• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR AN PADA MASA KEHAMILAN (Studi Living Qur an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR AN PADA MASA KEHAMILAN (Studi Living Qur an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR’AN PADA MASA KEHAMILAN

(Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Fauziyah NIM 11150340000042

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

(Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh: Fauziyah NIM 11150340000042

Pembimbing :

Moh. Anwar Syarifuddin, M.A NIP. 19720518 199803 2 001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

(3)

LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fauziyah

Nim : 11150340000042

Judul Skripsi : Praktik Pembacaan Al-Qur’an Pada Masa Kehamilan (Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon) Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ini merupakan karya saya sendiri dan tidak plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 31 Januari 2020

Fauziyah

(4)

dc

PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR'AN PADA MASA KEHAMILAN (Studi Living Qur'an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Desember 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Jakarta, 2 Februari 2021 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Eva Nugraha, M.Ag Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. M Suryadinata, M.Ag Hasanuddin Sinaga, M.A NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19701115 199703 1 002

Pembimbing,

Moh. Anwar Syarifuddin, M.A NIP. 19720518 199803 2 001

(5)

i

ABSTRAK Fauziyah

PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR’AN PADA MASA

KEHAMILAN (Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)

Skripsi ini membahas tentang fenomena Living Qur’an dalam tradisi ngupatan dan nujuh bulanan khususnya yang penulis teliti di desa Cibogo dan desa Ambit Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu manfaat apa yang didapat setelah melakukan praktik pembacaan al-Qur’an dan seperti apa rangkaian acara tradisi sunda ngupatan dan nujuhbulanan di desa Cibogo dan Ambit Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon?

Adapun metode yang penulis gunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan model etnografi. Pengumpulan data yang penulis gunakan ialah melakukan pengamatan dengan observasi langsung (partisipan observation), wawancara dan dokumentasi. Kemudian menganalisis data dan mereduksi data.

Hasil dari penelitian ini yaitu Pembacaan sepuluh surat pada acara ngupatan (empat bulan) dan khotmil qur’an nujuh bulanan (tujuh bulan) ini merupakan sebagai wasilah untuk mendapatkan keturunan yang soleh dan solehah. Ayat suci al-Qur’an bagaikan dzikir penenang hati, fikiran, merasa aman, damai, apabila dibacakan memiliki pengaruh positif pada bayi yang ada dalam kandungan dan al-Qur’an sebagai penyelamat hidup. Inti dari acara ngupatan dilaksanakan pada setiap ibu hamil memasuki usia ke empat bulan, sedangkan tradisi nujuhbulan dilaksanakan hanya pada anak pertama saja sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT serta menghormati warisan budaya tradisi nenek moyang.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

ﻢﯿﺣ ّﺮﻟا ﻦﻤﺣ ّﺮﻟا ﷲ ﻢﺴﺑ

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan ribuan nikmat kepada hamba-Nya nikmat sehat jasmani dan rohani serta atas petunjuk dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu melewati proses sabar dalam menyelesaikan tugas akhir yaitu skripsi dengan judul Praktik Pembacaan Al-Qur’an Pada Masa Kehamilan (Studi

Living Qur’an di Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon). Sholawat

serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Baginda tercinta Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan sampai terang benderang. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan dan do’a dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Yth Prof Dr, Amany Burhanudin Lubis, Lc., MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Yusuf Rahman, MA., Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Ilmu Ak-Qur’an dan Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.

4. Dosen Penasihat Akademik, (Alm) Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A., yang banyak memberi saran dan masukan kepada penulis selama studi di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semoga beliau ditempatkan di surga firdaus aamiin.

(7)

iii

5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan ikhlas dan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Dosen Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang sabar dan ikhlas mengajarkan dan memberikan ilmu kepada penulis.

7. Kepada petugas Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas terimakasih telah melayani mahasiswa/i dengan sangat baik. 8. Kepada kedua orang tua yang sangat tercinta Ayahanda Abdul

Kodir dan Ibunda Siti Nurkholisah tanpa henti selalu memanjatkan Do’a dan nasihat baik serta semangat, cinta dan kasih sayangnya kepada penulis. Teruntuk kedua Aa tersayang Zakaria Al-Amsori dan Mahmud Aminudin yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama penulis studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Teruntuk si Bungsu Adik tercinta Amalia Diana yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

9. Kepada nenekku tersayang Juju dan Abah Abbas yang telah meluangkan waktu mengantar dan mencari informasi kepada penulis. Teruntuk Ceu Eli terimakasih banyak telah meluangkan waktu memberikan banyak informasi dalam pencarian responden. Dan yang teruntuk Uwa Iti dan Uwa Toip terimakasih atas Do’a, dukungan moril maupun materil kepada keluarga penulis.

10. Teruntuk keluarga besar Ikatan Santri Karangsari (ISKAR) khususnya Fahrurrozi, Hisom, Marwiyah, Munawaroh, Azzah Fadila dan Iskandar yang telah mengingatkan penulis untuk segera lulus lalu cari pendamping.

(8)

iv

11. Kepada chaby kosan Munawaroh, Yanti Purnamasari dan Ade Reni terimakasih sudah membersamai saya selama di kos-kosan. 12. Kepada teman-teman IQTAF 2015 khususnya Wilda Maylani, Isti

Kharismawati, Rizki Ayu Agustine dan Liya Elfiya, Devi Setiawane, Miftah Nurul Huda, Nurotun Aeni, Tarmizi Kadir Dlimunte, Sabihisma Fajriyah dan lainnya penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu termakasih telah sama-sama berjuang dalam proses menyusun skripsi.

13. Kepada sahabatku Silmi Solihah dan Ima Salamah terimakasih telah membersamai penulis selama lima tahun terakhir di kampus semoga persahabatan kita sampai surga.

14. Kepada keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya (HIMA-CITA), Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD) dan PMII Komfuspertum, yang telah memberikan pengalaman serta menjadi bagian saksi perjalanan penulis saat kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 31 Januari 2020

(9)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K

Nomor: 158 Tahun 1987-Nomor: 054 b/u 198

No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan 1 ا Tidak dilambangkan 2 ب B Be 3 ت T Te

4 ث Ṡ Es dengan titik atas

5 ج J Je

6 ح Ḥ h dengan titik bawah

7 خ Kh Ka dan ha

8 د D De

9 ذ Ż Z dengan titik atas

10 ر R Er

11 ز Z Zet

12 س S Es

13 ش Sy Es dan ya

14 ص Ṣ Es dengan titik dibawah

15 ض Ḍ De dengan titik dibawah

16 ط Ṭ Te dengan titik dibawah

17 ظ Ż Zet dengan titik dibawah 18 ع ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan

19 غ G Ge 20 ف F Ef 21 ق Q Ki 22 ك K Ka 23 ل L El 24 م M Em 25 ن N En 26 و W We 27 ه H Ha 28 ء ` Apostrof 29 ي Y Ye

(10)

vi 1. Vokal

Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan َ◌ A Fatḥ ah ِ◌ I Kasrah ُ◌ U Ḍammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya ada sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan يَا Ai Fatḥ ah dan ya

وَا Au Fatḥ ah dan wau

2. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan ﺎﺑ Ā a dengan garis di atas

ْﻲِﺑ Ī i dengan garis di atas ْﻮُﺑ Ū u dengan garis di

atas

3. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialih aksarakan menjadi huruf /1/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dāwān.

(11)

vii 4. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydid ( ّ◌) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misal, kata (ةروﺮﻀﻟا) tidak ditulis ad-ḏarūrah melainkan al- ḏarūrah, demikian seterusnya.

5. Ta Marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat padakata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh satu dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ﺔﻘﯾﺮط Ṯarīqaẖ

2 ﺔﯿﻣ ﻼﺳ ﻹا ﺔﻌﻣ ﺎﺠﻟا Jāmi’ah al-Islāmiyyah

3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو Waẖdat al-wujūd

6. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama

(12)

viii

diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbani: Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.

(13)

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR ... ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB IPENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Tulisan ... 5

F. Kajian Terdahulu ... 5

G. Metodologi Penelitian ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJUAN UMUM PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN PADA MASA KEHAMILAN ... 18

A. Membaca Al-Qur’an Dari Sudut Ulumul Qur’an ... 18

B. Pengertian Living Qur’an ... 20

C. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat ... 23

D. Tradisi di Masyarakat ... 24

E. Tradisi Empat Bulan (Ngupatan) ... 25

F. Tradisi Tujuh Bulan (Nujuh Bulan) ... 27

G. Tradisi Lain Di Masyarakat Sunda ... 34

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN WALED KABUPATEN CIREBON ... 36

A. Profil Kecamatan Waled ... 36

B. Sejarah Waled ... 37

C. Kondisi Geografis ... 40

(14)

x

E. Gambaran Demografis ... 48

F. Profil Informan ... 56

BAB IV PRAKTIK PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM UPACARA NUJUH BULAN DI KECAMATAN WALED ... 58

A. Surah-surah dan Bagian al-Qur’an Yang Dibaca ... 59

B. Praktik Pembacaan al-Qur’an di Acara Empat Bulanan ... 70

C. Total biaya yang dikeluarkan ... 72

D. Praktik pembacaan al-Qur’an saat Upacara Nujubulan ... 72

E. Manfaat ... 81 BAB V PENUTUP... 87 A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 94

Lampiran 1: Pedoman Wawancara ... 94

Lampiran 2: Surat Penelitian Skripsi ... 96

Lampiran 3: Surat Izin Wawancara dari Kecamatan ... 97

Lampiran 4: Bukti Wawancara ... 98

(15)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Air Bersih ... 41

Tabel 3.2 Luas Wilayah Kecamatan ... 41

Tabel 3.3 Jarak dari Desa ke Kab. dan Kec. Serta jarak antar Desa ... 43

Tabel 3.5 Jumlah TK ... 44

Tabel 3.6 Jumlah Raudhatul Athfal ... 44

Tabel 3.7 Jumlah Madrasah Ibtidaiyah ... 45

Tabel 3.8 Jumlah Pondok Pesantren ... 45

Tabel 3.9 Jumlah SD ... 45

Tabel 3.10 Jumlah SMP ... 46

Tabel 3.11 Jumlah SMA ... 46

Tabel 3.12 Kondisi Sosial Keagamaan... 47

Tabel 3.13 Jumlah Mushola dan Masjid... 48

Tabel 3.14 Jumlah Keseluruhan Penduduk ... 48

Tabel 3.15 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 3.16 Data penduduk usia 0-19 tahun ... 50

Tabel 3.17data Penduduk Kecamatan Waled Dari Usia 20-39 Tahun ... 51

Tabel 3.18 Tabel Data Selanjutnya Dari Ussia 40-59 Tahun. ... 52

Tabel 3.19 Data terakhir kecamatan Waled dari usia 60 - ≤75. ... 52

Tabel 3.20 Data kepadatan penduduk di kecamatan Waled. ... 54

Tabel 3.21 Identitas Informan Kelompok Ustadz ... 57

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan bacaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat, mulai dari lingkup unit terkecil di dalam keluarga, maupun dalam lingkup lebih luas yang melibatkan sanak saudara, kerabat dan tetangga adalah fungsi al-Qur’an yang menjadikannya selalu dikenang dan diingat sebagai bacaan yang menyertai berbagai acara yang terkait dengan siklus hidup manusia, khususnya yang terkait dengan pembacaan surat-surat tertentu di masa kehamilan. Al-Qur’an sesuatu yang bernilai tinggi, maka tidak heran masyarakat muslim menghadirkan Al-Qur’an di dalam ritual. Bahkan kehadiran al-Qur’an juga ada di dalam melestarikan budaya dan tradisi nenek moyang yang berlaku hingga saat ini, sebagaimana yang terjadi pada tradisi terkait dengan pembacaan al-Qur’an yang secara rutin dilakukan pada acara ngupatan ketika usia kandungan empat bulan dan nujuh bulan di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon.

Tradisi ngupatan dan nujuh bulan merupakan bagian dari tradisi yang hidup di masyarakat berkaitan dengan kehamilan.1 Tradisi ini

merupakan akulturasi budaya jawa dengan Islam. Nujuh Bulan adalah suatu ritual yang diselenggarakan pada ketujuh bulan kehamilan dan dilakukan hanya pada saat mengandung anak pertama. Tradisi ini dilakukan semata-mata untuk memohon keselamatan baik untuk ibu yang sedang mengandung dan untuk calon bayi yang akan dilahirkan sekaligus bentuk syukur kepada Allah SWT akan kehadiran calon bayi penerus keturuan keluarga.

1 Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi,

(17)

2

Tradisi nujuh bulan biasanya dilangsungkan di rumah orangtua pihak perempuan/istri yang sedang mengandung atau di rumah pihak laki-laki/suami dengan hasil kesepakatan bersama. Dalam penyelenggaraan tradisi ngupatan dan Nujuh Bulanan ada beberapa rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan yaitu:

pertama, mengadakan Do’a dan pembacaan ayat suci Al-Qur’an hanya dengan sepuluh surat pilihan pada saat acara ngupatan dengan tujuan agar calon bayi tersebut mempunyai perangai dan sifat seperti Nabi Yusuf, Siti Maryam, Muhammad dan sebagainya. Kedua, pada tradisi nujuh bulanan menyediakan jamuan kelapa dan air kembang untuk dimandikan, kemudian siraman dan dijumpai seajen-sesajen yang menjadi simbol makna tersendiri. Hasil penelitian disimpulkan bahwa tradisi Nujuh Bulanan memiliki nilai- nilai kesadaran religi, psikologis kesehatan ibu hamil, dapat memelihara integritas sosial dan pelestarian budaya sebagai perwujudan identitas sosial dan budaya masyarakat.2

Dalam kajian ini, penulis akan fokus pada interaksi al-Qur’an terhadap budaya di masyarakat sunda dan seperti apa tradisi nujuh bulanan khususnya di desa Cibogo dan Ambit Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon.

Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna. Misalnya, insting social pada anak sebagai potensi

2Iin Wariin, “Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu Pada

Masyarakat Cirebon”, vol.2, No.1 (2014) di akses pada tanggal 9 April 2020 pukul 15.23 WIB dari http://www.fkip-unswagati.ac.id/ejournal/index.php/edunomic/article/view/36.

(18)

bawaanya setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan berkomunikasi.3 Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah fisik

maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat ‘laten’. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini.4 Sebagai makhluk ciptaan Tuhan,

sebenarnya potensi Agama sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dorongan ini dikenal dengan hidayat al-Diniyyat, berupa benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya adalah makhluk beragama.5

Setelah penulis melakukan penelitian di Kecamatan Waled, para tokoh mengatakan umumnya masyarakat Kecamatan Waled melaksanakan tradisi masa kehamilan dengan membacakan sepuluh surat pilihan: Yāsīn, Yūsuf, Maryam, Luqmān, al-Mulk, ar-Rahmān, al- Fath, al-Wāqiah, al-Kahfi dan Muhammad. Pada tradisi masa kehamilan memasuki bulan ke tujuh dengan harapan orangtua agar keturunannya soleh dan solehah juga berperangai seperti Nabi Yusuf, Siti Maryam, dan Nabi Muhammad. Akan tetapi anak akan berpengaruh jika ada dukungan didikan dari orangtua mengajarkan hal baik.

Dari sinilah penulis akan menggali praktik pembacaan al-Qur’an dalam tradisi Ngupatan dan Nujuh Bulan yang diselenggarakan di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon. Maka penulis tertarik untuk mengkaji Studi Living Qur’an dengan judul:

3 Jalaludin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1996), 57.

4 Jalaludin, Psikologi Agama, 55-56. 5 Jalaludin, Psikologi Agama, 59.

(19)

4

“PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR’AN PADA MASA KEHAMILAN (Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon)”

Pada penelitian kali ini, penulis melakukan penelitian bagaimana praktik pembacaan A-Qur’an pada masa kehamilan di desa Cibogo dan Ambit Kecamatan Wlaled Kabupaten Cirebon. Adapun metode yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan dengan pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Sumber data yang digunakan adalah para informan baik yang dianggap mengerti tentang tradisi tersebut, yaitu para tokoh masyarakat. Sedangkan metode yang peneliti gunakan yaitu analisis data dengan menggunakan metode kualitatif dengan model etnografi.

Penelitian ini juga menggunakan penelitian pustaka (library research) buku-buku yang menunjang dalam penelitian sesuai dengan tema. Studi ini dapat memberikan tambahan pembacaan ayat suci al-Qur’an yang berbeda dengan peneliti sebelumnya serta memberikan pengetahuan baru seputar tradisi sunda ngupatan dan nujuh bulanan yang penulis teliti di desa Ambit dan desa Cibogo Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa manfaat setelah membaca ayat suci al-Qur’an?

2. Surat apa saja yang dibacakan dalam tradisi ngupatan dan nujuh bulanan?

3. Bagaimana praktik ngupatan dan nujuh bulanan dalam tradisi sunda?

C. Pembatasan Masalah

Banyak persoalan yang terkait dengan penelitian ini, karena penulis perlu membatasi skripsi ini, maka batasan masalah ini akan fokus pada praktik pembacaan al-Qur’an tradisi ngupatan dan nujuh bulanan yang penulis teliti di desa Ambit dan desa Cibogo Kec. Waled Kab. Cirebon.

(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengerucutkan pembahasan sehingga fokus permasalahannya yaitu bagimana manfaat dan praktik pembacaan al-Qur’an dalam tradisi ngupatan dan nujuh bulan di desa Ambit dan desa Cibogo?

E. Tujuan dan Manfaat Tulisan 1. Tujuan Penulisan

Mengetahui prosesi tradisi Nujuh Bulan dan Ngupatan serta

pengaruh dan manfaat dari pembacaan al-Qur’an tersebut di Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon?

2. Manfaat Penulisan 1) Manfaat Teoritis

Memberikan informasi baru dalam dunia Akademis dan dapat memperkaya bentuk penulisan terhadap dunia Islam, terutama jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir untuk menjadi salah satu referensi penulis selanjutnya.

2) Manfaat Praktis

Penulisan ini dimaksudkan membantu meningkatkan ilmu kepada masyarakat Desa Ambit dan Cibogo, memberikan informasi baru sepuluh surat khusus untuk ibu hamil dan tambahan rangkaian tradisi sunda sisiran serta bubur lolos menjadi bagian tradisi tujuh bulan yang ada di Kecamatan Waled kepada khalayak pembaca.

F. Kajian Terdahulu

Penulis sudah melakukan mencari kajian terdahulu dari artikel, skripsi, jurnal dan lain sebagainya untuk mencari peluang dan

(21)

6

mengangkat judul skripsi “PRAKTIK PEMBACAAN AL-QUR’AN PADA MASA KEHAMILAN (Studi Living Qur’an di Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon).

Berikut Kajian terdahulu:

Pertama, skripsi karya dari Yuli Saraswati tentang Hukum Memperingati Tingkeban (Tujuh Bulanan Kehamilan) Pada Tradisi Masyarakat Jawa Menurut Pandangan Tokoh Nahdatul Ulama Dan Tokoh Muhammadiyah (Studi Kasus di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat). Skripsi ini memaparkan tentang perbedaan pendapat diantara NU dan Muhammadiyah mengenai hukum dari peringatan tingkeban (tujuh bulan kehamilan). Tidak terlepas dari problematika yang terjadi pada masyarakat Jawa di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat yang masih melestarikan tradisi tingkeban (tujuh bulanan kehamilan).6

Kedua, jurnal karya dari H. Iin Wariin dengan judul Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu pada Masyarakat Cirebon (Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu), penelitian ini menjelaskan tentang tereliminasinya unsur budaya local pada masyarakat yang semakin modern sehingga peneliti tersebut bertujuan untuk mencari nilai-nilai kearifan tradisi memitu di wilayah Desa Setupatok Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.7

Ketiga, jurnal yang ditulis oleh Iswah Adriana dengan judul Neloni, Mitoni atau Tingkeban: (Perpaduan antara Tradisi Jawa dan Ritualitas Masyarakat Muslim) menulis tentang Tasyakuran walîmat al-haml lebih afdhol jika dilaksanakan pada saat usia kehamilan sang ibu menginjak bulan keempat dan ritual tersebut dapat dibenarkan

6 Yuli Saraswati, “Hukum Memperingati Tingkeban (Tujuh Bulanan Kehamilan)

Pada Tradisi Masyarakat Jawa Menurut Pandangan Tokoh Nahdatul Ulama Dan Tokoh Muhammadiyah”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sumatra Utara, 2018), iv.

7 Iin Wariin, “Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu pada Masyarakat

(22)

selama masih berdasar pada nilai-nilai agama Islâm, seperti pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’ân, pembacaan doa dan sebagainya. Namun, ketika ritual tersebut dilakukan tanpa menyandarkan diri nilai-nilai agama Islâm, atau bahkan terjadi benturan-benturan terhadap aturan syarî’at dalam prosesinya, maka jelas hal itu tidak dibenarkan dalam Islâm. Untuk itu, jika meninjau pelaksanaan mitoni di masyarakat, maka sangat jelas unsur-unsur yang mengarah pada kesyirikan di dalamnya. Ini dapat dilihat dari penentuan hari dalam pelaksanaannya, proses siraman untuk menghilangkan kejahatan hingga simbol mencuri telor demi cepatnya proses kelahiran. Keyakinan-keyakinan ini jelas tidak berdasar, sehingga mampu menyeret pelakunya pada lembah syirik sedang hal itu dibenci oleh Allah. Namun demikian, sebagian masyarakat muslim mengemasnya dengan bentuk lama namun tampilannya baru, yaitu memadukan tradisi masyarakat jawa dengan konsepsi Islâm tentang kehamilan sehingga praktik mitoni di masyarakat tidak lagi kental tradisi kejawen-nya, akan tetapi sudah terwarnai dengan nilai-nilai dan ajaran Islâm Wa Allâh a`lam bi al-Sawâb.8

Keempat, jurnal karya Elvi Susanti dengan judul Komunikasi Ritual Tradisi Tujuh Bulanan (Studi Etnografi Komunikasi Bagi Etnis Jawa di Desa Pengarungan Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhan Batu Selatan) menganalisis beberapa ritual acara tujuh bulanan, antara lain : 1. Situasi Komunikatif dalam Acara Tujuh Bulanan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan secara adat istiadat selalu dihadiri oleh kaum kerabat seperti keluarga, tetangga, sahabat dan lainnya.

8 Iswah Adriana, “Neloni, Mitoni atau Tingkeban: (Perpaduan antara Tradisi

(23)

8

Peristiwa Komunikatif dalam ritual acara tujuh bulanan maksud dan tujuan di kumpulkan masyarakat yaitu untuk memanjatkan do’a syukuran untuk kehamilan pertama agar semuanya berjalan dengan lancar dan selamat, hal ini dilakukan karena dalam kandungan yang ketujuh bulan sudah ditiupkannya ruh kepada anak yang di kandung oleh seorang ibu. Begitu juga dilakukannya acara tujuh bulanan hanya untuk anak pertama saja karena, sebuah ucapan rasa syukur yang mendalam bagi keluarga baru. Fungsi dan tujuan acara tujuh bulanan adalah memanjatkan do’a atas karunia yang telah diberikan, dan sebagai ucapan rasa syukur.9

Kelima, jurnal yang ditulis oleh M. Rifa’i dengan judul Etnografi Komunikasi Ritual Tingkeban Neloni dan Mitoni (Studi Etnografi Komunikasi Bagi Etnis Jawa di Desa Sumbersuko Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan) ia berpendapat bahwa batas tujuh bulan sebenarnya merupakan simbol budi pekerti agar anak yang akan lahir berjalan baik. Istilah methuk (menjemput) dalam tradisi jawa, dapat dilakukan sebelum bayi berumur tujuh bulan. Ini menunjukkan sikap hati-hati orang Jawa dalam menjalankan kewajiban luhur. Itulah sebabnya, bayi berumur tujuh bulan harus disertai laku prihatin. Pada saat ini, kehadiran anak yang masih dalam kandungan sudah seharusnya menjadi perhatian khusus bagi calon orang tua, khususnya ibu. Dari segi kesehatan, calon ibu senantiasa dengan sabar memeriksakan kandungannya ke dokter secara periodik agar kesehatan bayinya terjaga. Secara psikis, emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Apa yang ibu dengarkan atau bacakan kepada bayi

9 Elvi Susanti, “Komunikasi Ritual Tradisi Tujuh Bulanan”, vol.2 no.2 (Oktober

(24)

dalam kandungan, akan didengar pula oleh sang bayi.10

Keenam, Artikel yang ditulis oleh Lilatul Badriyah dengan judul Tradisi 7 Bulanan Atau Tingkeban Masyarakat Jawa Timur Desa Purworejo Kec.Kandat Kab Kediri ia menulis bahwa upacara ini bermakna supaya anak dan ibu yang hamil sehat dan selamat, acara ini dilakukan mandi kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat, sehat dan terhindar dari bahaya apapun. Menurut tradisi jawa acaraini dilaksanakan pada tanggal ganjil sebelum bulan purnama untuk memandikan ibu hamil memakai kain.11

Ketujuh, skripsi karya dari Siti Ma’ulah yang berjudul Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan dalam Ritual Mitoni/Tujuh Bulan (Studi Living Qur’an di Padukuhan Sembego). Skripsi ini membahas tradisi yang diselenggarakan di Padukuhan Sembego dengan mengangkat Living Qur’an dengan tujuh surat pilihan. Makna tradisi pembacaan tujuh surat pilihan dalam mitoni di Sembego jika dilihat dengan teori antropologi interpretative Clifford geerzt, dapat disimpulkan bahwa praktik tersebut adalah fenomena sosio-kultural yang merupakan warisan turun temurun tanpa melalui pembelajaran secara structural. Makna dari symbol yang terdapat pada tradisi.12

Persamaan dan perbedaan yang akan peneliti tulis: pertama, persamaannya adalah kasus yang diteliti berkaitan dengan nenek moyang dan sudah menjadi adat istiadat masyarakat sunda.

10 M. Rifa’i, “Etnografi Komunikasi Ritual Tingkeban Nelonidan Mitoni”, vol 2,

no.1 (Juni 2017): 28-29.

11 Lailatul Badriyah, “Tradisi 7 Bulanan Atau Tingkeban Masyarakat Jawa

Timur”, (Skripsi S1., STAIN Sorong), 1. (Tidak ada tahun terbit).

12 Siti Mas’ulah, “Tradisi Pembacaan Tujuh Surat Pilihan Dalam Ritual

(25)

10

Kedua, perbedaannya setiap daerah ayat al-Qur’an yang dibacakan berbeda dari peneliti sebelumnya, ada yang membaca al-Qur’an hanya dengan tujuh surat saja pada acara tujuh bulan. Di Kecamatan Waled penulis menemukan pembacaan sepuluh surat a-Qur’an pada acara ngupatan di desa Cibogo dan pembacaan khotmil Qur’an pada tradisi nujuhbulanan di desa Ambit.

G. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan penulis angkat dengan pendekatan menggunakan deskriptif kualitatif model Etnografi. Etnografi berasal dari bahasa Yunani “ethno” yang berarti budaya dan “graphy” yang berarti deskripsi. Etnografi adalah deskriptif atau tulisan tentang suatu budaya atau individu atau kelompok. Deskriptif ini bersifat detail, mendalam dan holistic yang dapat menggambarkan segala aspek budaya, seperti pola-pola perilaku verbal dan nonverbal, interaksi antara individu, pengalaman-pengalaman budaya, kepercayaan, sistem nilai dan alat-alat yang digunakan dalam keseharian antara lain pola pakaian, bangunan, dan berbagai media pelengkap hidup.

Etnografi mencakup aktivitas mengumpulkan data, menganalisis dan menginterpretasikannya. Penulis terjun langsung dalam waktu lama bergaul ditengah-tengah masyarakat budaya yang diteliti karena bersifat kualitatif, lama tidaknya waktu bersifat subjektif, ditentukan oleh ketersediaan data dan kecukupan data. Etnografi adalah aktivitas menulis deskripsi tertulis tentang perilaku-perilaku masyarakat budaya tertentu. Etnografi digunakan untuk mengkaji budaya dan segala aspeknya dengan cara observasi langsung (partisipan observation) perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Etnografi bertujuan mendeskripsikan bagaimana individu-individu menggunakan

(26)

budayanya untuk memaknai realitas dan mengkonstruksi interaksi social di antara individu-individu dan kelompok.13 Etnografi melibatkan

aktivitas melihat, mendengar, berbicara, berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda, juga Perhatiannya pada tingkah laku, adat, objek, atau emosi.14 kemudian Etnografer mengamati dan mencatat berbagai

kondisi emosional, tapi lebih dari itu, dia juga menyelidiki makna rasa takut, cemas, marah dan berbagai perasaan lainnya. Etnografi secara harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa atau tentang budaya-budaya lain (other cultures) yang ditulis selama sekian bulan atau sekian tahun. Etno seringkali diartikan etnis/suku bangsa. 15

Adapun metode yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan dengan pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi dan wawancara. Sumber data yang digunakan adalah para informan baik yang terlibat maupun yang dianggap mengerti tentang nujuh bulan dan ngupatan yaitu para tokoh masyarakat serta buku-buku yang menunjang dalam penelitian tersebut. Sedangkan metode analisis data dengan menggunakan metode kualitatif.

Penelitian ini merupakan penulisan lapangan (field research) menggunakan metode kualitatif. Yang dimaksud kualitatif adalah suatu penulisan yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat, selanjutnya data-data tersebut dianalisis.16

13Rachmat Kriyantono, Public Relations, Issue & Crisis Management Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif, (Jakarta: Kencana,

2014), 54-56.

14 Kiki Zakiah, “Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe Dan Metode”. Mediator,

Vol.9, no.1 (Juni 2008): 183.

15 Abdul Manan, Dimensi Metodologis Ilmu Sosial Dan Humaniora: Metode Etnografi, (Banda Aceh: Lhee Sagoe Press, 2015) cet 1, 117.

16 Koentjaraningrat, Metode-metode Penulisan Masyarakat, (Jakarta: Gramedia,

(27)

12

Strauss dan Corbin mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai “jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya” kualitatif perlu mencakup cara data dianalisis karena menurut mereka, adakalanya penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam yang merupakan teknik pengumpulan data penelitian kualitatif.17

Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptip berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam tulisan Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.18

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di desa Cibogo dan desa Ambit Kecamatan Waled Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penulis memilih lokasi ini dikarenakan tradisi nujuh bulanan adalah tradisi sunda yang lokasinya jauh dari kampus Universitas Negeri Syarif Hidayatullah, jarak yang ditempuh dari Ciputat ke Cirebon memakan waktu 5 jam perjalanan memakai Bus atau kereta api. Akses transportasi hanya ada satu angkot untuk menempuh ke tempat kecamatan dengan jurusan Ciledug-Ciawi Gebang Kuningan Jawa Barat.

17 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2014),

12-13.

18 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

(28)

Penelitian ini membutuhkan waktu yang cukup lama, peneliti mulai mengamati lalu mencari informasi tentang tradisi ngupatan dan nujuh bulanan sejak pertengahan bulan September tahun 2018 pada saat memasuki semester 7 hingga pelaksanaan acara ngupatan dan nujuhbulanan ini tiba pada bulan januari 2020.

3. Sumber Data

Sumber data yang peulis kumpulkan saat turun ke lapangan dan yang ikut terlibat diantaranya sebagai berikut:

a. Informan

Informan adalah orang pertama yang mampu memberikan informasi terkait yang diteliti, diantaranya:

1) Ustadz : pemimpin acara selametan ngupatan dan nujuh bulanan. 2) Paraji : dukun beranak yang memimpin ritual tradisi nujuh

bulan.

3) Ibu hamil : tokoh utama yang membaca sepuluh surat ayat suci al-Qur’an yang dibacakan setelah sholat maghrib atau isya dan tokoh utama yang melaksanakan ritual nujuh bulan di Desa Ambit dan Cibogo Kecamatan Waled-Cirebon.

4) Ibu-ibu : tamu undangan yang pernah melaksanakan tradisi ngupatan dan nujuhbulanan.

para informan di atas adalah orang-orang yang bisa diwawancarai untuk memperoleh data dan informasi berupa wawancara lisan dan dokumentasi.

b. Dokumentasi

Data yang dikumpulkan berupa beberapa kitab hadis dan buku pustaka yang membahas tentang studi living Qur’an baik itu dari segi

(29)

14

praktik atau teori. Selain itu dokumentasi berupa foto-foto kegiatan ngupatan dan nujuh bulanan pada saat tradisi berlangsung.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi adalah suatu proses melihat, mengamati dan mencermati serta “merekam” prilaku secara sistematis untuk suatu tujuan tertentu.19

penulis menggunakan observasi ini untuk mengambil data tentang gambaran umum di wilayah Kecamatan Waled khususnya di desa Cibogo dan desa Ambit dengan persoalan praktik pembacaan al-Qur’an pada tradisi ngupatan dan nujuh bulanan.Dalam penelitian ini penulis ikut serta dan hadir pada acara tersebut, maka observasi yang penulis gunakan ialah observasi participant.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.20 Dalam

proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.21 Pewawancara (interviewer)

mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewed) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.22

Dalam wawancara penelitian kualitatif memiliki tiga kategori yang sering digunakan dalam penelitian survei yaitu semi-struktur, terstruktur dan tidak terstruktur:

19 Haris Herdiansyah, Metode Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), 131.

20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 186.

21 Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 2012), 221. 22 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 186.

(30)

Semi terstruktur inilah paragdimatik wawancara yang lebih fleksibel daripada paragdimatik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Paragdimatik wawancara semi-terstruktur tidak terlalu leterlek juga tidak terlalu menjauh dari kalimat pertanyaan yang sudah disiapkan, dan wawancara tetap berlangsung secara terarah.

Wawancara dalam riset kualitatif selalu bersifat semi-terstruktur karena selalu membawa jejak pola kekuasaan yang bersifat mengatur segala sesuatu sekaligus memperlihatkan kemampuan kreatif dari orang yang diwawancarai untuk menolak dan melawan apa yang ingin diwujudkan oleh peneliti. Dan pada kenyataannya tidak ada yang benar-benar dapat disebut wawancara terstruktur, karena orang cenderung berbicara melampaui struktur, sebelum wawancara dimulai dan saat alat perekam sudah dimatikan.23 Dalam hal ini penulis menggunakan

wawancara semi-terstruktur, terstruktur dan tidak terstruktur dengan melakukan wawancara perorang. Metode ini penulis gunakan untuk menggali informasi tentang sejarah berdirinya Kecamatan Waled, sejarah nujuh bulan, pembacaan ayat suci al-Qur’an, rangkaian acara ngupatan serta nujuh bulanan. Apabila semua data sudah terkumpul, data dipilih sesuai dengan tema yang ada.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi ialah metode penyelidikan yang dituju pada penguraian apa yang telah lalu dengan sumber dokumentasi.24 Adapun

data sebagai bukti observasi yaitu berupa buku-buku terkait dengan tradisi ngupatan dan nujuhbulanan, beberapa kitab hadis dan mencari kajian terdahulu seperti artikel, jurnal, skripsi dll.

23 Imam Fitri Rahmadi, “Penerapan E-Learning Dalam Sistem Pendidikan Jarak

Jauh Pada Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam”(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), 62.

24 Winarno Surakhmand, Pengantar Penulisan Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 161.

(31)

16

d. Analisis Data

Hasil dari analisis data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebelum itu penulis harus melalui tahap awal pengumpulan data lalu memilih kategori tema yang tepat untuk penelitian ini. Tahap selanjutnya yaitu reduksi data. Reduksi data adalah data bentuk tulisan yang akan dianalisis dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dikemas dalam bentuk tulisan dengan format masing-masing.25

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan pembahasan dari tulisan ini, maka penulis merumuskan sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I merupakan bagian pendahuluan sebagai alur penyelesaian dari penelitian skripsi ini yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat tulisan, kajian terdahulu, metodologi dan sistematika penulisan.

BAB II landasan teori tentang pembahasan ayat-ayat al-Qur’an pada masa kehamilan yang didalamnya terdapat tujuh point pembahasan yaitu membaca al-Qur’an dari sudut ulumul Qur’an, pengertian living Qur’an, fenomena living Qur’an, tradisi di masyarakat, tradisi empat bulan, tradisi tujuh bulan dan tradisi lain di masyarakat sunda Kecamatan Waled. Bab ini berhubungan dengan bab sebelumnya karena didalamnya terdapat tinjauan umum tentang Living Qur’an sebagai dasar pemahaman.

BAB III berisi gambaran umum wilayah Kecamatan Waled, menguraikan hasil observasi, hal ini penting bagi peneliti memberikan

(32)

informasi tempat penelitian yang penulis lakukan. Pada bab ini memiliki tujuh point pembahasan yang di dalamnya berisi profil, sejarah, kondisi geografis, gambar geografis, gambaran demografis, data-data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah kecamatan Waled, data sosial keagamaan, budaya yang masih dilaksanakan dan profil informan.

BAB IV adalah hasil dari wawancara untuk menyempurnakan metodologi penelitian, yaitu berisi tentang proses pembacaan ayat-ayat al-Qur’an, proses acara ngupatan dan proses upacara nujuh bulan di Kecamatan Waled Kabupataen Cirebon. Bab ini memaparkan bagaimana pelaksanaan tradisi berlangsung mulai dari waktu pelaksanaan, rangkaian kegiatan tradisi, biaya yang dikeluarkan dan makanan apa saja yang harus disediakan dalam tradsi tersebut sesuai dengan hasil wawancara antara penulis dan responden.

BAB V bagian akhir penutup berisi kesimpulan dari pokok permasalahan penelitian. Di dalamnya terdiri dari kesimpulan sebagai jawaban atas dasar permasalahan dalam penelitian skripsi dan saran-saran yang berkaitan dengan tema. Pada bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dokumentasi dan data-data profil responden.

(33)

18 BAB II

TINJUAN UMUM PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN PADA MASA KEHAMILAN

A. Membaca Al-Qur’an Dari Sudut Ulumul Qur’an

Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang disampaikan oleh malaikat jibril sesuai dengan redaksinya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat yang di dalamnya terkandung bacaan dan isi yang menarik sehingga melahirkan berbagai macam pengetahuan diantaranya ‘Ulumul Qur’an, lafadzh-lafadzhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fātihah sampai surat an-Nās.1

Al-Qur’an adalah sumber utama dari segala sumber hukum dalam kehidupan, Qur’an sebagai way of life, pemahaman terhadap al-Qur’an semestinya diterapkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. pemahaman terhadap al-Qur’an bukan hanya sebatas materi saja, tetapi berlanjut pada tahap pengkajian terhadap al-Qur’an itu sendiri termasuk mendalami ilmu-ilmu yang melandasi dalam penafsiran al-Qur’an. Sehingga dengan demikian akan melahirkan sebuah pengetahuan Ilmu Tafsir al-Qur’an. Eksistensi al-Qur’an diturunkan Allah sebagai wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad SAW yang berbentuk mushaf memiliki dinamika yang sangat menarik dan kompleks untuk dipelajari dan diamalkan menjadi penuntun kehidupan umat manusia. Esensi al-Qur’an penuh dengan titah riset dan ilmu pengetahuan, namun tidak memasukkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan riset dan ilmu alamiyah ke

1 Wahyuddin dan M. Saifulloh, “Ulum Al-Quran, Sejarah Dan

(34)

dalam bagian dari ‘Ulumul Qur’an. Karena riset dan ilmu kealaman bersifat umum yang dianjurkan al-Qur’an. Al-Qur’an adalah risalah Allah kepada manusia semuanya. Banyak nash yang menunjukan hal itu, baik dalam al-Qur’an maupun di dalam sunah.2

ﮫَﻧ ْوُﺪ ِﺠَﯾ ْيِﺬﱠﻟا ﱠﻲِّﻣُ ْﻻا ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا َل ْﻮُﺳ ﱠﺮﻟا َن ْﻮُﻌِﺒﱠﺘَﯾ َﻦْﯾِﺬﱠﻟَا

ﻰِﻓ ْﻢُھَﺪْﻨِﻋ ﺎًﺑ ْﻮُﺘْﻜَﻣ

ِﻞْﯿ ِﺠْﻧِ ْﻻا َو ِﺔﯨ ٰر ْﻮﱠﺘﻟا

ُﻢُﮭَﻟ ﱡﻞ ِﺤُﯾ َو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟا ِﻦَﻋ ْﻢُﮭﯨ ٰﮭْﻨَﯾ َو ِف ْو ُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ْﻢُھ ُﺮُﻣْﺄَﯾ

َﺨْﻟا ُﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ُم ِّﺮَﺤُﯾ َو ِﺖٰﺒِّﯿﱠﻄﻟا

ْﻢُﮭْﻨَﻋ ُﻊَﻀَﯾ َو َﺚﯨٰۤﺒ

ْﻲِﺘﱠﻟا َﻞٰﻠْﻏَ ْﻻا َو ْﻢُھ َﺮْﺻِا

ْﺖَﻧﺎَﻛ

ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ

ۗ

ﮫِﺑ ا ْﻮُﻨَﻣٰا َﻦْﯾِﺬﱠﻟﺎَﻓ

ۗ

ْيِﺬﱠﻟا َر ْﻮﱡﻨﻟا اﻮُﻌَﺒﱠﺗا َو ُه ْو ُﺮَﺼَﻧ َو ُه ْو ُر ﱠﺰَﻋ َو

ۗ

َل ِﺰْﻧُا

ﮫَﻌَﻣ

ۙ ۗ ۗ

َن ْﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟا ُﻢُھ َﻚﯨ

ٰۤﻟوُا

١٥٧

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-A’raf/ 7:158).

Maka tidaklah aneh apabila Qur’an dapat memenuhi semua tuntutan kemanusiaan. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.3 Saat hati seseorang terbuka dengan

al-Qur’an dan mulai membacanya maka ia dapat mengobati dirinya sendiri sehingga perasaannya menjadi lebih tenang serta bahagia dengan berada di jalan Allah.4

2 Badrudin, Ulumul Qur’an: Prinsip-prinsip dalam Pengkajian Ilmu Tafsir Al-Qur’an, (Serang: A-Empat Juli 2020) Cet 1, 1-28.

3 Wahyuddin dan M. Saifulloh, “Ulum Al-Quran, Sejarah Dan

Perkembangannya”, 20.

4 Astuti, Agus Purnama, “Membaca Al-Quran Dapat Menurunkan Kadar

Glukosa Darah pada Pasien Diabetes”, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta selatan, Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol. 9 No.2 (Juni 2019): 578.

(35)

20

B. Pengertian Living Qur’an

Ditinjau dari segi bahasa, Living Qur’an adalah gabungan dari dua kata yang berbeda yaitu living, yang berarti ‘hidup’ dan Qur’an yaitu kitab suci umat Islam. Secara sederhana, istilah Living Qur’an bisa diartikan dengan “(Teks) al-Qur’an yang hidup di masyarakat.” Living Qur’an pada hakekatnya bermula dari fenomena Qur’an in Everyday Life, yakni makna dan fungsi al-Qur’an yang benar-benar dipahami dan dialami masyarakat muslim. Dengan kata lain, memfungsikan al-Qur’an dalam kehidupan praksis di luar kondisi tekstualnya. Pemfungsian al-Qur’an seperti ini muncul karena adanya praktik pemaknaan al-Qur’an yang tidak mengacu pada pemahaman atas pesan tekstualnya, tetapi berlandaskan anggapan adanya “fadhilah” dari unit-unit tertentu teks al-Qur’an, bagi kepentingan praksis kehidupan keseharian umat.5

Makna dan fungsi al-Qur’an yang sebenarnya dipahami dan dialami masyarakat muslim, belum menjadi objek studi bagi ilmu-ilmu al-Qur’an konvensional. Adapun bahwa fenomena ini sudah ada embrionya sejak masa yang paling dini dalam sejarah Islam adalah benar adanya, tetapi bagi dunia Muslim yang saat itu belum terkontaminasi oleh berbagai pendekatan ilmu sosial yang notabene produk dunia Barat, dimensi sosio kultural yang membayang-bayangi kehadiran al-Qur’an tampak tidak mendapat porsi sebagai objek studi.6 Berikut definisi living Qur’an dari berbagai referensi:

Menurut didi Junaedi Living Qur'an adalah suatu kajian ilmiah

5 Didi Junaedi, “Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian

al-Qur’an”, vol.4, no.2 (2015): 173.

6 “Living Qur’an dan Latar Belakangnya”, artikel ini di akses pada tanggal 17

Februari 2020 pukul 14:51 WIB dari http://ihsanddragneel.blogspot.com/2016/05/living-quran-dan-latar-belakangnya.html.

(36)

dalam ranah studi al-Qur’an yang meneliti dialektika antara al-Qur’an dengan kondisi realitas sosial di masyarakat. Living Qur’an juga berarti praktik-praktik pelaksanaan ajaran al-Qur’an di masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Seringkali praktek-praktek yang dilakukan masyarakat, berbeda dengan muatan tekstual dari ayat-ayat atau surat-surat al-Qur’an itu sendiri.7

Menurut Sahiron Syamsudin Living Qur’an juga bisa dimaknai sebagai “teks al-Qur’an yang ‘hidup’ dalam masyarakat.” Pendekatan ini berusaha memotret proses interaksi masyarakat terhadap al-Qur’an, yang tidak sebatas pada pemaknaan teksnya, tetapi lebih ditekankan pada aspek penerapan teks-teks al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan teks-teks al-Qur’an tersebut kemudian menjadi tradisi yang melembaga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.8

Menurut Muhammad Ali dalam jurnalnya, Living Qur’an artinya mengkaji al-Qur’an sebagai teks-teks yang hidup, bukan teks-teks yang mati. Pendekatan Living Qur’an menekankan aspek fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia dan orang-orang yang beriman, tapi ini juga bisa memasukkan peranan al-Qur’an dalam berbagai kepentingan dan konteks kehidupan, baik yang beriman maupun yang tidak beriman.9

The Living Qur’an dalam skripsi karya Didi Junaedi yaitu kajian atau penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial Agama berupa respon

7 Sahiron Syamsuddin, Metode Penelitian Living Qur’an dan Hadis,

(Yogyakarta: Sukses Offset, 2007), 8.

8 Didi Junaedi, Living Qur’an, 169.

9 Muhammad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur’an dan Living

(37)

22

masyarakat terkait dengan kehadiran Qur’an atau keberadaan al-Qur’an di sebuah komunitas muslim tertentu.10

Ragam bentuk dan model praktik resepsi dan respon masyarakat dalam memperlakukan dan berinteraksi dengan al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mengenai arti penting perannya dalam dunia Islam modern ini tidak lepas dari pemanfaatan dari al-Qur’an itu sendiri benar-benar harus dirasakan oleh pemenangnya. itu sendiri benar-benar harus dirasakan oleh pemegangnya. Harus diingat juga bahwa Peranan al-Quran bagi kehidupan umat adalah sebagai kitab suci yang perlu dikaji penafsirannya untuk eksperimentasi intelektual, tanpa taklid-buta dan berpaling dari merenungi ayat-ayat-Nya, baik ayat yang tersurat maupun yang tersirat, kemudian juga tidak mengenyampingkan sebagai kitab suci yang wajid dibaca sebagai eksperimentasi ibadah ritual.11

Definisi yang ditawarkan di atas semuanya sudah memenuhi ruang lingkup yang berhubungan dengan Living Qur’an. Dengan bahasa yang sederhana, dapat dikatakan bahwa Living Qur’an adalah interaksi, asumsi, justifikasi, dan perilaku masyarakat yang didapat dari teks-teks al-Qur’an. Pada masa Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab langsung berinteraksi dengan al-Qur’an bertepatan dengan diturunkan wahyu, dan mereka langsung meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan bacaan al-Qur’an.12

10 Imam Sudarmoko, “The Living Qur’an; Studi Kasus Tradisi Sema’an

Al-Qur’an Sabtu Legi di Masyarakat Sooko Ponorogo” (TesisS2., Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016), 16.

11 Dewi Murni, “Pradigma Umat Beragama Tentang Living Qur’an (Menautkan

Antara Teks Dan Tradisi Masyarakat)”, Jurnal Syahadah, vol.iv, no.2, (Oktober 2016): 84-85.

12 Moh. Muhtador, “Pemaknaan Ayat Al-Qur’an Dalam Mujahadah: Studi Living Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek Al-Kandiyas”, Jurnal Penelitian,

(38)

Jika ditelisik secara historis, praktik memperlakukan al-Qur’an, surat-surat atau ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an untuk kehidupan umat, pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah Saw. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat pernah melakukan praktik ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri dan juga orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat tertentu di dalam al-Qur’an.13

C. Fenomena Living Qur’an di Masyarakat

Fenomena living al-Qur’an tidak lepas dari resepsi (penerimaan) terhadap al-Qur’an. Karena al-Qur’an, baik sebagai teks tertulis maupun kandungan nilai, menjadi suatu hal yang hidup (eksis) melalui proses resepsi yang dilakukan oleh masyarakat pembacanya. Terdapat tiga jenis resepsi yang terjadi terhadap al-Qur’an yaitu:

a) resepsi hermeneutis, b) resepsi sosial-budaya, c) resepsi estetis. Pertama, resepsi hermeneutis adalah penerimaan terhadap al-Qur’an dalam bentuk pemahaman terhadap isi kandungan al-al-Qur’an dengan melakukan penerjemahan dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Kedua, resepsi sosial-budaya merupakan resepsi yang mengandung makna bagaimana al-Qur’an hidup di dalam kehidupan sosial masyarakat. Ketiga, resepsi estetis merupakan respon pembaca terhadap teks al-Qur’an yang dituangkan dalam bentuk keindahan karya seni dan sastra14

Fenomena yang hidup di tengah-tengah masyarakat Muslim dan berhubungan langsung dengan al-Qur’an contohnya:

13 Didi Junaedi, Living Qur’an, 176.

14 Nida Hayati, “Konsep Khilafah Islāmiyah Hizbut Tahrir Indonesia: Kajian

(39)

24

a. Fenomena pembacaan khotmil Qur’an yang biasa di laksanakan di semua Masjid dan Mushola.

b. Fenomena ayat-ayat al-Qur’an yang di lukis yaitu kaligrafi biasanya tertulis di dinding Masjid, Mushola, Rumah, dan lain sebagainya.

c. Fenomena membaca al-Qur’an di madrasah, yang membacakan terjemah dan tafsirnya yaitu ustadz sedangkan murid-murid memahami, menulis dan mendengarkan.

d. Fenomena pengobatan seperti penyakit terkena sihir di bantu ramuan-ramuan khusus, yang melafadzkan do’a-do’a dan ayat al-Qur’an adalah ustadz atau seseorang yang di anggap masyarakat punya kelebihan yang tidak semua orang di miliki.

D. Tradisi di Masyarakat

Sebelum ke inti beberapa tradisi di masyarakat, ada baiknya terlebih dahulu memahami konsep tradisi. Kata tradisi berasal dari bahasa Latin traditionem, dari traditio yang berarti "serah terima, memberikan, estafet", dan digunakan dalam berbagai cara berupa kepercayaan atau kebiasaan yang diajarkan atau ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, biasanya disampaikan secara lisan dan turun temurun.15

Ada tiga karakteristik tradisi. Pertama, tradisi itu merupakan kebiasaan (lore) dan sekaligus proses (process) kegiatan yang dimiliki bersama suatu komunitas. Pengertian ini mengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki makna kontinuitas (keberlanjutan), materi, adat, dan ungkapan verbal sebagai milik bersama yang diteruskan untuk

15 Gatot Suharjanto, “Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus

Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali”, vol.2, no.2 (Desember 2011): 593.

(40)

dipraktikkan dalam kelompok masyarakat tertentu. Kedua, tradisi itu merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan identitas. Memilih tradisi memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan kelompok komunitas. Ketika terjadi proses kepemilikan tradisi, pada saat itulah tradisi itu menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok. Ketiga, tradisi itu merupakan sesuatu yang dikenal dan diakui oleh kelompok itu sebagai tradisinya.16

E. Tradisi Empat Bulan (Ngupatan)

Islam hadir ditengah-tengah masyarakat tidak hampa budaya, ia menemukan adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat secara turun temurun.17 Sementara itu, adat istiadat yang dilaksanakan di

Kecamatan Waled membacakan Al-Qur’an sebagai wasilah dan harapan mendapatkan keturunan yang soleh dan solehah.

Kata ngupatan berasal dari bahasa sunda, kata ngu dan an yaitu kata imbuhan di gabung dengan kata tengah pat yang diambil dari angka em-pat jadi ngu-pat-an dan di kaitkan dengan makanan ketu-pat. Kata ‘pat’ di sini menjadi simbol nama empat bulanan di masyarakat sunda. Dalam bahasa arab Walimat al-haml yakni perayaan kehamilan Sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat muslim di Indonesia jika seorang istri hamil mencapai usia empat bulan, maka dilaksanakan pembacaan ayat Al-Qur’an yang disebut ngupatan. Pada masyarakat sunda acara tersebut disebut ngupatan tepat pada usia kehamilan empat bulan dan jamuan yang disediakan adalah ketupat.18

16 Robert Sibarani, “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi

Lisan”, vol.1, no.1 (April 2015): 4.

17 Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, 27. 18 Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, 71.

(41)

26

Dalam tulisan umi Najihah Tradisi ngupati adalah upacara atau selametan yang diadakan oleh komunitas masyarakat jawa untuk memperingati keberadaan janin yang di kandung ketika memasuki usia empat bulan diambil dari bahasa jawa papat (empat). Dengan demikian tradisi ngupati adalah suatu tradisi atau upacara selamatan yang dilaksanakan pada saat seorang ibu hamil memasuki bulan ke empat, sebagai ungkapan rasa syukur dan doa.19

Ritualitas pada bulan tertentu pun disiapkan demi membangaun sebuah keyakinan tentang prilaku baik sang bayi di masa yang akan datang.20 Rritual ngupatan21 pada masa usia kehamilan empat bulan

kehamilan Allah meniupkan ruh kepada janin dalam kandungan seperti yang dikemukakan dalam hadits sohih Bukhari dan Muslim hal ini di mulainya kehidupan ruh bagi janin.

ﺎَﻨ َﺛﱠﺪَﺣ : َلﺎَﻗ ُﮫْﻨَﻋ ُﷲ َﻲ ِﺿ َر ٍد ْﻮُﻌْﺴَﻣ ِﻦﺑ ِﷲ ِﺪْﺒَﻋ ِﻦَﻤْﺣ ﱠﺮﻟا ِﺪْﺒَﻋ ﻲِﺑَأ ْﻦﻋ

ْﻢ ُﻛَﺪَﺣَأ ﱠنِإ : ُق ْوُﺪْﺼَﻤْﻟا ُقِدﺎﱠﺼﻟا َﻮُھ َو ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ِﷲ ُل ْﻮُﺳ َر

، َﻚِﻟَذ َﻞْﺜِﻣ ًﺔَﻘَﻠَﻋ ُن ْﻮُﻜ َﯾ ﱠﻢُﺛ ،ًﺔَﻔْﻄُﻧ ًﺎﻣ ْﻮَﯾ َﻦْﯿِﻌَﺑ ْرَأ ِﮫِّﻣُأ ِﻦْﻄَﺑ ﻲِﻓ ُﮫُﻘْﻠَﺧ ُﻊَﻤْﺠُﯾ

ُﺮَﻣ ْﺆُﯾ َو ،َح ْو ﱡﺮﻟا ِﮫْﯿِﻓ ُﺦُﻔْﻨَﯿَﻓ ُﻚَﻠَﻤْﻟا ِﮫْﯿَﻟِإ ُﻞَﺳ ْﺮُﯾ ﱠﻢُﺛ ، َﻚِﻟَذ َﻞْﺜِﻣ ًﺔَﻐْﻀُﻣ ُن ْﻮُﻜَﯾ ﱠﻢُﺛ

َﻻ يِﺬﱠﻟا ِﷲ َﻮَﻓ .ٌﺪْﯿِﻌَﺳ ْوَأ ﱞﻲِﻘَﺷ َو ِﮫِﻠَﻤَﻋ َو ِﮫِﻠَﺟَأ َو ِﮫِﻗ ْز ِر ِﺐْﺘَﻜِﺑ :ٍتﺎَﻤِﻠَﻛ ِﻊَﺑ ْرَﺄِﺑ

ﱠﻻِإ ﺎَﮭَﻨ ْﯿَﺑ َو ُﮫَﻨْﯿَﺑ ُن ْﻮُﻜَﯾ ﺎَﻣ ﻰﱠﺘَﺣ ِﺔﱠﻨَﺠْﻟا ِﻞْھَأ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﯿَﻟ ْﻢُﻛَﺪَﺣَأ ﱠنِإ ُه ُﺮْﯿَﻏ َﮫَﻟِإ

ْﻢُﻛَﺪَﺣَأ ﱠنِإ َو ،ﺎَﮭُﻠُﺧْﺪَﯿَﻓ ِرﺎﱠﻨﻟا ِﻞْھَأ ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﯿَﻓ ُبﺎَﺘِﻜْﻟا ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﯿَﻓ ٌعا َرِذ

ِﻞَﻤَﻌِﺑ ُﻞَﻤْﻌَﯿَﻟ

19 Umi Najihah, “Tradisi Ngupati Dalam Perspektif Pendidikan Islam Di

Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas”, (Skripsi S1, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2018), 5-6.

20 Iswah Adriana, Neloni, Mitoni Atau Tingkeban, 239.

21 ngupatan berasal dari tradisi sunda yang dilakukan pada masa kehamilan

masuk ke-empat bulan dengan mengharapkan keturunannya lahir sebagai anak yang cantik dan tampan pembacaan ayat Al-Qur’an sama saja dengan acara nujuh bulan dengan membacakan sepuluh surat pilihan yaitu: Surat Yusuf, Maryam, Yasin, Lukman, al-Waqi’ah, al-Kahfi, Muhammad, ar-Rahman dan al-Mulk, dan surat al-Fath kemudian pemimpin membacakan wasilah kepada Nabi Muhammad SAW dan wasilah untuk ibu hamil. Makanan yang disajikan berupa ketupat yang sudah dibungkus untuk dibawa pulang kepada yang hadir serta makanan ringan dan buah-buahan. Acara ngupatan biasa dilaksanakan pada siang hari setelah sholat dzuhur.

(42)

ُﻞَﻤْﻌَﯿَﻓ ُبﺎَﺘ ِﻜْﻟا ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﻖِﺒْﺴَﯿَﻓ ٌعا َرِذ ﱠﻻِإ ﺎَﮭَﻨْﯿَﺑ َو ُﮫَﻨْﯿَﺑ ُن ْﻮُﻜَﯾ ﺎَﻣ ﻰﱠﺘَﺣ ِرﺎﱠﻨﻟا ِﻞْھَأ

ﺎَﮭُﻠُﺧْﺪَﯿَﻓ ِﺔﱠﻨَﺠْﻟا ِﻞْھَأ ِﻞَﻤَﻌِﺑ

[ﻢﻠﺴﻣو يرﺎﺨﺒﻟا هاور]

Artinya: “Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga.”(Riwayat Bukhori dan Muslim).22

F. Tradisi Tujuh Bulan (Nujuh Bulan)

“Acara tujuh bulanan yang melakukan pertama kali adalah Walisanga dan yang menekankan pertama kali yaitu Sunan KaliJaga, tujuannya untuk mengalihkan kebiasaan orang-orang sebelum Islam masuk memang sudah ada acara tujuh bulan dan empat bulan. Adat yang di Islamisasikan, Firman Allah dalam surat al-A’raf: 189:

22 Muhammad Teguh Supriyadi, “Peniupan Ruh dan Penetapan Taqdir bagi

Embrio Manusia”, (16 Desember 2010), di akses pada tanggal 20 Februari 2020 pukul 21:02WIB dari artikel https://teguh2010akhir.blogspot.com/2010/12/peniupan-ruh-dan-penetapan-taqdir-bagi.html.

Gambar

Tabel 3.4 Jumlah PAUD
Tabel 3.7 Jumlah Madrasah Ibtidaiyah
Tabel 3.10 Jumlah SMP
Tabel 3.12 Kondisi Sosial Keagamaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun pada dasarnya semua bersumber pada lima dimensi yang sama seperti yang dikemukakan oleh Organ dan koleganya (Asgari, Silong, Ahmad, & Sama, 2008;

Experiental Marketing merupakan suatu konsep pemasaran yang tidak hanya menjual produk atau jasa saja kepada konsumen tetapi juga memberikan pengalaman

Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa tugas da'i yang bersifat nahi munkar adalah upaya liberasi atau memerdekakan dan membebaskan orang lain dari berbagai

Letak atau lokasi wilayah pada penelitian ini berada di Kecamatan Socah khususnya 11 desa yang berada di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yaitu; Desa Sanggra Agung, Desa

Kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan fraksi etil asetat ekstrak daun gambir ( Uncaria gambir Roxb.), karakterisasi fraksi (kadar air, susut pengeringan, kadar

1) Surat bukti hak sebagaimana sudah dijelaskan pada pasal 24 ayat (1) mengenai surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau kelurahan yang berisikan

yang memutuskan atau memisahkan hasil las yang dapat terjadi pada jalur las atau pertemuan jalur las atau pada daerah pengaruh panas, hal ini disebabkan oleh

Untuk gain yang dinormalisasi diperoleh t hitung = 3,44 dengan signfikansi p = 0,002, karena signifikansi < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan keterampilan