• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN GENERASI MUDA DAN TUA MENGENAI FENOMENA MITOS GERHANA BULAN (BULAN GERRING)DI DUSUN PENGALANGAN DESA MACAJAH TANJUNGBUMI BANGKALAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PANDANGAN GENERASI MUDA DAN TUA MENGENAI FENOMENA MITOS GERHANA BULAN (BULAN GERRING)DI DUSUN PENGALANGAN DESA MACAJAH TANJUNGBUMI BANGKALAN."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN GENERASI MUDA DAN TUA MENGENAI FENOMENA MITOS GERHANA BULAN (BULAN GERRING)

Di Dusun Pengalangan Desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan

SKRIPSI Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

Nenni Apriliani B05212035

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

NENNI APRILIANI, NIM B05212035. Pandangan Generasi Muda dan Tua mengenai Fenomena Mitos Bulan Gerring di Dusun Pengalangan Desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan

Kata Kunci : Mitos, Gerhana Bulan, Tradisi.

Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat secara turun-temurun. Tradisi tidak semata-mata terbentuk begitu saja dalam suatu masyarakat. Terdapat pengaruh-pengaruh dari luar, dan masyarakat meyakini pengaruh tersebut dan menghasilkan tradisi. Sehingga peneliti memunculkan rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: Bagaimana pandangan masyarakat generasi muda dan tua terhadap mitos gerhana bulan (bulan gerring) di dusun Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan. 2. Bagimana tradisi membangunkan manusia, tumbuhan, dan hewan ternak pada malam gerhana bulan (bulen gerring) muncul, berkembang dan dilestarikan di dusun Pengalangan desa Mcajah Tanjungbumi Bangkalan. Dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Untuk menjawab rumusan masalah, peneliti menggunakan teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger yang memiliki konsep Eksternalisasi, Obyektivasi dan Internalisasi. Dan hasil temuan dari penelitian ini, yakni (1) Tradisi yang di

lakukan masyarakat pada malam bulan gerring, yaitu melakukan ritual mencuci

wajah, membangunkan pepohonan dan binatang ternak. (2) Mitos Bulan Gerring,

Cerita rakyat yang terkait datangnya Bulan Gerring atau Gerhana Bulan, yakni

(6)

ABSTRACT

NENNI APRILIANI, NIM B05212035. The Opinion about the Phenomenon of Lunar Eclipse Myth by Young and Old Generation in Pengalangan, Macajah village Tanjungbumi Bangkalan.

Keys Words : Myth, Lunar Eclips, Tradition

Tradition is a custom practice by individual within a community from one generation to next. Tradition is not solely created for granted in community. There are some influences from outside, and it is believed by community so it creates a tradition. Based on the statement above, the researcher make some problems in this study, as follows: (1) How does the opinion of community of young and old generation against lunar moon (bulan gerring) myth in Pengalangan, Macajah village Tanjungbumi Bangkaan. (2) How does the tradition awaken human, palnt, animal on the night of lunar moon (bulan gerring) emerged, evolved and been preserved in Pengalangan, Macajah village Tanjungbumi Bangkaan. This study uses descriptive qualitative method.

To answer the problems formulation, the researchers used the theory of social construction by Peter L. Berger who have the concept of Externalization, Objectivities, and Internalization. And the finding of this study are, (1) The tradition which is practiced by community on the moon gerring night is washing face, waking the plant and animal. (2) Bulan gerring myth, folklore that related to the coming of moon gerring or lunar eclipse is the san of Mrs. randhe as the

inhabitant of the moon , tepelecok , telobuk, and disappeared then it produce a

tradition. (3) The purpose is done by the community is for get blessings. (4) The

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... i

PENGESAHAN TIM PENGUJI ………. ii

MOTTO ……… iii

PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULIS SKRIPSI v ABSTRAK ……….. vi

KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTART ISI ……… viii

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR SKEMA ………. x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ………. 1

B. RUMUSAN MASALAH ………. 5

C. TUJUAN MASALAH ………. 5

D. MANFAAT PENELITIAN ………. 6

E. PENELITIAN TERDAHULU ……… 6

F. DEFINISI KONSEPTUAL ………. 8

G. METODE PENELITIAN a. Pendekatan dan Jenis Penelitian …..….……….…… 14

b. Lokasi dan Waktu Penelitian …..……...……….…... 16

c. Pemilihan Subyek Penelitian ……….……….….. 16

d. Tahap-tahap Penelitian ………...………... 17

e. Teknik Pengumpulan Data ………….………... 20

f. Teknik Analisis Data ………..…….……….. 21

g. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ….……….. 21

H. SISTEMATIKA PEMBAHASAN ..………... 22

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL A. ALAM SEBAGAI OBJEK-SUBJEK ……… 24

B. REALITAS SOSIAL, KONSTRUKSI SOSIAL DALAM PANDANGAN PARADIGMA DEFINISI SOSIAL KONSTRUKTIVISME ……….. 25

(8)

SEBAGAI TEORI DAN PENDEKATAN DALAM

PARADIGMA KONSTRUKTIVISME ……… 27

D. GAGASAN BERGER DAN LUCKMAN

TETANG EKSTERNALISASI, OBYEKTIVASI

DAN INTERNALISASI ……….. 31

BAB III PANDANGAN GENERASI MUDA DAN TUA MENGENAI FENOMENA MITOS GERHANA BULAN (BULAN GERRING)

Di Dusun Pengalangan Desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan

A. DESKRIPSI UMUM OBJEK PENELITIAN ……….. 46

B. PENYAJIAN DATA ………. 54

C. ANALISIS DATA ………. 72

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN ……….... 83

B. SARAN ……… 84

DAFTAR PUSTAKA ……….. 85

JADWAL PENELITIAN

LAMPIRAN

Pedoman wawancara

(9)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1. Pemilihan Subyek Penelitian ……… 17

TABEL 1.2. Jarak Antar Desa ……….. 48

TABEL 1.3. Jumlah Penduduk Perdusun Desa Macajah ……… 48

TABEL 1.4. Fasilitas Keagamaan Desa Macajah .……….. 51

TABEL 1.5. Jumlah Sekolah Desa Macajah .……….. 52

(10)

DAFTAR SKEMA

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat merupakan ruang tempat terjadinya berbagai macam

proses sosial, karena adanya proses sosial tersebut dapat menciptakan

banyak keunikan dari berbagai aspek, baik itu aspek budaya maupun

sosial. Keunikan tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara mereka hidup

dan menanggapi berbagai macam rangsangan dari luar maupun dari dalam

lingkungan mereka sendiri, baik itu rangsangan dari sesama individu

dalam masyarakat itu maupun rangsangan dari sekitar lingkungan mereka

yang berupa alam.

Madura adalah suatu wilayah yang memiliki empat kabupaten

yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dengan masyarakat

yang memiliki ciri khas yang berbeda-beda, baik dari segi bahasa maupun

budaya. Banyak sekali budaya Madura yang sudah dikenal, baik nasional

maupun internasional, seperti budaya carok yang melibatkan antara dua

laki-laki maupun lebih yang dapat menimbulkan korban jiwa, atau seperti

remoh yang merupakan cara masyarakat Madura berpesta, maupun hajatan

dengan melibatkan banyak orang dan masih banyak sekali budaya atau

tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Madura. Selain itu, mitos leluhur

maupun mitos alam yang sangat kuat dikalangan masyarakat dan sangat

(13)

2

yang memiliki tradisi tertentu, tidak dilaksanakan menurut masyarakat,

memang tidak akan berdampak fatal bagi masyarakat itu sendiri, namun

segala sesuatu yang mencakup tradisi yang biasa mereka lakukan, tidak

mungkin jika tidak melakukan, sebab hal itu sudah menjadi kewajiban,

meskipun individu dalam masyarakat tersebut hanya manut-manut saja

dengan apa yang dilakukan individu lainnya. Mitos-mitos leluhur maupun

mitos alam tersebut tak kalah uniknya dengan berbagai budaya dan

perbedaan bahasa yang dimiliki oleh masyarakat madura.

Indonesia yang dulunya sangat terkenal dengan kepercayaan nenek

moyang yakni animisme dan dinamisme, animisme merupakan

kepercayaan terhadap nenek moyan dan dinamisme yakni kepercayaan

terhadap benda-benda yang dianggap sakral oleh masyarakat. Saat ini

sedikit banyaknya masih kental ditengah-tengah masyarakat meski sudah

terdapat unsur keagamaan. Dikabupaten Bangkalan kecamatan

Tanjungbumi desa Macajah dusun Pengalangan, memiliki berbagai macam

tradisi yang di mulai dengan adanya mitos leluhur maupun mitos alam

yang dipercayai oleh masyarakat tersebut, yang salah satunya yakni mitos

gerhana bulan atau yang biasa dikenal dengan bulan gerring oleh

masyarakat Madura. Bulan dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang

tetap namun berbeda pengucapan bahasanya. Jika dalam bahasa Madura,

bulan di baca bulen dan Gerring memiliki arti sakit, apabila digabungkan

dari arti perkata tersebut yakni bulan sakit. Masyarakat Madura meyakini

(14)

3

yang jika di artikan dalam bahasa Indonesia, bu dapat diartikan ibu dan

Randhe yaitu janda. Jadi bu Randhe dalam bahasa Indonesia memiliki arti

ibu janda. Mitos tentang adanya penghuni di dalam bulan yang bernama

bu Randhe sangat terkenal dikalangan masyarakat Madura. Masyarakat

Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan mengartikan

bahwasanya jika gerhana bulan atau bulan gerring terjadi, anak dari

penghuni (bu Randhe) bulan tersandung batu ketika ia berjalan. Maka

terjadilah gerhana bulan atau bulan gerring.

Meskipun kepercayaan dan pengartian masyarakat dusun

Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan seperti itu, namun

terdapat beberapa wilayah yang menyikapi datangnya gerhana bulan,

berbeda-beda. Ketika bulan gerhana tiba, biasanya masyarakat pada

umumnya melakukan shalat gerhana bulan sesuai anjuran agama, ada juga

yang melakukan shalat gerhana bulan dengan ritual mandi kembang dan

masih banyak lagi kebiasaan unik yang dilakukan masyarakat ketika

datangnya gerhana bulan. Namun masyarakat dusun Pengalangan desa

Macajah Tanjungbumi Bangkalan ini, tidak melakukan sesuatu yang

dilakukan masyarakat pada umumnya sesuai anjuran agama. Mereka

memiliki kebiasaan tersendiri terkait ketika gerhana bulan tiba, terdapat

pemaknaan-pemaknaan tersendiri yang dimiliki masing-massing kalangan

masyarakat mengenai tradisi ketika datangnya gerhana bulan, dan ada juga

yang menganggap tradisi yang dilakukan terbilang aneh, namun tradisi

(15)

4

Masyarakat dusun Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi

Bangkalan ini memiliki tradisi membangunkan seluruh makhluk hidup

yang diciptakan tuhan yakni manusia, tumbuhan dan hewan ternak.

Terdapat suatu kepercayaan yang bisa dikatakan mistis ketika mereka

tidak melakukan kebiasaan yang turun-temurun dilakukan oleh nenek

moyang. Hewan-hewan yang dibangunkan Seperti binatang ternak sapi

atau kambing dan pepohonan seperti pohon mangga, pisang, nangka dan

lain sebagainya. Tradisi membangunkan pepohonan biasanya dilakukan

dengan cara memukul-mukul pohon sembari berucap “jhegeh… jhegeh…

jhegeh…” atau jika dalam bahasa Indonesia memiliki arti “bangun…

bangun… bangun…”.

Masyarakat khususnya dusun Pengalangan desa Macajah

Tanjungbumi Bangkalan mempercayai jika tradisi tersebut tidak dilakukan

maka tumbuhan atau binatang ternak yang tidak dibangunkan akan mati.

Berbeda lagi dengan pemaknaan individu lain, yang ada didusun

Pengalangan tersebut, ia memiliki pernyataan bahwasanya tujuan

melakukan tradisi tersebut agar pepohonan yang dibangunkan akan

berbuah, seperti pohon manga, pohon nangka dan lain sebagainya.

Kepercayaan tersebut juga berlaku pada manusia, jika saat gerhana bulan,

orang yang tidur tidak dibangunkan maka orang tersebut akan memiliki

mata sipit. Tidak hanya itu, ritual-ritual kecil yang dilakukan pada malam

gerhana bulan (bulen gerring) yang dipercaya akan membawa perubahan

(16)

5

dilaksanakan masyarakat dusun Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi

Bangkalan pada umumnya, yakni seperti mengusapkan kunyit pada bagian

tubuh yang terkena panu akan dapat menghilangkan penyakit kulit

tersebut, dan juga mencuci muka dengan air perasan parutan kunyit akan

membuat kulit wajah akan tampak cerah dan cantik. Kemudian terdapat

larangan pada malam gerhana bulan (bulan gerring) dilarang berada di

bawah kolong, sebab hal itu mengakibatkan bentuk tubuh seseorang akan

berubah menjadi pendek.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan masyarakat generasi muda dan tua terhadap mitos

gerhana bulan (bulan gerring) di dusun Pengalangan desa Macajah

Tanjungbumi Bangkalan?

2. Bagimana tradisi membangunkan manusia, tumbuhan, dan hewan ternak

pada malam gerhana bulan (bulan gerring) muncul, berkembang dan

dilestarikan di dusun Pengalangan desa Mcajah Tanjungbumi Bangkalan?

C. Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan masyarakat generasi muda dan

tua terhadap mitos gerhana bulan (bulan gerring) di dusun Pengalangan

desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan

b. Untuk mengetahui dan memahami Bagimana tradisi membangunkan

manusia, tumbuhan, dan hewan ternak pada malam gerhana bulan (bulan

gerring) muncul, berkembang dan dilestarikan di dusun Pengalangan desa

(17)

6

D. Manfaat Penelitian

Setelah menguraikan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan,

peneliti melihat terdapat dua manfaat dari hasil penelitian ini, yakni:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan penjelasan mengenai pemahaman

masyarakat yang khususnya generasi muda dan tua terkait mitos gerhana

bulan (bulan gerring) dan memberikan penjelasan mengenai Bagimana

tradisi membangunkan manusia, tumbuhan, dan hewan ternak pada malam

gerhana bulan (bulan gerring) muncul, berkembang dan dilestarikan di

dusun Pengalangan desa Mcajah Tanjungbumi Bangkalan

2. Secara Praktis

Sebagai bahan refrensi bagi mahasiswa yang ingin menindak

lanjuti penelitian terkait mitos yang berada ditengah-tengah masyarakat,

dan tentunya mitos tersebut memiliki tradisi yang bisa dikatakan unik,

menarik dan merupakan suatu identitas bagi masyarakat.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai mitologi gerhana bulan (bulan gerring)

sebelumnya belum pernah dilakukan, namun terdapat penelitian mengenai

mitologi/mitos yang ada di masyarakat yang dilakukan oleh Husnul

Khotimah pada tahun 2011yang berjudul Mitologi Masyarakat Madura

(Studi Tentang Konstuksi Sosial Atas Upacara Arokat Makam di Desa

Gunung Rancak Kecamatan Eobatal Kabupaten Sampang)” prodi

(18)

7

merupakan penelitian yang relevan dengan fokus penelitian mitologi

gerhana bulan (bulan gerring), sebab memiliki persamaan fokus yakni

konstruksi masyarkat terkait upacara arokat makam Desa Gunung Rancak

Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang dan pandangan masyarakat

sekitar terhadap upacara arokat makam di Desa Gunung Rancak

Kecamatan Robatal Kabupaten Sampang tersebut. Persamaan dari

penelitian tersebut dengan penelitian ini yakni, penelitian ini terkait pada

kepercayaan mitologi karena kejaidan alam yaitu gerhana bulan (bulan

gerring), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khotimah

terkait pada kepercayaan mitologi nenek moyang. Dan kedua kepercayaan

mitologi tersebut sama-sama menghasilkan tradisi di dalam masyarakat.

Penelitian lapangan yang dilakukan Husnul Khotimah di temukan bahwa

budaya Arokat Makam yang memadukan dengan ajaran-ajaran agama

dengan budaya setempat yang diwariskan oleh leluhurnya dengan tujuan

untuk mendapatkan keberkahan dan keselamatan.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hasanah tahun

2012 mengenai “Konstruksi Sosial Tradisi Ontal-ontal Masyarakat Di

Desa Merandung Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan” prodi

Sosiologi, fakultas Dakwah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang memiliki

fokus bentuk konstruksi sosial tradisi "Ontal-Ontal", tipologi masyarakat

dalam mengkonstruksi tradisi "Ontal-Ontal", serta kaitan antara stratifikasi

sosial masyarakat dengan tradisi "Ontal-Ontal" di Desa Mrandung

(19)

8

ini lebih kepada mitologi gerhana bulan (bulan gerring), namun terdapat

tradisi yang dihasilkan masyarakat melalui mitologi yang mereka percayai

yakni membangunkan makhluk hidup. Penelitian lapangan yang dilakukan

Nurul Khasanah di temukan bahwa Tradisi Ontal-Ontal yang merupakan

budaya setempat yang diwariskan oleh leluhurnya dengan tujuan tetap

melestarikan budaya yang sudah lama dilakukan secara turun temurun.

Dimana dalam pelaksanaannya mempengaruhi tingkat kedudukan

masyarakatnya.

Dari kedua judul sebagai penelitian yang relevan dengan penelitian

yakni terdapat persamaan tradisi namun terdapat perbedaan mengenai

asal-usul tradisi tersebut yang dihasilkan masyarakat. Terdapat tradisi

membangunkan makhluk hidup pada malam gerhana bulan (bulan

gerring), tradisi upacara arokat makam yang dipengaruhi oleh mitologi

nenek moyang, dan tradisi ontal-ontal dilakukan pada upacara pernikahan

atau pertunangan berlangsung. Perbedaan dari penelitian tersebut juga

memiliki persamaan, yaitu sama-sama menggunakan teori konstruksi

sosial dengan konsep eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi yang

dicetuskan oleh Peter L. Berger.

F. Definisi Konseptual

Definisi konseptual pada umumnya memberikan penjelasan

mengenai judul dari suatu penelitian. Judul dalam penelitian ini

“Pandangan Generasi Muda dan Tua Mengenai Fenomena Mitos Gerhana

(20)

9

Bangkalan”, penjelasan dari judul suatu penelitian diuraikan satu persatu

dalam definisi konseptual, sebagai berikut.

1) Pandangan yakni benda atau orang yang dipandang (disegani, dihormati,

dsb) atau bisa dikatakan hasil perbuatan memandang (memperhatikan,

melihat, dsb), dapat pula memiliki pengertian pengetahuan, dan juga

pendapat2, pandangan yang dimaksud dalam judul yang diteliti merupakan

pendapat dari masyarakat yang ingin diteliti sebagai objek penelitian.

2) Banyak sekali pengertian dari kata generasi, menurut kamus bahasa

Indonesia yakni 1. sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya;

angkatan; turunan; 2. Masa orang-orang satu angkatan hidup; kira-kira

dua—lagi bangsa Indonesia sudah dapat berbahasa nasional dengan baik

dan benar- muda kelompok (golongan, kaum) 3. Generation memiliki arti

generasi, angkatan, dan keturunan merupakan periode rata-rata antara

kelahiran individu dari suatu species dan permulaan reproduksi; atau

turunan dari dua induk4. Generasi sendiri memiliki maksud angkatan,

muda atau penerus5. Generation adalah sekelompok orang-orang yang

lahir dalam jangka waktu tertentu6. Generasi memiliki indikator perbedaan

usia pada sekelompok orang yang hidup dalam lingkup waktu yang sama.

Pendekatan klasik tentang pemuda melihat bahwa masa muda

merupakan masa perkembangan yang enak dan menarik. Kepemudaan

2

Departemen pendidikan dan kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesai,(Jakarta: BALAI PUSTAKA,1990),643

3

Departemen pendidikan dan kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesai,(Jakarta: BALAI PUSTAKA,1990),269

4

Hartinidkk,Kamus Sosiologi dan Kependudukan,(Jakarta: Bumi Aksara,1992)166

5

Zainul Bahry,Kamus Umum,(Bandung: ANGKASA,1993)77

6

(21)

10

merupakan suatu fase dalam pertumbuhan biologis seseorang yang bersifat

seketika, dan sekali waktu akan hilang dengan sendirinya sejalan dengan

hukum biologi itu sendiri: manusia tidak dapat melawan proses ketuaan.

Maka keanehan-keanehan yang menjadi ciri khas masa muda akan hilang

sejalan dengan berubahnya usia. Menurut pendekatan klasik ini, pemuda

dianggap sebagai suatu kelompok yang mempunyai aspirasi sendiri yang

bertentangan dengan aspirasi orang tua atau generasi tua.

Generasi tua sebagai “angakatan yang berlalu” (passing

generation), berkewajiban untuk membimbing generasi muda sebagai

generasi penerus, mempersiapkan generasi muda untuk memikul tanggung

jawabnya yang makin kompleks. Di pihak lain, generasi muda yang penuh

dinamika hidup, berkewajiban mengisi akumulator generasi tua yang

makin melemah, disamping memetik buah-buah pengalamannya yang

telah terkumpul oleh pengalaman.

Pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu

dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal ini sering lebih merupakan

pengertian ideology dan kultural daripada pengertian ilmiah. Pemuda atau

generasi muda merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam konteks

tertentu. Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda

bahwa yang dimaksud pemuda adalah:

a) Dilihat dari segi biologis, terdapat istilah

Bayi : 0-1 tahun

(22)

11

Remaja : 12-15 tahun

Pemuda : 15-30 tahun

Dewasa : 30 tahun ke atas

b) Dilihat dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah

Anak : 0-12 tahun

Remaja : 13-18 tahun

Dewasa : 18-21 tahun ke atas7

Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, orang lanjut usia merupakan masa transisi dari orang dewasa

produktif ke masa menuju kematian. Ketika seseorang mencapai lanjut

usia mereka harus belajar bergantung kepada orang lain, belajar untuk

tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar untuk

waktu-waktu santai.8

Terdapat pembagian perkembangan masa dewasa, yakni:

1. Dewasa Awal

Dewasa Awal merupakan masa dewasa atau satu tahap yang dianggap

kritikal selepas alam remaja yang berumur dua puluhan (20-an) sampai tiga

puluhan (30 an). Ia dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini

manusia berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga. Menurut

Teori Erikson, Tahap Dewasa Awal yaitu mereka di dalam lingkungan umur

7

Abu Ahmadidkk,Ilmu Sosial Dasar,(Jakarta: Bina Aksara,1988),113-119

8

(23)

12

20 an ke 30 an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan memikul

tanggungjawab yang lebih berat9.

2. Dewasa Madya

Masa Dewasa Madya adalah masa peralihan dewasa yang berawal dari

masa dewasa muda yang berusia 40- 65 tahun. Pada masa dewasa madya, ada

aspek- aspek tertentu yang berkembang secara normal, aspek-aspek lainnya

berjalan lambat atau berhenti. Bahkan ada aspek- aspek yang mulai

menunjukkan terjadinya kemunduran- kemunduran.

Pada akhir masa dewasa madya (sekitar usia 40 tahun), kekuatan aspek-

aspek psikis ini pun secara berangsur ada yang mulai menurun, dan

penurunannya cukup drastic pada akhir usia dewasa10.

Menurut Lavinson, Masa Dewasa Madya berusia 40-50 tahun. Masa

Dewasa Madya adalah masa peralihan dari masa dewasa awal. Pada usia 40

tahun tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itu mulailah peralihan ke masa

madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini seseorang

memiliki tiga macam tugas:

a. Penilaian kembali pada masa lalu.

b. Perubahan struktur kehidupan.

c. Proses individuasi.

Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan yang ada saat

ini, dan dengan pandangan ke depan seseorang merubah struktur

9

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Gelora Aksara Pratama : 1980 ),277

10

(24)

13

kehidupannya dengan penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula.

Proses individuasi akan membangun struktur kehidupan baru yang

berlangsung sampai fase penghidupan yang berikutnya yaitu permulaan masa

madya (45-50 tahun)11

3. Dewasa Akhir

Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa akhir

(60 ke atas). Perlu memperhatikan khusus bagi orangtuanya yang sudah

menginjak lansia dan anaknya yang butuh dukungan juga untuk menjadi

seorang dewasa yang bertanggung jawab

Menurut Lavinson dalam mempelajari fase-fase hidup manusia tertuju

pada siklus hidup dari pada jalan hidup seseorang. Jalan hidup seseorang

berbeda-beda dari yang satu dengan yang lain, apa yang berubah selama orang

itu hidup merupakan struktur kehidupan yang mengatur transaksi antara

struktur kepribadian dengan struktur sosial. Lavinson membedakan empat

periode kehidupan, yaitu:

1. Masa anak dan masa remaja (0-22 tahun)

2. Masa dewasa awal (17-45 tahun)

3. Masa dewasa madya (40-65)

4. Masa dewasa akhir (60 ke atas)

Antara 17 dan 22 tahun seseorang ada di dua masa. Ia meninggalkan masa

pra-dewasa dan memasuki masa dewasa awal yang mencangkup tiga periode,

11

(25)

14

yaitu; pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun), di mana orang

akan mencari tempat dalam dunia kerja dan dunia hubungan sosial untuk

membentuk struktur kehidupan yang stabil. Pada usia antara 28-33 tahun

pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase

kemantapan (33-40 tahun) seseorang dengan keyakinan yang mantap

menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha sebaik-baiknya.

Impian yang ada pada (17-33) mulai mencapai kenyataan. Pekerjaan dan

keluargan membentuk struktur peran yang memunculkan aspek-aspek

kepribadian yang diperlukan dalam fase tersebut. Pada usia 40 tahun

tercapailah puncak masa dewasa. Setelah itu mulailah peralihan ke masa

madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini seseorang

memiliki tiga macam tugas:

1. Penilaian kembali pada masa lalu

2. Perubahan struktur kehidupan

3. Proses individuasi12

Selanjutnya, terdapat pengertian masa tua (lanjut usia), usia lanjut adalah

periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur

enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya

perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan

kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama

lain. Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua :

12

(26)

15

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua

adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.

Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga

kelompok yakni :

a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru

memasuki lansia.

b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70

tahun

Ciri - ciri masa tua

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri

orang lanjut usia, yaitu :

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia13.

3) Fenomena/fe-no-me-na/fénoména/ 1. hal-hal yang dapat disaksikan

dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah

(seperti fenomena alam); gejala: gerhana adalah salah satu -- ilmu

pengetahuan; 2. sesuatu yang luar biasa; keajaiban: sementara

masyarakat tidak percaya akan adanya pemimpin yang berwibawa, tokoh

13

(27)

16

itu merupakan tersendiri; 3. fakta; kenyataan: peristiwa itu merupakan

-- sejarah yang tidak dapat diabaikan14.

Fenomena dari bahasa Yunani; phainomenon, "apa yang terlihat",

dalam bahasa Indonesia bisa berarti:

a) Gejala, misalkan gejala alam

b) Hal-hal yang dirasakan dengan pancaindra

c) Hal-hal mistik atau klenik

d) Fakta, kenyataan, kejadian15

4) Mitos yakni cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman

dahulu, yang mengandung penafsiran tentang dewa dan asal-usul semesta

alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti mendalam

yang diungkapkan dengan cara gaib16. Mythology yakni perangkat mitos

yang ditemukan dalam suatu masyarakat (mitologi)17. Mitos adalah suatu

dongeng; kisah tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu dengan

diagung-agungkan18. Myth sama dengan mitos, dongeng, isapan jempol

yang dapat diuraikan sebagai suatu dogma yang singkat, suatu cerita yang

bersifat keramat, suatu gagasan yang menjamin kepatuhan pada

pimpinan19.

14

http.//kbbi.web.id/fenomena

15

https://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena 16

Departemen pendidikan dan kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesai,(Jakarta: BALAI PUSTAKA,1990),588

17

Soerjono Soekanto,Kamus Sosiologi,(Jakarta: PT RadjaGrafindo Persada,1993),325

18

Zainul Bahry,Kamus Umum,(Bandung: Angkasa,1993),179

19

(28)

17

Mite adalah sesuatu yang mengisahkan sebuah cerita; mite adalah

sebuah anekdot. Tidak seperti puisi, di mana kata individual

semuanya-penting, dalam mite yang menjadi masalah, menurut Levi-Strauss, tidak

seperti puisi, diterjemahkan dengan baik. Sebenarnya ia menegaskan

bahwa mite-mite tersebut diterjemahkan kurang lebih tanpa kehilangan

nilai, sedangkan puisi harus kehilangan beberapa signifikan jika bunyi

kata-kata di mana puisi diungkapkan. Mite-mite menurut Levi-Strauss,

pada hakikatnya terdiri dari pengisahan cerita. Mite-mite tersebut

menghubungkan urutan kejadian yang kepentingannya terletak pada

kejadian-kejadian itu sendiri dan dalam detail yang menyertainya. Jadi,

mite-mite tersebut selalu terbuka untuk diungkapkan ulang dan khususnya

menyadarkan diri pada terjemahan. Dengan kata lain, mite bias dikisahkan

ulang dalam kata-kata yang lain—bisa diparafrasekan dan dipadatkan,

diperluas dan dielaborasi20

5) Gerhana memiliki keterkaitan dengan bulan (matahari) gelap sebagian atau

seluruhnya dilihat dari bumi.—bulan cahaya bulan tidak sampai ke bumi

karena titik pusat geometri bulan, bumi dan matahari terletak pada suatu

garis dan bumi berada di tengahnya;21

Gerhana Bulan dalam bahasa arab berarti Al-Qamar, dalam bahasa

inggris memiliki arti Moon dan Latin berarti Luna. Bulan adalah satelit

bumi yang selalu mengikuti dan tidak pernah meninggalkannya, baik

disaat bumi berotasi mengelilingi porosnya maupun waktu beredar

20

Christoper R. Badcock,Levi Strauss,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),73

21

(29)

18

mengelilingi matahari bulan berotasi mengelilingi porosnya dengan

kecepatan yang sama, seperti saat mengelilingi bumi. Karena itulah bulan

selalu menghadap ke bumi dengan satu wajah.

Selama beredar posisi bumi dan bulan terhadap matahari

berubah-ubah. Perubahan ini secara ilmiah diberi istilah Fase bulan (Phase of the

moon). Pada saat bulan menempati posisi paling dekat ke matahari, bagian

yang menghadap ke-bumi gelap, tidak kelihatan. Fase ini disebut “Bulan

Muda” (New Moon). Bulan berputar terus maka Nampak fase yang

dinamakan “Bulan Sabit” (Hilal). Ketika posisi bumi dan bulan sama

jauhnya dari matahari maka terlihat bulan setengah penuh. Lalu

disambung dengan bungkuk. Saat dari bulan baru ke bulan bungkuk, biasa

juga disebut “Bulan Muda.” Kemudain terlihat wajah bulan bagaikan

piring bundar yang terang cemerlang. Itulah yang popular dengan “Bulan

Purnama”(Full Moon). Pada saat ini bulan menempati posisi paling jauh

dari matahari, dilihat dari bumi. Akhirnya setelah mencapai fase purnama,

terjadi proses kebalikan dari bulan muda. Memaskui bulan tua, bulan

semakin menyempit, bungkuk, setengah penuh, berbentuk sabit, hingga

mencapai fase bulan baru lagi (bulan mati). Dari bulan baru sampai bulan

purnama dinamai orang dengan bulan timbul. Sedang dari bulan purnama

sampai bulan baru disebut bulan surut22.

Gerhana bulan terjadi saat bulan purnama, yaitu saat bumi berada

di antara bulan dan matahari. Pada saat itu, bayangan bumi menutupi

22

(30)

19

bulan sehingga bulan purnama menjadi gelap dan berwarna

kemerah-merahan. Gerhana bulan ini bisa cukup lama berlangsung, kadang-kadang

mencapai beberapa jam. Gerhana matahari tejadi saat bulan berada di

antara bumi dan matahari, yaitu saat bulan baru. Peristiwa ini, meskipun

berlangsung sebentar saja, besar sekali pengaruhnya pada seluruh makhluk

hidup di bumi, baik hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun manusia23

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a) Pendekatana

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Terdapat beberapa ahli yang memberikan pengertian mengenai

kualitatif, Creswell menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu

proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami

masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan

gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, melaporkan

pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam

setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apa pun dari peneliti.

Moleong juga memiliki definisi terkait penelitian kualitatif, penelitian

kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami

suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan

23

(31)

20

mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara

peneliti dengan yang diteliti.24

b) Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yang

merupakan gambaran utuh atau penulisan secara narasi pada data yang

diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dan informan.

Kemudian peneliti akan melakukan penggalian data, yakni data primer dan

data sekunder.

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang didapat dari subyek

penelitian dengan mencari informan untuk memberikan informasi

secara langsung kepada peneliti sebagai sumber informasi yang

dicari.

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang didapat melalui pihak

lain. Biasanya data sekunder berbentuk data dokumentasi atau data

laporan yang telah tersedia.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini diarahkan pada Dusun Pengalangan Desa

Macajah Tanjungbumi Bangkalan. Sebab masyarakat Dusun Pengalangan

Desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan memiliki banyak sekali mitologi

24

(32)

21

yang menghasilkan tradisi, seperti mitologi nenek moyang dan mitologi

fenomena alam gerhana bulan. Waktu penelitian dilaksanakan pada

tanggal 26 November 2015 sampai 26 Desember

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Pemilihan subyek penelitian ini difokuskan pada masyarakat dusun

Pengalangan desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan dengan memilih

perbandingan umur antara generasi tua dan generasi muda, sebab

pandangan antara generasi muda dan tua pastinya berbeda ketika

menanggapi mitologi yang berada ditengah-tengah masyarakiat. Mitologi

pada umumnya hanya dianggap sebatas cerita rakyat biasa, namun

mitologi dalam penelitian ini memiliki fokus pada pandangan masyarakat

generasi muda dan tua mengenai tradisi yang dilakukan pada malam

[image:32.595.139.514.242.558.2]

gerhana bulan. Terkait pemilihan subyek penelitian dapat dilihat pada

(33)

[image:33.595.131.521.186.566.2]

22

Table 1.1

Pemilihan Subyek Penelitian

No Generasi Muda

(15 tahun – 30 tahun)

Generasi Tua

(55 tahun ke atas) Status

1 Ibu Suratmi Masyarakat

2 Rus Midah Masyarakat

3 Mang Mus Masyarakat

4 Faizah Siswa

5 Abah Mang Yeri Tokoh Agama

6 Ningrati Mahasiswa

7 Tutik Siswa

8 Nur Jannah Masyarakat

9 Tohari Masyarakat

10 Bu Munaji Masyarakat

11 Bu Mani’a Masyarakat

12 Bu Denan Masyarakat

13 Bu Misriyah Masyarakat

14 Sahruji Guru

4. Tahap-tahap Penelitian

Tahap dalam penelitian ada dua, yakni tahap pra lapangan dan

tahap pekerjaan lapangan. Dalam tahap pra lapangan memiliki penguraian

tersendiri, begi juga dengan tahap pekerjaan lapangan.

a. Tahap Pra Lapangan

1. Menyusun Rancangan Penelitian

Tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal

penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan

beberapa dosen lain serta mahasiswa. Pembuatan proposal ini berlangsung

sekitar satu bulan melalui diskusi yang terus-menerus dengan beberapa

(34)

23

2. Memilih lapangan penelitian

Peneliti memilih di dusun Pengalangan Desa Macajah Tanjungbumi

Bangkalan.

3. Mengurus Perizinan

Mengurus perizinan dalam melakukan penelitian ini dilakukan di

balai desa Macajah Kecamatan Tanjungbumi Bangkalan

4. Menjajaki dan Menilai Lapangan

Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang tradisi

yang dilakukan masyarakat dusun Pengalangan desa Macajah

Tanjungbumi Bangkalan mengenai mitologi gerhana bulan (bulan

gerring). Agar peneliti lebih siap terjun ke lapangan.

5. Memilih dan Memanfaatkan Informan

Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang ingin diteliti

seperti generasi muda yang berkisar umur 15 tahun - 30 tahun dan generasi

tua yang berumur 30 tahun ke atas. Kemudian memanfaatkan informan

tersebut untuk melancarkan penelitian.

6. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau

kebutuhanyang akan dipergunakan dalam penelitian ini

7. Persoalan Etika Penelitian

Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak mengindahkan

nila-nilai masyarakat dan pribadi tersebut, dan tidak mengindahkan

(35)

24

diri serta membaca baju adat, kebiasaan, dan kebudayaannya, kemudian

untuk sementara ia menerima seluruh nilai dan norma sosial yang ada

dalam masyarakat latar penelitiannya, dan meninggalkan budayanya

sendiri.

Peneliti mengusahakan diri untuk menahan diri, menahan emosi,

dan perasaan terhadap hal-hal yang pertama kali dilihatnya sebagai sesuatu

yang aneh, menggelikan, tidak masuk akal, dan sebagainya. Peneliti

hendaknya jangan memberikan reaksi yang mencolok dan yang tidak

mengenakkan bagi orang-orang yang diperhatikan, sebaliknya ia

hendaknya menyatakan kekagumannya. Peneliti hendaknya menanamkan

kesadaran dalam dirinya bahwa pada latar penelitiannya terdapat banyak

segi nilai, kebiasaan, adat, kebudayaan yang berbeda dengan latar

belakangnya dan dia bersedia menerimanya25.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap pekerjaan lapangan ini, peneliti perlu mempersiapkan

beberapa hal berikut:

a) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan diri

Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus memahami

latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan datanya.

b) Memasuki Lapangan

Pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan

yang baik dan akrab dengan subyek penelitian dengan menggunakan tutur

25

(36)

25

bahasa yang baik. serta bergaul dengan mereka dan tetap menjaga etika

pergulan dan norma-norma yang berlaku di dalam lapangan penelitian

tersebut.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk melihat

langsung keadaan lapangan yang sebenarnya.

Wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu26. Interview yang dilakukan

peneliti memiliki pedoman wawancara namun peneliti tidak membatasi

informan untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya, dan juga

pedoman wawancara tersebut hanya sebagai bahan dasar atau bahan acuan

untuk melakukan wawancara, ketika wawancara berlangsung, peneliti akan

memberikan pertanyaan sesuai kondisi dan kebutuhan sebab wawancara

yang dilakukan merupakan wawancara terarah. Hal ini bertujuan agar

peneliti mendapatkan informasi secara mendalam terkait objek yang diteliti.

Dokumentasi yakni data yang diperoleh dari hasil penelitian, baik itu

berupa catatan dan foto-foto serta artikel-artikel yang sesuai dengan fakta

dan kejadian dari penelitian

26

(37)

26

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis

data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan

dengan jelas bekerja dengan data, mengoordinasisasikan data,

memilaj-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintetsiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Analisis data memiliki proses sebagai berikut:

a) Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode

agar sumber datanya tetap dapat ditelususri

b) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, menintesiskan,

membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya

c) Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,

mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat

temuan-temuan umum27

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk melakukan pemekrisaan keabsahan data dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan teknik trianggulasi data. Trianggulasi adalah

teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dari luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah

27

(38)

27

pemeriksaan melalui sumber lainnya28. Teknik ini dilakukan dengan cara

menanyakan kembali pertanyaan-pertanyaan terkait informasi yang

diperoleh, selain itu juga dengan cara mengajukan pertanyaan kepada

informan yang berbeda sebagai bahan pembanding antara informan satu

dengan informan yang lainnya. Teknik ini digunakan agar data yang

diperoleh peneliti memiliki informasi yang akurat.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan memberikan sedikit penjabaran mengani sub bab

dan isi dari penelitian yang dilakukan, mulai dari BAB I PEMBAHASAN

hingga BAB IV PENUTUP. Berikut pemaparan singkatnya:

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab I pendahuluan ini, peneliti mencantumkan latar belakang

penelitian yang kemudian disambung dengan rumusah masalaha serta

memaparkan tujuan dan manfaat dari penelitian. Selain itu, terdapat juga

penelitian terdahulu, definisi konsep untuk memaparkan pendefinisian dari

fokus judul penelitian, kerangka teoretik pemaparan terkait teori yang

digunakan dalam penelitian ini, serta metodelogi penelitian.

2. BAB II KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER

Bab ini membahas mengenai gambaran dan penjelasan dari teori

konstruksi sosial Peter L. Berger, teori konstruksi sosial ini dijadikan

sebagai alat untuk menganalisis temuan penelitian yang di paparkan pada

bab III.

28

(39)

28

3. BAB III PANDANGAN GENERASI MUDA DAN TUA MENGENAI FENOMENA MITOS GERHANA BULAN (BULAN GERRING) Di Dusun Pengalangan Desa Macajah Tanjungbumi Bangkalan

Penyajian data dan analisis data ini memaparkan data-data yang

diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian akan dianalisis dengan teori

yang konstruksi sosial dengan hasil temuan pada penelitian. Data yang

telah dianalisis akan dipaparkan secara tertulis, baik data primer maupun

data sekunder, yang juga akan disertakan gambar-gambar dan table dari

hasil penelitian.

4. BAB IV PENUTUP

Pada umumnya bab penutup merupakan bab yang memaparkan

kesimpulan dari suatu pembahasan. Dalam bab ini, selain kesimpulan dari

permasalahan penelitian ini, peneliti juga akan memberikan rekomendasi

(40)

BAB II

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL

A. Alam sebagai Objek-Subjek

Mitos dikenal oleh masyarakat merupakan suatu cerita rakyat yang

memiliki larangan-larangan di dalamnya dan harus dipatuhi oleh individu sebagai

suatu aturan yang sudah disepakati bersama. Banyak sekali mitos yang

berkembang ditengah-tengah masyarakat pada wilayah tertentu. Masyarakat di

setiap wilayah memiliki perbedaan dalam menanggapi mitos yang berkembang

dan terkadang, mitos tidak hanya sebagai cerita rakyat yang ditelan

mentah-mentah oleh masyarakat. Mitos-mitos yang berkembang dapat menghasilkan

suatu tradisi yang menjadi sautu kewajiban bagi masyarakat untuk melakukan

tradisi tersebut. Mitos yang menghasilkan tradisi dapat dilihat di salah satu

wilayah berada di Madura, yakni Dusun Pengalangan Desa Macajah Kecamatan

Tanjungbumi Kabupaten Bangkalan.

Didusun tersebut memiliki beragam mitos yang menghasilkan suatu tradisi

yang diwarisi oleh nenek moyang dan tetap dipertahankan hingga saat ini. Seperti

mitos (bhuju’) atau dalam bahasa Indonesia makam nenek moyang, mitos sumur

(tantoh) yang dikenal masyarakat sebagai sumur yang sering digunakan bidadari

untuk mandi, mitos gerhana bulan (bulan gerring), dan lain sebagainya.

Mite atau mitos yang menjadi akan di teliti di Dusun Pengalangan Desa

(41)

30

dipengaruhi oleh fenomena alam yakni gerhana bulan (bulan gerring). Tentunya

fenomena tersebut sudah melalui proses pemaknaan dari individu di dalam

masyarakat.

Sebagaimana diungkapkan oleh Berger dan Luckman, bahwa terdapat momen

eksternalisasi, objektivasi, dan inetrnalisasi. Alam sebagai subjek memberikan

gambaran bahwa alam adalah sebuah internal, yaitu proses memasukkan alam

sebagai bagian dari manusia, sehingga manusia dan alam sebagai sesama subjek.

Alam menjadi dunia subjek bagi manusia. Tetapi disisi lain, muncul pandangan

bahwa alam dunia objek yang terpisah dari manusia. Oleh karena itu, terdapat

penempatan manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek. Bertolak dari

keduanya lalu muncul pandangan bahwa alam adalah dunia subjek-objek atau

yang dikenal sebagai momen eksternalisasi2. Proses momen yang jelasakan

Berger dan Luckman dikenal dengan dialektika atau konstruksi sosial.

B. Realitas Sosial, Konstruksi Sosial dalam Pandangan Paradigma Definisi Sosial dan Konstruktivisme

“Ritzer menjelaskan bahwa ide dasar semua teori dalam paradigma

definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang

kreatif dari realitas sosialnya”.

Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma,

kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya, yang kesemua itu tercakup dalam

fakta sosial yaitu tindakan yang tergambarkan dalam struktur dan pranata sosial.

Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas

2

(42)

31

kontrol struktur dan pranata sosialnya di mana individu berasal. Manusia secara

aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon terhadap stimulus

dalam dunia kognitifnya. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih tertarik

terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial, terutama

para pengikut interaksi simbolis. Dalam proses sosial, individu manusia

dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia

sosialnya3.

“Ritzer mengatakan bahwa, pandangan yang menempatkan individu

adalah manusia bebas dalam hubungan antara individu dengan masyarakat merupakan pandangan liberal ekstrim, namun pengaruh aliran ini telah

menyebar luas dalam paradigma definisi sosial”.

Ada pengakuan yang luas terhadap eksistensi individu dalam dunia sosialnya,

bahwa individu menjadi „panglima’ dalam dunia sosialnya yang dikonstruksi

berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah manusia korban fakta sosial, namun

mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dan mengkontruksi dunia

sosialnya. Akhirnya, dalam pendangan paradigma definisi sosial, realitas adalah

hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuasaan konstruk sosial terhadap dunia

sosial di sekelilingnya.

“Dunia sosial itu dimaksud sebagai mana yang disebut oleh George

Simmel bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang

menurut kesan kita bahwa realitas itu „ada’ dalam diri sendiri dan hokum yang

menguasainya”4

Relitas sosial itu „ada’ dilihat dari subyektivitas „ada’ itu sendiri dari dan

dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya dilihat sebagai

3

Burhan Bungin,Konstruksi Sosial Media Massa,(Jakarta: Perdana Media Group,2008),11

4

(43)

32

„kedirian’-nya, namun juga dilihat dari mana „kedirian’ itu berada, bagaimana ia

menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan

menerimanya. Pada kenyataannya realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa

kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas

sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan

secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara

obyektif. Individu mengkonstruksikan realitas sosial, dan mengkonstruksinya

dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu

lain dalam institusi sosialnya5.

C. Memahami Konstrukai Sosial sebagai Teori dan Pendekatan dalam Paradigma Konstruktivisme

Istilah konstruksi sosial atas realitas (Sosial Construction of reality),

menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. berger dan Thomas Luckman

menjelaskan konstruksi sosial atas realitas melalui “The Sosial Constrution of

Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge”(1966). Ia menggambarkan

proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan

secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara

subjektif. Asal usul konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme yang di mulai

dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut von Glasersfeld, pengertian

konstruktif kognitif munsul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang

secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri,

5

(44)

33

sebenarnya gagasan-gagasan pokok konstruktivisme sebenarnya telah dimulai

oleh Giambatissta Vico, seorang epistimolog dari italia, ia adalah cikal bakal

konstruktivisme.

Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates

menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide.

Dan gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan

istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esesnsi, dan sebagainya. Dan

ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus

dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar

pengetahuan adalah fakta. Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan

ucapannya „Cogoto, ergo sum’ atau „saya berfikir karena itu saya ada’. Kata-kata

Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan

gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini6.

“Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum

Sapientia’ mengungkapkan filsafatnya dengan berkata „Tuhan adalah

pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan’. Dia menjelaskan bahawa „mengetahui’ berarti „mengetahui bagaimana membuat sesuatu’. Manusia adalah suatu ciptaan tertinggi, sesorang itu baru mengetahui sesuatu jika dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan ssajalah yang dapat mengerti alam raya ini, karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya

dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya”.

Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme:pertama, konstruktivisme

radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu

tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal

6

(45)

34

mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai sesuatu

kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas

ontologi obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman

seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang

mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu

konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan

lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.

Kedua: realism hipotesis, pengetahuan adalah hipotesis dari struktur

realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

Ketiga: Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme

dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian

pengetahuan individu sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas objek

dalam dirinya sendiri. Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan di

mana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk

menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu

dengan lingkungannya atau orang disekitarnya. Individu kemudia membangun

sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur

pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget disebut dengan

skema/skemata. Dan konstruktivisme inilah yang oleh Berger dan Luckman

disebut dengan konstrukti sosial.

“Berger dan luckman memulai penjelasan realitas sosial dengan

memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas

(46)

35

kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik”7.

“Berger dan Luckman mengatakan, institusi masyarakat tercipta

dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia”.

Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif,

namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui

proses interaksi. Objektivasi baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang

yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama. Pada

tingkat generalisasi yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna

simbolis universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi

legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai

bidang kehidupannya.

“Pendek kata, Berger dan Luckman mengatakan, terjadi dialektika

antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui proses eksternalisasi,

objektivasi dan internalisasi”8

Masyarakat adalah suatu gejala dialektik, yaitu suatu hasil manusia dan

tidak lain dari pada hasil manusia, tetapi terus-menerus mempengaruhi kembali

penghasilnya. Masyarakat adalah produk manusia. Ia tidak memiliki adanya selain

yang diberikan oleh aktivitas dan kesadaran manusia. Tidak ada kenyataan sosial

lepas dari manusia. Tetapi dapat dikatakan pula bahwa manusia adalah hasil

masyarakat. Biografi setiap idnividu adalah suatu episode dalam sejarah

masyarakat yang mendahalui dan melestarikannya. Masyarakat sudah ada

sebelum individu dilahirkan dan tetap ada sesudah individu mati. Di dalam

7

Burhan Bungin,Konstruksi Sosial Media Massa,(Jakarta: Perdana Media Group,2008),14-15

8

(47)

36

masyarakatlah dan sebagai hasil proses sosial, individu menjadi seorang pribadi,

memiliki dan mempertahankan suatu identitas, menjelaskan berbagai perencanaan

dalam hidupnya. Manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat. Dengan melihat

relasi manusia dan masyarakat secara dialektiks, Berger memberikan alternative

terhadapt determinisme yang menganggap indvidu semata-mata dibentuk oleh

struktur sosial dan tidak mempunyai peran dalam pembentukan struktur sosial. Ia

menolak kausalitas sepihak. Dengan pandangannya ini, Berger ingin

memperlihatkan bahwa manusia dapat mengubah struktur sosial. Namun manusia

pun akan selalu dipengaruhi bahkan dibentuk oleh institusi sosialnya9.

D. Gagasan Berger dan Luckman tentang Eksternalisasi, Objektivasi, dan Internalisasi

Hubungan manusia dengan masyarakat merupakan suatu proses dialektika

antara diri (self) dengan dunia sosiokultural berlangsung dalam proses tiga momen

simultan. Eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai

produk manusia. Eksternalisasi adalah bagian penting dalam kehidupan individu

dan menjadi bagian dari dunia sosiokulturalnya. Dengan kata lain, ekternalisasi

terjadi pada tahap yang sangat mendasar, dalam satu pola interaksi antara individu

dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Maksud dari proses ini adalah

ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam

masyarakat yang setiap saat untuk dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial

itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.

Seperti yang dimaksud dengan ekternalisasi Berger dan Luckman, bahwa

9

(48)

37

produk sosial dari eksternalisasi manusia mempunyai suatu sifat sui generasi

dibandingkan dengan konteks organisme dan konteks lingkungannya, maka

penting ditekankan bahwa ekternalisasi itu sebuah keharusan antropologis yang

berakar dalam perlengkapan biologis manusia. Keberadaan manusia tak mungkin

berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa gerak.

Manusia harus terus-menerus mengeksternalisasikan dirinya dalam aktivitas.

Dengan demikian, tahap ekternalisasi ini berlangsung ketika produk sosial tercipta

di dalam masyarakat, kemudia individu mengeksternalisasikan (penyesuaian diri)

ke dalam dunia sosiokulturalnya sebagai bagian dari produk manusia10.

Eksternalisasi merupakan proses awal dalam konstruksi sosial. Dalam

momen ini, sarana yang digunakan adalah bahasa dan tindakan. Manusia

menggunakan bahasa untuk melakukan adaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya

dan kemudian tindakannya juga disesuaikan dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada

momen ini, terkadang dijumpai orang yang mampu beradaptasi dan juga ada juga

yang tidak mampu beradaptasi. Penerimaan dan penolakan tergantung dari

mampu atau tidaknya individu untuk menyesuaikan dengan dunia sosio-kultural

tersebut11.

Eksternalisasi merupakan suatu pencurahan kedirian manusia secara

terus-menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya dan juga

merupakan suatu keharusan antropologis. Manusia menurut pengetahuan empiris

kita, tidak bisa dibayangkan terpisah dari pencurahan dirinya terus-menerus ke

10

Burhan Bungin,Sosiologi Komunkasi,(Jakarta: Kencana Perdana Media Group,2006), 193-198

11

(49)

38

dalam dunia yang di tempatinya. Kedirian manusia bagaimanapun tidak bisa

dibayangkan tetap tinggal diam di dalam lingkup dirinya sendiri, dalam suatu

lingkup tertutup, dan kemudian bergerak keluar untuk mengekspresikan diri

dalam dunia sekelilingnya. Kedirian manusia itu esensinya melakukan

eksternalisasi dan ini sudah sejak permulaan12.

Objektivasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia subjektif yang

dilembagakan atau mengalami proses institusional. Realitas sosial seakan-akan

berada di luar diri mnusia. Ia menjadi realitas objektif. Karena objektif, sepertinya

ada dua realitas, yaitu realita diri yang subjektif dan realita lainnya yang berada di

luar diri yang objektif. Dua realitas itu membentuk jaringan interaksi

intersubjektif melalui proses pelembagaan institusional. Pelembagaan atau

institusional, yaitu proses untuk membangun kesadaran menjadi tindakan. Di

dalam proses pelembagaan tersebut, nilai-nilai yang menjadi pedoman dalam

interpretasi terhadap tindakan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan, sehingga

apa yang disadari adalah apa yang dilakukan, selain pelembagaan, proses

objektivasi juga memiliki istilah yang disebut Habitus. Habitualisasi atau

pembiasaan, yaitu proses di mana tindakan rasional bertujuan itu telah menjadi

bagian dari kehidupan sehari-hari. Tidak dibutuhkan lagi berbagai penafsiran

terhadap tindakan, karena tindakan tersebut telah menjadi bagian dari system

kognitif dan system evaluatifnya. Peta kesadarannya telah menerima dan system

evaluasi yang berasal dari system nilai juga telah menjadi bagian di dalam seluruh

mechanism kehidupannya. Dengan demikian, ketika suatu tindakan telah menjadi

12

(50)

39

suatu yang habitual, maka telah menjadi tindakan yang mekanis, yang mesti

dilakukan begitu saja13. Tahap objektivasi produk sosial, terjadi dalam dunia

intersubjektif masyarakat yang dilembagakan.

“Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses

institusional, sedangkan individu oleh Berger dan Luckman, dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai suatu unsur dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka dimana mereka dapat dipahami secara langsung”.

Dengan demikian, individu melakukan objektivasi terhadap produk sosial,

baik penciptanya maupun individu lain. Kondisi ini berlangsung tanpa harus

mereka saling bertemu. Artinya, objektivasi itu bisa terjadi melalui penyebaran

opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui opini

masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus terjadi tatap muka

antarindividu dan pencipta produk sosial itu. Masyarakat pada kenyataannya,

berada sebagai kenyataan objektif maupun subjektif, dengan demikian setiap

penafsiran terhadap suatu masyarakat haruslah mencakup kedua kenyataan ini,

yang oleh Berger dan Luckman, dimaksud dengan proses dialektika yang

berlangsung terus-menerus dan terdiri dari tiga momen; ekternalisasi, objetivasi,

dan internalisasi. Berger dan Luckman juga mengatakan, sejauh yang menyangkut

fenomena masyarakat, momen-momen itu tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu

yang berlangsung dalam suatu urutan waktu. Yang benar adalah masyarakat dan

setiap bagian darinya secara serentak dikarakterisasi oleh ketiga momen itu,

sehingga setiap analisis yang hanya melihat salah satu dari ketiga momen itu

13

(51)

40

adalah tidak memadai. Hal itu juga berlaku bagi anggota masyarakat secara

individual, yang secara serentak mengeksternalisasikan keberadaannya sendiri ke

dalam dunia sosial dan menginternalisasikan keberadaannya sebagai suatu

kenyataan objektif. Dengan kata lain, berada dalam masyarakat berarti

berpartisipasi dalam dialektika itu14.

Obyektivasi adalah disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisis

maupun mental), suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya

semula, dalam bentuk suatu kefaktaan (faktisitas) yang eksternal tehadap, dan lain

dari, para produser itu sendiri. Objektivitas pemaksa dari masyarakat terlihat jelas

dalam produser-produser kontrol sosial, yaitu dalam prosedur-prosedur yang

khusus dimaksudkan untuk “memasyarakatkan kembali” individu-individu atau

kelompok-kelompok pembangkang. Lembaga-lembaga politik dan hukum bisa

memberikan contoh jelas mengenai hal ini. Namun harus dimengerti bahwa

obyektivitas pemaksa yang sama itu, juga mencirikan masyarakat sebagai

keseluruhan dan terdapat dalam semua lembaga sosial, termasuk

lembaga-lembaga yang didirikan berdasarkan konsensus. Obyektivitas masyarakat

mencakup semua unsur pembentukannya. Lembaga-lembaga, peran-peran, dan

identitas-identitas itu eksis sebagai fenomena-fenomena nyata secara obyektif

dalam dunia sosial, meskipun semua itu tidak lain adalah produksi-produksi

14

(52)

41

manusia15. Hal terpenting dalam obyektivasi adalah pembuatan signifikasi, yakni

pembuatan tanda-tanda oleh manusia.

“Berger dan Luckman mengatakan bahwa, sebuah tanda (sign)

dapat dibedakan dari obyektivasi-obyektivasi lainnya, karena tujuannya yang eksplisit untuk digunakan sebagai isyarat atau indeks bagi pemaknaan subyektif. Dengan demikian, maka obyektivasi juga dapat digunakan sebag

Gambar

   Gambar
TABEL 1.1. Pemilihan Subyek Penelitian ………………………………
GAMBAR 3.1. Peta Desa Macajah ……………………………………..
tabel 1.1 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan evaluasi antibiotik yang digunakan di bangsal rawat inap penyakit umum HUSM Kelantan menurut kategori Gyssens dan kombinasi obat yang tidak tepat

Pada teknik kontak langsung, bila permukaan halus lapisan kuplan sangat tipis tidak mempengaruhi arah rambatan tapi mempengaruhi amplitudo dari indikasi yang

Manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan penyediaan jasa/layanan, serta pelaksanaan hak

Yang ke lima di kecamatan Wanasaba dengan jumlah penduduk 9.240 jiwa, yang keenam di kecamatan Sakra dengan jumlah penduduk 9.073 jiwa, yang ketujuh di kecamatan Pringgasela

Hal ini dikarenakan karena metode RSA menggunakan 2 kunci untuk melakukan proses persandian data yang dimana kunci pertama (public key) yang digunakan untuk

Uji Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Tekanan Darah pada Pekerja Kelompok Terpapar (Bagian Produksi) dan Pekerja Kelompok Kontrol (Bagian Finishing ). Adapun

Dengan demikian berdasar keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan KPPT sudah cukup baik, dilihat dari kehandalan pelayanan yang diberikan pegawai KPPT

Maka diperlukannya pengenalan alat-alat laboratorium agar penggunaan alat tersebut dapat dipergunakan dengan fungsi dan prosedur yang baik dan benar,