• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. cepat membuat siapapun cenderung menyukai hal-hal yang serba praktis dan efisien.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. cepat membuat siapapun cenderung menyukai hal-hal yang serba praktis dan efisien."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dewasa ini waktu semakin menjadi sesuatu yang semakin berharga bagi sebagian besar orang. Era globalisasi yang menuntut segala sesuatu bergerak lebih cepat membuat siapapun cenderung menyukai hal-hal yang serba praktis dan efisien. Masyarakat yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta pada umumnya memiliki aktivitas dan mobilitas yang sangat tinggi. Sebagai provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 15.173 per km2 dengan kondisi lalu lintas yang padat juga membuat masyarakat Jakarta harus pandai-pandai mengatur waktu agar mereka dapat menjalankan tanggung jawab mereka secara optimal (BPS, 2014). Terlebih lagi, standar hidup yang semakin tinggi membuat banyak pasangan suami istri sibuk bekerja. Hal ini membuat banyak orang tidak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan makanan yang membutuhkan waktu penyajian lama untuk dikonsumsi langsung maupun dibawa bepergian. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pilihan konsumen terhadap pilihan makanan dan gaya hidup, dimana konsumen kini lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang praktis dan dapat disajikan secara cepat. Fakta tersebut didukung dengan data pengeluaran masyarakat per kapita untuk makanan jadi (siap saji) yang memiliki persentase

(2)

terbesar dibanding bahan pangan lainnya dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 1.1). Adapun makanan jadi yang paling sering dibeli oleh rumah tangga Indonesia adalah makanan berbasis tepung-tepungan seperti mie, roti, dan biskuit, makanan jadi berbasis minyak atau gorengan, serta makanan jadi berbasis manis, termasuk minuman. Tren ini tentunya menimbulkan tantangan tersendiri bagi pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia untuk terus berinovasi menciptakan makanan yang dapat disajikan dan dikonsumsi secara cepat tanpa mengabaikan nilai nutrisinya.

Gambar 1.1 Persentase Pengeluaran per Kapita Konsumen Indonesia untuk Makanan Jadi Tahun 2009 Hingga 2013

Sumber :BPS, 2014

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan terus bertambah (mencapai lebih dari 252 juta jiwa), pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat, kenaikan upah, dan meningkatnya populasi masyarakat middle class

(3)

pertumbuhan permintaan industri makanan dan minuman olahan. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) menyatakan bahwa pertumbuhan industri makanan skala besar dan sedang tahun 2014 mencapai 11,27% dengan nilai penjualan mencapai lebih dari Rp 700 triliun. Berdasarkan data tersebut, industri makanan dan minuman merupakan sektor strategis yang akan terus tumbuh. Besarnya potensi pasar, terutama dari masyarakat middle class income juga diharapkan mendorong kenaikan konsumsi konsumen terhadap produk makanan dan minuman jadi di Indonesia dimana healthy, convenience and lifestyle food product diperkirakan tumbuh pesat seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup. Hal tersebut didukung dengan teori yang diungkapkan Maslow (1998) bahwa pada dasarnya manusia memiliki lima hirarki kebutuhan, antara lain physiological, safety, love/belonging, esteem, dan self-actualization. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan physiological dan safety, dewasa ini manusia cenderung mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat dan lebih memperhatikan asupan makanannya. Semakin besarnya kebutuhan tersebut merupakan peluang bisnis yang menjanjikan bagi industri makanan dan minuman olahan.

Piramida penduduk Indonesia tahun 2014 termasuk tipe expansive dengan bentuk melebar di bagian bawah dan cembung di bagian tengah, sedangkan pada bagian atas meruncing. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda, yaitu anak-anak dan remaja pada rentang usia 0 hingga 19 tahun (Gambar 1.2).

(4)

Gambar 1.2 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2014 Sumber: BPS, 2014

Generasi muda yang meliputi anak-anak dan remaja usia sekolah merupakan salah satu aset paling berharga yang dimiliki suatu negara, sehingga perlu dijamin kesehatan dan kecukupan nutrisinya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,41 persen, anak-anak juga merupakan konsumen potensial bagi pelaku bisnis makanan di Indonesia (BPS, 2014). Akan tetapi, hasil studi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan perilaku makan anak sekolah secara nasional masih rendah. Sekitar 20 hingga 40 persen anak-anak Indonesia tidak terbiasa untuk sarapan. Lebih jauh lagi, kontribusi energi dan zat gizi sarapan anak Indonesia usia 2-12 tahun rata-rata masih di bawah 25 persen dari kebutuhan Angka Kebutuhan Gizi (AKG). Artinya, masih banyak anak Indonesia yang tidak memiliki sarapan sehat setiap harinya, padahal sarapan sehat setidaknya menyumbang 25 persen asupan gizi yang sangat mempengaruhi stamina, kemampuan kognitif, dan daya tangkap anak. Hal tersebut salah satunya dikarenakan kesibukan orang tua yang

(5)

padat, sehingga tidak sempat mempersiapkan sarapan yang memadai untuk anak. Kendala lain yang juga menjadi alasan mengapa anak sulit untuk sarapan pagi antara lain karena tidak tersedia makanan yang akan disantap, sarapan tidak menarik dan menggugah selera, menu sarapan membosankan dan tidak punya cukup waktu untuk sarapan karena harus berangkat pagi ke sekolah (Hadinsyah, 2012).

Di jaman yang serba modern ini, orang cenderung melakukan kegiatan berdasarkan tingkat kepraktisannya. Hal ini pun berlaku dengan dipilihnya roti untuk menu sarapan pagi. Roti merupakan salah satu makanan yang mudah dan cepat untuk dikonsumsi terutama untuk sarapan pagi atau saat sibuk. Menurut data Euromonitor, nilai konsumsi roti per kapita masyarakat Indonesia memiliki nilai pertumbuhan tertinggi dibandingkan 11 negara Asia Pasifik lainnya. Nilai konsumsi roti di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 2,1 kg per kapita per tahun.

Roti tawar biasanya dikonsumsi bersama pelengkap, salah satunya adalah selai. Selai merupakan salah satu pelengkap roti yang sudah sangat dikenal dan diminati oleh masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak. Alamsjah (2009), selaku Direktur PT. Multisari Langgeng Jaya mengungkapkan bahwa potensi pasar selai di Indonsesia terus meningkat mengingat bahwa kebutuhan selai memiliki persentase belum terpenuhi sebesar +80%. Hal ini tak terlepas dari berkembangnya industri pengguna selai, yang meliputi industri roti, kue, biskuit, es krim, dan yoghurt sebagai pengguna selai yang cukup potensial. Di samping itu, sektor ritel untuk kebutuhan rumah tangga juga merupakan sektor distribusi yang masih potensial. Pertumbuhan kebutuhan akan selai dapat dibuktikan dari semakin banyaknya brand selai yang bermunculan di pasaran yang semakin beragam.

(6)

Berdasarkan McKinsey’s strategy matric (Gambar 1.3), selai tergolong dalam pantry fillers, sehingga strategi yang sesuai adalah dengan melakukan inovasi dan melakukan pricing levers. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan frekuensi penjualan melalui pengembangan penggunaan produk, sehingga diharapkan penggunaan produk selai terus berkembang, tidak hanya untuk pelengkap roti saja.

Gambar 1.3 McKinsey’s Strategy Matric Sumber: McKinsey, 2012

Seperti halnya industri lain, industri selai juga harus berinovasi untuk menghilangkan kejenuhan konsumen dan memenuhi apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan konsumen untuk meraih segmen yang lebih luas. Beberapa produsen selai telah melakukan beberapa inovasi seperti menambah varian rasa, menambah potongan buah dalam selai, memodifikasi bentuk dan ukuran kemasan, hingga menciptakan varian selai rendah gula untuk konsumen yang menderita obesitas atau sedang menjalankan program diet. Saat ini masyarakat Indonesia lebih gemar mengkonsumsi selai jenis fat-based spread, terutama selai cokelat. Hal ini tak lepas dari pengaruh masuknya beberapa brand selai luar negeri yang menjadi favorit

(7)

masyarakat akhir-akhir ini, antara lain Nuttela dan Ovomaltine. Masyarakat Indonesia juga mulai mengeksplorasi penggunaan kedua jenis selai tersebut tidak hanya untuk olesan roti, melainkan sebagai campuran minuman, es krim, cake, cookies, hingga jajanan pasar. Akan tetapi, produk olesan berbasis minyak tersebut ternyata memiliki kandungan nutrisi yang kurang baik karena mengandung gula dan lemak yang tinggi. Pada umumnya produk-produk tersebut sekitar 80 persen bahan penyusunnya terdiri dari minyak dan gula, dengan komposisi minyak (vegetable oil) sekitar 30-40 persen dan komposisi gula mencapai 40-50 persen dari total bahan. Di samping itu, banyak industri selai pabrikan yang menambahkan bahan pengawet, perisa buatan, dan pewarna makanan ke dalam produk selai tersebut (Samsudin, 2012).

Dewasa ini industri selai rumahan (homemade) juga mulai berkembang. Selai rumahan tersebut memiliki value lebih sehat karena menggunakan bahan-bahan alami, tidak mengunakan pengawet, pewarna, dan perisa buatan dengan harga yang cukup kompetitif. Permintaan pasar akan selai tersebut pun terus meningkat karena masyarakat mulai selektif dalam memilih makanan yang lebih sehat. Permintaan selai rumahan tersebut bisa mencapai lebih dari 500 botol setiap bulannya (Napitu, 2015).

Sejauh ini selai yang beredar di pasaran umumnya berbentuk semi-solid yang digunakan dengan cara dioles. Namun, hal ini dianggap kurang praktis dalam penyajiannya ataupun untuk dibawa bepergian karena membutuhkan alat lain untuk menyajikan, yaitu harus dioles menggunakan pisau atau sendok di atas roti. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan selai dalam bentuk lain, seperti selai lembaran. Selai lembaran merupakan produk inovasi dari selai yang dinilai lebih praktis dan lebih mudah dalam penyajiannya. Kandungan nutrisi yang terdapat pada

(8)

selai juga perlu diperbaiki, terlebih apabila target konsumen yang dituju adalah anak usia sekolah. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah gula dan lemak jenuh yang digunakan, serta menambah ingredient lain yang memiliki nilai nutrisi baik yaitu susu murni. Susu mengandung nutrisi cukup lengkap yang dibutuhkan oleh anak usia sekolah untuk menunjang pertumbuhan dan aktivitasnya. Di samping itu, varian rasa yang unik dan menarik juga perlu dikembangkan agar dapat menarik minat konsumen anak-anak dan remaja. Penggunaan bahan-bahan pilihan dan proses produksi yang higienis menjadikan selai lembaran tersebut memiliki nilai nutrisi yang baik dan aman untuk dikonsumsi. Dengan demikian, selai lembaran berpotensi untuk menjadi alternatif utama produk pangan yang dapat dikonsumsi bersama roti untuk menu sarapan pagi ataupun menu selingan yang praktis, sehat, menyenangkan, dan tidak membosankan bagi anak-anak dan remaja. Selai lembaran tersebut juga dapat dieksplorasi lebih jauh penggunaannya tidak hanya sekedar untuk olesan roti tawar melainkan juga untuk industri pengguna selai lainnya seperti bakery, pastry, biskuit, es krim, dan sebagainya.

1.2

Urgency

Potensi pasar selai di Indonsesia masih terbuka lebar mengingat bahwa kebutuhan selai memiliki persentase belum terpenuhi sebesar +80%. Di sisi lain, sebagai pantry fillers, industri selai harus terus berinovasi untuk menghilangkan kejenuhan konsumen dan meningkatkan frekuensi penjualan melalui pengembangan penggunaan produk, sehingga dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan dan

(9)

kebutuhan konsumen untuk meraih segmen yang lebih luas. Selai jenis fat-based

spread yang banyak digemari masyarakat Indonesia memiliki nilai nutrisi yang

kurang baik karena sebagian besar komposisinya adalah lemak jenuh dan gula. Oleh karena itu, kondisi tersebut ini menjadi peluang besar untuk masuk ke bisnis selai dengan menciptakan inovasi baru berupa selai berbentuk lembaran yang lebih praktis, menyenangkan untuk dikonsumsi, dan bernutrisi karena diperkaya dengan susu murni, sehingga dengan mengkonsumsi roti bersama selai lembaran tersebut dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk menunjang aktivitas harian.

1.3

Ruang Lingkup

Model bisnis yang dikembangkan dibatasi pada pengembangan produk selai lembaran dengan merk “Fit-Flat Jam” dengan target utama yaitu konsumen usia anak-anak dan remaja. Adapun perencanaan model bisnis ini dimulai dari pengembangan ide menjadi konsep, yang kemudian diikuti dengan perencanaan aktivitas supply, produksi, operasional, pemasaran, branding, dan finansial. Seluruh aspek yang terkait dalam bisnis tersebut masih hanya sebatas perencanaan yang sewaktu-waktu dapat berubah disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pembuatan rencana model bisnis ini didasari oleh studi literatur, survei pasar, dan analisis industri makanan, khususnya industri selai di Indonesia.

(10)

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup tinggi dan jumlah anak muda menempati persentase tertinggi di Indonesia menjadikan segmen anak-anak dan remaja sebagai konsumen potensial. Tingkat kesibukan orang tua maupun anak itu sendiri yang semakin tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan jadi yang praktis, menarik, dan bergizi dari waktu ke waktu.

2. Makanan dengan gabungan konsep convenience dan healthy memiliki peluang besar untuk mendatangkan profit di era yang serba instan ini. Sejauh ini, belum ada selai berbentuk lembaran yang dijual di pasaran. Apabila dibandingkan dengan selai yang telah ada, selai lembaran ini selain unik juga jauh lebih praktis untuk disajikan dan dibawa bepergian serta lebih bernutrisi. Di Indonesia sendiri masih banyak anak usia sekolah yang tidak terbiasa sarapan karena kesibukan orang tua yang sangat tinggi, padatnya aktivitas anak, dan menu sarapan yang kurang menarik bagi anak, sehingga selai lembaran ini dapat menjadi solusi menu yang praktis untuk dimakan bersama roti atau makanan lain. Tingkat kebutuhan selai yang terus meningkat, ditambah dengan masih banyaknya kebutuhan selai yang belum terpenuhi juga menjadikan bisnis ini memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan profit.

(11)

Berikut ini merupakan penjabaran dari ide bisnis selai lembaran: 1. What

Konsep produk yang dijual merupakan inovasi baru dari selai yang pada umumnya berbentuk semi-solid menjadi berbentuk lembaran. Selai lembaran merk “Fit-Flat Jam” memiliki tiga varian rasa yang menarik dan berbeda dengan selai yang terdapat di pasaran, yaitu green tea matcha, cookies and cream, dan

choco crunch. Berbeda dengan kebanyakan selai yang terdapat di pasaran, selai

lembaran tersebut diperkaya dengan susu murni dalam setiap lembarnya. Bahan-bahan yang digunakan pun merupakan bahan berkualitas tanpa menggunakan pengawet, pemanis buatan, dan pewarna buatan sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Dengan demikian, mengkonsumsi roti bersama selembar “Fit-Flat Jam” dapat memberikan nutrisi yang cukup untuk menunjang aktiitas harian. “Fit-Flat Jam” juga dikemas dalam kemasan karton dengan desain yang menarik, praktis, dan mudah dibawa bepergian.

2. Who

Selai lembaran “Fit-Flat Jam” ditujukan terutama untuk konsumen anak-anak dan remaja usia sekolah. Konsep selai lembaran ini dibuat untuk memudahkan orang tua (khususnya ibu) yang memiliki aktivitas padat untuk mempersiapkan makanan bernutrisi yang mudah sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan sarapan atau bekal bagi anaknya.

(12)

Analisis kelayakan bisnis untuk menjalankan bisnis ini dibutuhkan waktu kurang lebih 8 bulan, mulai dari Mei 2015 sampai Desember 2015 dan diharapkan dapat mulai direalisasikan Januari 2016.

4. Where

Pada tahap awal pengembangan bisnis, “Fit-Flat Jam” dijual secara direct selling dengan membuka booth di berbagai event yang melibatkan anak sekolah, melalui reseller, dan dijual secara online melalui website, media sosial, dan toko online sehingga mudah dijangkau siapa saja.

5. How

Pengembangan produk “Fit-Flat Jam” diawali dengan survei konsumen untuk mengetahui minat konsumen terhadap produk yang hendak dikembangkan. Selanjutnya dilakukan trial dan error oleh tim research and development untuk menemukan formula yang paling tepat dan metode produksi yang paling efisien. Setelah produk dijual di pasar, dilakukan pengembangan secara berkelanjutan dengan menambah varian rasa, memodifikasi bentuk dan kemasan, serta efisiensi proses produksi.

1.6

Tujuan

Tujuan pembuatan bisnis model selai lembaran “Fit-Flat Jam” berdasarkan latar belakang tersebut antara lain:

(13)

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk makanan pelengkap untuk anak-anak dan remaja yang unik, praktis, memiliki kandungan nutrisi yang baik, menyengangkan ketika dikonsumsi, dan memiliki cita rasa yang nikmat.

2. Menciptakan sebuah bisnis model yang sesuai dan feasible untuk produk selai lembaran, agar bisnis yang didirikan berjalan dengan efektif, dapat diterima dengan baik oleh konsumen, dan mampu mendatangkan profit.

3. Menentukan strategi agar bisnis ini sustainable dan mampu bersaing menghadapi para kompetitor dan pendatang baru.

1.7

Manfaat

Dengan dibuatnya model bisnis ini, diharapkan dapat tercapai sejumlah manfaat berikut:

1. Memberikan manfaat nyata kepada masyarakat luas berupa adanya produsen yang memproduksi makanan pelengkap yang unik, berkualitas, bebas dari bahan-bahan yang merugikan tubuh, praktis, dan mudah dijangkau siapapun. 2. Masyarakat memiliki alternatif produk pangan yang dapat dikonsumsi bersama

roti untuk menu sarapan pagi yang praktis, sehat, menarik, dan tidak membosankan bagi anak-anak dan remaja.

3. Memberikan isnpirasi bagi entrepreneur lainnya untuk membuat bisnis baru di bidang makanan yang inovatif, baik dalam hal produk maupun metode menikmati produk tersebut.

Gambar

Gambar 1.1 Persentase Pengeluaran per Kapita Konsumen Indonesia untuk Makanan Jadi Tahun  2009 Hingga 2013
Gambar 1.2 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2014  Sumber: BPS, 2014
Gambar 1.3 McKinsey’s Strategy Matric      Sumber: McKinsey, 2012

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang diamati adalah perubahan pola dan jumlah frinji interferensi pada Interferometer Michelson, sehingga dari perubahan pola frinji tersebut

(7) Bentuk dan isi slip setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Nilai rata-rata organoleptik daging ikan Tuna (Thunnus albacares) segar pada waktu pengambilan sampel, pedagang yang berbeda dan 3 kali ulangan.. Nilai rata-rata

Setiap pasien yang datang ke Puskesmas Kumpang Ilong selalu mendapatkan obat, vitamin, dan imunisasi baik itu secara gratis untuk menjaga kesehatan ibu dan anak

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

Konsep nilai waktu dari uang (time value of money) pada dasarnya menjelaskan bahwa uang dalam jumlah yang sama yang diterima hari ini nilainya lebih besar dari nilainya di masa

Maka dari itu kegiatan PPL dapat dijadikan sebagai wahana untuk pembentukan calon guru atau tenaga kependidikan yang profesional, yaitu untuk menjadi pendidik yang berbudi

Hati membuat kolesterol, sangat banyak, sekitar ¾ gram sehari, dari berbagai sumber, termasuk asetat, suatu garam organik yang terbentuk pada metabolisme normal, kolesterol diet dan