan Tablet

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan pembawa yang sesuai dengan farmasetika. Tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, tergantung dari cara pemakaian dan metode pembuatan tablet. Sebagian besar talet digunakan secara oral, dan dibuat secara kompresi dengan penambahan zat warna dan perasa. (Depkes RI, 2014).

2.6.1 Bahan Pembawa Tablet

Dalam pembuatan tablet selain zat aktif dibutuhkan bahan pembawa yang berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, dan lubrikan. Bahan pembawa tablet untuk memenuhi persyaratan karakteristik tablet. Berikut bahan tambahan tersebut adalah :

2.6.1.1 Bahan pengisi

Bahan pengisi yang ditambahkan dalam formulasi bertujuan untuk membentuk massa tablet yang diinginkaan. Pengisi dapat juga ditambah karena alasan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu : Non toksik dan memenuhi persyaratan famasetika. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah laktosa, pati, selulosa, mikrokristal selulosa, mannitol, dan sorbitol. (Departemen Kesehatan RI, 2014)

2.6.1.2 Bahan pengikat

Bahan pengikat dapat memberikan daya adhesi pada massa serbuk saat granulasi dan meningkatkan kohesifitas pada bahan pengisi. Bahan pengikat dalam tablet membantu penyatuan beberapa partikel serbuk. Penambahan bahan pengikat lebih efektif dalam bentuk larutan, tetapi dapat juga ditambahkan dalam bentuk kering. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah gom akasia, gelatin, sukrosa, povidone, metilselulosa, karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. Selulose

(10)

mikrokristalin merupakan bahan pengikat yang paling efektif untuk pembuatan tablet kempa langsung (Depkes RI, 2014).

2.6.1.3 Bahan Penghancur

Bahan penghancur merupakan bahan yang membantu dalam proses hancurnya tablet ketika berada dalam saluran pencernaan. Bahan penghancur akan menjadi pendorong hancurnya massa padat menjadi partikel-partikel kecil, sehingga dapat terdispersi. Hal ini terjadi karena adanya kontak tablet dengan cairan saluran pencernaan, yang menyebabkan bahan penghancur mengembang sehingga tablet pecah menjadi granul. Contoh bahan penghancur seperti disentegran adalah primogel, polyplasdon, acdiol (Ansel, 2014)

2.6.1.4 Lubrikan

Secara umum bahan lubrikan berfungsi sebagai pelicin (lubrikan), anti lekat (anti aderen) dan pelincir (glidan). lubrikan difungsikan untuk mengurangi gesekan antara tablet dengan dinding die, pada saat ejcksi tablet contohnya adalah Mg stearate (Lachman,et all 1994).

Lubrikan mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Contoh bahan lubrikan yang tidak larut denagn air adalah stearate, asam stearat, dan magnesium stearat digunakan sebagai lubrikan. Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga cenderung menurunkan kecepatan disintegran dan disolusi. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebih harus dihindarkan (Depkes RI, 2014).

2.6.2 Mutu Fisik Tablet

Uji mutu fisik tablet merupakan persyaratan yang harus dipenuhi, secara umum adalah uji ukuran tablet, keseragaman kadar dan bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan disolusi .

2.6.2.1 Kekerasan tablet

Tablet kompresi biasanya menggunakan tekanan antara 1-2 ton dalam produksinya. Umumnya semakin besar tekanan yang diberikan maka semakin keras tablet yang dihasilkan walaupun sifat dari granul juga menentukan kekerasan tablet. Beberapa alat penguji kekerasan tablet (dalam kg, pound) yang

(11)

dibutuhkan dalam memecahkan tablet. Persyaratan kekerasan tablet adalah 4-8 kg (Ansel, 2012).

2.6.2.2 Kerapuhan Tablet

Daya tahan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat uji kerapuhan dengan cara memutar dan jatuh dalam wadah berputar selama waktu tertentu. Pada proses pengukuran kerapuhan, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit selama 4 menit, jadi total putaran adalah 100 putaran. 10 tablet diuji ketahanan terhadap kehilangan bobot, keadaan ini menunjukkan kemampuan tablet menahan pengikisan pada transportasi. Persyaratan kehilangan bobot tidak boleh lebih dari 1% (Departemen Kesehatan RI, 2014).

2.6.2.3 Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan tablet dalam medium yang sesuai, sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa alat penguji. Waktu hancur dipengaruhi oleh sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet. Kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit (DepkesRI, 2014)

2.7 Tinjauan Bahan Penelitian 2.7.1 Avicel PH 101

Avicel PH 101 merupakan nama lain mikrokristal selulosa. Pemerian putih, tidak berbau, tidak beras, berbentul serbuk Kristal yang terdiri dari partikel berpori. Avicel PH 101 dapat digunakan sebagai adsorben, anti adheren, bahan pengeras kapsul, disentegran dan bahan pengisi pada tablet tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Sebagai bahan pengisi digunakan konsentrasi sebanyak 20%-90%. Secara komersial avicel tersedia dalam bentuk berdasarkan perbedaan ukuran partikel, sifat dan kelembabannya seperti Avicel PH 102, Avicel PH 103 dan masih banyak lainnya (Rowe R.C et al, 2009).

(12)

2.7.2 Laktosa

Laktosa anhidrat memiliki rumus kimia C12H22O11 dengan (BM 342,30) sedangkan laktosa mohohidrat memiliki rumus C12H22H2O (BM 360,31). Ciri-ciri dari laktosa adalah serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis. Laktosa larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol (95%) dan praktis tidak larut dalam kloroform dan eter (DepKes RI, 2014)..

Dalam formulasi sediaan tablet laktosa digunakan sebagai bahan pengisi dan biasanya dikombinasikan dengan avicel dengan perbandingan konsentrasi 73%-77% laktosa dan 23%-27% avicel (Rowe R.C et al,2009).

Gambar 2. 5 Struktur Kimia laktosa (Rowe et al., 2009) 2.7.3 Primogel

Primogel merupakan derivat amilum kentang yang memiliki sifat seperti

carboxymethyl cellulose. Nama lain dari primogel adalah sodium starch glycolate

atau sodium carboxymethyl starch, merupakan serbuk putih atau hampir putih, mudah mengalir dan serbuk higroskopis. Bahan ini stabil meskipun sangat higroskopis, harus disimpan dalam wadah tertutup baik untuk melindungi dari kelembaban agar tidak menyebabkan penggumpalan (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Primogel (Rowe et al., 2009)

Primogel merupakan salah satu dari superdisintegrant yang efektif digunakan dalam pembuatan tablet secara granulasi basah maupun cetak langsung.

(13)

Efektif pada kadar 2-8% dan kadar diatas 8% umumnya menambah waktu hancur tablet. Primogel menyebabkan waktu hancur cepat yaitu sekitar 2 menit, efektif dalam hal ketersediaan serta murah dan ekonomis.

2.7.4 Magnesium Stearat

Magnesium stearat dengan rumus molekul C36H70MgO4 dan bobot molekul 591,24 memiliki nama lain yaitu magnesium distearate, magnesii stearas, magnesium octadecanoate, octadecanoic acid, magnesium garam, asam stearat, garam magnesium, dan Synpro 90. Magnesium stearat dikenal dalam industri farmasi dapat mengurangi masalah kekerasan tablet dan disolusi dari tablet (Chaubal et al., 2006).

Magnesium stearat merupakan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearate dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO (DepKes RI, 2014).

Gambar 2. 7 Struktur Kimia Magnesium Stearat (Rowe et al., 2009)

Magnesium stearate berupa serbuk yang sangat halus, berwarna putih, memiliki densitas rendah,bau samar dan rasa yang khas. Praktis tidak larut dalam air, etanol, dan eter, sedikit larut dalam benzene hangat. Stabilitasnya baik, dan harus disimpan dalam wadah tertutup, ditempat sejuk dan kering. Secara umum magnesium stearate digunakan pada pembuatan kosmetik, makanan dan formulasi sediaan farmasi (Rowe et al., 2009). Magnesium stearate dikatakan sebagai lubrikan dikonsentrasi antara 0.1 sampai 5% (Lachman et al.,1994).

Gambar

Gambar 2. 2 Struktur Kimia Quercetin  (Arif, 2015)  Gambar 2. 1 Daun Tanaman Insulin (Amanatie, 2015)
Gambar 2. 3 Logo Penggolongan Obat herbal: (A) Jamu; (B) Obat Herbal  Terstandar; (C) Fitofarmaka
Tabel II. 1 Hubungan Sudut Diam dan Sifat Alir (Aulton,2002)
Gambar 2. 4 Struktur Kimia Polimer Avicel (Rowe et al., 2009)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan laporan tugas akhir ini yang berjudul

Hasil korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi (p = 0,031) menunjukkan bahwa penelitian ini menunjukkan hubungan antara estimasi kapasitas cranium dengan

Terhadap Target Jangka Menengahnya.. 13 Berdasarkan Gambar 3.2 diatas terlihat bahwa capaian kinerja IK.1 tahun 2017 sama dengan capaian kinerja tahun 2016 sebesar 100%,

Purwiyatno Hariyadi hariyadi@seafast.org Value of FOODS = x ETC Flavor Functionality Ethic Texture Taste Performance QTY/Calorie Nutrition Appearance Eco-Friendliness Q

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan menggunakan persamaan product moment didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,74. Signifikansi perbedaan hasil belajar

14 Starblue Merupakan tipe kenari warna hasil persilangan kenari coklat hitam dengan kenari merah yang menghasilkan warna bulu menjadi biru keabuan dan memiliki

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa tulisan ini akan menjelaskan tentang analisis truktur sintaksis Colloquial Singapore English, dan perbedaannya dengan

tawakkal (menyerahkan diri kepada Allah Swt sepenuhnya) dan tingkat ridha akan mudah dicapai. Tingkatan-tingkatan ini adalah jalan perantara kepada kelezatan dan