• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL KURIKULUM

BAGI PESERTA DIDIK

YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR

PUSAT KURIKULUM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

(2)

ABSTRAK

Tujuan pembangunan nasional yaitu bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu. Hal tersebut mengalami kendala karena belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan. Salah satu yang memiliki kekhasan dalam emosional adalah peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata tetapi biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sementara sistem pembelajaran di sekolah belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar.

Pengembangan model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam menangani peserta didik berkesulitan belajar. Model kurikulum ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, pedoman, maupun rambu-rambu bagi sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik yang berkesulitan belajar. Didalam model ini terdapat informasi mengenai kesulitan belajar sehingga dapat memberikan gambaran bagi sekolah dalam mengenali karakteristik peserta didik berkesulitan belajar sehingga mereka mendapatkan pembelajaran dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Lebih lanjut, pengembangan model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar ini dapat dijadikan pedoman dalam menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dapat mengakomodasi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan dasar.

Ruang lingkup pengembangan model kurikulum ini meliputi model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), cakupan kesulitan belajar yang dibahas adalah kesulitan belajar membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan berhitung (diskalkulia). Pengembangan model ini melibatkan berbagai ahli pendidikan dan para praktisi yang berpengalaman yang berasal dari perguruan tinggi, tenaga pendidik dan kependidikan, dan pihak lain yang terkait. Kegiatan pengembangan ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, antara lain: Penyusunan Desain, Kajian Konsep, Kajian Kebutuhan Lapangan, Penyusunan Kerangka Model, Penyusunan Model, Ujicoba Model, Analisis Hasil Ujicoba, Perbaikan Model, Presentasi Model, Penyempurnaan Model, dan Finalisasi. Metode yang digunakan antara lain pengumpulan data, observasi, workshop, diskusi fokus, serta wawancara. Pengembangan kegiatan kajian kebutuhan lapangan dilakukan di daerah Tangerang sedangkan untuk ujicoba model dilakukan di daerah Boyolali dan Garut.

Kegiatan ini menghasilkan model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dan Contoh KTSP bagi Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, baik yang dibuat oleh tim kerja maupun yang berasal dari sekolah yang dijadikan sekolah ujicoba untuk model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar.

Dalam menangani masalah kesulitan belajar, perlu kerjasama antara guru, orang tua, serta peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya penanganan kesulitan belajar dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi bagi peserta didik yang berguna untuk membantu dalam menangani peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar serta untuk menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik tersebut. Guru dapat menggunakan Program Pembelajaran Individual (PPI) sebagai salah satu upaya dalam menangani peserta didik berkesulitan belajar. Program pembelajaran individual ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual.

(3)

DAFTAR ISI Abstrak ... i Daftar Isi ... ii Bab I Pendahuluan ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Landasan Hukum ... 1 C. Tujuan ... 2 D. Ruang Lingkup ... 2

Bab II Pengembangan Konsep ... 3

A. Definisi Kesulitan Belajar ... 3

B. Karakteristik Kesulitan Belajar ... 4

C. Klasifikasi ... 5

D. Identifikasi ... 10

Bab III Model Kurikulum Bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ... 12

A. Pendahuluan/Identitas Sekolah/Lembaga ... 12

B. Perumusan Visi, Misi, Tujuan ... 12

C. Struktur dan Muatan Kurikulum ... 12

D. Kalender Pendidikan ... 14

E. Perencanaan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ... 14

F. Kegiatan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ... 15

G. Penilaian ... 26

H. Program Pembelajaran Individual (PPI) ... 29

Bab IV Penutup ... 30

Daftar Pustaka ... 31

Format 1 - Program Pembelajaran Individual (PPI) ... 32

Format 2 - Program Pembelajaran Individual (PPI) ... 33

Contoh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar ... 34

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional mengarah pada upaya peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup secara merata di seluruh pelosok tanah air sesuai yang diamanatkan UUD 1945. Dengan demikian secara hukum seluruh warga negara dijamin untuk memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil-hasil pembangunan termasuk hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

Pendidikan yang layak dan bermutu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menumbuhkan hidup menjadi utuh dan sempurna. Melalui proses pendidikan itulah kepribadian individu dimatangkan dan dikembangkan, sehingga seorang peserta didik menjadi manusia yang dewasa, utuh, dan mandiri. Proses pendidikan tersebut sangat diperlukan bagi peserta didik, termasuk bagi peserta didik berkesulitan belajar.

Harapan pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen pendidikan itu sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta didik) sebagai objek.

Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala adalah belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan.

Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik berkesulitan belajar di sekolah-sekolah reguler dapat ditangani.

Salah satu upaya dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan tertentu.

B. Landasan Hukum

1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 31

• ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan

• ayat (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

(5)

2. Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Peserta didik • pasal 48

Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua peserta didik.

3. Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional • pasal 5 ayat (2) :

Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.

• pasal 32 ayat (1) :

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

4.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22, 23, 24 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan.

C. Tujuan

Tujuan Umum:

Model kurikulum ini dapat dijadikan acuan bagi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan, sehingga kebutuhan akan layanan pendidikan bagi setiap peserta didik dapat terpenuhi.

Tujuan Khusus:

Model kurikulum bagi peserta didik yang berkesulitan belajar disusun dengan tujuan : • Memberikan gambaran kepada guru dan pihak lain dalam mengenali karakteristik

peserta didik berkesulitan belajar.

• Memberikan rambu-rambu kepada guru dalam menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar.

• Memberikan arah dalam mengembangkan pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar.

D. Ruang Lingkup

Lingkup pengembangan model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar meliputi:

1. Model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar ini untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).

2. Kesulitan belajar yang dibahas dalam model ini meliputi: a. Kesulitan belajar membaca atau disleksia

b. Kesulitan belajar menulis atau disgrafia c. Kesulitan belajar berhitung atau diskalkulia

(6)

BAB II

PENGEMBANGAN KONSEP A. Definisi Kesulitan Belajar

Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning

Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan

”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning

differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu

pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Berikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.

• Hammill, et al., (1981)

Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

• ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt, (1989)

Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal.

Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.

• NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000) Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.

(7)

B. Karakteristik Kesulitan Belajar

Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu:

1. Gangguan Internal

Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.

2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi

Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).

3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental

Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.

Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut ini: a. Tunagrahita (Mental Retardation)

Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap. b. Lamban Belajar (Slow Learner)

Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan,

sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (”ambang batas”), yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental

retardation (tunagrahita)

c. Problem Belajar (Learning Problem)

Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi belajar.

(8)

C. Klasifikasi

1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik) Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi: a. Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)

Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

b. Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)

Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:

• Penglihatan, • Pendengaran, • Perabaan, • Penciuman, dan • Pengecap.

c. Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)

Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:

• Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.

• Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.

• Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau digerakkan.

• Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek. • Gangguan dalam Pemahaman Konsep.

• Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang. d. Gangguan Perkembangan Perilaku

Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:

• ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian

• ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.

2. Kesulitan Belajar Akademik

Kesulitan Belajar akademik terdiri atas: a. Disleksia atau Kesulitan Membaca

Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman.

Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa: ƒ Penambahan (Addition)

Menambahkan huruf pada suku kata

(9)

ƒ Penghilangan (Omission)

Menghilangkan huruf pada suku kata

Contoh : kelapa Æ lapa; kompor Æ kopor; kelas Æ kela ƒ Pembalikan kiri-kanan (Inversion)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.

Contoh : buku Æ duku; palu Æ lupa; 3 Æ ε; 4 Æ µ ƒ Pembalikan atas-bawah (ReversalI)

Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah.

Contoh : m Æ w; uÆ n; nana Æ uaua; mama Æ wawa; 2 Æ 5; 6 Æ 9 ƒ Penggantian (Substitusi)

Mengganti huruf atau angka.

Contoh : mega Æ meja; nanas Æ mamas; 3 Æ 8

b. Disgrafia atau Kesulitan Menulis

Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-simbol bunyi menjadi simbol-simbol huruf atau angka.

Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu:

ƒ Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.

ƒ Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis ”per huruf”. Sedangkan saat menulis-huruf-sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang, karena mereka menulis ”per kata”.

Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:

1) Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf 2) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata

3) Ketidakjelasan bentuk huruf

4) Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis

Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan membaca, seperti:

1) penambahan huruf/suku kata 2) penghilangan huruf/suku kata 3) pembalikan huruf ke kanan-kiri 4) pembalikan huruf ke atas-bawah 5) penggantian huruf/suku kata

(10)

ƒ Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.

c. Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung

Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah.

ƒ Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas:

i. Mengelompokkan (classification), yaitu kemampuan mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya. Objek yang sejenis dikelompokkan dalam suatu himpunan, misalnya himpunan kursi, himpunan kelereng merah, himpunan bola besar, dan lain-lain.

Pada anak yang kesulitan mengklasifikasi, anak tersebut kesulitan menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan pecahan, dan seterusnya.

ii. Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas dari dua buah objek. Misalnya:

¾ Penggaris A lebih panjang dari penggaris B ¾ Bola X lebih kecil dari Bola Y

¾ Bangku Merah lebih banyak dari Bangku Biru, dan seterusnya. iii. Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran

atau kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya.

Contohnya:

¾ Penggaris A paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan Penggaris C paling panjang;

¾ Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola Z paling kecil;

¾ Bangku Merah paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan Bangku Hijau paling sedikit;

¾ 5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100; dan seterusnya.

iv. Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda + (penjumlahan), - (pengurangan), x (perkalian), atau ÷ (pembagian), < (kurang dari), > (lebih dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda ini akan berguna saat anak melakukan operasi hitung.

(11)

v. Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung yang memiliki kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah penggunaan rumus atau kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi hitung berlangsung proses yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan memahami konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2+5 adalah 7 dan 4+9 adalah 13; karena meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi pola hitungannya sama. Anak akan mengalami kesulitan saat menterjemahkan kalimat bahasa menjadi kalimat matematis pada soal cerita.

ƒ Kemampuan dalam menentukan nilai tempat;

Dalam berhitung/matematis, pemahaman akan nilai tempat adalah sesuatu yang penting, karena bilangan ditentukan nilainya oleh urutan atau posisi suatu angka di antara angka lainnya. Dalam matematika, bilangan yang terletak di sebelah kiri nilainya lebih besar dari bilangan di sebelah kanan. Misalnya pada bilangan 15; angka ”1” nilainya adalah 1 puluhan sedangkan angka ”5” adalah ”5 satuan”. Konsep nilai puluhan dan satuan melekat pada posisi/tempatnya masing-masing. Begitu juga nilai ratusan, ribuan, puluhribuan, dan seterusnya. Pemahaman mengenai konsep nilai tempat juga penting dalam operasi hitung. Pada operasi penjumlahan konsep ini akan mengarahkan penentuan berapa nilai yang disimpan, sedangkan operasi pengurangan konsep nilai tempat akan mengarahkan penentuan berapa nilai yang dipinjam.

Contoh:

atau

ƒ Kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan; dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam.

Anak yang tidak menguasai tahapan konservasi akan kesulitan melakukan operasi hitung. Anak yang belum menguasai konsep nilai tempat akan mengalami kesulitan dalam proses operasi hitung penjumlahan dengan menyimpan atau pengurangan dengan meminjam. Berikut ini contoh penerapan konsep nilai tempat pada operasi hitung.

63 18 + 81 1 1 + Penjumlahan dengan menyimpan + 75 27- 48 1 0 -6 Pengurangan dengan meminjam 19 23 + 312 19 23 + 32 Menjumlah dengan tidak menghiraukan teknik menyimpan Menjumlah semua bilangan tanpa melihat makna nilai tempat 54 27 - 37 Mengurang dengan tidak menghiraukan teknik meminjam 54 27 - 33 Mengurangi semua bilangan yang lebih besar dengan bilangan yang lebih kecil

(12)

ƒ Kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian

Konsep perkalian merupakan lanjutan dari konsep operasi penjumlahan. Perkalian pada dasarnya adalah penjumlahan yang berulang (sebanyak angka pengalinya). Sedangkan konsep pembagian adalah lanjutan dari konsep operasi pengurangan. Pembagian pada dasarnya adalah pengurangan yang berulang (sebanyak angka pembaginya).

Kedua konsep operasi hitung ini akan bisa dikuasai anak hanya bila anak telah menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan.

Pada anak yang kesulitan mengalikan atau membagi akan cenderung menebak-nebak jawaban atau tidak cermat melakukan proses penghitungan.

Contoh:

Perkalian dijadikan penjumlahan = 2 x 5 = 7 Perkalian yang tidak cermat = 2 x 5 = 8 Pembagian dijadikan pengurangan = 12 : 3 = 9 Pembagian yang tidak cermat = 12 : 3 = 6 Dan seterusnya.

ƒ Kemampuan Menjumlah dan Megurang Bilangan Bulat

Bilangan bulat terdiri dari bilangan positif dan negatif. Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif lain pada umumnya tidak ditemukan kendala.

Misal: 10 + 3 = 13 7 + 13 = 20

Pada operasi pengurangan yang nilai pengurangnya lebih kecil, juga tidak ditemukan kendala.

Misal: 10 - 3 = 7 17 - 8 = 9

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yaitu:

(1) Penjumlahan bilangan bulat positif dengan negatif Contoh: 14 + (-10) = ....

5 + (- 9) = ....

(2) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan positif Contoh: - 7 + 9 = ....

- 8 + 3 = ....

(3) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan negatif Contoh: -8 + (-7) = ....

-9 + (-12) = ....

(4) Pengurangan bilangan bulat positif dengan positif (bilangan pengurangan lebih besar)

Contoh: 6 – 10 = .... 8 – 12 = ....

(13)

(5) Pengurangan bilangan bulat positif dengan negatif Contoh: 7 – (-10) = ....

9 – (-3) = ....

(6) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan positif Contoh: - 4 – 8 = ....

-5 – 9 = ....

(7) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan negatif Contoh: - 3 – (-5) = ....

-7 – (-2) = ....

Dari uraian di atas, tampak bahwa kemampuan berhitung merupakan kemampuan yang sifatnya bertingkat. Dimulai dari tingkat yang paling sederhana, yaitu kemampuan dasar (seperti klasifikasi, komparasi, seriasi, serta simbolisasi dan konservasi) sampai kemampuan yang kompleks (yang sifatnya operasional seperti nilai tempat, operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian).

Dengan demikian, kesulitan berhitung (diskalkulia) pada anak berkesulitan belajar pun bisa terjadi pada tingkat-tingkat kemampuan tersebut.

D. Identifikasi

Identifikasi dalam hal ini merupakan proses untuk menemukenali individu agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen untuk mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut.

Instrumen ini berupa tabel inventori atau daftar ceklis. Instrumen ini bisa digunakan guru kelas untuk mengidentifikasi kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti pembelajaran di kelas.

Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut ini instrumennya.

Identifikasi Awal Anak Berkesulitan Belajar

No. Perilaku yang teramati Ceklis

1. Perhatian mudah teralih

2. Lambat dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas 3. Tidak kenal lelah atau aktivitas berlebihan

4. Sering kehilangan barang-barang atau mudah lupa 5. Sering menabrak benda saat berjalan

6. Cenderung ceroboh

7. Kesulitan mengikuti ritme atau ketukan 8. Kesulitan bekerjasama dengan teman 9. Kesulitan meniru gerakan yang dicontohkan

(14)

No. Perilaku yang teramati Ceklis 10. Kesulitan melempar dan menangkap bola

11. Kesulitan membedakan arah kiri–kanan, atas-bawah, depan–belakang 12. Kesulitan dalam mengenal huruf

13. Kesulitan untuk membedakan huruf “ b-d, p-q, w-m, n-u “ 14. Kualitas tulisan sangat buruk (tidak terbaca)

15. Kehilangan huruf saat menulis 16. Kurang dapat memahami isi bacaan 17. Menghilangkan kata saat membaca 18. Kosakata terbatas

19. Kesulitan untuk mengemukakan pendapat

20. Kesulitan untuk mengenali konsep angka dan bilangan 21. Kesulitan memahami soal cerita

22. Kesulitan membedakan bentuk geometri (lingkaran, persegi, persegi panjang, dan segitiga)

23. Kesulitan membedakan konsep +, -, x dan : 24. Sulit membilang secara berurutan

25. Sulit mengoperasikan hitungan Perilaku lain yang teramati:

Bila dari hasil pengamatan, seorang anak menunjukkan lebih dari delapan item perilaku dalam daftar ceklis ini, kemungkinan anak tersebut berisiko mengalami kesulitan belajar (Sumarlis, 2007). Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya, anak bisa dirujuk kepada tenaga ahli (psikolog, pedagog), sehingga layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat. Namun, tanpa rujukan tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan melaksanakan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.

(15)

BAB III

MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR

A. Pendahuluan/ Identitas Sekolah/Lembaga

Berisi mengenai profil sekolah, memuat nama, alamat, dan bila perlu sejarah berdirinya sekolah.

B. Perumusan Visi, Misi, Tujuan Berisi visi, misi dan tujuan sekolah

• Visi

Memuat sasaran yang akan dicapai pada tingkat satuan pendidikan. Visi mengarah pada pemberian layanan kebutuhan peserta didik berkesulitan belajar. • Misi

Memuat langkah-langkah untuk mewujudkan visi dengan memberikan layanan secara umum dengan memperhatikan peserta didik berkesulitan belajar.

• Tujuan Satuan Pendidikan

Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu bahwa “pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3)”.

1. Tujuan Umum

Disesuaikan dengan tujuan institusional (tujuan tingkat satuan pendidikan) 2. Tujuan Khusus

Disesuaikan dengan tujuan masing-masing mata pelajaran dengan memperhatikan hambatan yang dialami peserta didik berkesulitan belajar yang berfokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

C. Struktur dan Muatan Kurikulum, meliputi: 1. Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

(16)

2. Muatan Kurikulum Terdiri dari:

• Mata Pelajaran

meliputi Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang dikembangkan ke dalam silabus berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Untuk kelas I, II, dan III mata pelajaran diajarkan secara terpadu/tematik. Sedangkan pada kelas IV, V, dan VI mata pelajaran diajarkan berdiri sendiri. • Muatan Lokal

Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kekhasan daerah masing-masing. • Kegiatan Pengembangan Diri

Kegiatan yang dilakukan diluar jam belajar efektif yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah yang bertujuan mengembangkan potensi diri, bakat, dan minat peserta didik agar mampu mengaktualisasikan diri.

• Pengaturan Beban Belajar

Beban belajar ditentukan berdasarkan pada: a. Alokasi waktu

b. Kalender pendidikan

Contoh Format Pengaturan Beban Belajar

Satuan Pendidikan Kelas Satu Jam Pembelajaran Tatap Muka (Menit) Jumlah jam Pembelajaran Per Minggu Minggu Efektif Per Tahun Ajaran Waktu Pembelajaran Per Tahun Jumlah Jam Pertahun ... ... ... ... ... ... ... • Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar disepakati oleh pihak sekolah dan komite sekolah pada awal tahun pelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi individu. Ketuntasan setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi berkisar antara 0 s/d 100%.

• Kenaikan Kelas dan kelulusan

Kenaikan kelas berdasarkan ketuntasan belajar dan kompetensi yang dicapai peserta didik.

Penentuan peserta didik yang naik kelas dilakukan oleh sekolah dalam suatu rapat dewan guru dengan mempertimbangkan SKB sikap, penilaian, budi pekerti, dan kehadiran peserta didik yang bersangkutan.

Standar Minimal Kelulusan Sekolah Dasar dibuat oleh BSNP untuk dijadikan acuan penyusunan naskah soal Ujian Sekolah sesuai dengan ketentuan PP 19

(17)

Tahun 2005 Pasal 72 ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar setelah:

a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran

b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. c. Lulus Ujian Sekolah/Madrasah untuk kelompok mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi. • Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup merupakan keterampilan yang diberikan untuk mengembangkan potensi, bakat, dan minat sebagai bekal hidup dimasa depan.

• Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

Sekolah yang memiliki karakteristik dan keunggulan di bidang tertentu dapat mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan baik lokal maupun global untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki.

Misal: Sekolah memiliki keunggulan di bidang Bahasa Inggris maka dapat mengembangkan pembelajaran dwibahasa (bilingual).

D. Kalender Pendidikan

Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.

E. Perencanan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar 1. Melakukan Asesmen

• Asesmen Akademik

Mengumpulkan informasi tentang kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.

• Asesmen Non-akademik

Mengumpulkan informasi tentang perilaku anak. 2. Menetapkan Setting Pembelajaran

• Kelas Reguler

Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan belajar yang berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan kebutuhannya maka disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan dapat menggunakan setting individual seperti yang dijelaskan di bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta didik berkesulitan belajar tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.

• Kelompok

Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.

• Individual

Setting pembelajaran ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik

secara individual. Dalam pelaksanaannya, guru melayani peserta didik berkesulitan belajar secara terpisah atau dapat melayani peserta didik berkesulitan belajar bersama peserta didik yang lain di dalam kelas (klasikal).

(18)

Setting pembelajaran di atas dapat dilakukan di sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.

3. Mempertimbangkan Pendekatan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar perlu mempertimbangkan beberapa pendekatan. Masing-masing pendekatan pembelajaran memiliki asumsi yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa pendekatan pembelajaran.

a. Pendekatan Perkembangan:

• Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia.

• Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap perkembangan sebelumnya.

b. Pendekatan Perilaku:

• Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam bentuk perilaku • Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah saat ini c. Pendekatan Kognitif:

• Peserta didik harus mempelajari makna belajar • Belajar merupakan proses penataan pikiran

• Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil belajar d. Pendekatan Humanistik

Pendekatan humanistik merupakan pandangan yang berusaha memahami manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam pendekatan humanistik adalah:

• Kebutuhan individu • Potensi diri

• Pengembangan harga diri

Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam kebutuhan ini perlu diperhatikan, agar potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Menurut Maslow, kebutuhan dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Karena keunikannya, seorang peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda dengan peserta didik lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi.

Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi setiap peserta didik perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap peserta didik, pengarahan diri peserta didik dapat dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari peserta didik lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan. Dengan harga diri yang tinggi, diharapkan peserta didik lebih memiliki kesediaan belajar dan mengembangkan diri.

Tujuan dari pendekatan humanistik pada dasarnya untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi seluruh kemampuan peserta didik. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan sikap empatik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, peserta didik dapat belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang menyenangkan.

4. Menyiapkan Rancangan Pembelajaran Individual

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sesuai dengan setting pembelajaran (setting inklusif/kelompok dan setting individual).

(19)

F. Kegiatan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar 1. Pembelajaran Membaca

Membaca Permulaan merupakan proses penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi yang bermakna. Sedangkan Membaca Pemahaman merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan.

Beberapa tahapan membaca antara lain:

• Pra-Membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah; depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan.

• Membaca Permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan Intonasi juga dikembangkan pada tahap membaca permulaan ini.

• Membaca Pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata, kelompok kata dan kalimat.

Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Perkembangan

Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori per-kembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor kemampuan pra-membaca.

Oleh karena itu, penanganan kesulitan membaca lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-membacanya. Latihan-latihan persepsi visual amat dipentingkan di sini, misalnya:

• Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan)

• Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda panah, gambar simbol umum, huruf, angka)

• Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk, pola, dan seterusnya) • Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan bunyinya

• Rekomendasi : Metode Selusur untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca pemahaman.

a) Metode Selusur (V-A-K-T)

Pra-Membaca dan Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan

• Prinsip: Mendayagunakan sebanyak-banyaknya kemampuan sensoris atau penginderaan. 1. Visual : penglihatan

2. Auditori : pendengaran 3. Taktil : perabaan 4. Kinestetik : kesadaran pola gerak • Langkah-langkah:

1. Perlihatkan sebuah huruf berukuran besar

2. Guru menyebutkan nama huruf & anak mengulanginya

3. Guru mencontohkan cara menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan 4. Anak menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan sendiri.

5. Saat menelusuri pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya. 6. Ulangi kegiatan tersebut dua atau tiga kali.

7. Berikan anak selembar kertas berisi pola titik-titik huruf tersebut. 8. Anak merangkaikan titik-titik pola huruf tersebut.

9. Saat merangkaikan titik-titik pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya. 10. Anak “menuliskan” pola huruf di udara, sambil membunyikan nama hurufnya. 11. Tugaskan anak menulis huruf tersebut di kertas polos, sambil membunyikan nama

hurufnya.

(20)

b. Pendekatan Perilaku

Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya tampak pada saat proses membacanya sendiri. Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk hambatan yang sering tampak.

Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan remediasi, seperti:

• Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan

• Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian di mana anak kerap menunjukkan kesulitan.

• Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode Linguistik untuk aktivitas membaca pemahaman

a) Metode Bunyi/Fonik

Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perilaku • Prinsip

1. Menamai huruf sesuai dengan “bunyi”-nya. Misalnya: Huruf “k” dibunyikan /ek/ atau /ke/.

“g” dibunyikan /eg/ atau /ge/.

2. Contoh Pelafalan

Kata kaki : ek - a - ek - i,

bukan : ka - a - ka – i • Langkah-langkah

1. Anak diperintahkan menggunakan bunyi huruf saat mengeja

2. Anak memanjangkan bunyi huruf tersebut saat akan menyambungkan dengan bunyi huruf lain.

3. Pengajaran dimulai dengan susunan huruf KV-KV lalu dilanjutkan dengan pola huruf lain yang lebih rumit

4. Anak dikenalkan dengan bunyi konsonan rangkap sebagai satu kesatuan bunyi. Misalnya konsonan /ng/ dan /ny/

5. Selain itu anak juga dikenalkan dengan bunyi diftong (vokal rangkap sebagai sebagai satu kesatuan bunyi. Misalnya diftong /ai/, /au/, dan /oi/

(Kirk & Minskoff, dalam Lerner 2000) b) Metode Pengalaman Berbahasa

Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan • Prinsip

1. Mengintegrasikan sekaligus 4 aspek berbahasa (menyimak, berbicara, membaca,

dan menulis)

2. Bahasa harus dapat menyampaikan pesan/informasi 3. Pesan/informasi berasal dari anak sendiri

4. Guru memfasilitasi anak agar mendayagunakan kemampuan berbahasanya untuk menyampaikan dan menerima informasi

• Langkah-langkah

1. Anak ditugaskan menceritakan pengalaman atau pikirannya

2. Guru menuliskan pengalaman atau pikiran anak tersebut di papan tulis 3. Cerita di papan tulis ini menjadi materi bacaan

4. Anak disuruh membaca bacaan itu

5. Anak lain memberi komnetar, pendapat dan saran terhadap cerita tersebut 6. Anak menyalin cerita tersebut

7. Secara bertahap, pada kegiatan-kegiatan selanjutnya, anak dilatih untuk menuliskan sendiri ceritanya

(21)

c. Pendekatan Kognitif

Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori kognitif memandang bahwa membaca merupakan suatu pemrosesan terhadap informasi yang berupa pola-pola. Baik itu pola penggabungan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-polanya sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara tak langsung, atau anak akan menemukan sendiri polanya.

Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti:

• Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata tertentu

• Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa, kata majemuk, kata ulang, dll.)

• Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya.

• Melakukan proses membaca pemahaman secara bertahap, sehingga pengalaman membaca menjadi sesatu yang bermakna

• Rekomendasi : Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode SAS, Metode KWL, Metode Mindmap untuk aktivitas membaca pemahaman

b) Metode Linguistik

Metode Membaca Permulaan/Lanjut dengan Pendekatan Perilaku • Prinsip

1. Anak dapat menyimpulkan sendiri pola hubungan antara simbol huruf dan

bunyi dari simbol huruf tersebut.

2. Mengajarkan kata secara utuh 3. Penekanan pada kemiripan bunyi 4. Tidak memperhatikan makna kalimat • Langkah-langkah

1. Berikan anak beberapa kata yang bermiripan

Misal : Anjing dan kucing

Anjing dan kucing suka daging Anjing dan kucing berguling

2. Tugaskan anak untuk membaca nyaring rangkaian kalimat tersebut 3. Ulangi sampai anak sadar kemiripian bunyi

4. Biarkan anak mengulang kata/kalimat meski belum paham maknanya

(Barnhart dalam Lerner, 2000)

a) Metode Pengalaman Berbahasa

Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan • Prinsip

1. Mengintegrasikan sekaligus 4 aspek berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan

menulis)

2. Bahasa harus dapat menyampaikan pesan/informasi 3. Pesan/informasi berasal dari anak sendiri

4. Guru memfasilitasi anak agar mendayagunakan kemampuan berbahasanya untuk menyampaikan dan menerima informasi

• Langkah-langkah

1. Anak ditugaskan menceritakan pengalaman atau pikirannya 2. Guru menuliskan pengalaman atau pikiran anak tersebut di papan tulis 3. Cerita di papan tulis ini menjadi materi bacaan

4. Anak disuruh membaca bacaan itu

5. Anak lain memberi komnetar, pendapat dan saran terhadap cerita tersebut 6. Anak menyalin cerita tersebut

7. Secara bertahap, pada kegiatan-kegiatan selanjutnya, anak dilatih untuk menuliskan sendiri ceritanya

(22)

c) Metode K-W-L [Known-Want-Learned]

Metode Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Kognitif • Prinsip

1. Membiasakan anak membaca secara terstruktur

2. Proses membaca dibagi dalam 3 tahap, yaitu: menggali pengetahuan sebelum membaca, tujuan saat membaca, dan memperoleh manfaat setelah membaca.

3. Sistem tabulasi akan memudahkan proses kegiatan dengan metode ini. • Langkah-langkah

1. Tanyai anak mengenai apa yang sudah diketahui tentang teks bacaan 2. Ajak anak memahami apa yang ingin diketahuinya dari teks bacaan 3. Tanyai anak mengenai apa yang diperolehnya dari teks bacaan 4. Gunakan tabel KWL K (Sebelum membaca) W (Saat membaca) L Setelah membaca

What we KNOW What we WANT to find out What we have LEARNED

Apa yang sudah kita KETAHUI (Mengenai isi bacaan)

Apa yang INGIN kita temukan (Dari isi bacaan)

Apa yang telah kita PELAJARI (Dari isi bacaan)

Tabel KWL untuk Siswa

Nama : ____________ Kelas/Sem : _______ Judul Bacaan : ___________________________________________________________ K W L . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(Ogle dalam Lerner, 2000)

b) Metode S-A-S [Sintesis-Analisis-Struktur]

Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Kognitif • Prinsip

1. Guru memfasilitasi anak agar mendaya-gunakan kemampuan berbahasaMenggunakan 2 proses berpikir, yaitu sintesis dan analisis 2. Sintesis : proses berpikir memadukan

3. Analisis : proses berpikir mengurai

4. Anak dibiasakan memproses teks secara utuh

5. Kata/kalimat diurai menjadi suku kata, huruf, lalu dikembalikan menjadi kata & kalimat kembali

• Langkah-langkah

1. Berikan anak sebuah kata

2. Anak mengeja kata itu menjadi sukukata 3. Anak mengurai kata itu menjadi huruf-huruf

4. Ulangi, sampai anak menyadari hubungan antara bunyi dan sukukata/huruf 5. Dengan mengeja, anak merangkai kembali huruf tersebut menjadi sukukata/kata 6. Anak membaca utuh kata tersebut

(23)

d) Metode MINDMAPPING [Pemetaan Pikiran]

Metode Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Kognitif • Prinsip

1. Diasumsikan selaras dengan proses berpikir manusia 2. Menuliskan kerangka berpikir dalam bentuk gambar (visual) 3. Pokok Pikiran diletakkan di tengah gambar

4. Semakin jauh letaknya dari cabang semakin rinci uraiannya

5. Bisa digunakan ketika membaca pemahaman maupun merancang tulisan • Langkah-langkah

1. Contoh berikut digunakan untuk membimbing dalam merangkumbacaan 2. Anak disuruh membuat bulatan di tengah-tengah kertas

3. Anak menuliskan pokok pikiran dari yang dibaca di dalam bulatan tersebut

4. Anak disuruh membuat garis untuk cabang-cabang di sekitar bulatan tersebut (Misalnya empat buah cabang)

5. Pada masing-masing garis dituliskan

- Topik 1 : _______________________________ - Topik 2 : _______________________________ - Topik 3 : _______________________________ - Topik 4 : _______________________________

6. Bila sudah selesai membuat mind-map-nya, anak dapat dilanjutkan dengan menuliskan ringkasan bacaan dengan panduan kerangka tersebut

7. Bimbinglah anak untuk selalu mengacu pada kerangka mind-map yang dibuat.

(Hernowo, 2004, McGregor, 2004)

Contoh-contoh Mindmap (Kosong)

 

TOPIK UTAMA

Topik 1 Topik 2

Topik 3 Topik 4

Contoh-contoh Mindmap (Sudah Berisi)   MAKHLUK HIDUP H Heewwaann TTuummbbuuhhaann M Maannuussiiaa C Ciirri iUUttaamma a Berkembang biak Generatif Vegetatif Bertelur Unggas Reptil Beranak Mamalia Bertelur Beranak Bbrp Reptil Membelah diri Amuba Generatif Vegetatif Penyerbukan Tumbuhan Berbunga Alami Spora Tunas Rimpang Buatan Cangkok Okulasi Enten Beranak Mamalia Generatif

(24)

2. Pengembangan Kemampuan Menulis

Menulis Permulaan merupakan aktivitas menerjemahkan simbol bunyi menjadi simbol visual (huruf). Sedangkan Menulis Komposisi adalah penuangan ide, pikiran, dan perasaan secara tertulis.

Beberapa tahapan menulis antara lain:

• Pra-Menulis meliputi kemampuan motorik halus, ketepatan posisi tubuh dan tangan saat menulis, ketepatan pengaturan pensil-kertas, pengenalan pola-bentuk huruf. Perkembangan pra-menulis ini juga dipengaruhi oleh kemampuan persepsi visual dan auditoris.

• Menulis-Permulaan meliputi pengenalan bentuk huruf, gerakan membuat pola bentuk huruf, dan aktivitas mengaitkan simbol bunyi dengan simbol visual-huruf.

• Menulis-Komposisi (Mengarang) meliputi aktivitas menuangkan ide, pikiran dan perasaan secara tertulis, sehingga dapat dipahami oleh orang yang sebahasa (Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985). Aktivitas ini meliputi pemahaman dan penerapan akan penataan dan pengembangan pokok pikiran dalam bentuk karangan.

Pendekatan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan berikut ini:

a. Pendekatan Perkembangan

Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan pra-menulis. Oleh karena itu, penanganan kesulitan menulis lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-menulisnya. Beberapa latihan untuk mengembangkan kemampuan membaca dapat pula digunakan untuk mengembangkan kemampuan menulis, misalnya: • Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah,

depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan.

• Aktivitas membuat pola simbol/bentuk/pola garis lurus, garis lengkung, atau pola geometris, dan pada akhirnya pola huruf dan angka. Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.

• Latihan mewarnai gambar tanpa melewati garis batas juga baik untuk melatih koordinasi visual-motorik

• Rekomendasi : Metode Fernald/Multisensori untuk menulis permulaan dan Latihan-latihan Gravomotor dan Occupational Therapy

a) Metode FERNALD/MULTISENSORI

Metode Menulis Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan • Prinsip

1. Metode nama lain dari metode multisensori 2. Bisa diterapkan pada huruf maupun kata • Langkah-langkah

1. Anak memilih kata yang akan dipelajari

2. Guru menuliskan kata dimaksud di kertas/papan tulis

3. Guru membacakan kata dengan lafal yang tepat, anak-anak mengikutinya

4. Anak menelusuri huruf-huruf, melafalkan kata itu bebrapa kali, lalu menuliskannya di kertas dengan menyalin dari tulisan gurunya sambil tetap melafalkan bunyi katanya. 5. Kemudian anak disuruh menuliskan kata tersebut tanpa melihat kambali contoh tulisan

guru.

6. Kalau pada tahap ini anak melakukannya dengan benar, maka ulangi kembali langkah-langkahnya dari langkah ke-4.

7. Bila anak sudah benar-benar menguasainya, simpanlah kata tersebut di tempat khusus,sehingga nanti bisa digunakan untuk bahan mengingat dan bahan bercerita.

(25)

b. Pendekatan Perilaku

Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan mening-katkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam menulis mencer-minkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas menulis. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang diharapkan mengembangkan kemampuan koordinasi motorik (mata-tangan), kemahiran mengasosiasikan bunyi dan bentuk hurufnya, dan meningkatkan daya ingatnya. Bentuk latihan-latihannya antara lain:

• Latihan menulis dengan huruf tegak bersambung dan huruf tak bersambung

• Aktivitas menjiplak, menyalin dan membuat bentuk huruf, kata atau kalimat

• Latihan dikte, baik itu dikte suku kata, kata maupun dikte kalimat • Latihan menemukan huruf/kata tertentu dalam teks lalu menuliskannya • Rekomendasi : Metode Dikte untuk aktivitas menulis, baik pada tahap

menulis permulaan maupun menulis lanjut dan Mengarang dengan panduan gambar

a) METODE DIKTE

Metode Menulis Permulaan/Lanjut dengan Pendekatan Perilaku • Prinsip

1. Mendayagunakan kemampuan sensoris: Visual, Auditori, Taktil, dan Kinestetik

2. Membiasakan anak mengasosiasikan bunyi (auditoris) dengan bentuk (visual) huruf.

3. Membiasakan anak menuliskan (kinestetik) atas bunyi (auditoris) dalam bentuk gambar huruf (visual)

4. Melatih proses menulis secara praktis • Langkah-langkah

1. Anak menyimak huruf/kata yang dilafalkan guru 2. Ulangi pelafalan bila perlu

3. Anak menulis sambil melafalkan huruf/kata 4. Guru menulis contoh huruf/kata di papan tulis

5. Anak menyalin contoh dari gurunya di bawah ulisannya sendiri. 6. Ulangi langkah-langkah tersebut 2 – 3 kali.

7. Koreksi secara bersama-sama

(Fernald, 1988 & Gillingham, 1976 dalam Lerner, 2000) b) Latihan Mengarang dengan Panduan Gambar

Metode Menulis Lanjut dengan Pendekatan Perilaku • Prinsip

1. Mendayagunakan kemampuan sensoris: visual, auditori, taktil, dan kinestetik 2. Membiasakan anak memaknai gambar dengan kata-kata/kalimat

3. Melatih proses menulis secara praktis • Langkah-langkah

1. Berikan gambar tunggal, misalnya anak yang sedang menyapu 2. Di samping kanan gambar tersedia tullisan

a. Siapa? _____________ b. Sedang apa? _____________

c. Di mana? _____________ d. Kalimat _____________ 3. Anak ditugaskan mengisi jawaban pertanyaan tersebut

4. Terakhir, anak disuruh merangkaikan jawaban pertanyaan tersebut dalam bentuk kalimat

(26)

c. Pendekatan Kognitif

Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis merupakan bentuk kemampuan terpola dan terencana dalam aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan mengembangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan.

• Latihan menemukan kaitan antara bunyi, simbol, dan makna.

• Membuat gambar tentang apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk skema atau grafik

• Melakukan proses menulis yang terencana, sehingga dapat menampung pikiran dan perasaan yang ingin dituangkannya serta hasilnya dapat dipahami oleh orang lain

• Rekomendasi : Metode Mind Mapping, bisa digunakan untuk aktivitas menulis permulaan maupun menulis komposisi dan Metode 5W+1H

a) Metode MINDMAPPING untuk Menulis

Metode Menulis Lanjut/Komposisi dengan Pendekatan Kognitif • Prinsip

1. Diasumsikan selaras dengan proses berpikir manusia 2. Menuliskan kerangka berpikir dalam bentuk gambar

(visual)

3. Pikiran utama diletakkan di tengah gambar 4. Semakin jauh letaknya dari cabang semakin rinci

uraiannya

5. Bisa digunakan ketika membaca maupun merancang sebuah tulisan

• Langkah-langkah

1. Contoh berikut digunakan ketika membimbing anak membuat karangan narasi

2. Anak disuruh membuat bulatan di tengah-tengah kertas 3. Anak menuliskan pokok pikiran di dalam bulatan tersebut 4. Anak disuruh membuat garis untuk cabang-cabang di

sekitar bulatan tersebut (Misalnya empat buah cabang) 5. Pada masing-masing garis dituliskan

- nama tokoh : _______________________________ - tempat/waktu : _______________________________ - masalah/konflik : _______________________________ - akhir cerita : _______________________________

6. Bila sudah selesai membuat mind-map, anak dapat dilanjutkan dengan menuliskan ceritanya dengan panduan kerangka tersebut

7. Bimbingan anak untuk selalu mengacu pada kerangka mind-map yang dibuat.

(27)

3. Pengembangan Kemampuan Berhitung

Berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematis. Berhitung adalah kegiatan memaknai dan memanipulasi bilangan dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali dan membagi (Naga, dalam Abdurahman, 1994).

Sesuai taraf kesulitannya, secara sederhana, keterampilan berhitung bisa dipilah dalam beberapa tingkatan, yaitu:

a. Pra-Berhitung meliputi beragam kemampuan prasyarat matematis, yaitu ke-mampuan melakukan mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, menyimbolkan, dan konservasi.

b. Berhitung Sederhana meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kemam-puan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi). c. Berhitung Kompleks meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan

kombinasi kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi) secara bersamaan.

b) Metode 5-W + 1H [Pemrosesan Informasi]

Metode Menulis Lanjut/Komposisi dengan Pendekatan Kognitif • Prinsip

1. Biasa digunakan sebelum mengarang 2. Membimbing kerangka pikir yang teratur 3. Kerangka berpikir berupa pertanyaan

4. Jawaban dari pertanyaan merupakan kerangka karangan yang rinci

5. Secara sepintas mirip dengan latihan mengarang dengan panduan gambar

• Panduan

5 W Æ What : Apa? (Peristiwa) Æ Who : Siapa (Pelaku)

Æ When : Kapan? (Waktu) Æ Where : Di Mana? (Tempat) Æ Why : Mengapa (Alasan/Tujuan) 1 H Æ How : Bagaimana? (Proses) • LANGKAH-LANGKAH

1. Tentukan topik utama yang akan ditulis

2. Ajukan 5 pertanyaan (apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bilangan) terhadap topik utama tersebut

3. Jawablah 6 pertanyaan terhadap topik utama tersebut, paling tidak dalam bentuk 1 kalimat.

4. Berarti ada 6 kalimat yang sudah kita buat

5. Bila sudah terlatih, kembangkan 6 kalimat tersebut menjadi sub-subtopik

6. Berarti ada 6 sub-topik yang sudah kita buat

7. Kembangkan masing-masing topik itu dalam bentuk satu paragraf

8. Proses mengarang dengan pola ini harus benar-benar terbimbing dan bertahap

(28)

Pengembangan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Perkembangan

Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan berhitung dipengaruhi oleh kemampuan pra-berhitung. Oleh karena itu, penanganan kesulitan berhitung lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-berhitung. Berikut beberapa bentuk aktivitas yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berhitung dengan pendekatan perkembangan:

• Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan mengelompokkan objek, sesuai bentuk, warna, maupun ukurannya

• Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan membandingkan dua buah objek, berdasarkan ukuran (panjang-pendek, besar-kecil) jumlah (banyak-sedikit, ganjil-genap), posisi (tinggi-rendah, atas-bawah, depan-belakang, kiri-kanan), dan seterusnya.

• Latihan mengaitkan simbol angka dengan jumlahnya. Æ Misalnya simbol angka 5 memiliki nama lima

Jumlah yang terkandung dari simbol itu [◊ ◊ ◊ ◊ ◊] b. Pendekatan Perilaku

Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan mening-katkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencer-minkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang mempercepat dan mempermahir proses berhitung.

Bentuk latihan-latihannya antara lain:

• Membilang (mengurutkan nama bilangan) • Berhitung cepat dalam mencongak

• Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya

• Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik menyimpan • Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik meminjam • Latihan soal perkalian dan pembagian

• Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan soal berhitung, yang selain meningkatkan kemahiran berhitungnya sekaligus juga mengembangkan daya ingat dan daya tahan belajar.

c. Pendekatan Kognitif

Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung merupakan bentuk kemampuan memahami pola dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi. Pemahaman akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara lain:

• Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat

• Melatih anak menemukan cara mendayagunakan objek/benda untuk memudahkan proses operasi hitungnya

• Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung, seperti sifat

komutatif, asosiatif dan distributif

• Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika, yang memampukan siswa menggunakan pola atau rumus operasi hitung

(29)

G. Penilaian

1. Pengertian Penilaian

Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar.

2. Fungsi Penilaian

Fungsi penilaian adalah sebagai:

• Alat untuk menetapkan penguasaan peserta didik terhadap kompetensi • Alat diagnosis

• Alat prediksi • Grading/peringkat • Alat seleksi • Bimbingan

• Alat untuk memberi motivasi belajar peserta didik 3. Tujuan Penilaian

Tujuan penilaian adalah sebagai berikut:

• Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu. • Menentukan arah tindak lanjut pembelajaran

• Membantu dan mendorong peserta didik • Bahan evaluasi guru setelah mengajar • Menentukan strategi pembelajaran • Untuk mengambil keputusan • Untuk menentukan aturan (policy) • Akuntabilitas lembaga

• Meningkatkan kualitas pendidikan 4. Pinsip-prinsip Penilaian

• Validitas

Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

• Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang ajeg (reliable) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi.

• Menyeluruh

Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian maupun aspek intelektual, sikap dan tindakannya. Penilaian harus menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik.

• Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu

• Obyektif

Penilaian harus dilakukan secara adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

• Mendidik

(30)

5. Teknik/Cara Penilaian

• Penilaian unjuk kerja (performance)

Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Motivasi, rasa kompetitif, kemampuan untuk bekerja sama dan menyatukan ide harus merupakan bagian dari penilaian. Unjuk kerja peserta didik dapat dinilai melalui kriteria penilaian yang terpadu dan menyeluruh dalam praktikum yang dilakukan dikelas, dan penilaian objektif dari guru terhadap peserta didik dengan melihat usaha peserta didik di kelas. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium.

Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

• Penilaian sikap

Data penilaian sikap berasal dari hasil pengamatan guru terhadap sikap peserta didik yang berkaitan dengan perilaku umum (di dalam maupun di luar kelas) peserta didik yang menonjol baik positif maupun negatif. Penilaian sikap ini bersifat non kognitif, sehingga diukur adalah seperti kedisiplinan, keaktifan, tanggung jawab, kerajinan, kerapian, ketelitian.

Contoh penilaian sikap di dalam sains: penilaian sikap ilmiah peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan soal-soal dengan sains. • Penilaian tertulis

Penilaian tertulis dilakukan dengan tes secara tertulis. Tes tertulis merupakan tes di mana soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan, namun jawaban yang diberikan peserta didik bisa dalam bentuk tulisan, mewarnai, menggambar, memberi tanda, melakukan sesuatu dan lain sebagainya.

Bentuk penilaian tertulis dalam bidang sains misalnya: tes pilihan berganda, menjodohkan, isian singkat, uraian,dan sebab-akibat.

• Penilaian proyek

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berbentuk suatu investigasi yang dimulai sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, pelaporan dan penyajian data.

Bentuk penilaian proyek dalam bidang sains misalnya: Penilaian proses pengerjaan proyek ilmiah yang mewajibkan peserta didik untuk melaporkan perkembangan proyeknya secara berkala dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, melaksanakan serangkaian percobaan, pengolahan data hasil percobaan, pelaporan dan penyajian hasil dalam bentuk demonstrasi dan penyampaian secara lisan maupun tulisan

• Penilaian produk

Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses hasil dan kualitas suatu produk.

Penilaian produk dalam fisika misalnya membuat mesin sederhana atau alat pembelajaran selama program pengajaran berlangsung atau tidak, dan juga laporan praktikum yang secara berkala dilakukan dikelas. Selain itu bentuk karya ilmiah yang dihasilkan peserta didik juga suatu produk peserta didik yang bisa menjadi bahan penilaian.

Gambar

Tabel KWL untuk Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan eksplorasi gen enzim lipase pada tanah hasil pengolahan limbah kelapa sawit (POME) melalui pendekatan metagenomik menggunakan desain

[r]

pengaruh Coaching dan Training terhadap kinerja karyawan BSM Rantau Prapat. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian asosiatif

18 Saya meyakini seseorang yang telah dididik dalam profesi auditor memiliki suatu tanggungjawab untuk tidak beralih pada profesi lain selama periode atau kurun waktu

Mengajarkan kepada peserta tentang konsep dan praktik Career Management.

Wawancara atau Interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

Dengan demikian, hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengendalian internal atas siklus pendapatan pada Departemen Food

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap daya hambat terhadap Escherichia