• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang Struktur Puisi Pesanku Karya Asmara Hadi dan Puisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang Struktur Puisi Pesanku Karya Asmara Hadi dan Puisi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya

Kajian tentang Struktur Puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dan Puisi “Pesan Prajurit” Karya Trisno Sumardjo dan Perbandingannya, Belum pernah diteliti sebelumnya. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Riyan Latief pada tahun 2009 dan penelitian Asnita D. Samad pada tahun 2011. Berikut dipaparkan penelitian tersebut.

1) Riyan Latief, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo, tahun 2009, dengan judul penelitian “Perbandingan Struktur Puisi “Pengemis” Karya Alie Hasjmi dan Struktur Puisi “Gadis Peminta-minta” Karya Toto Sudarto Bachtiar”. Permasalahan pada penelitian ini adalah 1) bagaimana latar belakang biografi pengarang Alie Hasjmi dan Toto Sudarto Bachtiar, 2) bagaimana struktur fisik (diksi dan kata kiasan) puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar, 3) bagaimana struktur batin (tema, amanat, feeling) puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar, 4) bagaimana perbandingan struktur fisik dan struktur batin puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar, 5) bagaimana sejarah penciptaan puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dan menggunakan pendekatan komparatif dan pendekatan ekspresif. Berdasarkan hasil analisis perbandingan dan pembahasan, puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi dan puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar terdapat adanya persamaan dan perbedaan dari struktur fisik dan struktur batin.

(2)

Dari penelitian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya dari segi objek penelitian yakni meneliti salah satu jenis karya sastra yaitu puisi. Tapi puisi yang digunakan pada penelitian di atas adalah puisi “Pengemis” karya Alie Hasjmi dan puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar sedangkan pada penelitian ini, yang diteliti adalah puisi ”Pesanku” Karya Asmara Hadi dengan puisi “Pesan Prajurit” Karya Trisno Sumardjo. Perbedaan dari kedua penelitian dilihat dari penggunaan pendekatan dan metode. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan metode deskriptif komparatif, sedangkan penelitian Riyan Latief menggunakan pendekatan komparatif dan pendekatan ekspresif serta menggunakan metode deskriptif.

2) Asnita D. Samad, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo, tahun 2011, dengan judul penelitian “Struktur Puisi “Sudah Waktu” Karya Sutardji Calzoum Bachri (suatu penelitian dengan menggunakan pendekatan struktural)”. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana struktur puisi “Sudah Waktu” Karya Sutardji Calzoum Bachri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan menggunakan pendekatan srtuktural. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam puisi “Sudah Waktu” Karya Sutardji Calzoum Bachri terdapat unsur-unsur intrinsik puisi seperti tema, amanat, diksi, kata nyata, majas, rima, rasa, nada serta tipografi.

Dari penelitian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya dari segi objek penelitian yakni meneliti salah satu jenis karya

(3)

sastra yaitu puisi. Tapi, penelitian di atas menggunakan satu puisi yaitu puisi “Sudah Waktu” karya Sutardji Calzoum Bachri sedangkan pada penelitian ini yang diteliti ada dua yaitu puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dengan Puisi “Pesan Prajurit’” Karya Trisno Sumardjo. Kedua penelitian ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan struktural, tapi menggunakan metode yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif sedangkan penelitian Asnita D. Samad menggunakan metode deskriptif.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Puisi

Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani disebut poeima yang berarti membuat atau poeisis yang berarti pembuatan, dan dalam Bahasa Inggris Puisi disebut poem atau poetry. Puisi diartikan membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seseorang menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah, Aminuddin (2004:134). Puisi ditulis berdasarkan susunan kata-kata yang indah dan memiliki daya tarik yang tinggi dan luar biasa, hasil pengungkapan perasaan dan pikiran penulisnya.

Selain Aminudin, ada beberapa pakar lain yang memberikan batasan tentang pengertian puisi, diantaranya Sudjiman (2006:64) mengatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, serta penyusunan larik dan bait. Selain itu, Sabirin (Tuloli, 1999:2) juga mengemukakan bahwa puisi adalah

(4)

seni bahasa yang paling halus dan mempunyai ciri yang mendekati musik dan lukisan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Sumardjo (Tuloli, 1999:2) yaitu puisi adalah bentuk pengucapan sastra dengan bahasa yang istimewa, bukan bahasa yang biasa. Prinsip puisi adalah berkata sesedikit mungkin tapi mempunyai arti yang sangat banyak dan dalam.

Sejalan dengan pendapat di atas, Waluyo (1987:29) menyatakan bahwa puisi adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. Kosasih (2012:97) juga mengungkapkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah yang kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diki, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa.

Menurut Saleh (Tuloli,1999:2), Puisi menambah pengalaman hidup seorang pendengar dan pembaca. Melalui puisi kita bisa menyadari dan memahami aspek-aspek kehidupan yang mungkin belum pernah kita alami, atau kalau sudah dipahami mungkin kedalaman pemahamannya belum seperti kalau kita membaca puisi. Dengam membaca puisi seseorang akan dibawa ke suatu pengalaman emosional dan intelektual sekaligus. Penyair biasanya mempunyai pribadi yang kuat dan perasaan yang peka terhadap sekelilingnya. Mereka bisa mengungkapkan

(5)

melalui puisi (sajak) secara mendalam dengan kata-kata yang padat makna tentang keadilan, kejujuran, kebenaran, atau kesengsaraan dan juga kebahagiaan.

Di dalam puisi terdapat pemaduan unsur-unsur yang sangat baik, teratur, indah dan mengasyikkan. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinasi, irama, kesan panca indera, susunan kata-kata, kata-kata kias, kepadatan dan perasaan yang bercampur-baur. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur pokok yang meliputi sebuah puisi yaitu 1) pemikiran, ide, atau emosi, 2) bentuk, dan 3) kesannya, Pradopo (2009:7). Jadi, puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, di ubah dalam wujud yang paling berkesan, Pradopo (2009:7).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang ditulis oleh penyairnya berdasarkan perasaan, pengalaman dan peristiwa yang dialami penyair kemudian diungkapkan melalui kata-kata indah yang penuh makna.

2.2.2 Unsur-unsur Intrinsik Puisi

Berbicara tentang unsur intrinsik puisi, terdapat beberapa pakar yang membahas tentang hal tersebut. Diantaranya Tarigan (2000:39) yang membagi unsur puisi atas hakekat puisi yang terdiri dari makna, rasa, nada dan amanat, dan

(6)

metode puisi yang terdiri dari diksi, imaji, kata nyata, majas, ritme dan rima. Selain Tarigan, Waluyo (1987:71) juga menyatakan bahwa struktur puisi terdiri atas dua, yaitu mencakup struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik meliputi diksi (pilihan kata), pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), rima, ritma dan tata wajah (tipografi). Sedangkan struktur batin meliputi tema, (sense), perasaan (feeling), nada dan suasana, dan amanat (itention), Waluyo (1987:106).

Untuk menganalisis struktur puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dan Puisi “Pesan Prajurit’” Karya Trisno Sumardjo, akan digunakan pendapat Waluyo yang membagi unsur puisi atas struktur fisik dan struktur batin. Berikut diuraikan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam struktur fisik dan struktur batin.

2.2.2.1 Struktur Fisik

Struktur fisik meliputi diksi (pilihan kata), pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), rima dan ritma, tata wajah (tipografi), Waluyo (1987:71).

a) Diksi merupakan pilihan kata yang digunakan penyair dalam puisinya. Kata-kata yang ada dalam puisi harus dipilih secara cermat, dan dilihat dari berbagai aspek estetik. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis yang mempunyai efek keindahan dan berbeda dengan kata-kata yang biasa kita pakai sehari-hari, Waluyo (1987:17).

b) Pengimajian merupakan kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan, Waluyo (1987:17).

(7)

c) Kata kongkret merupakan kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya, Waluyo (1987:17).

d) Bahasa figuratif (majas) merupakan bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang, Waluyo (1987:18).

e) Rima dan ritma. Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait. Ritma merupakan pengulangan kata, frase atau kalimat dalam bait-bait puisi, Waluyo (1987:18).

f) Tata wajah (tipografi). Tipografi merupakan lukisan bentuk dalam puisi, termasuk dalam hal pemakaian huruf kapital dan tanda baca. Tipografi merupakan pembeda yang penting antara dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet atau paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir di tepi kanan baris, Waluyo (1987:18).

2.2.2.2 Struktur Batin

Struktur batin atau hakikat puisi meliputi tema, (sense), perasaan (feeling), nada dan suasana, dan amanat (itention), Waluyo (1987:106).

(8)

a) Tema (sense) merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair. Ada beberapa tema yang sesuai dengan pancasila, yakni tema ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme, demokrasi (kedaulatan rakyat), dan tema keadilan sosial, Waluyo (1987:106).

b) Perasaan (feeling) dalam puisi merupakan perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Perasaan yang ada dalam sebuah puisi beraneka ragam. Mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci, rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan. Tema puisi yang sama yang dilukiskan dengan perasaan yang berbeda akan menghasilkan puisi yang berbeda pula, Waluyo (1987:106).

c) Nada dan suasana. Nada merupakan sikap penyair yang hendak diekspresikan terhadap pembaca. Ada nada yang bersifat menasehati, mencemooh, sinis, berontak, iri hati, penasaran, dan sebagainya. Sedangkan suasana merupakan keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi terhadap pembaca, Waluyo (1987:107).

d) Amanat (itention) merupakan maksud, pesan atau tujuan yang hendak disampaikan penyair terhadap pembaca. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan, Waluyo (1987:107).

(9)

2.2.3 Puisi ditinjau dari Segi Bentuk dan Isi

Ditinjau dari bentuk dan isinya, Aminuddin (2004:134) membedakan ragam puisi sebagai berikut.

a) Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epik dibedakan antara folk epic yakni bila nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan dan literary epic yakni bila nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.

b) Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita dengan pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Termasuk dalam puisi jenis naratif ini adalah balada, yang dibedakan antara folk ballad dengan literary ballad, sebagai suatu ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan kepedihan dan kegirangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic lale sebagai puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat.

c) Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia seperti tampak dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, dan lain-lain.

(10)

d) Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog.

e) Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya tampak secara eksplisit.

f) Puisi satirik, yakni puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.

g) Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap kekasihnya.

h) Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih seseorang.

i) Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.

j) Himne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa ataupun tanah air.

Dari beberapa jenis puisi yang dijelaskan di atas, puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dan Puisi “Pesan Prajurit” Karya Trisno Sumardjo termasuk jenis puisi epik, karena kedua puisi ini mengisahkan pesan seorang pahlawan yang akan berjuang membela kemerdekaan, serta mengisahkan tentang gugurnya seorang pahlawan atau prajurit di medan perang karena membela kemerdekaan negara.

(11)

Puisi epik adalah suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epik dibedakan antara folk epic yakni bila nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan dan literary epic yakni bila nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.

Jadi, kedua puisi ini termasuk puisi epik karena mengandung cerita kepahlawanan. Puisi epik dibedakan menjadi dua, yaitu folk epik dan literary epic, puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dan Puisi “Pesan Prajurit” Karya Trisno Sumardjo termasuk pada jenis literary epic karena nilai akhir dari kedua puisi ini adalah untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.

2.2.4 Pendekatan Struktural

Sebuah karya sastra baik fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah, Abrams (Nurgiantoro, 2005:36). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh, Nurgiantoro (2005:36).

(12)

Menurut Djojosuroto (2000:75), pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada diluar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya sastra tersebut, serta hubungan harmonis antar aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.

Berdasarkan penjelasan di atas, intinya Pendekatan struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca, Teeuw (Wiyatmi, 2006:89). Dalam penerapannya, pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, hubungannya dengan realitas, maupun pembaca). Analisis difokuskan pada unsur-unsur intrinsik karya sastra, dalam hal ini setiap unsur dianalisis dalam hubungannya dengan unsur lainnya.

Menurut Tuloli (2000:43) Pendekatan struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna keseluruhan. Unsur-unsur yang bisa mengembangkan makna keseluruhan itu adalah keterkaitan dari kalinan yang padu dalam (1) puisi oleh unsur aliterasi, asonansi, rima akhir, rima dalam, inversi sintaksis, metafora, dan metonimi atau fonem, morfologis, sintaksis, semantik, (2) novel dan cerpen

(13)

oleh unsur-unsur watak, plot, titik pandang, aliran kesadaran, latar belakang dialog, dan lain-lain. Dalam puisi atau novel dan cerpen tidak semua unsur itu mononjol. Analisis disusun berdasarkan atas dominannya unsur-unsur itu. Misalnya dalam satu puisi mungkin aspek bunyi yang menonjol, dan puisi lain aspek majas seperti metafora yang dominan.

Tuloli (2000:44) mengemukakan beberapa prinsip dasar penerapan analisis struktural, yaitu sebagai berikut.

a) Analisis struktural bukanlah membedah, memisaah-misahkan, menjumlah unsur-unsur struktur tetapi mencari hubungan unsur-unsur itu sehingga terdapat makna struktur keseluruhan.

b) Analisis struktural adalah menentukan atau melihat fungsi unsur-unsur dalam struktur keseluruhan. Jadi setiap unsur hanya bermakna dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan berdasarkan tampatnya dalam struktur. c) Semua unsur dalam karya sastra itu penting, sehingga tidak ada seleksi unsur

dalam analisis. Unsur dominan bukanlah yang paling penting, melainkan menjadi pusat analisis karya itu.

d) Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsi fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik.

e) Analisis struktural menyangkut kajian relasi unsur dalam mikroteks, satu kesatuan wacana, dan relasi intertekstual.

f) Membaca karya sasta tidak cukup hanya melalui ringkasan. Karena dalam ringkasan terdapat unsur-unsur atau aspek sastra yang hilang.

(14)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendekatan sruktural mengkaji karya sastra dari segi unsur pembangunnya, dalam hal ini puisi, pendekatan struktural mengkaji dua struktur puisi yang terdiri dari berbagai unsur. Unsur-unsur tersebut tidak dikaji secara parsial, melainkan dikaji berdasarkan hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain, hal ini dilakukan untuk mewujudkan kepaduan makna struktur. Pendekatan struktural digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji struktur yang terdiri dari struktur batin dan struktur fisik pada puisi “Pesanku” Karya Asmara Hadi dan puisi “Pesan Prajurit” Karya Trisno Sumardjo.

2.2.5 Langkah Kerja Pendekatan Struktural

Untuk kepentingan penerapan pendekatan struktural dalam penelitian sastra, Endraswara (2008:52-53) menyarankan beberapa panduan langkah kerja pendekatan struktural, yaitu sebagai berikut.

a) Membangun teori struktur sastra sesuai dengan gendre yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampu menggambarkan teori struktur yang handal, sehingga mudah diikuti oleh peneliti sendiri. Penelitian perlu memahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangun karya sastra.

b) Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatat unsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu. Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehingga memudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusun alfabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur.

(15)

c) Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum membahas unsur lain, karena tema akan selalu terkait langsung secara komprehensif dengan unsur lain. Tema adalah jiwa dari karya sastra itu, yang akan mengalir ke dalam setiap unsur. Tema harus dikaitkan dengan dasar pemikiran atau filosofi karya secara menyeluruh. Tema juga sering tersembunyi atau terbungkus rapat pada bentuk. Karena itu, pembacaan berulang-ulang akan membantu analisis.

d) Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik, sudut pandang, gaya, setting, dan sebagainya, andaikata berupa prosa.

e) Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsur harus dihubungkan dengan unsur lain, sehingga mewujudkan kepaduan makna struktur.

f) Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuh akan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis yang meninggalkan kepaduan struktur, akan bias dan menghasilkan makna yang mentah.

Referensi

Dokumen terkait

1) Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para

Langkah- langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific dengan model pembelajaran Group Investigation mata pelajaran IPA pada materi Bumi dan Alam Semesta

Teori struktural digunakan untuk membedah unsur-unsur yang berkaitan dalam karya sastra, dan teori fungsi guna melihat fungsi yang terdapat dalam karya sastra yang telah

Pendekatan sosiologi sastra melalui ini menempatkan karya sebuah karya sastra sebagai objek kajian, dalam hal ini karya sastranya yang diteliti dengan tidak melupakan hal-hal

Penerapan analisis struktural dengan penerapan metode di atas jelas bahwa yang menjadi pijakan utama analisis adalah karya (teks sastra) itu sendiri,

Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat

Itulah sebabnya (Aminuddin dalam Endraswara Suwari, 2008: 52) mengungkapkan penelitian struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work

Pendekatan struktur hadir karena bertolak dari dari asumsi dasar yakni karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai sosok yang berdiri