• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN BERBICARA ANAK AUTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN BERBICARA ANAK AUTIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN BERBICARA ANAK AUTIS

(AN ANALYSIS OF AUTISTIC CHILD’S SPEAKING ABILITY)

Latifah Fitriana Sekarsari

Universitas PGRI Palembang

Jalan Ahmad Yani, Lorong Gotong Royong, Plaju, Palembang Latifahfitrianasekarsari@gmail.com

Achmad Wahidy Universitas PGRI Palembang

Jalan Ahmad Yani, Lorong Gotong Royong, Plaju, Palembang Barkudin

Universitas PGRI Palembang

Jalan Ahmad Yani, Lorong Gotong Royong, Plaju, Palembang Telepon 0812-7352-2972

Abstract

This study aims at determining an autistic child’s speaking ability in a communication using descriptive qualitative method. Data were collected through observation, interviews, and recording technique. The data obtained were analyzed using Scovel’s four stages of language production by humans during communication, namely conceptualization, formulation, articulation, and self-monitoring. From the analysis, it is found that R’s speaking ability can be rated as good because he is able to pass 3 stages of the four stages of language production well. Firstly, he is able to conceptualizing the utterance that he wants to say. Secondly, he is able to respond to questions and utterances from people around him and pronounce it well even though with English accent. Thirdly, R is able to find pronunciation mistakes with the help of people around him.

Keyword: autism, speaking ability, psycholinguistics. Abstrak

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berbicara anak autis dalam berkomunikasi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan rekaman percakapan. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan teori Scovel yang membahas empat tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi, yaitu konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan pemantauan diri. Hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan berbicara R dapat dikatakan baik karena dari keempat tahapan produksi bahasa, R mampu melewati tiga tahapan dengan baik. Pertama, R mampu mengonsep ujaran yang ingin diucapkannya dan mampu merespons pertanyaan atau perkataan dari orang sekitarnya. Kedua, R mampu berbicara dengan lafal yang cukup baik walaupun menggunakan dialek bahasa Inggris. Ketiga, R mampu mengetahui kesalahan dalam pengucapan dengan bantuan orang di sekitarnya.

(2)

1. Pendahuluan

Bahasa adalah sebuah alat atau media yang digunakan oleh manusia untuk dapat berkomunikasi. Bahasa memiliki fungsi sebagai sarana pikir dan sarana ekspresi yang dapat menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain. Komunikasi yang sukses harus dimulai dari adanya pendengar dan pembicara. Antara pembicara dan pendengar akan muncul ekspresi setelah proses berpikir. Proses berpikir akan menghasilkan ekspresi yang muncul dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan yang kemudian direspons oleh pendengar atau pembicara sehingga terjadilah komunikasi.

Seseorang harus memiliki keterampilan berbahasa agar dapat memproduksi bahasa yang baik. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu (1) keterampilan menyimak; (2) keterampilan berbicara; (3) keterampilan membaca; (4) keterampilan menulis (Tarigan, 2008:1).

Dalam berkomunikasi, seseorang harus memiliki kemampuan berbicara yang baik juga. Kemampuan berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari (Tarigan, 2008:3).

Manusia, terutama anak-anak, memiliki kemampuan berbicara yang berbeda-beda karena banyak faktor, seperti keluarga dan lingkungan sosial. Oleh karena itu, tidak semua manusia dapat memahami bahasa dengan baik.

Kemampuan berbahasa sangat sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lain karena melibatkan kemampuan kognitif, sensor motorik, psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak. Selain itu, berbicara adalah salah satu cara untuk mengekspresikan bahasa. Menurut Feist (2010), kondisi yang berhubungan dengan kesulitan berbicara dan berbahasa antara lain ADHD, Spektrum Autisme, Disabilitas Kognitif dan Intelektual, Sindrom Down, dan gangguan pendengaran. Keterlambatan bicara (verbal/nonverbal) yang dialami individu autis akan berdampak luas dalam kehidupannya jika tidak ditangani secara dini.

Teori Scovel (dalam Fimawati, 2017:208)

menjelaskan empat tahapan produksi bahasa manusia pada saat berkomunikasi, yaitu konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan pemantauan diri.

Peneliti melakukan observasi awal di sekolah luar biasa C Thiafin Mandiri Kota Prabumulih untuk mengetahui karakter dari anak autis dan juga untuk melihat perkembangan bahasa anak autis. Dari hasil observasi awal peneliti di SDLBC Thiafin Mandiri, peneliti tidak melihat adanya tahapan produksi bahasa seperti yang dijelaskan dalam teori Scovel pada anak autis.

Observasi awal menunjukkan bahwa cara berkomunikasi anak autis bertentangan dengan teori Scovel, misalnya anak autis tidak memiliki tingkat fokus berbicara yang baik pada saat melakukan komunikasi. Anak tersebut biasanya cenderung tidak menjawab atau bahkan tidak memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang ditanyakan. Kemudian, anak autis cenderung sibuk dengan dunianya sendiri. Walaupun berbicara, anak autis hanya berbicara sendiri. Akan tetapi, tidak mengurangi kenyataan bahwa ada anak autis yang dapat diajak berkomunikasi dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui kemampuan berbicara anak autis. Penelitian dilakukan terhadap R.

Masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif, dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan (Sugiyono, 2008:205).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yaitu peneliti mengungkapkan hasil penelitiannya dengan ungkapan dan gambaran secara jelas mengenai suatu kejadian peristiwa. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena penelitian ini bersifat naturalistik atau bersifat alamiah berdasarkan hasil apa adanya yang terjadi di lapangan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant

observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi (Sugiyono, 2008:225).

Peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dalam menguji kredibilitas penelitiannya. Teknik triangulasi sumber adalah teknik yang menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

(3)

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Kerangka Teori

Dalam kegiatan sehari-hari, manusia akan dihadapkan pada aktivitas berbicara. Dale Carnagie dalam Haryati(2016:118) menyebutkan bahwa 75% waktu bangun kita berada dalam kegiatan komunikasi dan dapat dipastikan sebagian besar kegiatan komunikasi itu dilakukan secara lisan. Hal itu menunjukkan bahwa berbicara merupakan keterampilan yang harus dikuasai semua orang. Keterampilan berbicara dimulai dari rumah pada umur 0—5 tahun yang disebut dengan pemerolehan bahasa. Kemudian, kete-rampilan berbicara dapat dikembangkan di sekolah melalui pelajaran bahasa Indonesia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugono, 2015:1447) keterampilan merupakan kecakapan untuk menyelesaikan tugas; ~ bahasa

Ling merupakan kecakapan seseorang untuk

memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak, atau berbicara.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah sebuah kemampuan atau kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan.

Kemampuan berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari (Tarigan,2008:3). Berbicara juga didefinisikan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar dan penyimak.

Senada dengan pendapat tersebut, Djago Tarigan (dalam Kundharu Saddhono & Slamet) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui lisan. Kundharu Saddhono & Slamet mengungkapkan bahwa berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud yang dapat berupa gagasan, pikiran, dan isi hati seseorang kepada orang lain (Isnani, 2013:12).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kecakapan seseorang dalam berujar atau berbicara. Keterampilan berbicara seseorang

dapat dikatakan baik jika pada saat berkomunikasi pembicara atau pendengar dapat memahami hal yang dimaksud dalam ujarannya. Hal itu berhubungan dengan teori Scovel (Fimawati, 2017:208) yang menjelaskan mengenai empat tahapan produksi bahasa manusia pada saat berkomunikasi, yaitu konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan pemantauan diri. Komunikasi yang baik harus mengikuti tahapan produksi bahasa.

Ilmu psikolinguistik menjelaskan banyak hal tentang berbagai macam gangguan dalam berbahasa, yakni disleksia, anomia afasia, apraksia, aleksia, dan autis. Anak autis merupakan seseorang yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena memiliki kesulitan untuk memahami suatu pembicaraan (Fimawati, 2017:204).

Kanner dan Handoyo menyatakan autism berasal dari kata auto yang berarti ‘sendiri’, penyandang seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri (Koswara, 2016:10). Sementara itu, Danutmaja menjelaskan bahwa autis merupakan suatu kumpulan sindrom (gejala-gejala) akibat kerusakan syaraf dan mengganggu perkembangan anak (Koswara, 2016:10). Seorang anak yang mengidap autisme biasanya tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan tidak bereaksi dengan normal dalam pergaulan sosialnya termasuk mengalami kesulitan perkembangan bicara dan bahasa. Kelainan tersebut biasanya muncul pada tiga tahun pertama dan akan terus berlangsung hingga rentang waktu yang bervariasi. Menurut Olds dan Feldman (2007) (dalam Meranti, 2013:3), empat dari lima autis adalah laki-laki.

Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang kompleks meliputi gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun. Bahkan, anak yang termasuk autis infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir (Supartini, 2009:45).

Hal serupa dikemukakan oleh Sihotang (dalam Njudang, 2020:9) dalam tesisnya bahwa sebagian besar anak autis mempunyai rata-rata skor IQ 50 dan mengalami keterbelakangan mental. Lambatnya perkembangan kognitif menandakan adanya masalah pada kemampuan kognitif anak dengan autisme yang mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam menerima serta memahami informasi dan materi pembelajaran dan informasi di kelas.

(4)

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa autisme adalah suatu sindrom atau kelainan akibat kerusakan saraf yang mengakibatkan gangguan perkem-bangan anak dan juga membuat anak tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya.

Penelitian yang mengkaji kemampuan berbicara anak autis dilakukan oleh Fritasari (2016) dalam skripsinya. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa terkait kemampuan berbicara Jasbi, ia selalu merespons pertanyaan yang diberikan meskipun terkadang tidak memahami pertanyaan yang diajukan ketika sedang fokus dan harus menatap lawan bicaranya. Ketika tidak memahaminya, Jasbi hanya mengulang bagian akhir dari pertanyaan yang diberikan dan bahkan ia akan diam.

Antara penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Fritasari terdapat perbedaan teori yang dijadikan acuan. Penelitian ini menggunakan teori Scovel mengenai empat tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi dan dijadikan dasar untuk menganalisis kemampuan berbicara anak yang diteliti.

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan mengenai kemampuan berbicara anak autis dalam tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi, didapat hasil sebagai berikut.

3.1 Deskripsi Data Hasil Observasi Berperan Serta

No. Nama Siswa Perilaku dan Penilaian

1. R

Mampu memberikan pertanyaan Mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan

Memberikan respons terhadap pertanyaan maupun jawaban dari orang sekitarnya.

X X X

Keterangan:

X: tidak mampu menunjukkan perilaku yang dinilai oleh peneliti

Lembar observasi berperan serta disiapkan untuk mengetahui interaksi dari R (inisial sasaran penelitian). Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, R tidak mampu memenuhi kriteria perilaku. Hal tersebut terjadi karena adanya orang asing di sekitarnya, yaitu peneliti.

Pada saat ada peneliti di sekitarnya, R merespons pertanyaan atau pembicaraan yang sedang dilakukan hanya dalam bentuk tindakan, ekspresi, atau bahkan diam saja. Akan tetapi, berdasarkan hasil rekaman dari keluarga R, jika tidak ada orang asing di sekitarnya, R mampu menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan dan juga memberikan respons terhadap pertanyaan atau jawaban orang lain. Akan tetapi, R tidak/jarang memulai interaksi dengan orang lain atau keluarganya. Pada saat peneliti melakukan penelitian, R tidak mengajukan pertanyaan kepada orang tuanya atau keluarganya.

3.2 Deskripsi Data Hasil Wawancara Peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan ayah dan nenek R. Peneliti memberikan pertanyaan tetang bagaimana awal dari keluarga mendeteksi keadaan R dan perkembangan R hingga sekarang di kelas 3 SMP.

Peneliti mendapati bahwa keadaan R sudah terdeteksi sejak umur satu tahun karena orang tua R mendapati R belum dapat berbicara atau menggumam seperti anak lain pada umumnya. Akan tetapi, pada saat itu keluarga R menganggap hal itu hanya keterlambatan. Pada saat berumur dua tahun, keadaan R masih sama, bahkan tidak memiliki ketertarikan untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Namun, R sangat tertarik dengan mai-nan otomotif, seperti mobil-mobilan. Kemudian, pada umur tiga tahun, R dibawa ke dokter tumbuh kembang anak di Palembang. Hasilnya, R dinyatakan sebagai anak autis.

Perkembangan bahasa R pada umur 3—5 tahun dapat dikatakan terlambat jika disamakan dengan anak lainnya. R lebih tertarik dengan mainan-mainan kesukaannya dan sangat jarang melakukan komunikasi juga interaksi dengan keluarganya. Dalam membantu perkembangan bahasa R, keluarganya membawa R menemui para ahli, seperti dimasukkan ke sekolah khusus dan diberi pembimbing sesuai dengan kebutuhan

(5)

R.

Untuk saat ini, kemampuan komunikasi R sangat baik. Menurut pembimbingnya di sekolah, R mampu berkomunikasi dengan baik pada saat di sekolah. Akan tetapi, R tidak banyak melakukan interaksi dan komunikasi seperti biasanya pada saat peneliti melakukan penelitian karena sekolah dalam keadaan libur. Kegiatan yang biasa dilakukan di sekolah sehari-hari tiba-tiba ditiadakan sehingga R tidak banyak memiliki kegiatan yang melibatkan banyak interaksi. R banyak berinteraksi dan berkomunikasi jika sedang belajar.

3.3 Deskripsi Data Hasil Dokumentasi Data yang diperoleh dari dokumentasi berupa catatan nilai rapor R. Peneliti mendapati bahwa nilai dari pengetahuan umum R baik. Bahkan, untuk program khusus yaitu Bina Diri, R mendapatkan nilai yang baik.

Data tersebut dapat menjelaskan bahwa kemampuan R dalam belajar dapat dikatakan baik. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi R sangat baik karena untuk memahami pengetahuan umum harus memiliki kemampuan memahami hal yang diajarkan oleh guru. Hal tersebut juga ditunjukkan dari percakapan yang akan dianalisis oleh peneliti nantinya, yaitu kemampuan pengetahuan umum R.

3.4 Karakteristik Produksi Bahasa 3.4.1 Konseptualisasi

Pada tahap ini, anak harus mampu mengonsep atau merancang bahasa sebelum melakukan sebuah komunikasi. Konsep ini dibentuk agar komunikasi dapat berjalan dengan baik.

Data 1

Dalam wawancara yang dilakukan dengan keluarga R, nenek R mengatakan bahwa mereka pernah akan pergi ke Gramedia di kota Palembang. Pada saat itu, waktu menunjukkan sekitar 20.30 WIB. Nenek dan kakek R bermaksud untuk membatalkannya karena khawatir Gramedia sudah tutup. Lalu, kakek R mengatakan kepada R bahwa Gramedia sudah tutup dan memutar balik mobil.

Akan tetapi, R langsung membuka ponselnya mencari di pencarian daring mengenai jam buka-tutup Gramedia. R langsung mengatakan,

“Belum tutup kek. Lihat ini,” R menunjukkan ponselnya yang berisi jam buka-tutup Gramedia.

Hal tersebut menjelaskan bahwa R mampu mengonsep apa yang dimaksud dari ucapan kakeknya dan juga mampu mengonsep jawaban dengan baik. Bahkan, R mampu menggunakan media internet dengan baik untuk menunjukkan bahwa yang diucapkannya adalah benar.

3.4.2 Formulasi

Formulasi adalah sebuah respons yang diberikan sesuai dengan yang dilihat atau didengar. Sepasang pembicara dan pendengar harus memiliki komunikasi yang saling terhubung agar terjadi komunikasi yang baik. Jika pembicara membicarakan atau melakukan suatu hal, pendengar harus merespons hal yang dibicarakan atau yang dilakukan oleh pembicara. Dalam hal ini, R mampu merespons dengan baik begitu keluarganya membicarakan sesuatu. Hal yang diresponsnya tidak akan melenceng dari hal yang dimaksud oleh keluarganya. Hal tersebut dibuktikan seperti dalam percakapan berikut ini.

Data 2

6. Ayah : Nomor dua? Di samping 7. R : Di samping gambar 6 penampakan apakah? a. Gunung b. Sungai c. Danau d. Gunung

8. Ayah : Apa bahasa Inggris

gunung?

9. R : Mountain

10. Ayah : Oke, sungai? Sungai bahasa Inggrisnya apa?

11. R : Rivers 12. Ayah : Danau?

13. R : Danau (Tidak tahu)

Data 2 pada percakapan 6 samapi dengan 13 menunjukkan kemampuan R untuk merespons. R mampu menjawab 2 pertanyaan dari 3

(6)

pertanyaan yang diajukan ayahnya walaupun konteks pembelajaran dengan pertanyaan yang diajukan berbeda. R merespons atau menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan konsep pertanyaan yang diberikan. Kemudian, pada pertanyaan terakhir mengenai bahasa Inggris danau, R langsung mengatakan bahwa R tidak mengetahui jawabannya alih-alih menggumam atau melakukan hal lain. Dari percakapan tersebut diketahui bahwa R mampu merespons pertanyaan atau ucapan sesuai dengan konteks yang dibicarakan.

Data 3

14. Ayah : Ayo baca nomor 5. Agar?

15. R : Agar sungai tidak tercemar yang harus kita lakukan?

a. Membuang limbah ke sungai b. Mencuci baju di sungai c. Tidak membuang sampah ke sungai

16. Ayah : Nah jawabannya apa? Biar sungai tidak tercemar? Tidak?

17. R : Tidak membuang sampah ke sungai.

Berdasarkan data 3 pada percakapan 19— 22, R memberikan jawaban dengan bantuan dari ayahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan merespons R cukup baik walaupun segala yang dilakukannya masih harus dalam petunjuk orang di sekitarnya.

3.4.3 Artikulasi

Artikulasi merupakan pelafalan atau pengucapan kata. Pada saat berekspresi. Artikulasi sangat penting karena saat berkomunikasi pembicara dan pendengar menggunakan bahasa lisan, bukan tulisan. Jika pelafalan pembicara tidak jelas sangat sulit melakukan komunikasi dengan baik.

Dalam kasus ini, R tidak memiliki pelafalan yang baik dalam berbicara. R banyak menekankan kata-kata, tetapi dengan pelafalan yang tidak begitu baik. Bahkan, peneliti harus mendengarkan rekaman berkali-kali pada saat menganalisis interaksi antara R dan ayahnya.

Pada saat membaca, R lebih banyak menggunakan pelafalan dalam dialek bahasa Inggris, bahkan menekankan kata-kata bahasa Indonesia seperti berbicara dalam berbahasa Inggris. Selain itu, R juga memiliki cadel /l/ dan /r/ yang pada beberapa kata membuat pendengar seperti mendengar dialek bahasa Inggris. Hal tersebut seperti terlihat dalam percakapan berikut.

Data 4

18. R : Seni music degung berasal dari? a. Papua b. Jawa c. Sumatera Barat 19. Ayah : Pa? 20. R : Papua

Berdasarkan data 4 pada percakapan 9—11, R menggunakan bahasa Inggris dalam melafalkan kata musik yang seharusnya dilafalkan /musik/ diubahnya menjadi /music/.

Data 5

21. R : Lagu Jali-jali berasal dari a. Jakarta

b. Jawa Barat c. Sumatera Selatan 22. Ayah : Dari mana Jali-jali? 23. R : Jawa Barat

24. Ayah : Salah, a 25. R : Dari Jakarta Data 6

26. R : Karya seni rupa wayang kulit berasal dari?

a. Jawa b. Sumatera c. Kalimantan 27. R : a. Jawa

Berdasarkan data tersebut, peneliti mendapati bahwa R melafalkan kata-kata yang ditebalkan

(7)

menggunakan dialek bahasa Inggris. Dari hasil wawancara dapat dikatakan bahwa R cukup pintar dalam pelajaran bahasa Inggris. Ada kemungkinan bahwa R menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Selain itu, mungkin juga R membuat tulisan-tulisan dalam bentuk bahasa Indonesia, tetapi pada saat dilafalkan diubah menjadi dialek bahasa Inggris.

3.4.4 Pemantauan Diri

Tahap pemantauan diri juga disebut sebagai tahapan komunikasi yang penting. Seseorang yang mampu mengetahui kesalahan dalam berbicara, juga akan mampu untuk memperbaiki kesalahan yang dibuatnya dalam berbicara.

Kemampuan pemantauan diri R belum cukup baik pada saat berkomunikasi. Untuk mengetahui kesalahan dalam berbicara, R masih dibantu oleh orang di sekitarnya. Hal tersebut tampak pada data berikut.

Data 7

28. Ayah : Ayo cepat ini selanjutnya? 29. R : Karya seni rupa yang dibuat dengan teknik kiat adalah? 30. Ayah : Teknik ikat

31. R :

a. Kain songket b. Kain karung c. Kain ikat

Berdasarkan data 7 dalam percakapan 25—28, dalam pemantauan diri, R dibantu oleh ayahnya. R salah menyebutkan ikat menjadi

kiat, tetapi R tidak mengulangi kembali apa

yang dikatakan ayahnya. Namun, pada saat membacakan pilihan ganda ada kata ikat lagi, R tidak lagi menyebutkan kiat, tetapi sudah menyebutnya ikat.

Data 8

32. R : Sucture 33. Ayah : Student

34. R : Student : Good morning

sir. ………….

Teacher : Im good, and you? a. How are you today ?

b. How about you ? c. What about you sir? d. How are you today?

Jika pada data 7 percakapan 25—28, R tidak langsung membenarkan kesalahan dari ucapannya. Pada data 8 percakapan 4—6, R langsung mengoreksi kesalahan dalam pengucapannya pada saat dikoreksi oleh ayahnya. Awalnya, R mengucapkan kata sucture, kemudian dikoreksi oleh ayahnya dan langsung diubahnya menjadi

student.

Dari penelitian yang dilakukan pada anak berkebutuhan khusus R, mengenai kemampuan berbicara anak autis menggunakan teori Scovel, yaitu empat tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi, yaitu konseptualisasi, formulasi, artikulasi dan pemantauan diri, hasilnya dapat dideskripsikan sebagai berikut.

R memiliki kemampuan berinteraksi yang dapat dikatakan baik. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan wawancara dan juga pada saat berbincang dengan ayah dan nenek R. Akan tetapi, karena adanya perubahan kebiasaan, yaitu yang biasanya sering dilakukannya tidak lagi dilakukan terkait wabah Covid-19 (sekolah dan terapi diliburkan), terdapat perubahan pola harian R. R yang biasanya bangun pada pagi hari untuk sekolah, berubah menjadi tidur hingga tengah malam. Hal tersebut mengubah pola dan kemampuan R dalam berkomunikasi dan berinteraksi .

R juga tidak melakukan interaksi atau komunikasi kepada orang asing. Pada saat pertama kali peneliti menemuinya, R hanya mengikuti arahan ayahnya untuk memberi salam, kemudian langsung masuk kembali ke rumah. Akan tetapi, setelah beberapa pertemuan, R sedikit membuka diri. Namun, R masih tidak melakukan komunikasi, hanya melakukan interaksi kecil dengan menggunakan media lain, seperti ponsel.

Indikator yang menentukan baik atau tidaknya kemampuan berbicara R diukur dari pemenuhan kriteria komunikasi R menggunakan teori Scovel, yaitu empat tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi. Pertama, sangat baik apabila R mampu melalui keempat tahapan produksi bahasa oleh manusia pada saat berkomunikasi. Kedua, baik apabila

(8)

R melalui tiga tahapan produksi bahasa. Ketiga, cukup apabila R melalui dua tahapan produksi bahasa. Keempat, kurang apabila R hanya melalui satu tahapan produksi bahasa. Pada saat ini, R memiliki kemampuan berbicara yang baik karena mampu melalui tiga tahapan produksi bahasa oleh manusia menurut teori Scovel sebagaimana telah dijelaskan dalam pemaparan analisis dan hasil penelitian pada bagian sebelumnya.

4. Penutup

4.1 Simpulan

Hasil penelitian mengenai kemampuan berbicara anak autis yang dilakukan pada R dengan menggunakan teori Scovel menunjukkan bahwa kemampuan berbicara R sudah cukup baik. Pada tahap pertama, yaitu konseptualisasi, R sudah mampu mengonsep hal yang akan dibicarakannya atau pada saat menjawab pertanyaan dari orang lain.

Pada tahap kedua, yaitu formulasi, saat merespons pertanyaan dari ayahnya, R sudah dapat merespons sesuai dengan konteks yang

sedang dibicarakan. Respons dari R beragam, R mampu merespons dengan kata-kata, gerak tubuh, atau mimik wajah.

Kemudian, pada tahap ketiga, yaitu artikulasi, R banyak menggunakan dialek bahasa Inggris pada saat membaca pertanyaan atau jawaban. Bahkan, beberapa kata diubahnya menjadi bahasa Inggris seutuhnya. Sementara itu, pada tahapan terakhir, pemantauan diri, R mengetahui kesalahan ucapannya dari orang di sekitarnya. R memahami kesalahan dalam pengucapannya. 4.1 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran sebagai berikut.

1. Guru dapat membantu perkembangan kemampuan berbicara anak dengan menyiapkan berbagai macam terapi dan membuat kebiasaan baru.

2. Orang tua dapat membuat pembelajaran mandiri di rumah untuk membantu perkembangan berbicara anak.

3. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan metode baru untuk penelitian berikutnya.

Daftar Pustaka

Feist, Jess. 2010. Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Fritasari. 2016. “Analisis Kemampuan Berbicara Anak Autisme di Sekolah Luar Biasa Negeri Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016”. Universitas Maritim Raja Ali Haji: 1—9. Fimawati, Yuli dan Ni Made Dhanawati, Ni Wayan Sukarini. 2017. “Kemampuan Berbahasa Anak Autis Tipe PDDNOS di SLB Muhammadiyah Sidayu Gresik: Kajian Psikolinguistik.”

Linguistika, 2017: 203—220.

Haryati, Yeti. 2016. “Penerapan Model Pembelajaran Siswa Aktif bagi Peningkatan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia (Penelitian Pada Murid Kelas V SD Tunas Unggul Bandung) .”

Metalingua, Vol. 14 No. 1, Juni: 117—130.

Isnani. 2013. “Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Wates.” Universitas Negeri Yogyakarta: 1—112.

Koswara, Deden. 2016. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autis. Jakarta Timur: PT Luxima Metro Media.

Meranti, Tanti. 2013. Psikologi Anak Autis. Yogyakarta: Familia.

Njudang, Erli, dan Yulius Yusak Ranimpi, Iky Sumarthina P. Prayitno. 2020. “Pengaruh Metode Pembelajaran Musikal bagi Kemampuan Kognitif Anak Autis di SLB Negeri Manekat Niki-Niki .” JPK (Jurnal Pendidikan Khusus), 2020: 8—18.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugono, Dendy dan Meity Takdir Qodratillah. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

(9)

Supartini, Endang. 2009. “Program Son-Rise untuk Pengembangan Bahasa Anak Autis.” Jurnal

Pendidikan Khusus, Vol. 5 No. 2 November: 44—54.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara “Seabagai Suatu Keterampilan Bahasa”. Bandung: PT Angkasa.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan media film animasi pada anak autis kelas III SD di SLB Rela Bhakti I Gamping.. Jenis

Anak autis mengalami gangguan dalam komunikasi tetapi terkadang sudah mampu mengeluarkan suara yang jelas dan berbicara, namun belum diketahui mengenai kemampuan anak

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Tidak terdapatnya perbedaan hardiness beserta dimensi-dimensinya pada ibu dengan anak autis dan ibu tanpa anak berkebutuhan khusus

Minimnya sarana dan fasilitas khusus untuk memberdayakan anak kebutuhan khusus (autis) menjadikan orangtua dari anak berkebutuhan khusus kebingungan mencari cara agar

Anak autis mengalami gangguan dalam komunikasi walau kadang sudah mampu mengeluarkan suara dan berbicara, beberapa diantaranya ada yang tidak berbicara sedangkan beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media gambar seri terhadap kemampuan berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa autis kelas VII

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa teknik komunikasi yang dilakukan para pengajar terhadap anak autis di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus HSSN Piramida dalam

Subjek penelitian adalah seorang anak berkebutuhan khusus yaitu autis yang berusia lima tahun bernama IM (inisial). Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu tiga