• Tidak ada hasil yang ditemukan

PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAYANAN PENGURUSAN PASPOR DI KANTOR IMIGRASI KELAS 1 KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAYANAN PENGURUSAN PASPOR DI KANTOR IMIGRASI KELAS 1 KOTA MAKASSAR"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA MAKASSAR

EKA FITRA RAMADANI Nomor Stambuk : 10561 04025 11

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

i

PATOLOGI BIROKRASI DALAM PELAYANAN PENGURUSAN PASPOR DI KANTOR IMIGRASI KELAS 1 KOTA MAKASSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administarsi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh EKA FITRA RAMADANI NomorStambuk :10561 04025 11

Kepada

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

ii

PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Patologi Birokrasi Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Di Kantor Imigrasi Kelas 1 Kota Makassar

Nama Mahasiswa : Eka Fitra Ramadani Nomor Stambuk : 10561 04025 11

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Hj. Musliha Karim, M. Si Dr. Burhanuddin S.sos, M. Si

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Administrasi Negara

(4)

iii

PENERIMAAN TIM

Telah diterima oleh TIM penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Surat Keputusan/undangan menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor : 0492/FSP/A.1-VIII/II/37/2016 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Administrasi Negara Di Makassar pada hari Rabu tanggal 24 bulan Februari tahun 2016.

TIM PENILAI

Ketua, Sekertaris,

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Drs. H. Muhammad Idris, M.Si

Penguji :

1. Drs. H. Ansyari Mone, M. Pd (Ketua) ( ) 2. Dr. Burhanuddin, S.Sos, M.Si ( ) 3. Drs. H. Muhammad Idris, M.Si ( ) 4. Rudi Hardi, S.Sos, M.Si ( )

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Eka Fitra Ramadani Nomor Stambuk : 10561 04025 11

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 26 Agustus 2015 Yang Menyatakan,

(6)

v ABSTRAK

EKA FITRA RAMADANI, Patologi Birokrasi Dalam Pelayanan Pengurusan

Paspor Di Kantor Imigrasi Kelas 1 Kota Makassar (dibimbing oleh Musliha

Karim dan Burhanuddin)

Patologi birokrasi adalah penyakit perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian terhadap patologi birokrasi dalam pelayanan pengurusan paspor di Kantor Imigrasi kelas 1 kota Makassar dengan tujuan untuk mengetahui seperti apa patologi yang terdapat dalam pelayanannya, agar bisa ditindaki lebih lanjut.

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah deskriptif kualitatif dengan mengambil informan sebanyak 9 orang yang dipilih sesuai dengan keterkaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Data yang dikumpulkan berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis yaitu menggambarkan pengalaman yang dilihat oleh informan berkaitan dengan koordinasi.

Hasil penelitian menunjukkan masih adanya patologi yang terjadi dalam pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 kota Makassar seperti, 1. Penyalahgunaan wewenang, yang terdiri (a) pemanfaatan kekuasan dan jabatan, yaitu bersikap egois dalam memberikan pelayanan. (b) memperlambat proses penyelesaian, yaitu mengulur waktu penyelesaian paspor 2. Diskriminasi, seperti (a) perbandingan promordialisme, yaitu lebih mementingkan kesukuan dan kedaerahan (b) satu almamater, yaitu membedakan antara teman dan masyarakat lain dalam memberi pelayanan (c) status sosial, yaitu mendahulukan kepentingan pejabat (d) status kekeluargaan, mendahulukan keluarga. Kemudian cara meminimalisir dengan 3.Pendisiplinan pegawai, terdiri dari (a) kehadiran yang tepat waktu, (b) menjunjung etos kerja, dan 4. Meningkatkan pengawasan, seperti (a) SDM (sumber daya manusia) yang memadai, dan (b) penerapan budaya organisasi yang optimal.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Patologi Birokrasi Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Di Kantor Imigrasi Kelas 1 Kota Makassar”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ayahanda Abdul Salam, Ibunda Muttiara, Selaku Kedua orang tua. Eko Achmad Agung, Esa Ahmad Muhajrin, dan Te’ne yang senantiasa memanjatkan do’a dan segenap keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan, baik moril maupun materil.

2. Ibu Dra. Hj. Musliha Karim, Msi selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos.,M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

vii

4. Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Bapak Tegas Hartawan, S.sos selaku Kepala Kantor Imigrasi kelas 1 Makassar beserta staf dan pegawai yang telah menerima dan memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 di Jurusan Ilmu Administrasi Negara terkhusus kelas B yang telah bersama-sama berusaha keras dan penuh semangat dalam menjalani studi baik suka maupun duka. Kebersamaan dengan kalian adalah kegilaan yang akan selalu dirindukan penulis nantinya. 8. Sahabat-sahabat penulis Aulia Citra Raihanun, Niar Rahmayuni, Nurhidayah,

Zulfikar, A. Wildana, Ihsan Hidayat, dan Resky Adiguna, yang telah bersama-sama berjuang serta tidak henti-hentinya memberikan semangat untuk selesainya karya tulis ini.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 26 Agustus 2015

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Penerima Tim ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...4 C. Tujuan Penelitian ...5 D. Kegunaan Penelitian ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Birokrasi...6

B. Pengertian Patologi Birokrasi ...9

C. Bentuk- Bentuk Patologi Birokrasi ...11

D. Patologi Birokrasi dan Terapinya ...12

E. Pengertian Pelayanan ...19

F. Paradigma Pelayanan Publik...22

G. Kerangka Pikir ...25

H. Fokus Penelitian ...27

I. Deskripsi Penelitian ...27

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ...29

B. Jenis dan Tipe Penelitian ...29

C. Sumber Data...29

D. Informan Penelitian ...30

E. Teknik Pengumpulan Data ...31

F. Teknik Analisis Data...31

G. Keabsahan Data ...32

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...33

B. Struktur Pelayanan Pembuatan Paspor ...37

C. Bentuk Patologi Birokrasi yang Terjadi Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor ...46

(10)

ix

D. Cara Meminimalisir Terjadinya Patologi Birokrasi ...60 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...70 B. Saran ...71 DAFTAR PUSTAKA ...

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Pegawai berdasarkan golongan ...36 Tabel 2. Laporan paspor yang dibuat selama 3 bulan terakhir ...45

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Patologi birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku birokrat yang disfungsional. Red tape merupakan awal kemunculan dari sebuah patologi dalam pelayanan publik. Red tape disebabkan adanya kecenderungan alami yang terjadi di dalam tubuh dan para birokrat yang tercetak dari rutinitas kegiatan mereka sendiri. Birokrasi yang semestinya dapat lebih efesien dalam proses pelayanan publik justru semakin berbelit-belit karena para birokrat dalam melakukan tugasnya sebagai pelayan publik terkesan setengah hati. Dari sifat inilah kemudian lahir berbagai patologi birokrasi seperti nepotisme, penyalahgunaan wewenang, korupsi dan berbagai patologi birokrasi yang menyebabkan aparat birokrasi di Negara berkembang umumnya memiliki kreadibilitas yang rendah.

Inilah yang memunculkan berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi yang memang bukan hal yang baru lagi karena sudah ada sejak dulu. Birokrasi lebih menunjukkan kondisi empirik yang sangat buruk, negatif atau sebagai suatu penyakit yang sangat sulit untuk disembuhkan. Keseluruhan kondisi empirik yang terjadi secara akumulatif telah meruntuhkan konsep birokrasi Hegelian dan Weberian yang mengfungsikan birokrasi untuk mengkoordinasikan unsur-unsur dalam proses pemerintahan. Birokrasi dalam keadaan demikian hanya berfungsi sebagai pengendali, penegak disiplin, dan penyelenggara pemerintahan dengan kekuasaan yang sangat besar tetapi mengabaikan fungsi pelayanan

(12)

masyarakat. Menurut Thoha (2003:81), patologi birokrasi merupakan penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan.

Pelayanan publik memerlukan pengawasan yang optimal dalam setiap tahapan prosedur yang dijalankan, agar tercipta pelayanan yang efektif dan efisien. Tanpa adanya pengawasan, kinerja para birokrat akan menjadi tidak professional dan cenderung tidak mengalami perkembangan yang signifikan untuk menjadi bahan evaluasi oleh pemerintah. Dimaksudkan dengan adanya pengawasan yang lebih dapat mengurangi masalah yang terjadi dalam pelayanan publik juga dapat menjadi acuan bagi pihak pemerintah dalam meningkatkan kinerja para birokratnya diberbagai bidang pelayanan publik. Kurangnya pengawasan juga dapat mengakibatkan terjadinya diskriminasi terhadap masyarakat dimana hanya mementingkan pihak-pihak tertentu dan mengabaikan peraturan yang sudah ada, yang berimbas pada pelayanan yang semraut dan tidak teratur. Kondisi tersebut merupakan bentuk ketidak berhasilan kinerja birokrasi dalam upaya menuju good governance. Good governance mempunyai arti sebagai salah satu cara mengatur pemerintahan yang baik dengan memberikan pelayanan publik yang efisien.

Salah satu kapabilitas yang harus dimiliki adalah akuntabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders. Persoalan yang timbul saat ini adalah

(13)

realitas pelaksanaan fungsi pelayanan di bidang pengurusan paspor di Kantor Imigrasi kelas 1 Makassar. Dari pengamatan awal peneliti, menunjukkan Kantor Imigrasi kelas 1 Makassar rawan mal administrasi. Hal ini dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat berupa pelayanan yang berlarut-larut, mempersulit, diskriminasi pelayanan dan lamanya waktu penyelesaian pelayanan. Dimana dalam prosedur yang sebenarnya, pihak Direktorat Jenderal Imigrasi telah menyusun tahapan dalam proses pengurusan paspor dengan sangat sistematis yang dimulai dengan (1) melengkapi berkas yang akan digunakan dalam memperoleh paspor seperti KTP asli dan fotocopy, KK asli dan fotocopy, akte kelahiran asli dan fotocopy, materai senilai 6000 rupiah, surat keterangan pergantian nama, paspor lama (bagi yang sudah pernah memiliki paspor lama), surat keterangan sudah menikah, dan surat keterangan lain. (2) Kemudian mengisi formulir pendaftaran disertai pengambilan nomor antrian, (3) setelah itu berkas pemohon akan diproses dengan cara discan dan diupload ke bagian keimigrasian untuk diverifikasi. Lalu pemohon akan menunggu konfirmasi. Apabila berkas sudah dirasa lengkap, maka (4) pemohon diharuskan membayar biaya pembuatan paspor di Bank yang telah ditentukan, lalu kembali menjalani proses (5) pengambilan foto biometrik diri dan sidik jari oleh pemohon, terakhir menunggu paspor selesai paling lambat 4 hari.

Fenomena tersebut menunjukkan belum tercapainya akuntabilitas pelayanan publik yang berkaitan dengan proses yang dikarenakan kurangnya pengawasan dalam kinerja para birokrat. Salah satu upaya untuk mewujudkan pelayanan yang akuntabel terhadap pengguna jasa, ditetapkan Keputusan Menteri PAN

(14)

Nomor.26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggaraan pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan termasuk masalah controlling yang harus diperkuat. Maka, menjadi suatu keharusan bagi Kantor Imigrasi kelas 1 Makassar untuk akuntabel dalam memberikan pelayanan yang bisa memuaskan masyarakat.

Kenyataan inilah yang membuat sebagian masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap birokrat pemerintah yang seharusnya mampu menjadi pelayan masyarakat yang mengutamakan kepuasan publik diatas kepentingan pribadi. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas maka peneliti bermaksud untuk mengangkat judul tentang. “Patologi Birokrasi Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Di Kantor Imigrasi kelas 1 Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latang belakang diatas, penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk patologi birokrasi dalam pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 kota Makassar?

2. Bagaimana meminimalisir terjadinya patologi birokrasi yang terjadi dalam pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

(15)

1. Untuk mengetahui bentuk patologi birokrasi dalam praktik pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui cara meminimalisir patologi birokrasi dalam pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 Makassar.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dimaksudkan agar mendapat gambaran yang jelas tentang patologi birokrasi dalam pelayanan pengurusan paspor di lingkungan kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar.

2. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang bersangkutan seperti pegawai dan para aparatur pemerintah dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, agar lebih memperbarui kinerja yang ada sekarang sehingga tercapai fungsi aparatur Negara yang transparan, akuntabel, dan responsif terhadap keluhan masyarakat.

(16)

6

Konteks perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman tentang pengetahuan birokrasi mulai dikenal dengan perkembangan konsep Negara modern. Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer (Wikipedia

Indonesia, 28 februari 2015). Pada rantai komando ini setiap posisi atau tanggung

jawab kerjanya dideskripsikan dengan jelas dalam suatu ikatan yang saling kait-mengait sebagai contoh biasanya banyak terdapat formulir yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan sesuai dengan hirarki kekuasaan.

Birokrasi ialah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya Nugraha (2007: 180). Weber memandang birokrasi sebagai arti umum, luas, serta merupakan tipe birokrasi yang rasional. Weber berpendapat bahwa tidak mungkin kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara keseluruhan, sebab yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala tersebut. satu hal yang penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan dalam kondisi organisasi Negara tertentu. Dengan demikian tipe ideal memberikan penjelasan kepada kita bahwa kita mengabstraksikan aspek-aspek yang amat penting yang membedakan antara kondisi organisasi tertentu dengan lainnya

(17)

Thoha (2005: 16). Dengan demikian, birokrasi adalah sebuah struktur organisasi yang berbentuk piramida dimana lebih banyak orang yang berada di bawah dibandingkan yang berada diatas yang melakukan kerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Siagian (2000: 147), salah satu agenda utama dan pertama yang harus dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan birokrasi pemerintahan terhadap masyarakatnya, adalah perubahan perilaku aparatur birokrasi dalam memberikan pelayanan. Paradigma perilaku birokrasi harus diubah dari yang lebih condong sebagai abdi Negara ketimbang abdi masyarakat diubah menjadi lebih mengutamakan peranan sebagai abdi masyarakat ketimbang abdi Negara. Pada hakekatnya, jika aparatur birokrasi sudah melaksanakan tugasnya dengan sepenuh hati maka sesungguhnya mereka telah melaksanakan tugasnya baik sebagai abdi masyarakat maupun sebagai abdi Negara. Dengan perilaku aparatur birokrasi yang berorientasi pada kepuasan masyarakat, maka diharapkan melahirkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat kepada birokrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian maka keberadaan birokrasi pemerintah bukan hanya karena adanya dukungan legalitas formal, tetapi keberadaannya didukung dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Menurut Mustafa (2013:178), beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain:

(18)

a. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan.

b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat). c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur

kerjanya yang lebih berorientasi pada cirri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayanan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan.

e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam konteks

(19)

persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capability), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherency). Merealisasikan kriteria ini pemerintah sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented). Sedangkan menurut Moeljarto, (2001: 32) bahwa birokrasi adalah yang semestinya mencerminkan kepentingan-kepentingan umum lebih banyak tidak mengindahkan muatan moralitas kemanusiaan, dari pada mengaplikasikannya ke dalam realitas pelayanan yang sesungguhnya.

B. Pengertian Patologi Birokrasi

Menurut Thoha (2003: 93) patologi birokrasi adalah penyakit perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan. Patologi birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku yang kadang-kadang disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari patologi digambarkan oleh Makhya (2004: 102). Seperti sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas-rutinitas dan prosedur-prosedur, perlawanan terhadap perubahan, dan desakan picik atas hak-hak dari otoritas dan status.

Penelusuran lebih lanjut, gejala patologi dalam birokrasi, menurut Peter M. Blau dan Marshall W. Meyer (2000: 53). Bersumber pada lima masalah pokok.

(20)

Pertama, persepsi gaya manajerial para pejabat dilingkungan birokrasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme. Kedua, rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan. Ketiga, tindakan pejabat yang melanggar hukum, dengan “penggemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. Keempat, manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif. Kelima, akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih. Faktor penyebab patologi birokrasi menurut Soebhan (2000: 53):

1. Kekurangan administrator yang cakap. 2. Besarnya jumlah aparat birokrasi. 3. Luasnya tugas pemerintahan.

4. Anasir tradisional (nepotisme, patrimonial, hirarkis). 5. Sentralisasi dan besarnya kekuasaan birokrasi. Implikasi patologi birokrasi sebagai berikut:

1. Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitirnasi sosial, dll), masyarakat, stakeholder, bangsa dan Negara.

2. Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan 3. Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan

(21)

C. Bentuk-Bentuk Patologi Birokrasi

Menurut Siagian (1994: 36), bentuk patologi birokrasi yang terjadi dalam ruang lingkup pemerintahan di Indonesia:

1. Penyalahgunaan wewenang dan jabatan, yaitu perilaku disfungsional yang sering terjadi dalam birokrasi pemerintahan. Perilaku demikian timbul karena pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya lupa bahwa kekuasaan yang ada padanya bukanlah sesuatu yang secara inheren dimilikinya, melainkan karena kepercayaan yang diperolehnya untuk menduduki suatu jabatan tertentu, yang sesungguhnya harus diabdikan kepada kepentingan seluruh masyarakat. Jika terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan, yang terjadi ialah (1) pemanfaatan kekuasaan dan jabatan seseorang untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan yang lebih penting dan lebih luas, dan (2) memperlambat proses penyelesaian.

2. Diskriminasi, merupakan perilaku yang menggambarkan ketidak adilan terhadap masyarakat dalam memberikan pelayanan. Jika terjadi diskriminatif, dasarnya dapat beraneka ragam, misalnya (1) pertimbangan primordialisme (kesukuan dan kedaerahan atau ras), (2) satu almamater, (3) status sosial pihak yang dilayani, (4) status kekeluargaan dan berbagai pertimbangan subjektif lainnya.

Terjadinya patologi birokrasi yang dikemukakan diatas dapat diminimalisir dengan :

(22)

1. Pendisiplinan Pegawai. Dalam hal ini mematuhi aturan dan persyaratan yang mutlak ditaati oleh semua aparatur pemerintah. Kepatuhan pada kedisiplinan menyangkut berbagai segi seperti (1) kehadiran yang tepat waktu ditempat tugas, dan (2) menjunjung etos kerja.

2. Peningkatan pengawasan. Merupakan bentuk keseimbangan antara pihak aparat birokrasi dengan sistem prosedur yang telah disepakati sebelumnya untuk mencapai tujuan, misalnya (1) SDM (sumber daya manusia) yang memadai, dan (2) penerapan budaya organisasi yang optimal.

Bentuk patologi birokrasi itu sendiri bila menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk, dapat dipetakan dalam dua konsep besar sebagaimana yang dikemukakan oleh Warella Y (2007: 116), yakni: a. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.

b. Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi perilaku korup, tidak sensitif, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.

D. Patologi Birkorasi dan Terapinya

Makmur (2009: 89-109), mengemukakan bahwa jenis penyakit birokrasi dan terapinya antara lain:

(23)

a. Persekongkolan Jabatan dan Terapinya

Persekongkolan jabatan yang senantiasa terjadi dalam kehidupan manusia dalam suatu organisasi sebenarnya merupakan bagian penyakit atau patologi yang dapat menciptakan ketidakstabilan dan bahkan memungkinkan kematian sebuah organisasi yang bersangkutan baik itu organisasi Negara maupun organisasi swasta. Untuk mempertahankan kehidupan sebuah organisasi harus senantiasa mencegah terjadinya penularan penyakit atau patologi persekongkolan jabatan. Kalau virus persekongkolan jabatan telah menular dalam kehidupan organisasi yang bersangkutan, maka perlu dilakukan tindakan terapi, agar umur suatu organisasi dapat dipertahankan dengan baik dan senantiasa dapat mencegah berkembang biaknya virus patologi persekongkolan dengan menggunakan langkah sebagai berikut:

1. Pengisian atau rekrutmen jabatan

2. Batasan kewenangan dan tanggung jawab dalam jabatan 3. Persyaratan jabatan

4. Penghasilan jabatan

b. Persekongkolan Pekerjaan dan Terapinya.

Persekongkolan dalam pekerjaan dalam kenyatannya semakin menambah panjangnya jerit tangis anggota ikatan kerjasama maupun anggota masyarakat pada umunya yang tidak memiliki kemampuan dalam rangka melakukan sesuatu tindakan persekongkolan. Disamping anggota ikatan kerjasama dan anggota masyarakat yang bersangkutan masih disinari pancaran cahaya keimanan, etika, dan moral sehingga tidak terlibat dalam melakukan persekongkolan terhadap

(24)

suatu jenis pekerjaan walaupun kemungkinan hasil yang dapat diperoleh lebih besar. Bagaimana mengurangi atau menghilangkan persekongkolan pekerjaan dalam suatu ikatan dan dalam bentuk kerjasama yang dewasa ini dimana-mana terdengar jeritan tangis manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk itu, yang perlu kita ciptakan antara lain:

1. Menciptakan kondisi sosial yang baik 2. Menciptakan intelektualitas yang cerdas 3. Menciptakan karakter yang baik

c. Persekongkolan Status dan Terapinya

Penyakit persekongkolan untuk mempertahankan suatu status yang dimiliki oleh manusia dalam sebuah organisasi baik itu swasta, organisasi Negara atau pemerintahan maupun pada komunitas masyarakat tertentu, jika dibiarkan tumbuh dan berkembang akan merusak norma-norma sosial, moralitas masyarakat, rasionalitas keilmuan maupun nilai-nilai ketaqwaan. Tindakan persekongkolan manusia dalam administrasi dengan tujuan ingin memperoleh suatu kenikmatan, dengan mengorbankan manusia lain merupakan dari bagian penyakit persekongkolan. Terhadap manusia yang mengalami atau menderita virus penyakit persekongkolan status dalam aktivitas administrasi, sebaiknya para konsultan memberikan langkah-langkah dalam rangka usaha untuk melakukan penyembuhan, yang meliputi:

1. Menanamkan pengertian atau pemahaman tentang virus penyakit persekongkolan status dalam aktivitas administrasi, yang sesungguhnya bukan saja akan merugikan sekelompok manusia yang melakukan

(25)

persekongkolan, tetapi juga lebih-lebih kepada perkembangan dan penguatan proses administrasi itu sendiri dalam pencapaian tujuan efektif, efisien, dan rasional serta dapat mensejahterakan seluruh manusia yang terkait atau terlibat dalam proses kerjasama itu.

2. Memberikan kesadaran bahwa hasil yang dicapai akibat dari virus penyakit persekongkolan status dalam aktivitas administrasi, akan lebih banyak merugikan dan menyengsarakan bila dibandingkan dengan manfaat dan keuntungan yang diterima.

3. Memberikan teknik-teknik atau cara-cara menghindarinya, sehingga semua anggota dalam proses kerjasama aktivitas administrasi dapat terhindar dari virus penyakit patologi persekongkolan dalam status yang terlalu dibanggakan tersebut.

d. Persekongkolan Kolega dan Terapinya.

Interaksi dan reaksi jaringan dalam kepropesian atau biasa diistilahkan dengan kolega sangat kental dan akrab terutama dalam interaksi dan bereaksi terhadap persekongkolan, sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya pada aktivitas administrasi tertentu dalam sebuah organisasi baik organisasi pemerintahan, organisasi perusahaan atau swasta maupun organisasi kemasyarakatan lainnya. Interaksi dan reaksi dari sekelompok manusia yang tujuannya memperoleh suatu manfaat dalam kelanjutan kehidupannya yang lebih baik, tetapi interaksi dan reaksi tersebut berdampak negatif dalam arti merugikan kelompok manusia lainnya.

(26)

Persekongkolan dengan berbagai kolega baik antara anggota organisasi, anggota organisasi dengan masyarakat, maupun anggota masyarakat itu sendiri senantiasa memerlukan keterampilan (skill) yang tetap untuk memenuhi kebutuhan hidup (life) yang layak dan sejahtera. Karena dengan dukungan keterampilan dalam melakukan dari pada berbagai aktivitas baik secara individual maupun kelompok pasti dapat memberikan dayaguna dan hasilguna yang memuaskan. Dalam kehidupan persekongkolan sesungguhnya senantiasa dipersepsikan selalu bersifat negatif yang berkonotasi menyengsarakan manusia yang tidak terlibat dalam persekongkolan. Pemanfaatan life skill ini dalam kehidupan setiap manusia dapat kita cermati antara lain:

1. Kecakapan individu (individual skill). Kecakapan ini adalah salah satu bentuk kecakapan dimana setiap manusia memiliki kemampuan untuk melihat dan menghayati potret diri serta dapat memanfaatkan untuk usaha mendapatkan suatu kelapangan hidup.

2. Kecakapan kelompok (group skill). Secara naluriah dalam kehidupan manusia terdapat dua jenis kepatuhan, yaitu kepatuhan individual dan kepatuhan kelompok.

3. Kecakapan sosial (social skill). Kecakapan ini adalah suatu bentuk kecakapan dalam rangka mengadaptasikan diri terhadap kehidupan sosial yang semua pihak dapat menerimanya dengan baik dan senang.

4. Kecakapan akademik (academic skill). Kecakapan akademik yang dilandasi moralitas yang baik dapat dipastikan mencegah timbulnya persekongkolan kolega.

(27)

5. Kecakapan aktualisasi (actualitation skill). Kecakapan mengaktualisasikan kemahiran merupakan suatu bertanda bahwa manusia yang bersangkutan memiliki suatu keterampilan yang pada gilirannya akan menciptakan kualitas dan kuantitas hasil kerja yang dicapainya.

6. Kecakapan emosional (emotional skill). Emosional yang ada pada diri manusia itu merupakan salah satu sumber tenaga yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk memperoleh suatu hasil yang telah dicita-citakan. 7. Kecakapan intelegensi (intelligence skill). Penguasaaan ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama yang berkaitan dengan administrasi adalah bertujuan untuk memahirkan seseorang manusia dalam melakukan suatu tindakan secara berdayaguna dan berhasilguna dalam kehidupan manusia.

e. Persekongkolan Keluarga dan Terapinya.

Virus patologi persekongkolan dalam berbagai anggota keluarga terhadap proses aktifitas administrasi dalam sebuah ikatan kerjasama janganlah dianggap bahwa persepsi dan pandangan anggota bahwa persepsi dan pandangan anggota keluarga merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu, tetapi juga dapat merupakan penyebab utama lahirnya kekhawatiran keberlangsungan aktifitas administrasi.

Kekhawatiran yang secara individual, tidak berbeda halnya dengan kekhawatiran yang dialami anggota dalam bentuk ikatan kerjasama, merupakan kebingungan besar dalam mewujudkan arah tujuan dalam suatu kehidupan. Dalam bentuk yang ekstrim bahwa virus patologi persekongkolan keluarga merupakan

(28)

suatu ancaman yang dapat melahirkan suatu ketakutan dan kekhawatiran akan kehilangan orientasi pada dirinya dalam bentuk kerjasama.

Secara singkat dapat kita dapat menjelaskan bahwa dalam kehidupan administrasi terdiri atas beberapa pandangan terhadap anggota keluarga:

1. Anggota keluarga dalam bentuk hubungan darah 2. Anggota keluarga bukan hubungan darah 3. Anggota keluarga dalam arti luas

4. Anggota keluarga dalam arti sempit.

Menerapi virus patologi persekongkolan bagi para anggota birokrasi yang terkait dalam bentuk kerjasama untuk melaksanakan aktivitas administrasi bukan saja dilakukan oleh dokter konsultan yang memiliki kemampuan spesialisasi dari berbagai jenis virus yang handal, tetapi juga dapat merugikan diri sendiri. Oleh sebab itu harus dilibatkan seluruh jajaran anggota birokrasi mulai dari tingkat pimpinan yang tertinggi sampai kepada tingkat pimpinan yuang terendah bahkan sampai kepada anggota birokrasi yang melaksanakan kegiatan operasional dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

f. Persekongkolan Pertemanan dan Terapinya.

Persekongkolan dengan teman merupakan fenomena sosial yang sulit dihindari dan dicegah dalam perkembangannya, karena persekongkolandengan teman ini suatu kebutuhan baik dalam kebutuhan individual, kelompok birokrasi, organisasi dan bahkan sampai kepada kebutuhan sosial. Oleh sebab itu janganlah berpikir dan bertindak untuk menghilangkan tindakan persekongkolan

(29)

pertemanan, tetapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana persekongkolan itu dilakukan dengan positif dalam kehidupan birokrasi yang bersangkutan.

E. Pengertian Pelayanan

Menurut Sjahrir (2001: 58), pelayanan publik adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta yang menghasilkan barang dan jasa, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan publik. Hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh Sjahrir juga dinyatakan oleh Miftah Thoha (1991: 94), pelayanan sosial merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.

Miftah Thoha (1991: 98), pelayanan adalah pengabdian dan pengayoman. Dari seorang administrator diharapkan akan tercermin sifat-sifat memberikan pelayanan publik, pengabdian kepada kepentingan umum dan memberikan pengayoman kepada masyarakat lemah dan kecil. Administrator lebih menenkankan pada mendahulukan kepentingan masyarakat/umum dan memberikan service kepada masyarakat ketimbang kepentingan sendiri. Prinsipnya setiap pelayanan umum ini, senantiasa harus selalu ditingkatkan kinerjanya sesuai dengan keinginan klien atau masyarakat pengguna jasa. Akan tetapi kenyataannya untuk mengadakan perbaikan terhadap kinerja pelayanan umum dinegeri ini dengan macam-macam persoalan dan penyebab yang sangat bervariasi antara satu dengan yang lainnya, sehingga perlu dicari suatu metode yang mampu menjawab persoalan tadi, guna menentukan prioritas pemerintah, Warella. Y (2007: 107). Terwujudnya good governance merupakan tuntutan bagi

(30)

terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembangunan yang berdayaguna berhasil guna bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Secara teoritis, konsep penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sangat relevan dengan konsep masyarakat madani yang pernah diwujudkan oleh sistem pemerintahan nomokrasi islam pada zaman berlakunya konstitusi Madinah. Dalam masyarakat madani sistem penyelenggaraan pemerintahan dibangun dalam suatu tatanan yang demokratif dan responsif.

Berdasarkan keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi:

1. Kesederhanaan: prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan:

a. Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik

3. Kepastian dan tepat waktu: pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan

(31)

5. Tidak diskriminatif: tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi

6. Bertanggungjawab: pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik

7. Kelengkapan sarana dan prasarana: tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika

8. Kemudahan akses: tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.

9. Kejujuran: cukup jelas.

10. Kecermatan: hati-hati, teliti dan telaten

11. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan: aparat penyelenggara pelayanan harus disiplin, sopan, ramah dan memberikan pelayanan dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hak-haknya

12. Keamanan dan kenyamanan: proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum.

Kontrol dari masyarakat merupakan faktor penting dalam menjelaskan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena esensi akuntabilitas adalah kontrol “kondisi yang terjadi selama ini adalah dominasi birokrasi dalam penyelenggaraan Negara telah mengerdilkan kekuatan lain dalam masyarakat sehingga birokrasi lepas dari kontrol masyarakat”. Situasi demikian

(32)

mengakibatkan pelayanan publik diselenggarakan lepas dari kendali masyarakat sehingga nilai-nilai dan norma-norma penyelengaraan seringkali tidak sesuai dengan keinginan atau harapan masyarakat. Akar demokrasi adalah tuntutan terhadap akuntabilitas dan tanggungjawab publik para menteri dan pengawai publik. Friedrich menyarankan pandangan bahwa akuntabilitas administrasi tidak dapat dicapai melalui institusi kontrol legal formal dan bahwa kualitas administrasi, dan kebijakan tergantung pada norma internal yang mengatur pemahaman pejabat tentang kewajiban terhadap masyarakat dan pemahamannya tentang tanggung jawab professional, Finer dalam Raba (2006) menyatakan bahwa akuntabilitas harus formal dan merujuk pada acara kontrol eksternal. Yang jelas kedua dimensi tanggung jawab dan akuntabilitas sangat penting bagi pemerintahan yang demokratis.

F. Paradigma Pelayanan Publik

Fenomena negatif yang muncul selama ini terhadap aparat birokrasi, memang tidak bisa begitu saja kita timpakan kesalahannya kepada aparat birokrasi. Lantas bagaimana dengan persepsi, sikap dan sentimen masyarakat mengenai kinerja aparat birokrasi dan dirinya sendiri? Apabila kita amati ada dua perilaku yang kontras antara aparat birokrasi dan pencari jasa pelayanan. Di satu pihak, aparat birokrasi merasa ada dalam posisi penguasa yang lebih menempatkan diri sebagai pengarah daripada pamong. Timbul kecenderungan untuk melihat warga masyarakat sebagai objek pasif dalam pelayanan publik. Di lain pihak, warga masyarakat terlanjur melihat aparat birokrasi sebagai aparat pelayan, dank arena itu mereka menuntut adanya pengabdiandan pelayanan dari aparat birokrasi

(33)

kepada masyarakat secara optimal. Paradigma yang dipergunakan para pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat direktif yang hanya memperhatikan/ mengutamakan kepentingan pimpinan/organisasinya saja. Masyarakat sebagai pengguna seperti tidak memiliki kemampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan paradigma yang bersifat suportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan masyarakat, pengelola pelayanan publik harus mampu bersikap menjadi pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani.

New Public Management telah mengalami berbagai perubahan orientasi,

Kartasasmita, Ginandjar (1995: 107). Orientasi pertama yang dikenal dengan the

efficiency drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.

Orientasi kedua disebut dengan downsizing and decentralization yang mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi secara cepat dan tepat. Orientasi ketiga yaitu in search of excellence yang mengutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan orientasi terakhir yang dikenal sebagai public service orientation, model terakhir ini menekankan pada kualitas, misi dan nilai-nilai yang hendak dicapai administrasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, kebutuhan dan partisipasi “user” warga masyarakat memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih masyarakat, termasuk wakil-wakil mereka, menekankan

societal learning dalam pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi

(34)

tahun 2003 muncul paradigma baru yaitu “the new public service” oleh Mahmud (2003: 98) menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik dan

Reinventing Government atau New Public Service. Menurut Kartasasmita,

Ginandjar (1995:103), administrasi publik harus:

1. Melayani warga masyarakat bukan pelanggan (serve citizen, not

customers)

2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the public interest)

3. Lebih menghargai warga Negara daripada kewirausahaan (value

citizenship over entrepreneurship)

4. Berpikir strategis dan bertindak demokratis (think strategically, act

democratically)

5. Menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang mudah (recognize that accountability is not simple)

6. Melayani dari pada mengendalikan (serve rather than steer)

7. Menghargai orang, bukannya produktivitas semata (value people, notjust

productivity)

Sejalan dengan perkembangan manajemen pemerintahan Negara, dan dalam upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik berkembang dengan focus peneglolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer-driven government) yang memiliki ciri-ciri sebgaimana yang dikemukakan oleh Mahmud (2005: 67)

(35)

1. Lebih memfokuskan diri kepada fungsi pengaturan, melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondusif bagi kegiatan pelayanan oleh masyarakat

2. Lebih memfokuskan diri kepada pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama

3. Menerapkan sistem kompetensi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas 4. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran dengan orientasi

pada hasil (outcomes) yang sesuai dengan input yang digunakan 5. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat

6. Pada hal tertentu, pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari pelayanan yang telah dilakukan

7. Lebih mengutamakan antisipasi dari permasalahan pelayanan 8. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan 9. Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.

G. Kerangka Pikir

Prosedur yang terdapat pada suatu birokrasi merupakan tahapan yang memang sudah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sama halnya pada proses pembuatan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 Makassar semua telah diatur berdasarkan undang-undang keimigrasian Republik Indonesia. Dan sedianya dilaksanakan sebaik mungkin. Ada kalanya prosedur

(36)

yang telah tersusun dengan baik, kembali menuai masalah karena kurangnya pengawasan terhadap para birokrat yang kadang mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan umum. Seperti halnya bentuk patologi yang ditemukan dalam penyelenggaraan pelayanan pengurusan paspor terdapat; (1) penyalahgunaan wewenang dan jabatan, dan (2) diskriminasi.

Prosedur yang sebenarnya diterapkan dari pihak kantor itu sendiri sudah sangat sistematis dan mudah dimengerti, sehingga dibutuhkan adanya cara meminimalisir terjadinya patologi birokrasi di dalam pelayanan tersebut seperti; (1) Pendisiplinan pegawai, dan (2) Peningkatan pengawasan.

Berikut adalah gambaran yang lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini :

Cara meminimalisir

terjadinya patologi birokrasi: 1. Pendisiplinan Pegawai 2. Peningkatan Pengawasan Indikator Bentuk Patologi

Birokrasi:

1. Penyalahgunaan wewenang dan jabatan

2. Diskriminasi

Pelayanan yang efektif dan efisien sesuai Prosedur yang berlaku

Patologi Birokrasi dalam Pelayanan Pengurusan Paspor di kantor Imgirasi

(37)

H. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah patologi birokrasi dalam pelayanan pengurusan paspor di Kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar. Terdiri dari beberapa indicator bentuk patologi birokrasi yaitu: (1) Penyalahgunaan wewenang dan jabatan, dan (2) diskriminasi. Dan cara meminimalisir terjadinya patologi birokrasi yaitu: (1) pendisiplinan pegawai dan (2) peningkatan pengawasan.

I. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Penyalahgunaan wewenang yaitu perilaku yang sering terjadi dalam birokrasi pemerintahan. Perilaku yang timbul karena pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dan jabatannya. Seperti: (1) pemanfaatan kekuasaan dan jabatan seseorang untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu, dan (2) memperlambat proses penyelesaian.

2. Diskriminasi, merupakan perilaku yang menggambarkan ketidak adilan terhadap masyarakat dalam memberikan pelayanan. Misalnya, (1) pertimbangan primordialisme (kesukuan dan kedaerahan atau ras), (2) satu almamater, (3) status sosial, dan (4) status kekeluargaan.

3. Pendisiplinan pegawai. Yaitu menaati aturan yang sudah disepakati sebelumnya. Seperti: (1) kehadiran yang tepat waktu ditempat tugas, (2) dan menjunjung etos kerja.

4. Peningkatan pengawasan merupakan bentuk tanggung jawab, dimana aparat mampu menjalankan tugasnya dengan baik. (1) SDM (sumber daya manusia) yang memadai, dan (2) penerapan budaya organisasi yang optimal.

(38)

5. Pelayanan yang efektif dan efisien sesuai prosedur yang berlaku, adalah tercermin dari perilaku para aparat yang mampu bersikap transparan, adil, disiplin dan terkontrol dengan baik dalam setiap proses pemberian pelayanan terhadap masyarakat.

(39)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian ini berlangsung selama 2 bulan setelah ujian proposal penelitian. Penelitian ini dilakukan di kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar. Penentuan lokasi penelitian didasarkan dengan pertimbangan mengenai pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi yang akhir-akhir ini banyak menuai teguran dari pihak pengawasan pemerintah, dimana dibutuhkan partisipasi dari masyarakat juga untuk ikut serta dalam pengawasan tersebut guna mewujudkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai prosedur yang berlaku.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk memodifikasi data-data yang telah dikumpulkan dilapangan berdasarkan fenomena sosial.

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini bersifat fenomenologis yaitu menggambarkan pengalaman yang dilihat oleh informasi berkaitan dengan koordinasi. Terutama dalam pelayanan pengurusan paspor di kantor Imigrasi kelas 1 kota Makassar.

C. Sumber Data 1. Data Primer

(40)

Data primer adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber data, yang diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang didengar dan disaksikan sendiri oleh penulis.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpulan data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen yang ditemukan dari berbagai media.

D. Informan Penelitian

Menurut Nasution dalam Sugiyono, (2012: 223) menyatakan dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia sebagai instrument dalam penelitian utama. Dalam mengumpulkan data yang diinginkan, sehingga informan yang dipilih adalah para informan yang mampu memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai Patologi Birokrasi dalam Pelayanan Pengurusan Paspor di Kantor Imigrasi kelas 1 Kota Makassar. Teknik penentuan informan dengan menggunakan purposive sampling.

1. Kepala Urusan Kepegawaian 1 orang 2. Kepala seksi Wasdakim (Pengawasan dan Penindakan) 1 orang

3. Kepala Seksi Lantaskim (Lintas Batas dan Perizinan) 1 orang 4. Kepala Seksi Insarkom (Informasi dan Komunikasi) 1 orang 5. Masyarakat yang sedang mengurus paspor 5 orang

(41)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan yang sudah dipilih.

2. Dokumentasi adalah setiap bahan yang tertulis atau film baik yang dipersiapkan untuk penelitian, pengujian suatu peristiwa, maupun yang tidak dipersiapkan untuk peneliti.

3. Observasi adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri secara pribadi dengan turun ke lapangan, serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi atau wawancara mendalam.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari keseluruhan data yang telah didapati melalui observasi dan wawancara dikumpulkan dan dikelompokkan selanjutnya hasil olahan data tersebut dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu menganalisanya sesuai dengan gejala atau objek yang diteliti dan menginterprestasikan hasil analisis tersebut berdasarkan teori yang ada untuk pengambilan kesimpulan hasil penelitian sehingga mudah dipahami oleh penulis sendiri maupun pembaca.

(42)

G. Keabsahan Data

Keabsahan data yang dipakai dalam penulisan proposal ini adalah triangulasi, triangulasi dalam pengujian kreadibilitas adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Menurut William Wiersama dalam Sugiyono (2012: 274), membedakan tiga macam triangulasi yaitu:

1. Trianggulasi Dengan Sumber

Trianggulasi dengan sumber yaitu untuk menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber suatu informasi. Data yang telah dianalisis oleh peneliti tersebut menghasilkan suatu kesimpulan, selanjutnya dimintai kesepakatan (member

check) dari sumber data tersebut.

2. Trianggulasi Dengan Teknik

Trianggulasi dengan teknik yaitu untuk menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan dokumentasi.

3. Trianggulasi Dengan Waktu

Trianggulasi dengan waktu yaitu untuk menguji kreadibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, dan pada saat sore hari saat narasumber sudah merasa jauh dan dipenuhi oleh banyak masalah. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

(43)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis

Kantor Imigrasi Makassar terletak pada daerah yang sangat strategis yaitu 11 Kilometer dari Bandara Internasional Hasanuddin dan berada di perbatasan kota Makassar dan Kabupaten Maros yang sangat mudah dijangkau dari berbagai penjuru dan Kabupaten yang menjadi wilayah kerja kantor Imigrasi Makassar. Kantor Imigrasi Kelas I Makassar berada di jalan poros utama menuju Kota Makassar tepatnya di jalan Perintis Kemerdekaan Km. 13 Makassar.Berdasarkan kondisi wilayah yang demikian, maka Kantor Imigrasi Kelas I Makassar yang dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mempunyai posisi yang sangat strategis dalam memberikan kontribusinya terhadap Pembangunan Daerah maupun Pembangunan Nasional. Pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Imigrasi Makassar meliputi Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Pelayanan Paspor, Pelayanan untuk Orang Asing dan Pengawasan Orang Asing yang dari tahun ke tahun terus meningkat, seiring dengaan meningkatnya wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia khususnya pulau Sulawesi dan makin meningkatnya pula pelayanan jasa keimigrasian pada masyarakat.

2. Pelaksanaan Tugas

Sebagai unit pelaksanaan teknis dibawah Kementerian Hukum dan Ham Provinsi Sulawesi Selatan, kantor imigrasi kelas 1 Makassar mempunyai tugas pokok yaitu: melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi kantor wilayah

(44)

kementerian hukum dan HAM dibidang keimigrasian. Dalam pelaksanaan tugas pokok tersebut terdiri dari bagian fasilitatif dan subtatif yang memiliki fungsi:

1. Melaksanakan tugas dibidang Tata Usaha

2. Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang Infokim 3. Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang Lantaskim 4. Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang Statuskim 5. Melaksanakan tugas keimigrasian dibidang Wasdakim 3. Fasilitatif

a. Sub Bagian Tata Usaha

Dalam pelaksanaan tugas, sub bagian tata usaha mencakup urusan kepegawaian, urusan umum dan urusan keuangan. Dapat diuraikan pelaksanaan tugas sub bagian tata usaha sebagaia berikut:

1. Sub bagian tata usaha mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan tata usaha dan melaksanakan sebagian tugas pokok kepala kantor imigrasi dibidang administrasi dan ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan serta pengelolaan barang-barang inventaris kantor.

2. Mempersiapkan dan melaksanakan rapat structural secara periodic setiap hari selasa untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan selama sepekan.

3. Mewajibkan setiap pegawai untuk melaksanakan absensi sidik jari kehadiran (finger print) pada saat datang dan pulaang kantor sesuai dengan ketentuan jam kerja yang berlaku yaitu:

(45)

Jumat : pukul 07.30 - 16.30 WITA b. Seksi Lalu Lintas Keimigrasian

Seksi lalulintas keimigrasian mempunyai tugas melakukan kegiatan keimigrasian dibidang lalulintas keimigrasian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan tugas tersebut, seksi lalu lintas keimigrasian mempunyai tugas:

1. Melakukan pemberian perijinan dibidang lintas batas, izin masuk/ keluar dan fasilitatif keimigrasian.

2. Melakukan pemberian dokumen perjalanan, izin berangkat dan izin kembali.

c. Seksi Status Keimigrasian

Seksi status keimigrasian mempunyai tugas melakukan urusan status keimigrasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan tugas tersebut, seksi status keimigrasian mempunyai fungsi:

1. Melakukan penentuan status keimigrasian bagi orang asing yang berada di wilayah Indonesia.

2. Melakukan penelitian terhadap kebenaran bukti-bukti kewarganegaraa seseorang status kewarganegaraan.

d. Seksi Informasi dan Sarana Komunikasi Keimigrasian

Seksi informasi dan ssarana komunikasiu keimigrasian mempunyai tugas melakukan penyebaran dan pemanfaatan iformasi serta pengelolaan sarana komunikasi keimigrasian di lingkungan kantor imigrasi kelas 1 Makassar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan

(46)

tugas tersebut seksi informasi dan sarana komunikasi keimigrasian mempunyai fungsi:

1. Melakukan pengumpulan, analisis data, evaluasi, penyajian informasi dan penyebaran untuk penyelidikan keimigrasian.

2. Melakukan pemeliharaan, pengamanan dokumen keimigrasian dan penggunaan serta pemeliharaan sarana komunikasi.

e. Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian

Seksi pengawasan dan penindakan keimigrasian mempunyai tugas melakukan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap orang asing di lingkungan kantor imigrasi kelas 1 Makassar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, seksi pengawasan dan penindakan mempunyai fungsi:

1. Melakukan pemantauan terhadap pelanggaran perijinan keimigrasian dan mengadakan kerjasama antar instansi dibidang pengawasan orang asing. 2. Melakukan penyidikan dan penindakan terhadap pelanggaran

keimigrasian. NO GOL/ RUANG JENIS KELAMIN JML PENDIDIKAN KET. S2 S1 D3 SLTA L P L P L P L P L P 1 IV/b - - - 2 IV/a 1 - 1 - - 1 - - - 3 III/d 3 3 6 1 2 2 1 - - - - 4 III/c 5 1 6 3 - 2 1 - - - - 5 III/b 13 13 26 - - 9 8 - - - - 6 III/a 13 10 23 1 1 11 9 - - 4 5 7 II/d 5 6 11 - - 2 2 1 4 2 - 8 II/c 4 1 5 - - 3 - - - 1 1 9 II/b 8 3 11 - - 4 1 - - 4 2 10 II/a - - - JUMLAH 52 37 89 5 3 34 22 1 4 18 8

(47)

Table 1.jumlah pegawai berdasarkan golongan.

Hasil rekapitulasi jumlah pegawai kantor imigrasi kelas 1 Makassar berdasarkan golongan diatas sampai bulan mei tahun 2015 yang berjumlah 89 orang terdiri dari:

1. Pejabat struktural tehnis : 14 orang 2. Pejabat struktural non tehnis : 3 orang 3. Pejabat tehnis non struktural : 5 orang 4. Pegawai staf : 67 orang B. Struktur Pelayanan Pembuatan Paspor

A. Permohonan paspor baru 1. Mengisi formulir permohonan.

2. Melampirkan dokumen asli dan fotocopy 1 (satu) lembar :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau surat keterangan pindah ke luar negeri.

b. Kartu Keluarga (KK), memuat alamat yang sama dengan KTP.

c. Akta kelahiran/akta perkawinan atau buku nikah/ijazah/surat baptis (dokumen yang memuat nama, tempat lahir, tanggal lahir, dan nama orang tua).

d. Surat pewarganegaraan Indonesia bagi orang asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(48)

e. Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama.

B. Permohonan Penggantian Paspor Karena Habis Masa Berlaku/ Halaman Penuh.

1. Mengisi formulir permohonan

2. Melampirkan dokumen asli dan fotocopy 1 (satu) lembar :

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau surat keterangan pindah ke luar negeri

b. Kartu Keluarga (KK), memuat alamat yang sama dengan KTP

c. Akta kelahiran/akta perkawinan atau buku nikah/ijazah/surat baptis (dokumen yang memuat nama, tempat lahir, tanggal lahir, dan nama orang tua)

d. Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama

e. Paspor lama.

Bagi Warga Negara Indonesia yang lahir di luar wilayah Indonesia, persyaratan tambahan permohonan Paspor, melampirkan:

1. Paspor biasa ayah dan/atau ibu warga negara Indonesiadan 2. Surat keterangan lahir dari Perwakilan Republik Indonesia.

C. Tahapan Cara dalam Permohonan paspor

Ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk mengajukan permohonan pembuatan paspor yaitu:

(49)

1. Manual/Walk-in/Datang Langsung

a. Bagi permohonan Paspor biasa yang diajukan secara manual, pemohon harus mengisi aplikasi data yang disediakan pada loket permohonan dan melampirkan dokumen kelengkapan persyaratan.

b. Pejabat Imigrasi yang ditunjuk memeriksa dokumen kelengkapan persyaratan.

c. Dokumen kelengkapan persyaratan yang telah dinyatakan lengkap, pejabat imigrasi yang ditunjuk memberikan tanda terima permohonan dan kode pembayaran.

d. Dalam hal dokumen kelengkapan persyaratan dinyatakan belum lengkap, pejabat imigrasi yang ditunjuk mengembalikan dokumen permohonan dan permohonan dianggap ditarik kembali.

2. Elektronik

a. Bagi permohonan paspor biasa yang diajukan secara elektronik, pemohon harus mengisi aplikasi data yang tersedia pada laman resmi Direktorat Jenderal Imigrasi.

b. Dokumen kelengkapan persyaratan harus disertakan dengan cara memindai dokumen kelengkapan persyaratan dan dikirimkan melalui surat elektronik. c. Pemohon yang telah mengisi aplikasi data, memperoleh tanda terima

permohonan dan harus dicetak sebagai tanda bukti permohonan.

d. Permohonan yang telah diperiksa dan memenuhi persyaratan diberikan kode pembayaran melalui pesan singkat dan surat elektronik.

(50)

Penerbitan paspor bisa dilakukan melalui mekanisme yang terdiri atas : a. Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan persyaratan

b. Pembayaran biaya paspor c. Pengambilan foto dan sidik jari d. Wawancara

e. Verifikasi f. Adjudikasi

E. Langkah-langkah penerbitan paspor biasa

1. Pejabat Imigrasi melakukan pemeriksaan permohonan dan dokumen kelengkapan persyaratan.

2. Hasil pemeriksaan yang telah memenuhi persyaratan dimuat dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian oleh Pejabat Imigrasi.

3. Dalam hal terdapat kesamaan biodata permohonan dengan biodata daftar pencegahan yang termuat dalam Sistem Manajemen Informasi Keimigrasian, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk wajib menolak permohonan dan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Penolakan permohonan disertai dengan surat penolakan dan rincian data pencegahan yang dicetak dari Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.

5. Dalam hal persyaratan belum lengkap, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk mengembalikan dokumen persyaratan permohonan kepada pemohon

(51)

dalam waktu paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

6. Pengembalian dokumen persyaratan permohonan disertai dengan catatan atau penjelasan mengenai persyaratan yang belum dipenuhi

7. Dalam hal persyaratan telah lengkap dan nama permohonan tidak tercantum dalam daftar pencegahan, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan pengambilan foto dan sidik jari.

8. Pejabat Imigrasi wajib melakukan wawancara dengan mencocokkan antara keterangan yang disampaikan oleh pemohon dan dokumen persyaratan asli pemohon.

9. Pejabat Imigrasi memberikan tanda bukti penerimaan permohonan kepada pemohon.

10. Pemohon melakukan pembayaran biaya paspor biasa pada Bank persepsi atau melalui fasilitas pembayaran perbankan.

11. Dalam hal Pejabat Imigrasi yang ditunjuk menemukan kecurigaan terhadap persyaratan permohonan, keterangan pemohon, dan atau keabsahan dokumen asli persyaratan, permohonan dapat ditangguhkan untuk dilakukan penelitian atau pemeriksaan lebih lanjut.

12. Hasil penelitian atau pemeriksaan dimuat dalam berita acara pemeriksaan.

13. Dalam hal pemohon terbukti memberikan keterangan tidak benar terhadap persyaratan pemohonan, keterangan pemohon dan/atau

(52)

keabsahan dokumen asli persyaratan yang dimilikinya, permohonan dibatalkan.

14. Dalam hal permohonan dibatalkan telah dialokasikan blanko Paspor biasa, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk wajib membatalkan blanko Paspor biasa tersebut dan dicatat dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.

15. Dalam hal pemohon tidak melanjutkan mekanisme dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, permohonan pengajuan paspor biasa dibatalkan.

16. Dalam hal permohonan dibatalkan telah dialokasikan blanko Paspor biasa, Pejabat Imigrasi yang ditunjuk wajib membatalkan blanko Paspor biasa tersebut dan dicatat dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian.

17. Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan proses verifikasi dan adjudikasi terhadap penerbitan paspor biasa

18. Verifikasi dan adjudikasi dilakukan dengan mencocokan data biometrik pemohon dan biasa data yang tersimpan dalam Sistem Informasi manajemen Keimigrasian

19. Dalam hal pada tahapan verifikasi dan adjudikasi tidak ditemukan duplikasi data pemohon, proses penerbitan paspor biasa dilanjutkan pada tahapan pencetakan dan uji kualitas.

20. Mekanisme pembayaran dan besarnya biaya penerbitan paspor biasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Pegawai berdasarkan golongan ...............................................36  Tabel 2
Table 1.jumlah pegawai berdasarkan golongan.
Table 2. Laporan paspor yang dibuat selama 3 bulan terakhir.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, maka hal-hal yang perlu dikaji adalah bagaimanakah proses membuat sampai menerbitkan dalam pelaksanaan birokrasi pengurusan paspor berbasis biometrik di

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui atribut-atribut kualitas jasa apa yang dianggap penting oleh pengguna Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan dan bagaimana kinerja

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PENGURUSAN PASPORT PADA KANTOR IMIGRASI KELAS I POLONIA DI KOTA MEDAN.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan

KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.. Universitas

mengenai perlakuan petugas terhadap masyarakat yang melakukan pengurusan paspor, apakah dibeda-bedakan atau tidak. Bagaimana

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa transparansi pelayanan publik dalam pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat

Kualitas pelayanan pengurusan paspor pada Kantor Imigrasi Kota Semarang apabila dilihat dari dimensi Tangibles atau ketampakan fisik yang ada sudah menunjukkan

Berkaitan dengan masalah yang ditemukan beberapa di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan tersebut, pelayanan pada pengurusan paspor yang akan diberikan kepada masyarakat dengan