• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana yang dilakukan Melalui Media Cyber dan Teknologi Telekomunikasi T1 312009004 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana yang dilakukan Melalui Media Cyber dan Teknologi Telekomunikasi T1 312009004 BAB I"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE, korban dari

pelaku tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi

telekomunikasi, belum memperoleh perlindungan hukum secara maksimal,

dikarenakan belum terdapat undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai

perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana dengan menggunakan media

elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber (cyber :

Connected with electronic communication network, especially the internet1). Namun

setelah berlakunya UU ITE, perlindungan korban dari tindak pidana dengan

menggunakan sarana atau media elektronik melalui jaringan telekomunikasi dirasa

belum memenuhi rasa keadilan bagi korban dari tindak pidana yang menggunakan

media elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber.

Dalam UU ITE belum terdapat adanya tanda-tanda dirumuskannya kategori

sebagai korban dari tindak pidana dengan menggunakan sarana atau media elektronik

melalui jaringan telekomunikasi, namun terdapat kategori yang menjadi subjek yang

berhak memperoleh perlindungan hukum diantaranya, kepentingan ekonomi nasional,

(2)

2 perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan

negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia, seperti

dikutip dari penjelasan Pasal 2 UU ITE.

Perlindungan hukum di dalam konteks perlindungan hukum terhadap korban

tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi

merupakan perlindungan hukum yang sama dengan konteks perlindungan hukum

secara umum yaitu menurut pengertian Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor. 13

Tahun 2006 Tentang Perlindungan Sanksi Dan Korban, perlindungan adalah segala

upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada

Saksi dan/Korban.

Manfaat perlindungan hukum dalam konteks perlindungan terhadap korban

dari tindak pidana cyber ini, adalah supaya korban yang dirugikan dapat memperoleh

hak-hak nya sebagai korban seperti diatur dalam undang-undang.

Perlindungan hukum kepada korban tindak pidana cyber memang belum

diatur secara jelas oleh pembentuk undang-undang terutama dalam undang-undang

ITE, namun secara konvensional Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Sanksi Dan Korban, dapat dijadikan alternatif untuk diberlakukan

(3)

3

Selain itu juga menurut Arif Gosita disebutkan bahwa jika hendak

memberikan perlindungan kepada korban, secara umum maka perlu diperhatikan

hak-hak korban yang berhubungan dengan suatu perkara, yaitu:

Pertama, korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaannya sesuai dengan kemampuan memberi kompensasi si pembuat korban, dan taraf keterlibatan/partisipasi/peranan si korban dalam terjadinya kejahatan, dengan linkuensi dan penyimpangan tersebut. Kedua berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak memerlukannya). Ketiga, berhak mendapatkan rehabilitasi. Keempat, berhak mendapatkan kembali hak miliknya. Kelima, berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban, bila melapor dan menjadi saksi. Keenam, berhak mendapatkan bantuan penasihat hukum. Ketujuh, berhak menggunakan upaya hukum

(recht middelen)2.

Oleh sebab itu penulis hendak meneliti apakah kriteria-kriteria yang sudah

dikemukakan oleh penulis diatas tersebut berlaku untuk tindak pidana dalam bidang

informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media cyber dan dihubungkan

dengan jaringan telekomunikasi, perhatian penulis untuk melihat kriteria-kriteria

perlindungan hukum terhadap korban sebagaimana dikemukakan pada kriteria diatas,

akan difokuskan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara

Nomor. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dan putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan

Nomor 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.

2

(4)

4 B. Latar Belakang Masalah

Penulis tertarik mengambil judul dengan tema “Perlindungan Hukum

Terhadap Korban Tindak Pidana yang Dilakukan Melalui Media Cyber Dan Teknologi Telekomunikasi” dikarenakan penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai perlindungan terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui

media cyber dan teknologi telekomunikasi, serta ada tidaknya aspek-aspek

perlindungan korban terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui

media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan Pengadilan Negeri, serta

seberapa jauh pengaplikasiannya dalam melindungi korban dari tindak pidana cyber

tersebut.

Indonesia sebagai negara dengan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan

melalui internet berdasarkan prosentase jumlah transaksi dan perbuatan pidana yang

terjadi sangat tinngi3, hal ini disebabkan oleh dua hal, yang pertama karena computer

dan teknologi telekomunikasi merupakan instrumen perbuatan pidana yang potensial,

dan kedua menunjukan betapa perlunya untuk segera membenahi sektor hukum

dibidang ini, termasuk memperbaiki ataupun memperkaya hukum positif yang terkait

dengan aktifitas cyber.

Dewasa ini perkembangan akan teknologi informasi dengan menggunakan

media cyber dan teknologi telekomunikasi memang sudah sangat merebak di

3

(5)

5 khalayak umum dan sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendasar. Seiring dengan

berkembangnya teknologi telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber,

maka interaksi sosialpun semakin dipermudah, dan melahirkan berbagai koneksi dan

jejaring sosial yang sudah menjadi suatu yang umum bagi pengguna jasa

telekomunikasi (internet: An international computer network connecting another network

and computers from companies, universities, and etc.4).

Terdapat berbagai hal yang dapat diakses melalui perangkat telekomunikasi

tersebut, pada saat ini tidak hanya untuk bercakap, berbicara melakukan massaging,

ataupun chatting saja, melainkan sudah merambah di bidang e-banking, transaksi

online(e-trade), e-commerce, e-business, e-retailing, dan lain sebagainya. dengan

semakin meningkatnya aktifitas yang dilakukan manusia menggunakan teknologi

telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber ini, mampukah hukum

mencakup seluruh aspek mengenai teknologi informatika yang di akses meggunakan

media cyber. Dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan melalui media cyber tersebut

akan lahir berbagai perbuatan hukum yang banyak menimbulkan peluang seseorang

atau pihak yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan perbuatan-perbuatan

pidana, dari hal-hal tersebut akan banyak menimbulkan korban (victim5).

Kriteria untuk dapat disebut sebagai suatu perlindungan bagi korban, sebagai

mana dikemukakan Arif Gosita diatas, adakah kriteria-kriteria yang sifatnya umum,

4

OXFORD English Dictionary. 5

(6)

6 yang berlaku bagi semua jenis perbuatan melawan hukum, apakah kriteria tersebut

berlaku bagi korban tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum, dalam bidang

informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media siber dan dihubungkan

dengan jaringan telekomunikasi, belum pernah mendapat perhatian untuk diteliti.

Penulis cermati pada saat ini telah terjadi fenomena dimana peradilan dalam

sistem hukum di Indonesia kurang memperhatikan hal-hal mengenai hak-hak yang

harus diperoleh oleh korban dari kejahatan media cyber tersebut. Pada fokus

mengenai perlindungan hukum terhadap korban perbuatan Pidana yang dilakukan

melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi.

Kebijakan legislasi Indonesia yang mengatur tentang perlindungan korban

kejahatan bersifat perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung yang

dirumuskan dalam kebijakan formulatif. Korban sebagai pihak yang dirugikan dalam

ranah ketentuan hukum relatif terabaikan serta terpinggirkan sehingga perhatian

kepada korban semakin jauh dari sistim peradilan di Indonesia. Berdasar fenomena

diatas diharapkan akan ada regulasi ataupun peraturan perundangan yang mengatur

membahas mengenai perlindungan hak korban terutama perlindungan dan

hak-hak korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi

telekomunikasi.

Adapaun teori yang terkait dengan judul pada skripsi ini adalah teori-teori

(7)

7 perlindungan, teori korban. Petama penulis akan memaparkan teori Hukum Pidana

menurut para ahli, yang pertama menurut Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana

adalah keseluruhan aturan atau ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang

dapat dihukum dan aturan pidananya. Selanjutnya menurut Bambang Purnomo,

menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan

berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain,

yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan

sudah terdapat pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk

menguatkan ditaatinya norma-norma diluar hukum pidana dianggap benar sebelum

hukum pidana berkembang dengan pesat. Berikut adalah teori tindak pidana menurut

Teguh Prasetyo, menyatakan bahwa hukum pidana adalah sekumpulan peraturan

hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun keharusan,

sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan saksi

yang dapat dipaksakan oleh negara.6

Kedua penulis akan memaparkan mengenai teori tindak pidana menurut

Teguh Prastyo, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam

dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat

6

(8)

8 aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang

bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).7

Ketiga, penulis disini akan memaparkan tentang cyber law, menurut Black’s

Law Dictionary, “The field of law dealing with the internet,encompassing cases,

statutes, regulation, and disputes that affect people and businesses interacting

through computers. “merupakan bagian dari hukum yang berkaitan dengan internet,

yang meliputi, kasus, perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan perselisihan

yang mempengaruhi orang dan interaksi bisnis yang menggunakan komputer”.

Selanjutnya adalah teori mengenai cyber crime, Collin Barry C. menjelaskan istilah

cybercrime sebagai berikut :

“Term “cyber-crime” is young and created by combination of two words: cyber and crime. The term “cyber” means the cyber-space (terms

“virtual space”, “virtual world” are used more often in literature) and

means (according to the definition in “New hacker vocabulary” by Eric S. Raymond) the informational space modeled through computer, in which defined types of objects or symbol images of information exist the place where computer programs work and data is processed.”8

Keempat, penulis akan memaparkan mengenai teori korban menurut

undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Korban adalah

7

Teguh Prasetyo, , Huku Pida a Edisi Re isi , Raja ali Pers, PT. RajaGrafi do Persada, Jakarta. Hal. 50.

8

Collin Barry C., 1996, The Future of CyberTerrorism, Proceedings of 11th Annual International

(9)

9 seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi

yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Kelima, penulis akan memaparkan mengenai teori perlindungan yang terdapat

dalam undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk

memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh

LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

Dari situlah mampukah hukum ataupun undang-undang yang ada di Indonesia

melindungi hak-hak korban tindak pidana yang disebabkan oleh perbuatan pidana

dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan jaringan

telekomunikasi atau media cyber.

Dalam karya tulis ini penulis juga akan menyertakan putusan Pengadilan

negeri dengan kasus tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara

apapun” dengan Nomor Putusan. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dengan duduk perkara

sebagai berikut :

(10)

10 kepada sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak. Melalui perbuatannya itu merugikan UMAR EDRUS AL HABSYI yang berkekudukan sebagai saksi dan korban, yang karena perbuatan terdakwa, dirugikan berupa hilangnya data yang ada di dalam alamat email saksi, dan menyebabkan kerugian materiil sebesar 5,1 milyar rupiah, dan setelah diputus oleh hakim terdakwa hanya mendapat pidana penjara selama 10 bulan ditambah masa penahanan, serta denda sebesar satu juta rupiah dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah.

Disertakan pula kasus tindak pidana “tanpa hak telah mendistribusikan

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik ” dengan Nomor Putusan. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. dengan

duduk perkara sebagai berikut :

Menyatakan Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana “tanpa hak telah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ” sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(11)

11 sudah lama Saksi NUR DEWI ALFIYANA tidak mendapat kabar dari Terdakwa, Saksi NUR DEWI ALFIYANA mencoba mengir imkan pesan singkat yang isinya ucapan selamat tahun baru ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, kemudian keesok harinya Saksi NUR DEWI ALFIYANA mengirim pesan singkat lagi yang isinya menanyakan kapan Terdakwa akan menikah ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, lalu pada hari kamis tanggal 07 Januari 2010 sekira pukul 19.00 Wib Saksi NUR DEWI ALFIYANA kembali mengirim pesan singkat kepada Terdawa namun oleh Terdakwa tetap tidak dibalas, kemudian pada Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira jam 01.25 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696 milik Saksi NUR DEWI ALFIYANA yang

berbunyi “ jangan ngaco dan ganggu orang bangsat lonte sekali lonte ya tetap

lonte lah, betapa rendah martabatmu ha…..kacian deh” setelah menerima pesan singkat tersebut untuk memastikan siapa pengi rimnya Saksi NUR DEWI ALFIYANA melakukan hubungan telepon kepada Terdakwa ke nomor 087837909696 dan diangkat oleh seorang laki - laki kemudian oleh Saksi NUR DEWI ALFIYANA hubungan telephon tersebut langsung ditutup, tidak lama kemudian sekira pukul 18.41 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 kembali mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696

yang berbunyi Ya lagi2 diganggu bangsat lonte, dg sikapmu yg seperti itu pasti

km akan SELALU DIRENDAHKAN ORG jadinya km tidak akan laku gitu

nasehat sy te…….Lonte.” atas perbuatan Terdakwa tersebut mengakibatkan perasaan malu dan sakit hati pada diri Saksi NUR DEWI ALFIYANA, selain itu Saksi NUR DEWI ALAVIYAH merasa nama baiknya diserang atau dirusak oleh Terdakwa. Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana menurut Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan TranSaksi elektronik.

Malalui perbuatan terdakwa tersebut saksi sekaligus korban mendapatkan

penderitaan secara psikis, yang karenanya nama baik dari saksi sekaligus korban di

lecehkan oleh terdakwa. Berdasar putusan tersebut terdakwa hanya mendapatkan

pidana penjara selama tiga bulan dan denda sebesar satu juta rupiah.

Berdasarkan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan melalui media siber

dan teknologi telekomunikasi tersebut penulis merasa bahwa ketentuan peraturan

(12)

12 terhadap korban yang telah menderita kerugian baik materi maupun psikis yang

dialami oleh saksi atau korban dari perbuatan terdakwa.

C. Perumusan Masalah

Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang

dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan

pengadilan negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan

232/Pid.B/2010/PN.Kdl. ?

D. Tujuan Penelitian

Mengkaji perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan

melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, dalam putusan pengadilan

negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan

232/Pid.B/2010/PN.Kdl.

E. Manfaat Penelitian

1. Teoritis:

a. Menambah ilmu, khususnya dalam bidang hukum pidana, tentang

bagaimana cara mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap

korban perbuatan melawan hukum yang dilakukan melalui media

(13)

13

b. Menambah referensi tentang kajian hukum pidana, khususnya aspek

perlindungan korban dan hukum pidana yang berkaitan dengan cyber

law (hukum mayantara).

2. Praktis:

Dengan penelitian ini, diharapkan permasalahan mengenai

perlindungan hukum terhadap hak-hak korban dari tindak pidana yang

dilakukan melalui media cyber dapat terselesaikan, dengan dasar-dasar

argumen yang kuat dalam sistem hukum pidana di indonesia.

F. Metode Penelitian

1. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan deduktif.

karena, akan mengkaji bahan hukum berupa peraturan

perundang-undangan dan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor

perkara No 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan Putusan Pengadilan Negeri

Kendal dengan nomor perkara 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.

2. Pendekatan masalah

Pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

(14)

14

3. Bahan hukum:

a. Primer

Bahan Hukum Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumber pertama berupa peraturan perundangan yakni :

i. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

ii. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi

iii. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi Dan Korban

iv. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

Dan Transaksi Elekronik

v. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 tentang

Penyelenggaraan Telekomunikasi

Sekunder

Data sekunder merupakan studi dokumen atau bahan pustaka

berupa, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor. 19 / Pid.Sus

/ 2011 / PN.Ska, dan Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan

Nomor. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.

Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk kepada

peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka

(15)

15 dan analisis bahan hukum yang akan dibuat sebagai hasil

penelitian.9

b. Tersier

Kamus Hukum Black’s law Dictionary Ninth Edition, OXFORD

English Dictionary, E-Book.

4. Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum

Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum terdiri dari kumpulan

peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, yang dapat menjawab

tujuan penulisan.

G. Satuan Amatan

Satuan amatan dari penelitian ini adalah peraturan-peraturan

perundangan yang berkaitan terhadap perlindungan hukum terhadap korban

tinda pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi

telekomunikasi. Satuan amatan tersebut salah satunya, undang-undang tentang

Informasi dan Teransaksi Elektronik, undang-undang tentang

Telekomunikasi, dua putusan pengadilan, dimana terdapat korban dari

beroperasinya media cyber dengan menggunakan teknologi telekomunikasi.

(16)

16 Unit Amatan:

a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor. 19 / Pid.Sus

/ 2011 / PN.Ska.

b. Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan nomor perkara

232/Pid.B/2010/PN.Kdl.

c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi Dan Korban

e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan

Transaksi Elekronik

f. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 tentang

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak. pidana sebagaimana yang dimaksud dalam

Korban Dalam Memberikan Perlindungan Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Mengatasi Terhadap Saksi Dan Korban Tindak Pidana……… 118. PE INGAN TINDAK

Kebijakan Hukum Pidana dalam memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perlindungan hukum terhadap korban kejahatan

Faktor perundang-undangan (substansi hukum) yang tidak menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandung,

Ide dasar perlunya perlindungan hukum terhadap anak menjadi korban tindak pidana dan pelaku tindak pidana sehingga perlu dilindungi yaitu: (a) Anak masih

SIMPULAN Perlindungan terhadap korban tindak pidana di Indonesia telahdiatur dalam berbagai perundang-undangan yaitu: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Kata Kunci: Perlindungan, Hak-Hak Korban Terorisme, UU No 31 Tahun 2014 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pidana terhadap pelaku tindak pidana terorisme dalam

Perlindungan hukum kepada korban dengan pertimbangan sosiologis dalam putusan tersebut tidak sepenuhnya terpenuhi dikarenakan perlindungan yang korban dapatkan hanya secara tidak