1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UU ITE, korban dari
pelaku tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi
telekomunikasi, belum memperoleh perlindungan hukum secara maksimal,
dikarenakan belum terdapat undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai
perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana dengan menggunakan media
elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber (cyber :
Connected with electronic communication network, especially the internet1). Namun
setelah berlakunya UU ITE, perlindungan korban dari tindak pidana dengan
menggunakan sarana atau media elektronik melalui jaringan telekomunikasi dirasa
belum memenuhi rasa keadilan bagi korban dari tindak pidana yang menggunakan
media elektronik yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi atau media cyber.
Dalam UU ITE belum terdapat adanya tanda-tanda dirumuskannya kategori
sebagai korban dari tindak pidana dengan menggunakan sarana atau media elektronik
melalui jaringan telekomunikasi, namun terdapat kategori yang menjadi subjek yang
berhak memperoleh perlindungan hukum diantaranya, kepentingan ekonomi nasional,
2 perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan
negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia, seperti
dikutip dari penjelasan Pasal 2 UU ITE.
Perlindungan hukum di dalam konteks perlindungan hukum terhadap korban
tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi
merupakan perlindungan hukum yang sama dengan konteks perlindungan hukum
secara umum yaitu menurut pengertian Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor. 13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Sanksi Dan Korban, perlindungan adalah segala
upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada
Saksi dan/Korban.
Manfaat perlindungan hukum dalam konteks perlindungan terhadap korban
dari tindak pidana cyber ini, adalah supaya korban yang dirugikan dapat memperoleh
hak-hak nya sebagai korban seperti diatur dalam undang-undang.
Perlindungan hukum kepada korban tindak pidana cyber memang belum
diatur secara jelas oleh pembentuk undang-undang terutama dalam undang-undang
ITE, namun secara konvensional Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Sanksi Dan Korban, dapat dijadikan alternatif untuk diberlakukan
3
Selain itu juga menurut Arif Gosita disebutkan bahwa jika hendak
memberikan perlindungan kepada korban, secara umum maka perlu diperhatikan
hak-hak korban yang berhubungan dengan suatu perkara, yaitu:
Pertama, korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaannya sesuai dengan kemampuan memberi kompensasi si pembuat korban, dan taraf keterlibatan/partisipasi/peranan si korban dalam terjadinya kejahatan, dengan linkuensi dan penyimpangan tersebut. Kedua berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak memerlukannya). Ketiga, berhak mendapatkan rehabilitasi. Keempat, berhak mendapatkan kembali hak miliknya. Kelima, berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban, bila melapor dan menjadi saksi. Keenam, berhak mendapatkan bantuan penasihat hukum. Ketujuh, berhak menggunakan upaya hukum
(recht middelen)2.
Oleh sebab itu penulis hendak meneliti apakah kriteria-kriteria yang sudah
dikemukakan oleh penulis diatas tersebut berlaku untuk tindak pidana dalam bidang
informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media cyber dan dihubungkan
dengan jaringan telekomunikasi, perhatian penulis untuk melihat kriteria-kriteria
perlindungan hukum terhadap korban sebagaimana dikemukakan pada kriteria diatas,
akan difokuskan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor perkara
Nomor. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dan putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan
Nomor 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
2
4 B. Latar Belakang Masalah
Penulis tertarik mengambil judul dengan tema “Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Tindak Pidana yang Dilakukan Melalui Media Cyber Dan Teknologi Telekomunikasi” dikarenakan penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai perlindungan terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui
media cyber dan teknologi telekomunikasi, serta ada tidaknya aspek-aspek
perlindungan korban terhadap korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui
media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan Pengadilan Negeri, serta
seberapa jauh pengaplikasiannya dalam melindungi korban dari tindak pidana cyber
tersebut.
Indonesia sebagai negara dengan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan
melalui internet berdasarkan prosentase jumlah transaksi dan perbuatan pidana yang
terjadi sangat tinngi3, hal ini disebabkan oleh dua hal, yang pertama karena computer
dan teknologi telekomunikasi merupakan instrumen perbuatan pidana yang potensial,
dan kedua menunjukan betapa perlunya untuk segera membenahi sektor hukum
dibidang ini, termasuk memperbaiki ataupun memperkaya hukum positif yang terkait
dengan aktifitas cyber.
Dewasa ini perkembangan akan teknologi informasi dengan menggunakan
media cyber dan teknologi telekomunikasi memang sudah sangat merebak di
3
5 khalayak umum dan sudah menjadi suatu kebutuhan yang mendasar. Seiring dengan
berkembangnya teknologi telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber,
maka interaksi sosialpun semakin dipermudah, dan melahirkan berbagai koneksi dan
jejaring sosial yang sudah menjadi suatu yang umum bagi pengguna jasa
telekomunikasi (internet: An international computer network connecting another network
and computers from companies, universities, and etc.4).
Terdapat berbagai hal yang dapat diakses melalui perangkat telekomunikasi
tersebut, pada saat ini tidak hanya untuk bercakap, berbicara melakukan massaging,
ataupun chatting saja, melainkan sudah merambah di bidang e-banking, transaksi
online(e-trade), e-commerce, e-business, e-retailing, dan lain sebagainya. dengan
semakin meningkatnya aktifitas yang dilakukan manusia menggunakan teknologi
telekomunikasi yang disambungkan melalui media cyber ini, mampukah hukum
mencakup seluruh aspek mengenai teknologi informatika yang di akses meggunakan
media cyber. Dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan melalui media cyber tersebut
akan lahir berbagai perbuatan hukum yang banyak menimbulkan peluang seseorang
atau pihak yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan perbuatan-perbuatan
pidana, dari hal-hal tersebut akan banyak menimbulkan korban (victim5).
Kriteria untuk dapat disebut sebagai suatu perlindungan bagi korban, sebagai
mana dikemukakan Arif Gosita diatas, adakah kriteria-kriteria yang sifatnya umum,
4
OXFORD English Dictionary. 5
6 yang berlaku bagi semua jenis perbuatan melawan hukum, apakah kriteria tersebut
berlaku bagi korban tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum, dalam bidang
informasi dan transaksi elektronik yang menggunakan media siber dan dihubungkan
dengan jaringan telekomunikasi, belum pernah mendapat perhatian untuk diteliti.
Penulis cermati pada saat ini telah terjadi fenomena dimana peradilan dalam
sistem hukum di Indonesia kurang memperhatikan hal-hal mengenai hak-hak yang
harus diperoleh oleh korban dari kejahatan media cyber tersebut. Pada fokus
mengenai perlindungan hukum terhadap korban perbuatan Pidana yang dilakukan
melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi.
Kebijakan legislasi Indonesia yang mengatur tentang perlindungan korban
kejahatan bersifat perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung yang
dirumuskan dalam kebijakan formulatif. Korban sebagai pihak yang dirugikan dalam
ranah ketentuan hukum relatif terabaikan serta terpinggirkan sehingga perhatian
kepada korban semakin jauh dari sistim peradilan di Indonesia. Berdasar fenomena
diatas diharapkan akan ada regulasi ataupun peraturan perundangan yang mengatur
membahas mengenai perlindungan hak korban terutama perlindungan dan
hak-hak korban dari tindak pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi
telekomunikasi.
Adapaun teori yang terkait dengan judul pada skripsi ini adalah teori-teori
7 perlindungan, teori korban. Petama penulis akan memaparkan teori Hukum Pidana
menurut para ahli, yang pertama menurut Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana
adalah keseluruhan aturan atau ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang
dapat dihukum dan aturan pidananya. Selanjutnya menurut Bambang Purnomo,
menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan
berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain,
yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan
sudah terdapat pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk
menguatkan ditaatinya norma-norma diluar hukum pidana dianggap benar sebelum
hukum pidana berkembang dengan pesat. Berikut adalah teori tindak pidana menurut
Teguh Prasetyo, menyatakan bahwa hukum pidana adalah sekumpulan peraturan
hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun keharusan,
sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan saksi
yang dapat dipaksakan oleh negara.6
Kedua penulis akan memaparkan mengenai teori tindak pidana menurut
Teguh Prastyo, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam
dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat
6
8 aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang
bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).7
Ketiga, penulis disini akan memaparkan tentang cyber law, menurut Black’s
Law Dictionary, “The field of law dealing with the internet,encompassing cases,
statutes, regulation, and disputes that affect people and businesses interacting
through computers”. “merupakan bagian dari hukum yang berkaitan dengan internet,
yang meliputi, kasus, perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan perselisihan
yang mempengaruhi orang dan interaksi bisnis yang menggunakan komputer”.
Selanjutnya adalah teori mengenai cyber crime, Collin Barry C. menjelaskan istilah
cybercrime sebagai berikut :
“Term “cyber-crime” is young and created by combination of two words: cyber and crime. The term “cyber” means the cyber-space (terms
“virtual space”, “virtual world” are used more often in literature) and
means (according to the definition in “New hacker vocabulary” by Eric S. Raymond) the informational space modeled through computer, in which defined types of objects or symbol images of information exist – the place where computer programs work and data is processed.”8
Keempat, penulis akan memaparkan mengenai teori korban menurut
undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Korban adalah
7
Teguh Prasetyo, , Huku Pida a Edisi Re isi , Raja ali Pers, PT. RajaGrafi do Persada, Jakarta. Hal. 50.
8
Collin Barry C., 1996, The Future of CyberTerrorism, Proceedings of 11th Annual International
9 seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi
yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Kelima, penulis akan memaparkan mengenai teori perlindungan yang terdapat
dalam undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.
Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh
LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Dari situlah mampukah hukum ataupun undang-undang yang ada di Indonesia
melindungi hak-hak korban tindak pidana yang disebabkan oleh perbuatan pidana
dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan jaringan
telekomunikasi atau media cyber.
Dalam karya tulis ini penulis juga akan menyertakan putusan Pengadilan
negeri dengan kasus tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses komputer dan / atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara
apapun” dengan Nomor Putusan. 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska, dengan duduk perkara
sebagai berikut :
10 kepada sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak. Melalui perbuatannya itu merugikan UMAR EDRUS AL HABSYI yang berkekudukan sebagai saksi dan korban, yang karena perbuatan terdakwa, dirugikan berupa hilangnya data yang ada di dalam alamat email saksi, dan menyebabkan kerugian materiil sebesar 5,1 milyar rupiah, dan setelah diputus oleh hakim terdakwa hanya mendapat pidana penjara selama 10 bulan ditambah masa penahanan, serta denda sebesar satu juta rupiah dan membayar biaya perkara sebesar lima ribu rupiah.
Disertakan pula kasus tindak pidana “tanpa hak telah mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik ” dengan Nomor Putusan. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl. dengan
duduk perkara sebagai berikut :
Menyatakan Terdakwa Drs. PRABOWO, MM Bin TJASAN PRAMONO SAPUTRO telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana “tanpa hak telah mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik ” sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
11 sudah lama Saksi NUR DEWI ALFIYANA tidak mendapat kabar dari Terdakwa, Saksi NUR DEWI ALFIYANA mencoba mengir imkan pesan singkat yang isinya ucapan selamat tahun baru ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, kemudian keesok harinya Saksi NUR DEWI ALFIYANA mengirim pesan singkat lagi yang isinya menanyakan kapan Terdakwa akan menikah ke nomor hand phone 087837909696 milik Terdakwa namun oleh Terdakwa pesan singkat tersebut tidak dibalas, lalu pada hari kamis tanggal 07 Januari 2010 sekira pukul 19.00 Wib Saksi NUR DEWI ALFIYANA kembali mengirim pesan singkat kepada Terdawa namun oleh Terdakwa tetap tidak dibalas, kemudian pada Rabu tanggal 13 Januari 2010 sekira jam 01.25 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696 milik Saksi NUR DEWI ALFIYANA yang
berbunyi “ jangan ngaco dan ganggu orang bangsat lonte sekali lonte ya tetap
lonte lah, betapa rendah martabatmu ha…..kacian deh” setelah menerima pesan singkat tersebut untuk memastikan siapa pengi rimnya Saksi NUR DEWI ALFIYANA melakukan hubungan telepon kepada Terdakwa ke nomor 087837909696 dan diangkat oleh seorang laki - laki kemudian oleh Saksi NUR DEWI ALFIYANA hubungan telephon tersebut langsung ditutup, tidak lama kemudian sekira pukul 18.41 Wib Terdakwa dengan menggunakan nomor hand phone 087837909696 kembali mengirim pesan singkat ke nomor 081901359696
yang berbunyi ”Ya lagi2 diganggu bangsat lonte, dg sikapmu yg seperti itu pasti
km akan SELALU DIRENDAHKAN ORG jadinya km tidak akan laku gitu
nasehat sy te…….Lonte.” atas perbuatan Terdakwa tersebut mengakibatkan perasaan malu dan sakit hati pada diri Saksi NUR DEWI ALFIYANA, selain itu Saksi NUR DEWI ALAVIYAH merasa nama baiknya diserang atau dirusak oleh Terdakwa. Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana menurut Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) UU RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan TranSaksi elektronik.
Malalui perbuatan terdakwa tersebut saksi sekaligus korban mendapatkan
penderitaan secara psikis, yang karenanya nama baik dari saksi sekaligus korban di
lecehkan oleh terdakwa. Berdasar putusan tersebut terdakwa hanya mendapatkan
pidana penjara selama tiga bulan dan denda sebesar satu juta rupiah.
Berdasarkan kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan melalui media siber
dan teknologi telekomunikasi tersebut penulis merasa bahwa ketentuan peraturan
12 terhadap korban yang telah menderita kerugian baik materi maupun psikis yang
dialami oleh saksi atau korban dari perbuatan terdakwa.
C. Perumusan Masalah
Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang
dilakukan melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi dalam putusan
pengadilan negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan
232/Pid.B/2010/PN.Kdl. ?
D. Tujuan Penelitian
Mengkaji perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana yang dilakukan
melalui media cyber dan teknologi telekomunikasi, dalam putusan pengadilan
negeri dengan nomor putusan 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan
232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
E. Manfaat Penelitian
1. Teoritis:
a. Menambah ilmu, khususnya dalam bidang hukum pidana, tentang
bagaimana cara mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap
korban perbuatan melawan hukum yang dilakukan melalui media
13
b. Menambah referensi tentang kajian hukum pidana, khususnya aspek
perlindungan korban dan hukum pidana yang berkaitan dengan cyber
law (hukum mayantara).
2. Praktis:
Dengan penelitian ini, diharapkan permasalahan mengenai
perlindungan hukum terhadap hak-hak korban dari tindak pidana yang
dilakukan melalui media cyber dapat terselesaikan, dengan dasar-dasar
argumen yang kuat dalam sistem hukum pidana di indonesia.
F. Metode Penelitian
1. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan deduktif.
karena, akan mengkaji bahan hukum berupa peraturan
perundang-undangan dan Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan nomor
perkara No 19 / Pid.Sus / 2011 / PN.Ska dan Putusan Pengadilan Negeri
Kendal dengan nomor perkara 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
2. Pendekatan masalah
Pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
14
3. Bahan hukum:
a. Primer
Bahan Hukum Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumber pertama berupa peraturan perundangan yakni :
i. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
ii. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
iii. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi Dan Korban
iv. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
Dan Transaksi Elekronik
v. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Sekunder
Data sekunder merupakan studi dokumen atau bahan pustaka
berupa, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor. 19 / Pid.Sus
/ 2011 / PN.Ska, dan Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan
Nomor. 232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk kepada
peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka
15 dan analisis bahan hukum yang akan dibuat sebagai hasil
penelitian.9
b. Tersier
Kamus Hukum Black’s law Dictionary Ninth Edition, OXFORD
English Dictionary, E-Book.
4. Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum
Teknik pengumpulan dan pengolahan bahan hukum terdiri dari kumpulan
peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, yang dapat menjawab
tujuan penulisan.
G. Satuan Amatan
Satuan amatan dari penelitian ini adalah peraturan-peraturan
perundangan yang berkaitan terhadap perlindungan hukum terhadap korban
tinda pidana yang dilakukan melalui media cyber dan teknologi
telekomunikasi. Satuan amatan tersebut salah satunya, undang-undang tentang
Informasi dan Teransaksi Elektronik, undang-undang tentang
Telekomunikasi, dua putusan pengadilan, dimana terdapat korban dari
beroperasinya media cyber dengan menggunakan teknologi telekomunikasi.
16 Unit Amatan:
a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor. 19 / Pid.Sus
/ 2011 / PN.Ska.
b. Putusan Pengadilan Negeri Kendal dengan nomor perkara
232/Pid.B/2010/PN.Kdl.
c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi Dan Korban
e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elekronik
f. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 tentang