UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN
BERDASARKAN METODE DATA GAYABERAT DI DAERAH PROSPEK PANASBUMI ARJUNO WELIRANG, JAWA TIMUR
SKRIPSI
“Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Sains”
MAULANA SOFYAN
0706262514
Peminatan Geofisika program Studi Fisika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Maulana Sofyan
NPM : 0706262514
Program Studi : Geofisika Judul Skripsi :
ANALISIS DAN PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN METODE GAYABERAT DI DAERAH PROSPEK
PANASBUMI ARJUNO - WELIRANG, JAWA TIMUR Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sainspada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Syamsu Rosid ( )
Penguji 1 : Dr. Eng. H. Yunus Daud, M.Sc. ( )
Penguji 2 : Dr. Eng. Supriyanto ( )
Ditetapkan di : Depok
Ringkasan Tugas Akhir / Skripsi
Nama, NPM : Maulana Sofyan, 0706262514 Pembimbing : Dr. Syamsu Rosid
Judul : Analisa dan Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Gayaberat di Daerah Prospek Panasbumi Arjuno-Welirang, Jawa Timur
ABSTRAK
Nama : Maulana Sofyan Program Studi : S-1 Reguler
Daerah prospek panasbumi Arjuno - Welirang berada di wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu. Geologi daerah ini didominasi oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Penelitian ini memfokuskan pada metode gayaberat untuk mengetahui struktur bawah permukaan. Manifestasi permukaan yang ada di daerah ini berupa fumarol yang terletak di puncak Gunung welirang dan juga mata air panas di sebelah barat dan baratlaut Gunung Welirang. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya lapisan clay
cap, reservoar dan juga batuan panas yang berbentuk updome yang berada dibawah Gunung
Welirang. Dengan mengintegrasikan data geologi, geokimia dan juga geofisika maka model konseptual dari sistem panasbumi Arjuno Welirang bisa kita buat dengan menggabungkan ketiga data tersebut.
Kata kunci: Daerah prospek panasbumi Arjuno - Welirang, metode gravitasi, metode
ABSTRACT
Name : Maulana Sofyan
Program of Study : Undergraduate Program in Physics
Arjuno – Welirang geothermal prospect area is located in the Regency of Malang, Regency of Mojokerto, Regency of Pasuruan, and Batu City. This prospect has a geological area dominated by Kuartery volcanic rocks. This study focuses on gravity method to determine the subsurface structure. Surfcace manifestations in the form of fumaroles of this area is located on a Mountain top Welirang and hot springs in the west and northwest of Mount welirang. This result indicate the presence of a layer of clay cap, reservoir, and also indicate the presence of hot rock shaped updome under Mount Welirang. Integrate data with geological, geochemical, and geophisical well as conceptual model of a geothermal system Arjuno – Welirang we can make by combining the three data.
Keywords: Arjuno - Welirang geothermal prospect area, gravity method, mapping of subsurface structure geothermal system.
Analisa dan Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Metode Gayaberat di Daerah Prospek Panasbumi Arjuno-Welirang, Jawa Timur
( Ringkasan ) LATAR BELAKANG
Ketersediaan sumberdaya energi bahan bakar minyak bumi (BBM) akan semakin menipis seiring dengan perjalanan waktu. Sumber daya energi yang merupakan produk sampingan dari BBM, yaitu bahan bakar gas (BBG) keberadaannya juga mengikuti BBM karena keduanya bersifat tidak dapat diperbaharui (non renewable). Oleh karena itu upaya penelitian yang berkelanjutan dalam rangka mendapatkan energi alternatif pengganti energi yang tidak terbarukan (non renewable) ini harus terus dilakukan. Posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik ) menyebabkan terbentuknya deretan gunungapi di sebagian wilayah negara ini, dan menyebabkan terbentuknya sumber energi panasbumi di sekitar gunungapi tersebut.
Energi panasbumi adalah energi sumberdaya alam berupa air panas atau uap yang terbentuk dalam reservoir di dalam bumi melalui pemanasan air bawah permukaan oleh batuan beku panas. Seiring dengan peningkatan kegiatan industri dan perkembangan pembangunan maka dituntut suatu usaha untuk memaksimalkan potensi alam yang ada sebagai sumber energi, yang salah satunya adalah energi panas bumi. Daerah Jawa Timur bagian selatan berada pada jalur vulkanik yang dikenal dengan jalur ring of fire dengan rentetan gunungapi aktif yang berasosiasi dengan pembentukan sistem panas bumi. Berdasarkan data peta sebaran potensi panas bumi lndonesia (PMG, 2009) prospek potensi panas bumi di Jawa Timur adalah sekitar 1024 MW. Penyelidikan ini dilakukan dengan menggunakan metode geologi dan geokimia sehingga diperoleh batasan dan parameter dalam penentuan luas prospek panas bumi Arjuno - Welirang.
Geofisika adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan menggunakan parameter-parameter fisika. Dalam hal ini yang menjadi target adalah bumi bawah permukaan. Salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan adalah metode gaya berat (gravitasi). Metode gravitasi memiliki suatu kelebihan untuk survei awal karena dapat memberikan informasi yang cukup detail tentang struktur geologi dan kontras densitas batuan. Pada kasus panas bumi perbedaan densitas batuan merupakan acuan dalam penyelidikan metode gravitasi. Dimana, daerah sumber panas dan akumulasinya di bawah permukaan bumi dapat menyebabkan perbedaan densitas dengan
massa batuan disekitarnya. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan memberikan informasi mengenai struktur geologi bawah permukaan dan potensi geothermal di daerah Gunung Arjuno Welirang kepada pihak terkait (pengelola atau pemerintah), agar dapat memaksimalkan potensi geothermal di daerah tersebut.
Perumusan Masalah
Ruang lingkup atau batasan yang didefinisikan dalam penelitian ini adalah:
1. Pada penelitian dan penyusunan karya tulis ini akan dititikberatkan pada pembahasan dan analisa dengan menggunakan metode gayaberat.
2. Studi Magnetik dan MT (magnetotellurric) di daerah penelitian yang digunakan dalam interpretasi terpadu merupakan hasil studi literatur.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Memahami tahapan pengolahan data geofisika metode gravitasi secara baik dan benar.
2. Menganalisis dan menginterpretasi hasil pengolahan data secara benar hingga diketahui struktur bawah permukaan yang berkaitan dengan sistem panasbumi Arjuno Welirang.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan penyelesaian masalah dan mencapai tujuan diatas adalah:
1. Perumusan masalah dan pengumpulan data.
2. Studi literatur mengenai aspek-aspek eksplorasi panasbumi dan tatanan geologi regional di daerah penelitian. Studi literatur ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari bahan bahan pustaka yang berkaitan dan akan menunjang penelitian seperti laporan penelitian, laporan perusahaan, buku, dan paper.
3. Pengolahan data Anomali Bouguer, yang meliputi:
Analisa Spektrum, yaitu untuk menentukan kedalaman sumber-sumber anomali regional dan residual.
Metode Regresi Polinomial, yaitu salah satu tahap pengolahan data gayaberat yang
dilakukan untuk pemisahan anomali regional dan anomali residual, dan
Gravity forward modeling, yaitu pembuatan model penampang bawah permukaan
berdasarkan data gayaberat.
4. Interpretasi terpadu, yaitu korelasi antara hasil analisa dari berbagai metode geofisika dan data geologi serta geokimia.
5. Pengambilan kesimpulan dan saran atau rekomendasi yang dapat didefinisikan dari hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari data Anomali Bouguer. Peta Anomali Bouguer
Untuk mempermudah data anomali gayaberat (Complete Bouguer Anomaly) maka nilai anomali Bouguer di plot menggunakan software surfer. Pada peta tersebut daerah penelitian ini mencakup luas area sekitar 12 x 9 kilometer dengan spasi (gridding) antar titik pengukuran 300 m.
Gambar 4.1. Peta anomali gayaberat Bouguer beserta lintasan titik-titik pengukuran
Berdasarkan peta anomali Bouguer ini dapat kita lihat bahwa nilai anomali pada area pengukuran berkisar mulai -34 mGal hingga 56 mGal. Bagian yang paling menarik atau zone
penelitian yaitu suatu area pada peta anomali Bouguer (Gambar 4.1) dimana terdapat suatu
closure kontur dengan nilai anomali tertinggi yaitu 56 mGal. Sedangkan zona interest lainnya
ada di bagian timur yang memiliki nilai anomali terendah hingga mencapai -34 mGal.
Analisa Spektrum
Tahapan yang berikutnya adalah tahap analisis spectrum. Analisis spektrum adalah salah satu analisis harmonik yang digunakan untuk menganalisis fenomena osilator harmonik di alam. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendapatkan distribusi spektrum dari fenomena osilator harmonik dan untuk menunjukkan karakteristik statistiknya. Untuk analisis spektrum satu dimensi, data anomali medan gravitasi Bouguer yang terdistribusi pada suatu penampang lintang dapat diekspansi dalam deret Fourier. Atas dasar inilah, maka permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis spektrum data anomali Bouguer pada bidang datar untuk mengestimasi kedalaman bidang batas anomali lokal dan anomali regional, yang nantinya mempermudah dalam menentukan pemodelan.
Gambar 4.3 hasil grafik analisa spektrum yang memperlihatkan trend regional dan trend residual untuk slice 1.
Gambar 4.4 hasil grafik analisa spektrum yang memperlihatkan trend regional dan trend residual untuk slice 2. y = -800,43x + 6,2555 y = -426,27x + 4,8883 y = -3,6729x + 1,6048 0 1 2 3 4 5 6
0,00E+00 5,00E-03 1,00E-02 1,50E-02
ln
A
k
Spektrum Analysis Slice 1
regional residual noise regional residual noise Linear (regional) Linear (residual) Linear (noise) y = -3599,3x + 10,088 y = -235,91x + 4,1997 y = -189,73x + 4,0199 0 1 2 3 4 5 6 7 8
0,00E+00 5,00E-03 1,00E-02 1,50E-02
ln
A
k
Spektrum Analysis Slice 2
regional residual noise Linear (regional) Linear (residual) Linear (noise)
Gambar 4.5 hasil grafik analisa spektrum yang memperlihatkan trend regional dan trend residual untuk slice 3.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis spektrum di area slice 1 maka dapat kita simpulkan bahwa kedalaman rata-rata anomali regional (basement) berada pada kedalaman sekitar 800 m dan kedalaman anomali residualnya sekitar 400 m dari permukaan yang diasumsikan merupakan zona reservoar pada sistem panasbumi. Untuk area slice 2 kedalaman rata-rata anomali regional sekitar 3500 m dan kedalaman anomali residualnya 235 m yang diasumsikan merupakan batuan panas (hot rock). Sedangkan untuk area slice 3 kedalaman rata-rata anomali regional sekitar 370 m dan kedalaman anomali residual sekitar 145 m dari permukaan. Dari hasil analisis spektrum ini kita bisa mengasumsikan bahwa hot
rock berada di daerah barat daya dan semakin mendangkal ke arah timur laut tepatnya ke arah
Gunung Welirang.
Peta Anomali Regional & Residual
Berdasarkan peta anomali gayaberatnya, pada penelitian ini kita dapati bahwa anomali gayaberat regional ini akan berasosiasi dengan keberadaan sumber anomali yang kedalamannya relatif lebih dalam. Berdasarkan hasil analisa spektrum dari kedua lintasan tersebut menunjukan bahwa kedalaman rata-rata sumber anomali yang sifatnya regional didaerah penelitian adalah berada pada kedalaman sekitar 3500 meter di bawah permukaan. Sedangkan anomali gayaberat residual akan berasosiasi dengan sumber anomali yang
y = -372,98x + 5,7851 y = -145,18x + 4,3428 0 1 2 3 4 5 6
0,00E+00 5,00E-03 1,00E-02 1,50E-02
ln
A
k
Spektrum Analysis Slice 3
regional residual
Linear (regional) Linear (residual)
memiliki kedalaman relatif lebih dangkal yaitu pada kedalaman rata-rata sekitar 100 - 400 meter.
Disesuaikan dengan estimasi kedalaman regional dan residual hasil analisa spektrum tersebut, maka pemisahan anomali regional dan residual yang ada pada peta anomali Bouguer ini didapatkan setelah kita melakukan proses polinomial yang nantinya akan menggambarkan kondisi bawah permukaan pada kedalaman sekitar 3500 meter pada peta anomali regional dan kedalaman sekitar 250 meter hingga ke permukaan pada peta anomali residual.
Peta anomali regional dan residual yang didapatkan dari hasil polinomial ini ditunjukan pada Gambar 4.6 untuk polinomial orde 1, Gambar 4.7 untuk polinomial orde 2 dan Gambar 4.8 untuk polinomial orde 3. Sedangkan anomali residual didapatkan dari pengurangan nilai anomali Bouguer dengan anomali regionalnya yang semua prosesnya dilakukan dengan menggunakan software Matlab2008. Ketika data – data anomali regioanal dan anomali residual sudah didapatkan maka selanjutnya kita plot data tersebut menggunakan software Surfer9. Peta anomali regional yang didapatkan dari hasil polinomial yang telah di plot menggunakan surfer9 ditunjukan pada Gambar dibawah ini.
Gambar 4.6 anomali regional dan residual hasil polinomial orde 1
pada gambar di atas terlihat bahwa hasil kurva regional orde satu tidak sesuai dengan semestinya, seharusnya kurva anomali regional hasil polinomial orde 1 berupa garis – garis lurus, hal ini terjadi karena pada titik – titik tersebut tidak ada data sehingga kurvanya tidak berbentuk lurus melainkan ada beberapa bagian kurva yang melengkung.
Gambar 4.7 anomali regional dan residual hasil polinomial orde 2
Gambar 4.9 anomali regional orde 1, 2, dan 3 ( dari bawah ke atas )
Terlihat bahwa pola residual ini hampir menyerupai pola anomali Bouguer sehingga untuk memastikan dugaan kita akan keberadaan sumber anomali pada kedalaman regional, maka perlu dilakukan beberapa analisa untuk dapat memperkuat dugaan kita. Kemudian untuk mulai menganalisa kondisi atau keberadaan benda anomali pada kedalaman 3500 m.
jika kita amati pada gambar Gambar 4.10 kurva anomali residual di atas, maka kita dapat asumsikan bahwa pola anomali residual menyerupai pola anomali Bouguernya, daerah yang menjadi interest ialah daerah yang berada di daerah barat daya hingga ke bagian tengah kurva yang memiliki nilai anomali berkisar 4 – 40 mGal. Berdasarkan hasil polinomial orde 1, orde 2, dan orde 3 anomali gravity di bagian tengah kurva terlihat muncul di setiap orde, baik orde 1, orde 2, dan orde 3. Dan anomali tersebut semakin membesar dan terlihat jelas jika ordenya semakin tinggi. Sehingga asumsi pertama adalah bahwa adanya anomali ini kemungkinan adalah anomali yang diakibatkan oleh sumber anomali residual, dan dari Gambar 4.9 tersebut terlihat bahwa pada kurva anomali regional orde 1 terlihat adanya perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan anomali regional orde 3 dan orde 2. Oleh karena itu pada penelitian ini kurva anomali regional dan residual yang akan di analisa ialah hasil polinomial orde 1 yang lebih memfokuskan pada kurva anomali residualnya. Dan alasan lain mengapa memfokuskan terhadap anomali residual orde 1 adalah karena jarak antar stasiun pada pengukuran gravity yaitu 300 meter sehingga untuk polinomial orde 2 dan polinomial orde 3 kurang sesuai apabila ingin mecapai sampai kedalaman 3500 meter di bawah permukaan.
Dari Gambar 4.11 tersebut dapat disimpulkan bahwa tingginya nilai anomali bukan hanya terjadi akibat anomali residual melainkan adanya kontribusi dari benda anomali mulai pada kedalaman regional, sehingga berdasarkan asumsi tersebut, akan dilakukan pemodelan bawah permukaan dengan menggunakan software Grav2D yang dijalankan melalui Matlab, untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan berdasarkan data gayaberat dan untuk mengkonfirmasi kondisi struktur serta litologi bawah permukaan di area line AB dan line CD dengan melihat distribusi nilai densitasnya.
Kemudian untuk mulai menganalisa kondisi atau keberadaan benda anomali pada kedalaman 3500 m (kedalaman regional pada penelitian ini), diambil dua lintasan pada peta anomali residual yang dianggap merupakan zona representatif yaitu zona yang dianggap bisa menunjukan adanya anomali (kontras densitas)
Geologi dan Geokimia
Gambar 4.12. Peta Geologi lokasi penelitian metode gravity daerah Arjuno – Welirang.
Aktivitas vulkanik di daerah Arjuno – Welirang dipengaruhi oleh aktivitas tektonik Jawa. Gunung Arjuno dan Gunung Welirang banyak tersusun oleh lapisan batuan vulkanik kuarter dengan komponen lava basalt yang didasari batuan sedimen tersier. Pada daerah penelitian
o
C. Dan pada bagian barat dan baratlaut Gunung Welirang terdapat mata air panas tipe bicarbonate, yaitu mata air panas Padusan (50-55oC), Coban (39,4oC), dan Cangar (48,3-54,1oC). Berdasarkan hasil data geologi daerah panasbumi Arjuno – Welirang berhubungan dengan keberadaan basalt berumur kuarter yang merupakan hasil letusan gunuung Welirang, yang diindikasikan sebagai batuan panas (hot rock). Berdasarkan data geokimia suhu reservoar panasbumi berkisar 310 – 314 oC. Dari data geologi dan geokimia mengindikasikan bahwa zona reservoar panasbumi berada di bawah Gunung Welirang.
Gravity Forward Modelling
Profil model geologi bawah permukaan diperoleh melalui proses 2D Forward Modelling terhadap suatu lintasan pada peta anomali residual (Gambar 4.10). Lintasan ini dipilih karena dianggap paling bisa mewakilkan kondisi area yang kita inginkan dan menunjukan kontras densitas yang paling baik, yaitu line 1.
Gambar 4.13. Lintasan pada peta anomali Residual orde 1 yang ditentukan untuk dilakukan pembuatan model geologi bawah permukaan
Pemodelan ini adalah pemodelan anomali Residual sehingga akan memberikan gambaran secara umum mengenai kondisi dari permukaan hingga kedalaman 3500 m di bawah permukaan.
Selanjutnya model geologi bawah permukaan berdasarkan data gayaberat ini akan dibuat dan mengacu pada kondisi geologi daerah penelitian. Pemodelan yang dibuat akan melibatkan batuan yang berasal dari komplek pegunungan Arjuno - Welirang yang berdasarkan hasil tinjuan geologi serta analisa spektrum yang nantinya bermanfaat untuk menentukan kedalaman dari geologi regional dan residualnya. Berdasarkan pengolahan data menggunakan Excell didapatkan nilai rapat massa rata-rata (2.67 gr/cc). Berdasarkan data geologi lapisan pada lintasan “line AB” dan “line CD” didominasi oleh tiga lapisan utama yaitu lapisan Qvaw, Qpr,dan Qva dimana lapisan Qvaw merupakan lapisan paling bawah berdasarkan umur geologinya, sedangkan lapisan Qpr berada di atas lapisan Qvaw dan lapisan Qva merupakan lapisan paling atas. Lapisan Qvaw merupakan lapisan yang berasal dari batuan gunung api arjuno-welirang,breksi gunung api,lava,breksi tufan dan tuf. Sedangkan lapisan Qpr merupakan lapisan yang berasal dari batuan gunung api kuarter tengah, lapisan tersebut lebih banyak didominasi oleh batuan breksi gunung api,tuf,aglomerat,lahar. Diatas lapisan Qpr terdapat lapisan Qva yang merupakan lapisan yang berasal dari batuan gunung api arjuno, lapisan tersebut banyak didominasi oleh batuan breksi gunung api,lava,breksi tufan yang persebarannya tidak merata, hal ini dikarenakan lapisan tersebut merupakan hasil ekstrusi dari Gunung Arjuno dan Welirang sehingga pada lapisan ini banyak terdapat batuan beku seperti andesit dan basalt yang umumnya banyak tersebar di permukaan.
Profil Geologi Bawah Permukaan
Profil pemodelan dan respon kurva G-calculated terhadap G-observe pada pemodelan bawah permukaan lintasn line 1 dapat di lihat pada Gambar 4.13. Hasil pemodelan ini direkonstruksi berdasarkan hasil distribusi nilai densitas yang membentuk struktur geologi bawah permukaan. Pemodelan ini dipilih dan dianggap merupakan model yang paling baik dan dapat digunakan untuk merepresentasikan kondisi struktur dan litologi bawah permukaan.
Gambar 4.14 Profil geologi bawah permukaan berdasarkan data gayaberat pada lintasan “line AB”
Keterangan :
Lapisan Qvaw dengan densitas 2,68 gr/cc Lapissan Qpr dengan densitas 2,52 gr/cc Lapisan Qva dengan densitas 2,37 gr/cc Lapisan Qva dengan densitas 2,55 gr/cc Lapisan Qva dengan densitas 2,78 gr/cc
2,68 gr/cc (andesit)
2,52 gr/cc(sandstone) 2,37 gr/cc (lempung) 2,55 gr/cc(breksi) 2,78 gr/cc(breksi)
Gambar 4.15 : Profil geologi bawah permukaan berdasarkan data gayaberat pada lintasan “line CD”
Pada pemodelan ini terlihat bahwa semua nilai anomali residual ini terjadi akibat adanya kontribusi benda-benda anomali mulai dari kedalaman 3000 meter hingga permukaan. Lapisan yang paling bawah yang berada pada kedalaman 3000 meter merupakan batuan basement yang diduga pada kedalaman tersebut terdapat batuan panas yang nantinya berperan sebagai sumber panas pada sistem panas bumi Arjuno – welirang. Kemudian diatasnya diisi dengan distribusi nilai densitas dari Formasi Qpr yang penyebarannya relative tipis namun dibeberapa tempat menebal membentuk struktur undulasi dengan ketebalan sekitar 1000-1500 meter, Di bagian paling atas pada pemodelan ini diisi dengan distribusi densitas dari Formasi Qv yang lebih tipis dan muda. Pada gambar di atas terlihat bahwa batuan panas ( hot rock ) kemungkinan berada di lapisan Qvaw pada kedalaman 2500 meter di bawah titik titik 0 atau 3500 meter di bawah permukaan,batuan panas ini berasal dari batuan andesit dengan densitas 2,68 gr/cc, sedangkan lapisan di atas hot rock yaitu lapisan merupakan lapisan reservoar yang bagian atas dari lapisan tersebut ada pada kedalaman 1000 meter di bawah titik 0 atau 2000 meter di bawah permukaan dengan ketebalan dari lapisan reservoar yaitu 1000 – 1500 meter, lapisan reservoar ini merupakan batuan sandstone dengan densitas 2,37 gr/cc. Di atas lapisan reservoar terdapat lapisan clay cap yang berada pada kedalaman 1000m di bawah permukaan dengan ketebalan lapisan ini mencapai 1000 meter. Lapisan clay cap pada model di atas memiliki densitas 1,8 gr/cc yang merupakan batuan lempung. Pemodelan ini kemudian akan digunakan untuk dikorelasikan dengan hasil model
bawah permukaan dengan metode geofisika lainnya untuk menentukan kondisi struktur bawah permukaan yang bisa mewakili kondisi bawah permukaan yang sebenarnya.
Magnetotelurik
Berdasarkan data MT dari nilai resistivitas bawah permukaan menunjukkan bahwa batuan panas yang berbentuk updome terletak di bawah Gunung Welirang. Berdasarkan data MT lapisan clay cap yang merupakan lapisan konduktif (< 15 ohm-meter) memiliki ketebalan sekitar 1 km, kemudian lapisan di bawah clay cap dengan nilai resistivitas (> 30 ohm-meter) diindikasikan sebagai lapisan reservoar dengan ketebalan 1-1,5 km. Kemudian di bawah lapisan reservoar terdapat lapisan dengan nilai resistivitas yang sangat tinggi yaitu mencapai (±1000 ohm-meter) dan berbentuk updome, yang berada di bawah Gunung Welirang yang diindikasikan sebagai hot rock.
. Gambar 4.16. Model Konseptual daerah prospek panasbumi Arjuno Welirang berdasarkan data MT menggunakan software Geoslicer-X (Nuqramadha,dkk,2011).
Gambar 4.17. Peta sebaran tikik ukur MT (titik – titik hitam) dan Gravity (garis kuning) daerah panasbumi Arjuno –Welirang (Nuqramadha,dkk,2011).
Berdasarkan hasil integrasi dari data geofisika, geologi, dan geokimia menunjukkan hasil yang saling menguatkan, dimana berdasarkan ketiga data tersebut batuan panas (hot rock) yang berbentuk updome berada dibawah Gunung Welirang yang ditandai dengan munculnya fumarol di puncak Gunung Welirang. Daerah tersebut diindikasikan sebagai zona
upflow dari sistem panasbumi, sementara untuk zona outflow ditandai dengan keberadaan
mata air panas di daerah Padusan, Cangar, dan Coban yang banyak mengandung bicarbonate. Zona reservoar pada sistem panasbumi Arjuno – Welirang berada di bawah Gunung Welirang dengan kedalaman sekitar 1500 meter.
DAFTAR REFERENSI
Blakely, R.J., 1995, Potential Theory in Gravity & Magnetic application, Cambridge University Press.
Daud, Yunus. 2009. Klasifikasi Sistem Geothermal. Depok: Bahan Kuliah Eksplorasi Geothermal, Universitas Indonesia.
Dickson, Mary H., and Mario Fanelli., 2004, “What is Geothermal?” Istituto di Geoscienze e Georisorse, CNR, Pisa, Italy.
Nuqramadha, Wambra Aswo., Suhanto, Edi., Kasbani, Widodo, Sri., Munandar, Arief., Zarkasyi, Ahmad., Sugianto, Asep., Kholid, Muhamad., Daud, Yunus., Suparno, Supriyanto., Agung, Lendriadi., dan Pratama, Surya Aji., 2011 Investigasi
Magnetotellurik Pada Daerah Prospek Panasbumi Arjuno – Welirang, Universitas Indonesia.
Parasnis, D.S., 1982, Principles of Applied Geophysics, Chapman and Hall Ltd, London. PSDG, 2008, Modul V Survei Geofisika Panas Bumi, Bandung.
PSDG, 2011, Laporan Pendahuluan Arjuno Welirang, Bandung.
Reynolds, John M. (1997). An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics. England, John Willey and Sons, inc, pp 688-719.
Rosid, Syamsu. 2005. Lecture Notes : Gravity Method in Exploration Geophysics, Physics Department, University of Indonesia.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R. E., Keys, D. A., 1990, Applied Geophysics, Cambridge University Press, London.
Ussher, G. (2000). Understanding the Resistivities Observed in Geothermal System. World