IMPLEMENTASI METODE MENGHAFAL AL-
QUR` N
(
Studi Kasus Di Lima Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember)TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister
Dalam Program Studi Ilmu Al-Qur`ān Dan Tafsīr
Oleh
Ainul Churria Almalachim F02515112
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
PERSETUJUAN
Tesis Ainul Churria Almalachim ini telah disetujui
Pada Tanggal 20 Februari 2017
Oleh
Pembimbing
xii
ABSTRAK
Nama : Ainul Churria Almalachim
Judul Tesis : IMPLEMENTASI METODE MENGHAFAL AL- QUR` N
(Studi Kasus Di Lima Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember) Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA.
Kata Kunci : Implementasi, Menghafal Al-Qur`ān, Pesantren, Taḥfīẓ
Metode merupakan sebuah cara atau jalan untuk menempuh sesuatu. Seperti hal nya dengan menghafal Al-Qur`ān, perlu adanya metode tertentu untuk menghafalnya. Di Kabupaten Jember terdapat beberapa pondok pesantren khusus
taḥfīẓ Al-Qur`ān atau pondok pesantren biasa akan tetapi menyelenggarakan
program taḥfīẓ Al-Qur`ān. Tentunya dari sekian banyak pesantren taḥfīẓ Al
-Qur`ān memiliki implementasi metode yang berbeda bahkan sama antara yang satu dengan yang lain serta memiliki sisi kelebihan kelemahan masing-masing. Rumusan masalah penelitian ini adalah: a) Bagaimana implementasi metode menghafal Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember? b) Apa kelebihan dan kelemahan dari implementasi metode menghafal Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember? c) Metode apakah yang paling efektif diterapkan di lima
pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember?. Adapun tujuan penelitian ini
adalah a) Untuk mengetahui secara mendalam tentang implementasi metode menghafal Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember. b) Untuk mengetahui secara mendalam kesulitan dan kemudahan dari implementasi metode menghafal Al-Qur`ān di lima pesantren
taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember. c) Untuk menilai metode yang paling efektif
diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui implementasi metode menghafal Al-Qur`ān di
lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember serta menganalisa metode apa
yang paling efektif di implementasikan dan mengetahui seberapa besar ilmu tafsīr
masuk dalam kancah taḥfīẓ Al-Qur`ān di pesantren. Serta metode ini digunakan
untuk mendapatkan informasi atau data-data deskriptif baik berupa tulisan ataupun ucapan lisan dari orang-orang yang di amati. Dalam hasil temuan
penelitian dari kelima pondok pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān yang diamati ada
beberapa metode yang sama-sama di implementasikan dan ada pula yang berbeda. Persamaan dan perbedaan tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Akan tetapi metode yang paling efektif di implementasikan di
kelima pesantren taḥfīẓ tersebut adalah metode target yakni metode menghafal
Al-Qur`ān yang disertai program dan komitmen serta batasan bagi penghafal Al
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
HALAMAN MOTTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN KATA PENGANTAR...vi
PEDOMAN TRANSLITERASI... ix
HALAMAN ABSTRAK...xi
HALAMAN DAFTAR ISI...x
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah...7
C. Rumusan Masalah...8
D. Tujuan Penelitian...9
E. Kegunaan Penelitian...9
F. Kerangka Teoretik...11
G. Penelitian Terdahulu...14
H. Metode Penelitian...19
I. Sistematika Pembahasan...25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...27
A. Pengertian Taḥfīẓ Al-Qur`ān...27
B. Perkembangan Taḥfīẓ Al-Qur`ān Serta Proses Pemeliharaannya...27
xi
D. Syarat dan Etika Menghafal Al-Qur`ān... 31
BAB III PENYAJIAN DATA...41
A. Gambaran Obyek Penelitian... 41
1. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember...41
a. Sejarah singkat berdirinya pesantren... 41
b. Visi dan Misi Pesantren...47
c. Struktur Kepengurusan Pesantren...48
d. Data Inventaris...50
2. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan Jember...50
a. Sejarah singkat berdirinya pesantren...50
b. Visi dan Misi Pesantren... 54
3. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari Jember...56
a. Sejarah singkat berdirinya pesantren...56
4. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Fanāni Universitas Muḥammadiyah Jember... 60
a. Sejarah singkat berdirinya pesantren... 60
b. Visi dan Misi Pesantren... 62
c. Sarana dan Fasilitas Belajar... 63
d. Struktur Pondok Pesantren... 63
xii
5. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu Kathir Patrang Jember... 65
a. Sejarah singkat berdirinya pesantren... 65
b. Visi dan Misi Pesantren...67
c. Daftar Inventaris Pesantren... 69
d. Kepengurusan Pesantren... 70
B. Implementasi Metode Menghafal Al-Qur`ān... 73
1. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember...73
a. Metode yang diterapkan di Pondok Pesantren Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember... 73
b. Kelebihan dan kelemahan menggunakan metode Turki Uthmani... .77
c. Keterkaitan ilmu tafsīr dalam implementasi metode menghafal Al-Qur`ān...80
2. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan Jember...81
a. Metode yang diterapkan Pondok Pesantren Taḥfīẓ Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan Jember...81
b. Kelebihan dan kelemahan metode yang dipakai...84
3. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari Jember... ....86
xiii
b. Kelebihan dan kelemahan metode yang dipakai... 89
4. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Fanāni Universitas Muḥammadiyah
Jember...91
a. Metode yang diterapkan Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Fanāni
Universitas Muḥammadiyah Jember... 91
b. Kelebihan dan kelemahan metode yang dipakai... 95
c. Keterkaitan ilmu tafsīr dalam implementasi metode menghafal
Al-Qur`ān...96
5. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu Kathir Patrang Jember... 97
a. Metode yang diterapkan Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu Kathir
Patrang Jember... ....97
b. Kelebihan dan kelemahan metode yang dipakai... 99
BAB IV ANALISIS DATA...101
A. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari
Jember...103
B. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon
Jember...104
C. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Fanāni Universitas Muḥammadiyah
Jember...105
D. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu Kathir Patrang Jember... 107
E. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan
Jember...108
xiv
A. Kesimpulan...109
B. Saran-saran...114
DAFTAR PUSTAKA...115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur`ān diturunkan sebagai kitab suci umat Islam. Kandungan ayat
-ayatnya menjadi petunjuk dan pedoman bagi manusia. Umat Islam
mempunyai kewajiban untuk memelihara dan menjaga kesuciannya dalam
rangka melestarikan keotentikan ayat-ayat Al-Qurān.1 Al-Qur`ān itu ada sisi
lahir dan batin, secara lahir dapat dilihat oleh semua orang yaitu huruf-huruf
dan tulisan yang tertera di lembaran-lembaran mu ḥaf yang dijual
dimana-mana. Semua orang, baik muslim maupun kafir, mukmin maupun munafik,
orang berbakti maupun durhaka, orang dewasa maupun anak kecil, bisa
melihat Al-Qurān dari sisi ini. Al-Qur`ān juga memiliki sisi batin yang hanya
bisa dilihat oleh orang–orang beriman saja, yaitu yang mengimani bahwa itu
merupakan kalam Allah. Mereka percaya terhadap pentingnya membacanya
dan mengamalkannya. Karena itu, mereka pun tenggelam dalam
makna-makna yang mendalam.2
Saḥl bin `Abdullah Al-Tustari berkata, “Seandainya seorang hamba
diberi seribu pemahaman terhadap setiap huruf Al-Qurān, ia tidak akan
mencapai akhir pemahaman yang disimpan oleh Allah dalam satu ayat dari
Kitab-Nya. Karena, itu adalah kalam Allah, sedangkan kalam-Nya merupakan
1
Lajnah Pentashihan Mu ḥaf Al-Qur`ān, Memelihara Al-Qur`ān : Profil Lembaga Taḥfīẓ Al-Qur`ān Di Nusantara, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mu ḥaf Al-Qur`ān, 2011), 3.
2
2
sifat-Nya. Sebagaimana Allah tidak ada batasnya, demikian juga tidak ada
batas akhir untuk memahami kalam-Nya”.3 Allah telah menjamin Al-Qur`ān
yang agung ini terbebas dari segala bentuk pengubahan, penambahan,
pengurangan maupun penggantian. Oleh karena itu, meski telah berabad-abad
lamanya tidak satupun orang yang mampu mengubah, menambah, mengurangi
atau menggantinya karena pasti Allah akan membuka kedoknya dan
menyingkap tipu muslihatnya itu.4
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al- ijr ayat 15 yang
berbunyi:
اَ
نجَܲن ُنۡ
ۡ
َ اجنقإ
َ
َܱ
كقكَٱ
ۡ
ُ
َ
ل اجنِ
ۥ
َنو ُظقفٰ َحَل
٩
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur`ān, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.5
Bangsa Arab dikenal memiliki daya hafalan yang kuat. Mereka mampu
menghafal nasab atau garis keturunan mereka hingga generasi yang paling
jauh, menghafal syair-syair dan merekam berbagai peristiwa penting yang
pernah terjadi dalam ingatan mereka. Pada periode awal Islam, setiap
Rasulullah SAW menerima wahyu, beliau melakukan sosialisasi6 kepada para
sahabat dan memerintahkan untuk dihafal dan mereka pun menghafal bunyi
wahyu tersebut dengan sangat antusias. Rasulullah menjadi teladan mereka
yang paling baik dalam menghafal Al-Qur`ān. Antusias Rasulullah untuk
3
Ibid., 32. (Baca Mukaddimah Tafsīr Al-Basiṭ karya Al-Wāhidi I:34). 4
Muḥammad Bin Ṣaliḥ Al-Uthaimin, Uṣūl Fī Al-Tafsīr: Pengantar Dan Dasar-dasar Mempelajari Ilmu Tafsir, Terj. `Ummu Saniyyah, (Solo: Al-Qowam, 2014), 5.
5
Kementerian Agama RI, Al-Qur`ān dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Thoha Putra, 1999), 262. 6
3
menghafal Al-Qur`ān sangatlah besar hingga beliau kesusahan karena
mengikuti bacaan Malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu agar ayat yang
disampaikan tidak lepas darinya. Namun pada akhirnya Allah sendiri yang
menjamin beliau mampu menghafal dan membacanya sebagaimana yang
tersurat dalam surat Al-Qiyamah.7
قݝقب ۡكقكَܱ
ݻ
ُ
َ
َ
ۦ
قݝقب َلَجَۡ݇ قِ َكَنا َسقل
كۦ
جنقإ
ُݝَ݇ۡ ََ اَݜۡيَݖَ݆
ۥ
ُݝَناَءُܱۡقَغ
ۥ
َف ُݝٰ َن
ۡ
أََܱق اَمقܗَف
ۡ݅قبجتٱ
ُݝَناَءُܱۡق
ۥ
جݗُ
ُݝَناَيَب اَݜۡيَݖَ݆ جنقإ
ۥ
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca)
Al-Qur`ān karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya.
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
penjelasannya.”8
Asbāb Al-Nuzūl ayat 16 surat Al-Qiyāmah diatas dikemukakan dalam
suatu riwayat, Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, ia mengatakan:
“Dahulu Rasulullah SAW ketika turunnya wahyu beliau menggerakkan
lisannya berusaha untuk menghafalkannya (ingin cepat hafal). Maka Allah
menurunkan ayat tersebut.9 Berawal darisanalah kemudian muncul para
penghafal Al-Qur`ān dari kalangan sahabat. Imam Al-Bukhari mencatat
sekitar tujuh orang sahabat Rasulullah yang terkenal dengan hafalan
7
Mawardi Abdullah, “Peran Pesantren Naḥḍatut Ṭalabah Wuluhan Jember Dalam Menciptakan Religiusitas Masyarakat” (Penelitian DIPA, P3M STAIN JEMBER,2006), 31.
8
Kementerian Agama RI, Al-Qur`ān dan Terjemahnya, 577. 9
4
Qur`ānnya yaitu, `Abdullah bin Mas`ud10
, Salim bin Mi`qal (maula` nya Abu
Hudhaifah), Mū`aẓ bin Jabal, Ubay bin Ka`ab11, Zaid bin Thabit12, Abu Zaid
bin Al-Sakan dan Abu Darda`.13
Tradisi menghafal Al-Qur`ān berlanjut dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Tradisi menghafal Al-Qur`ān telah lama
dilakukan di berbagai daerah di Nusantara14, salah satunya ialah di kota
Jember. Semangat untuk melestarikan kemurnian Al-Qur`ān semakin
menunjukkan geliatnya di kota ini dengan adanya data-data tentang pendirian
lembaga pendidikan taḥfīẓ Al-Qur`ān atau pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān.
Tercatat pada tahun 2015 data pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān di Kabupaten
Jember berjumlah 18 pesantren.15 Dengan adanya data tersebut menunjukkan
semakin banyak lembaga pendidikan baik formal maupun pesantren yang
menawarkan program khusus taḥfīẓ Al-Qur`ān kepada peserta didiknya.
Perkembangan maraknya pembelajaran taḥfīẓ Al-Qur`ān tidak lepas dari peran
serta para ulama penghafal Al-Qur`ān yang berusaha menyebarkan dan
10
Ia termasuk salah seorang penghimpun Al-Qur`ān pada masa Rasulullah saw. Ia telah menghafal
Al-Qur`ān secara langsung dari Rasulullah saw. Sebanyak 70 surat. Ia mampu menyempurnakan
hafalannya dalam waktu singkat dan ia pun juga tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan Al-Qur`ān dengan suara merdu dan lantang. Wiwi Alawiyah dan Wahid,
Kisah-kisah Ajaib Para Penghafal Al-Qur`ān, (Yogyakarta: Diva Press, 2014), 24. 11
Semasa hidupnya, ia selalu dekat dengan kebiasaaan menghafal Al-Qur`ān. Ia selalu menyempatkan diri membaca Al-Qur`ān siang malam, dan khatam dalam delapan malam. Wahid,
Kisah-kisah ajaib, 44. 12
Zaid bin Thabit juga dikenal sebagai sekretaris kepercayaan Rasulullah saw dalam menerima wahyu. Wahid, Kisah-kisah ajaib, 21.
13
Safrudin Edi Wibowo, “Geliat Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Di Kabupaten Jember” (Penelitian DIPA, P3M STAIN JEMBER, 2014), 1.
14
Muḥaf Al-Qur`ān, Memelihara Al-Qur`ān, 4.
15 Data tersebut berdasarkan observasi penulis ketika menulis skripsi dengan judul “Peran
5
menggalakkan pembelajaran taḥfīẓ Al-Qur`ān.16 Pada sisi lain,
berkembangnya lembaga taḥfīẓ Al-Qur`ān memungkinkan munculnya para
hafīẓ17atau hafīẓ
ah18 baru yang akan mengisi khazanah intelektual keagamaan
di Indonesia. Hanya saja perlu dikaji dengan seksama, apakah perkembangan
lembaga taḥfīẓ tersebut dibarengi dengan berkembangnya para mufassir
Al-Qur`ān atau ahli `Ulum Al-Qur`ān.19
Pada umumnya cara yang dilakukan umat Islam dalam memelihara dan
menjaga keotentikan ayat-ayat Al-Qur`ān, salah satunya dengan menghafal
Al-Qur`ān.Sejalan dengan perkembangan zaman, tradisi menghafal Al-Qur`ān
melahirkan sistem sanad yang digunakan untuk mewariskan bacaan dari satu
generasi ke generasi dan sistem sanad ini kemudian melahirkan
madhab-madhab bacaan yang kemudian didukung lembaga-lembaga pendidikan yang
menawarkan kurikulum taḥfīẓ kepada para peserta didiknya. Salah satunya
dengan adanya berbagai target dan metode yang dipakai dalam menghafalkan
Al-Qur`ān.
Belajar menghafal Al-Qur`ān tidak bisa disangkal lagi bahwa metode
mempunyai peranan penting, sehingga bisa membantu untuk menentukan
keberhasilan belajar Al-Qur`ān. Jadi salah satu untuk menjaga kelestarian
Al-Qur`ān adalah dengan menghafalkannya, karena memelihara kesucian
dengan menghafalkannya adalah pekerjaan terpuji dan amal yang mulia yang
16
Muḥaf Al-Qur`ān, Memelihara Al-Qur`ān, 5.
17Hafīẓ adalah istilah atau gelar yang diberikan kepada mereka yang mampu menghafal
Al-Qur`ān, kitab suci agama Islam. id.m.wikipedia.org/wiki/Hafiz di unduh pada tanggal
22/12/2014 jam 18:44. 18
Sebutan untuk hafīẓ perempuan.
19
6
sangat dianjurkan Rasulullah SAW. Didalam buku tata cara/problematika
menghafal Al-Qur`ān dan petunjuk-petunjuknya disebutkan ada dua macam
metode dalam menghafal Al-Qur`ān yang mana satu sama lain tidak dapat
dipisahkan yaitu taḥfīẓ dan takrir. Dua hal ini perlu didukung dengan adanya
ketekunan dan keistiqomahan, karena menurut penulis buku tersebut
menghafal Al-Qur`ān itu adalah mudah akan tetapi mudah pula lupa.20
Metode yang dipakai untuk menghafal Al-Qur`ān pun berbeda-beda
tiap lembaga atau pesantren, walaupun banyak juga metode yang sama yang
diterapkan. Banyaknya keragaman metode-metode tersebut, tidak dapat
dipungkiri mempengaruhi keefektifan atas hasil yang akan diperoleh. Bukan
hanya metode yang menunjang keberhasilan suatu hafalan, motivasi dan latar
belakang keinginan untuk menghafal Al-Qur`ān dari masing-masing individu
juga sangat mempengaruhinya. Ada 2 metode yang ditempuh oleh pesantren
taḥfīẓ Al-Qur`ān dalam proses penghafalan yang pertama, bi al-naẓar (dengan
melihat) yang kedua bi al-ghaib (dengan menghafal/tidak melihat). Selain dua
metode tersebut, ada beberapa istilah-istilah lain yang lazim digunakan di
lingkungan pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān dan merupakan bagian dari cara atau
metode dalam proses taḥfīẓ. Namun demikian, dalam penerapannya bisa
berbeda antara pesantren satu dengan lainnya atau ada juga di antaranya yang
tidak menerapkan cara tersebut.21
20M. Syafiuddin Shobirin, “Menghafal Al
-Qur`ān Dengan Metode Hanifida: Studi Kasus Metode
Hafalan Al-Qur`an Di Pondok Pesantren La Raiba Jombang” (Tesis—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 3.
21
7
Dalam hal ini penulis akan meneliti tentang metode yang diterapkan
oleh lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān di Kabupaten Jember, Kelima pesantren
tahfiẓ tersebut adalah:
1. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember.
2. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer
Wuluhan Jember.
3. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari Jember.
4. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Fanāni Universitas Muhammadiyah
Jember.
5. Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu Kathir Patrang Jember.
Dari kelima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān diatas, penulis akan mengulik
seberapa efektif metode yang digunakan oleh kelima pesantrentaḥfīẓ
Al-Qur`ān tersebut dalam mencetak generasi penghafal Al-Qur`ān generasi
penerus Qur`āni, maka dari itulah penulis merasa tertarik untuk meneliti hal
tersebut dengan judul IMPLEMENTASI METODE MENGHAFAL
AL-QUR` N, Studi Kasus Di Lima Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten
Jember.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berpatokan pada pemaparan latar belakang masalah diatas maka
penulis akan mengidentifikasi cakupan masalah yang akan muncul dalam
8
menetapkan batasan-batasan masalah secara jelas, diantara cakupannya
adalah:
1. Efektifitas implementasi metode menghafal Al-Qur`ān yang
diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember.
2. Kelebihan dan kelemahan dari implementasi metode menghafal
Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān
Kabupaten Jember.
3. Metode penghafalan Al-Qur`ān disertai pemahaman makna tafsir
atau tidak.
4. Adanya gebrakan inovasi metode baru.
5. Ada tidaknya penggabungan metode yang sudah lama diterapkan
dengan metode baru.
Dari uraian diatas penulis akan memfokuskan permasalahan secara
spesifik dan komprehensif, untuk mengetahui keefektifan implementasi
metode menghafal Al-Qur’ān yang diterapkandi lima pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān Kabupaten Jember beserta kelebihan dan kelemahannya.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi metode menghafal Al-Qur`ān yang
diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember?
2. Apa kelebihan dan kelemahan dari implementasi metode
menghafal Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ
9
3. Metode apakah yang paling efektif diterapkan di lima pesantren
taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui secara mendalam tentang implementasi metode
menghafal Al-Qur`ān yang diterapkan di lima pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān Kabupaten Jember.
2. Untuk mengetahui secara mendalam kelebihan dan kelemahan dari
implementasi metode menghafal Al-Qur`ān di lima pesantren
taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember.
3. Untuk menilai metode yang paling efektif diterapkan di lima
pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember.
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan
memiliki manfaat dan nilai guna baik dari segi teoretis maupun dari segi
praktis, serta berkontribusi bagi semua kalangan umat Islam.
Secara teoretis, antara lain:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan
terhadap pengembangan `Ulūm Al-Qur`ān.
2. Dapat pula sebagai masukan terhadap pengembangan metode
10
3. Menambah wawasan tentang berbagai problematika atau kesulitan
dan kemudahan dari berbagai macam metode taḥfīẓ Al-Qur`ān
yang diterapkan di kalangan pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān.
Secara praktis, hasil penelitian ini memungkinkan memberikan
manfaat dan kontribusi pada beberapa pihak, antara lain:
1. Bagi penulis dapat menambah khazanah dan wawasan tentang
berbagai metode taḥfīẓ Al-Qur`ān yang diterapkan di beberapa
pesantren taḥfīẓ Al-Qur`an Kabupaten Jember dan dapat
mengetahui seberapa besar ilmu tafsīr yang diterapkan dalam
dunia taḥfīẓ Al-Qur`ān.
2. Bagi masyarakat atau pihak terkait terutama para pembaca
untuk memberikan kontribusi positif yang berarti bagi para
pembaca dan bisa menjadi referensi kepustakaan serta
menambah informasi tentang berbagai metode taḥfīẓ Al-Qur`ān
yang diterapkan di beberapa pesantren taḥfīẓ Al-Qur`an
Kabupaten Jember serta mengetahui metode apa yang paling
efektif diterapkan dalam rangka memajukan dunia taḥfīẓ
Al-Qur`ān.
3. Bagi UIN Sunan Ampel Surabaya, diharapkan hasil penelitian
ini bermanfaat sebagai inovasi ilmiah sekaligus memperkaya
khazanah keilmuan yang cukup aktual, strategis dan marketable
11
4. Bagi perpustakaan penelitian ini dapat bermanfaat serta
menambah koleksi perpustakaan yang dapat dijadikan bahan
bacaan dan referensi terkait dunia taḥfīẓ Al-Qur`ān.
F. Kerangka Teoritik
Kerangkateori merupakan landasan berpikir yang disusun untuk
menunjukkan dari sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti.22 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua teori. Yang pertama, teori
implementasi dan yang kedua teori menghafal.
1. Teori Implementasi
Menurut Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara
pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu
sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.23 Lain halnya dengan pendapat para ahli lain, menurut Guntur,
implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling
menyesuaikkan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang
efektif.24 Jadi, implementasi disini yang dimaksud oleh penulis adalah penerapan atau pelaksanaan metode taḥfīẓ Al-Qur`ān oleh
22
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), 166.
23
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 70.
24
12
kelima pondok pesanten taḥfīẓ Al-Qur`ān di Kabupaten Jember.
Bagaimana sistem penerapan metodenya serta hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan metode.
2. Teori Menghafal
Menghafal adalah suatu aktifitas menanamkan materi di
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksi (diingat)
kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Menghafal
merupakan proses mental untuk menanamkan dan menyimpan
kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat
diingat kembali ke alam sadar.25 Jadi menghafal adalah berusaha
meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat tanpa melihat buku
ataupun catatan.
Apabila ditinjau dari aspek psikologi, kegiatan menghafal
sama dengan proses mengingat (memori). Ingatan pada manusia
berfungsi memproses informasi yang diterima setiap saat. Secara
singkat kerja memori melewati tiga tahap, yaitu perekaman,
penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah
pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkuit saraf
internal. Proses selanjutnya adalah penyimpanan (storage), yaitu
menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam
bentuk apa dan di mana. Penyimpanan bisa bersifat aktif atau pasif,
dikatakan aktif bila kita menambahkan informasi tambahan, dan
25
13
mungkin pasif terjadi tanpa penambahan. Pada tahapan selanjutnya
adalah pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari
mengingat lagi yakni menggunakan informasi yang disimpan.26
Dalam penelitian ini yang dimaksud menghafal adalah
menghafal ayat-ayat Al-Qur`ān, dimana seluruh ayat-ayat
Al-Qur`ān yang sudah dihafal harus diingat kembali secara sempurna
tanpa melihat musḥafAl-Qur`ān. Teknik-teknik dalam proses
menghafal Al-Qur`ān juga melewati tiga tahap yaitu perekaman,
penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman terlihat di kala santri
mencoba untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur`ān yang dilakukan
secara terus-menerus, sehingga pada akhirnya masuk dalam tahap
penyimpanan pada otak memori dalam jangka pendek dan jangka
panjang. Kemudian selanjutnya ketika fase pemanggilan memori
yang telah tersimpan yaitu disaat santri mentasmi`kan hafalannya
dihadapan pengasuh atau guru taḥfīẓ.
G. Penelitian Terdahulu
Untuk mengetahui keorisinilan yang penulis lakukan, maka dalam hal
ini akan dicantumkan penelitian terdahulu sebagai pertimbangan dan
gambaran yang sejauh ini telah ada penelitian yang berkaitan dengan judul
yang diambil oleh penulis yang patut dijadikan sebagai bahan perbandingan.
Tulisan-tulisan yang banyak mengkaji tentang pesantren sebagai lembaga
26
14
sosial masyarakat, yang secara historis kental dengan makna keislaman serta
keaslian Nusantara sudah banyak dilakukan. Beberapa kajian terdahulu yang
penulis jadikan bahan pertimbangan, antara lain:
1. Buku yang diterbitkan oleh Lajnah Pentasḥihan Mu ḥaf
Al-Qur`ān, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
mengeluarkan buku tentang Memelihara Kemurnian
Al-Qur`an: Profil Lembaga Taḥfīẓ di Nusantara, yang mana dalam buku ini berisi penelitian tentang lembaga atau pondok
pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān di Nusantara. Data yang dimiliki
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Depag
RI tahun 2004-2005 memuat sekitar 6044 nama dan alamat
pesantren yang memiliki potensi taḥfīẓ Al-Qur`ān se-Indonesia.
Namun sampai saat ini belum terdapat data pasti yang
menjelaskan lembaga atau pesantren yang khusus
menyelenggarakan taḥfīẓ Al-Qur`ān. Demikian halnya metode
dan sistem yang dilakukan dalam menghafal Al-Qur`ān belum
terhimpun secara baik dan belum ada buku khusus yang
membahas tentang metode taḥfīẓ Al-Qur`ān. Pada tahun 2005
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagaman Badan Litbang
dan Diklat Keagamaan telah mengadakan penelitian terhadap 7
pesantren yang berciri khas taḥfīẓ Al-Qur`ān yang ada di Jawa
4 pesantren dan Sumatera 3 pesantren. Hasil penelitian
15
Qur`ān merupakan fenomena sosial yang muncul dalam rangka
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan untuk itu perlu
pengembangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.27
2. Buku tentang Para Penjaga Al-Qur`an: Biografi Huffaẓ Al-Qur`ān di Nusantara, yang sama diterbitkan oleh Lajnah
Pentasḥihan Mu ḥaf Al-Qur`ān, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI yang mana penelitian ini tentang
biografi para penghafal Al-Qur`ān. Penelitian ini sangat
penting karena untuk mengetahui metodologi mereka dalam
menghafalkan Al-Qur`ān. Sebagian besar dari mereka memiliki
pondok pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān yang masih eksis hingga
sekarang dan sebagian lagi tidak demikian. Penelitian ini
dititikberatkan pada ḥuffaẓ yang sangat berperan dalam
merintis tradisi menghafal Al-Qur`ān, yaitu para generasi awal
ḥuffaẓ di Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan
diantaranya adalah dedikasi para ḥuffaẓ dalam menjaga
Al-Qur`ān tercermin dari keikhlasan dan kekuatan tekad untuk
mempelajari kandungan Al-Qur`ān dan mengajarkannya. Bagi
mereka, mengajar dan mengamalkan Al-Qur`ān adalah
panggilan jiwa dan tugas mulia. Karenanya, kebanyakan dari
mereka mendirikan pondok pesantren atau minimal mempunyai
16
pengajian sebagai sarana ber-talaqqī dengan generasi berikutnya.28
3. Sebuah tesis karya M. Syafiuddin Shobirin berjudul Menghafal
Al-Qur`ān Dengan Metode Hanifida: Studi Kasus Metode
Hafalan Al-Qur`ān Di Pondok Pesantren La Raiba Jombang
dengan membahas studi kasus hafalan Al-Qur`ān dengan
menggunakan metode baru sebuah metode yang diciptakan
sendiri oleh pengasuhnya. Metode yang diciptakan pengasuh
dari PP La Raiba sendiri yaitu Metode hanifida. Karenadalam
metode hanifida yang diciptakan oleh pengasuhnya
mengadopsi darimetode takrir dan taḥfīẓ dengan cara
menggambarkan dari nama surat-surat, ayat-ayat serta
urutannya secara berurutan ataupun acak. Dengan demikian
dalam menghafal Al-Qur‟ān para siswa/santri dalam
menghafalkan dapat secara cepatdan menyenangkan. Dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa diperlukan sebuah
metode inovasi baruagar dapat mencapai tujuan atau target,
salah satunya adalah metode hanifida. Dalam metode hanifida
sendiri didalam materinya terdapat 5-7 unsur, yaitu nomor,
nama surat, arti nama surat, nama lain surat (bagi yang ada),
jumlah ayat, serta tempat turun dan inti kandungan surat. Yang
masing-masingpoint tersebut dirangkai dalam sebuah cerita
28
17
lucu serta aneh danbahkan sering tidak masuk akal. Hal ini
sesuai dengan prinsip-prinsip yangada di accelerated memory.
Dimana metode ini adalah metode yang dirancang untuk
menghafal yang amat sempurna, mudah, serta lekat. Karena
tidak gampang hilang dan sempurna sampai nomor urut
ayatpun terhafal sekalian dengan terjemahannya.29
4. Sebuah Disertasi karya Khoirotul Idawati yang berjudul
Pengembangan Teknik Menghafal Al-Qur`ān Model File
Komputer. Pembahasan disertasi ini tentang pengembangan
teknik menghafal Al-Qur`ān yang lebih efektif dan lebih
efisien, didalamnya mendeskripsikan produk dan menganalisis
hasil tentang teknik menghafal Al-Qur`ān model file komputer
juz 30 dan surat-surat populer yang merupakan modifikasi atau
formulasi dari metode konvensional (metode takrir:
mengulang-ulang) dengan metode accelerated learning george
lozanov yang mengaplikasikan 5 teori dasar menghafal cepat
yaitu teknik cerita, pengganti, lokasi, angka dan kalimat.30
5. Skripsi dari penulis sendiri yang berjudul, Peran Perempuan
Dalam Mengembangkan Tradisi Taḥfīẓ: Studi Tiga Tokoh
Pengasuh Putri Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten
Jember, dengan pembahasan mengenai kiprah perempuan
dalam mengembangkan tradisi taḥfīẓ yang notabene belum
29
Shobirin, Metode Hanifida, 8-9. 30
18
banyak dibahas dikancah taḥfīẓ Al-Qur`ān. Hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perempuan juga bisa
ikut andil dalam proses tradisi taḥfīẓ Al-Qur`ān walaupun
jarang sekali ter-expose. Terbukti dengan adanya peran
perempuan dalam proses mengembangkan tradisi taḥfīẓ
tersebut diantaranya dengan membangun pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān, mengajar dan mengasuh santri taḥfīẓ Al-Qur`ān
serta mengembangkan pesantren. Selain itu, segala macam
aktivitas dilakukan demi melestarikan tradisi taḥfīẓ salah
satunya dalam hal kegiatan sosial kemasyarakatan mendirikan
Jam`iyah Khatmil Al-Qur`ān dan Sima`an Al-Qur`ān, serta memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait Al-Qur`ān
maupun kegiatan keagamaan.31
Dari beberapa penelitian di atas, maka titik-titik perbedaannya adalah:
1. Lokasi penelitian yang berbeda.
2. Fokus kajian penelitian yang berbeda.
3. Beberapa lokasi ada yang sama tetapi fokus penelitian nya
berbeda, kalau penelitian sebelumnya penulis terfokus pada
segi peran perempuan dalam mengembangkan tradisi taḥfīẓ
Al-Qur`ān dan dalam penelitian kali ini penulis membahas dari
segi metode penghafalan dari beberapa pesantren dan
menganalisis metode apa yang paling efektif
31
Ainul Churria Almalachim, “Peran Perempuan Dalam Mengembangkan Tradisi Taḥfīẓ: Studi
19
diimplementasikan dalam proses penghafalan taḥfīẓ Al-Qur`ān
serta seberapa besar keikutsertaan ilmu tafsīr dalam dunia taḥfīẓ
Al-Qur`ān di pesantren.
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research).
Objek yang menjadi kajian pada penelitian ini adalah, Pondok Pesantren
Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember, Pondok Pesantren Taḥfīẓ
Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan Jember. Pondok Pesantren
Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari Jember, Pondok PesantrenTaḥfīẓ
Al-Fanāni Universitas Muḥammadiyah Jember, Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu
Kathir Patrang Jember. Penelitian ini dalam kategori penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfatkan berbagai metode alamiah.32
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,
dimaksudkan untuk mengetahui implementasi metode menghafal Al-Qur`ān di
lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember serta menganalisa metode
apa yang paling efektif diimplentasikan dan mengetahui seberapa besar ilmu
tafsīr masuk dalam kancah taḥfīẓ Al-Qur`ān di pesantren. Serta metode ini
32
20
digunakan untuk mendapatkan informasi atau data-data deskriptif baik berupa
tulisan ataupun ucapan lisan dari orang-orang yang di amati.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menunjukkan dimana penelitian tersebut hendak
dilakukan. Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Pondok Pesantren
Taḥfīẓ Rauḍatul Qur`ān Balung Kulon Jember, Pondok Pesantren Taḥfīẓ
Nurul Qur`ān Al-Shadhili Loh Jejer Wuluhan Jember.Pondok Pesantren
Taḥfīẓ Al-Ṣiddiqiyah Putri Sumbersari Jember, Pondok Pesantren Taḥfīẓ
Al-Fanāni Universitas Muḥammadiyah Jember, Pondok Pesantren Taḥfīẓ Ibnu
Kathir Patrang Jember. Alasan penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan
menurut legal formal kelima pesantren tersebut memang pesantren khusus
taḥfīẓ atau pesantren yang menyelenggarakan program taḥfīẓ Al-Qur`ān,
kemudian penulis juga sudah pernah melakukan pra-penelitian terhadap lima
Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān tersebut dengan responden dan kajian
yang berbeda, selain itu alasan lain penulis karena menurut penulis ke lima
pesantren tersebut memiliki kredibilitas tinggi dalam hal mencetak generasi
penerus Qur`āni. Yang paling penting adalah pemilihan lokasi ini demi
kemajuan pondok pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān khususnya di Kabupaten
Jember, dan pesantren yang diteliti bisa dijadikan acuan.
3. Subyek Penelitian
Pada bagian ini dilaporkan jenis data dan sumber data, dimana data itu
diperoleh. Pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti disebut
21
disebut sumber sekunder (dokumentasi kegiatan santri, jadwal, data santri,
dll).33
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data.34 Dalam penelitian ini metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara
pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber
data. Sedangkan menurut Subana wawancara adalah suatu cara
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya.35
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang penulis gunakan
adalah wawancara bebas terpimpin yaitu dalam pelaksanaannya,
penulis hanya membawa pedoman atau catatan yag merupakan garis
besar tentang hal yang mau ditanyakan. Jadi, penulis tidak terfokus
pada daftar pertanyaan saja melainkan fokus terhadap subjek dan objek
penelitian dari para responden yaitu pengasuh pesantren dan para
santri.
33
Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian (Bandung: CV.Alfabeta, 2003), 24. 34
Ibid 35
22
Adapun data yang ingin diperoleh dengan menggunakan teknik
wawancara ini adalah: Latar belakang pendirian pondok pesantren
taḥfīẓ, metode-metode yang dipakai dalam proses penghafalan
Al-Qur`ān, kitab-kitab tafsīr yang dijadikan rujukan pembelajaran (jika
ada), usaha pengasuh dan santri dalam menjaga kemurnian (hafalan)
Al-Qur`ān, kelebihan dan kelemahan yang dicapai dalam proses
penghafalan Al-Qur`ān, strategi pengasuh dalam mengembangkan
metode atau membuat inovasi metode baru terkait taḥfīẓ Al-Qur`ān.
b. Observasi
Penelitian yang diiakukan dengan cara mengadakan
pengamatan terhadap objek, baik secara Iangsung maupun tidak
Iangsung,Iazimnya menggunakan teknik yang disebut dengan
observasi.36 Penelitian ini menggunakan jenis observasi partisipatif
aktif, yaitu peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan nara sumber
tetapi belum sepenuhnya lengkap.
Adapun data yang ingin diperoleh dengan menggunakan teknik
observasi ini adalah: Proses penyetoran hafalan Al-Qur`ān santri
kepada pengasuh atau kepada ustad pembimbing taḥfīẓ, proses santri
ketika muraja`ah hafalan nya, kegiatan sema`an Al-Qur`an.
36
23
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung
dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,
peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto,dll.37 Dokumentasi adalah semua
kegiatan yang berkaitan dengan foto, dan penyimpanan foto. Dengan
menggunakan metode ini penulis bisa mengetahui data-data tentang
aktivitas pesantren khususnya dalam bidang taḥfīẓ dan proses penyetoran
hafalan santri kepada pengasuh atau guru taḥfīẓ Al-Qur`ān, dan kegiatan
santri yang lain, bangunan pesantren, foto pengasuh dll.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi tanda atau kode, mengkategorisasikan data
sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data
tersebut.38 Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif kualitatif yaitu prosedur penelitian berdasarkan data
deskriptif, yaitu berupa lisan atau kata tertulis dari seseorang subjek yang telah
diamati dan memiliki karakteristik bahwa data yang diberikan merupakan data
asli yang tidak diubah serta menggunakan cara yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Atau menafsirkan dan menuturkan
data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta
pandangan yang terjadi didalam masyarakat yang mana bertujuan untuk
37
Ibid.,31. 38
24
mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat
penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.
Jadi, dalam penelitian ini yang dilakukan oleh penulis adalah
mengumpulkan berbagai pendapat dengan teknik wawancara kepada objek
penelitian, kemudian dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan dari
hasil wawancara, dibuatlah rangkuman dan dapat dipahami apa yang terjadi
dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman penulis sehingga
diperoleh kesimpulan hasil penelitian, yang mana data yang diperoleh
berdasarkan hasil dari kenyataan tanpa dirubah-ubah.
6. Keabsahan Data
Agar diperoleh temuan yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya
dengan menggunakan teknik-teknik keabsahan data seperti perpanjangan
kehadiran peneliti dilapangan, observasi lebih mendalam, triangulasi
(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan
olehteman sejawat, analisis kasus lain, melacak kesesuaian hasil dan
pengecekan anggota (member check).39
Dalam penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data triangulasi.
Tujuan triangulasi data dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengecek
kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dengan sumber
lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan. Triangulasi data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode, artinya
peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi
39
25
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Triangulasi data dengan sumber ini antara lain dilakukan dengan cara
membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan
dan key informan. Triangulasi data dilakukan dengan cara: Pertama,
membandingkan hasil pengamatan pertama dengan berikutnya. Kedua,
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Ketiga,
membandingkan data hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara
berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan
pendapat, pandangan dan pikiran semata-mata. Akan tetapi, lebih penting lagi
adalah bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahasan ini akan dijelaskan mengenai kerangka
penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini. Tujuannya adalah
untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini, dan juga
mempermudah penyusunan penelitian ini. Sistematika pembahasan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab pertama, meliputi pendahuluan, yang berisi latar belakang,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka teoretik, penelitian terdahulu, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, tinjauan pustaka yang berisi kajian teori secara empiris
26
serta proses pemeliharaan Al-Qur`ān, dan macam-macam metode taḥfīẓ
Al-Qur`ān.
Bab ketiga, memaparkan tentang profil kelima pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān, pemaparan tentang implementasi metode menghafal Al-Qur‟ān
di lima pesantren taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember berupa hasil
interview, pengamatan (observasi), maupun dokumentasi.
Bab keempat, merupakan pembahasan analisis data terhadap
implementasi metode menghafal Al-Qur‟ān di lima pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān Kabupaten Jember
Bab kelima, penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil penelitian
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Taḥfīẓ Al-Qur`ān
Taḥfīẓ Al-Qur`ān terdiri dari dua suku kata, yaitu Taḥfīẓ dan
Al-Qur`ān, yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. Taḥfīẓ yang
berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dalam bahasa arab
hafiẓa-yahfaẓu-hifẓan, yaitu lawan dari lupa, yaitu yang selalu ingat dan sedikit lupa. Menurut `Abdul Aziz `Abdul Ra‟uf definisi menghafal adalah
proses mengulang sesuatu baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan
apapun jika sering diulang pasti menjadi hafal. Seseorang yang telah hafal
Al-Qur`ān secara keseluruhan diluar kepala, bisa disebut ḥuffaẓ Al-Qur`ān atau
hafīẓ.1
Dalam kamus Al-Munawwir mengungkapkan bahwa menghafal
dituliskan dengan lafaẓ : أرقلا ل ح yang diartikan menghafal Al-Qur‟ān.2
Selain itu menghafal Al-Qur‟ān juga bisa diungkapkan dengan kalimat yang
diartikan hafal dengan hafalan di luar kepala. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), menghafal berasal dari akar kata “hafal” yang artinya telah
masuk dalam ingatan atau dapat mengucapkan sesuatu di luar kepala tanpa
melihat buku atau catatan lain.3
1
Ainul Churria Almalachim, “Peran Perempuan Dalam Mengembangkan Tradisi Taḥfīẓ: Studi
Tiga Tokoh Pengasuh Putri Pondok Pesantren Taḥfīẓ Al-Qur`ān Kabupaten Jember” (Skripsi— IAIN JEMBER, 2015), 15.
2
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), 279.
3
28
B. Perkembangan Taḥfīẓ Al-Qur`ān Serta Proses Pemeliharaannya
Al-Qur`ān sebagai wahyu Allah disampaikan kepada Nabi Muḥammad
SAW. melalui proses yang disebut inzal, yaitu proses perwujudan Al-Qur`ān
dengan cara: Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril, kemudian malaikat
Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muḥammad SAW. Terdapat beberapa
pendapat mengenai proses turunnya Al-Qur`ān kepada Nabi Muḥammad
SAW, antara lain:
1. Al-Qur`ān diturunkan sekaligus ke Lauḥ al-Maḥfū .4
2. Al-Qur`ān diturunkan ke Lauḥ al-Mahfu lalu ke langit bumi
sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada
Nabi Muḥammad SAW selama 23 tahun.5
Sedangkan turunnya wahyu dikenal melalui beberapa proses, antara
lain berupa ilham atau inspirasi dalam bentuk mimpi, seperti kisah Nabi
Ibrahim menerima perintah lewat mimpi untuk menyembelih putranya yang
4 َديق جَ َناَءُܱۡق َوُݞ ۡلَب
ۢظوُفۡ جَ نحۡوَل قِ
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauḥ al-Maḥfūḍ”.Al-Qur`ān, 85:21-22. (Kementerian Agama RI, Al-Qur`ān dan Terjemahnya, 454).
5 ُܱۡݟ َش َنا َضَ َر كيقَٱج قݝيقف َلقܲنُأ ُناَءُܱۡݐۡلٱ َنقكݘ نتٰ َنقكيَبَغ قساجݜݖقكل ىهدُݞ ٰىَدُݟۡلٱ َغ قناَقُܱۡفۡلٱ ُݗُكݜقݘ َدقݟَش نَݙَف َܱۡݟ جشلٱ نَݘَغ ُۖݝۡݙ ُصَيۡݖَف ُديقُܱي ََܱۗخُأ ٍماجيَأ ۡنقكݘ َةجدقَ݇ف نَܱفَس َٰ َل ۡغَأ ا ًضيقَܱ َنََ ُ جّٱ ُݗُكقب َ ۡسُيۡلٱ ُݗُكقب ُديقُܱي ََغَ َ ۡسُ݇ۡلٱ ْاوُݖقݙۡݓُ قَِغ َةجدق݇ۡلٱ ْاغُ قكَّݓُقَِغ َ جّٱ َٰ َل َنغُُܱݓ ۡشَت ۡݗُكجݖََ݇لَغ ۡݗُكٰىَدَݞ اَݘ ٥
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
29
bernama Ismail.6 biasa juga dengan suara tanpa melihat wujud pembicara,
seperti ketika Allah berbicara kepada Nabi Musa,7 dan terkadang berupa
kata-kata yang disampaikan lewat utusan khusus Allah, seperti Allah mengutus
Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muḥammad SAW.8
Untuk menjadi sebuah mu ḥaf9, Al-Qur`ān memerlukan beberapa
proses yang melibatkan beberapa orang dalam kurun waktu yang relatif
panjang. Proses pengumpulan Al-Qur`ān meliputi proses penyampaian,
pencatatan, pengumpulan catatan dan kodifikasi hingga menjadi mu ḥaf
Al-Qur`ān yang biasa disebut dengan Jam`u Al-Qur`ān. Semua proses ini
merupakan bagian dari upaya untuk mengamankan dan melestarikan kitab suci
Al-Qur`ān. Disamping upaya-upaya tersebut, pengamanan dan pelestarian
Al-Qur`ān juga dilakukan dengan cara hafalan. Cara seperti ini umum dilakukan
orang Arab dalam melestarikan karya-karya sastra mereka khususnya
syair-syair,10karena memang orang Arab dikenal memiliki daya hafalan yang kuat.
Dahulu tiap-tiap Nabi menerima ayat-ayat yang diturunkan Nabi lalu
membacanya dihadapan sahabat, serta menyuruh para kuttab (penulis wahyu)
6 اجݙَݖَف ُݝََ݇ݘ ََ݈ݖَب َ ۡع جسلٱ قِ ٰىَرَأ ك قكّقإ ج ََُبَٰي َلاَق قماَݜَݙۡلٱ َف َكُ َݺۡمَأ ك قكَّأ ܱۡ ُظنٱ قتَبَأٓ َي َلاَق ٰۚىََܱت اَماَݘ ۡلَ݇ۡفٱ َءكا َش نقإ ك قُّدقجَتَس َُܱۖ ۡܖُت اَݘ ُ جّٱ َنقݘ َنيق قّٰ جصلٱ ٢
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Al-Qur`ān, 37:102. (Kementerian Agama RI, Al-Qur`ān dan Terjemahnya, 344).
7 ُݝجنقإ ٓ ََوُݙٰ َي كۥ اَنَأ ُݗيقݓَۡٱُܲيقَܲ݇ۡ ۡلٱُݟجݖلٱ ٩
“(Allah berfirman): "Hai Musa, sesungguhnya, Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. Al-Qur`ān, 27:9. (Kementerian Agama RI, Al-Qur`ān dan Terjemahnya, 289). 8
M.Qurai Ṣihab dkk, Sejarah dan `Ulum Al-Qur`ān, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 19. 9
Kata muṣḥaf atau ṣuḥuf berasal dari bahasa arab selatan kuno. uhuf adalah bentuk jamak dari ṣahifah, yang berarti selembar bahan yang dipergunakan untuk menulis, tetapi lembaran-lembaran tersebut terpisah-pisah dan tidak terjilid. M.Qurai Ṣihab, `Ulum Al-Qur`ān, 37.
10
30
untuk menulisnya,11 akan tetapi ketika Nabi masih hidup, Al-Qur`ān itu belum
dikumpulkan didalam mu ḥaf. Sahabat-sahabat tidak membacanya di buku
hanya menghafal diluar kepala. Di samping itu, antara hafalan dan tulisan
saling menguatkan dan Al-Qur`ān terjaga di dalam dada dan lembaran tulisan,
maka dengan sangat antusias mereka menghafalnya dan Nabi pun menjadi
teladan mereka yang paling baik dalam menghafalkan Al-Qur`ān.
Pengumpulan Al-Qur`ān dengan cara menghafal ini dilakukan pada
masa awal penyiaran agama Islam, karena Al-Qur`ān pada waktu itu
diturunkan melalui metode pendengaran. Pelestarian Al-Qur`ān melalui
hafalan ini sangat tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, mengingat Nabi
Muḥammad saw tergolong orang yang Ummi.12 Dalam Al-Qur`ān Allah
berfirman:
ۡلُق
اَݟُي
أٓ َي
َ
ُساجنٱ
ُلوُسَر قكّقإ
ق جّٱ
اً݇يق ََ ۡݗُكۡ ََقإ
يق
َٱ
ج
ُ
َ
ل
ۥ
ُكۡݖُ
قتَٰوٰ َم جسلٱ
َغ
قضۡ
َ ۡ
ۡٱ
َوُݞ
َقإ َݝٰ
ج
َلقإ ك ََ
ق ۡحُي
ۦ
َف ۖ ُتيقݙُيَغ
َل
قب
ْاوُݜقݘا
قجّٱ
ق قلوُسَرَغ
يق
َٱقكيقكݘ
ج
ُ ۡ
ۡٱقكيقبجنٱ
قب ُنقݘۡܖُي
قجّٱ
َٰمق َََغ
ۦقݝقت
َغ
ُعوُ݇قبجتٱ
َنغُدَتۡݟَ ۡݗُكجݖََ݇ل
٨
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”13
11
M.Hasbi Al-Ṣiddiqī, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`ān dan Tafsīr,(Semarang: Pustaka Rizky Putra, 1999),68.
12
Muḥammad Nor Iḥwan, Memasuki Dunia Al-Qur`ān, (Semarang;Effhar Offset,2001), 99. 13
31
Para sahabat dikala Islam masih disembunyikan, mempelajari
Al-Qur`ān di sebuah rumah milik Zaid ibn Al-Arqam, di sanalah mereka duduk
berkumpul mempelajari dan memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur`ān
dengan jalan bermudarasah atau bertadarus. Disaat Islam telah tersebar ke
kabilah-kabilah Arab, mulailah sahabat yang dapat menghafal Al-Qur`ān pergi
ke kampung-kampung dan dusun-dusun menemui kabilah-kabilah yang telah
memeluk Islam tersebut untuk mengajarkan Al-Qur`ān. Kemudian, kepada
tiap-tiap mereka yang telah mempelajari diminta mengajari teman-temannya
yang belum mengetahui dan kemudian sahabat-sahabat yang mengajarkan itu
pergi ke kabilah-kabilah yang lain untuk menebarkan Al-Qur`ān seterusnya.
Demikian cara para sahabat mempelajari dan mengajarkan Al-Qur`ān dikala
Nabi masih hidup dan setelah wafatnya.14
C. Macam-macam Metode Taḥfīẓ Al-Qur`ān
Selain dua metode yang biasa ditempuh oleh pesantren taḥfīẓ
Al-Qur`ān dalam proses penghafalan Al-Qur`ān yaitu yang pertama, bi al-naẓar
(dengan melihat) yang kedua bi al-ghaib (dengan menghafal/tidak melihat).
Ada beberapa istilah metode lain yang dipakai dalam dunia taḥfīẓ Al-Qur`ān,
diantaranya:
1. Kitabah atau Nyetor, istilah ini digunakan dalam rangka
mengajukan setoran baru ayat-ayat yang akan dihafal. Caranya,
para santri menulis jumlah ayat atau lembaran yang akan
dihafalkan pada alat khusus, bisa berupa blangko atau yang lain
yang telah disediakan oleh pengasuh pondok, kemudian ayat-ayat
14
32
tersebut dan dihafalkannya. Untuk menghafalkannya dapat
berkali-kali menulis sambil menghafalnya dalam hati atau langsung
menyodorkan lembaran pojok sesuai yang dikehendaki santri.15
2. Murāja`ah, yaitu proses menghafal ayat yang dilakukan para santri dengan mengulang-ngulang materi hafalan yang telah disetorkan,
proses ini dilakukan secara individu.
3. Mudārasah, proses saling memperdengarkan hafalan antara sesama santri dalam kelompok juz pada satu majelis. Metode ini dapat
dilakukan secara bergantian per ayat atau beberapa ayat sesuai
yang disepakati oleh pengasuh.
4. Sima`an, proses saling memperdengarkan hafalan secara
berpasangan (santri yang satu menghafal atau membaca dan yang
satunya menyimak) dengan cara bergantian dalam kelompok juz.
5. Takraran/Takrir, menyetorkan atau memperdengarkan materi
hafalan ayat-ayat sesuai dengan yang tercantum dalam setoran di
depan pengasuh dalam rangka men-taḥqīq memantapkan hafalan
dan sebagai syarat dapat mengajukan hafalan yang baru. Takraran
biasanya dilakukan tidak hanya pada hafalan ayat-ayat yang
tercantum dalam satu setoran, tapi juga dilakukan pada beberapa
setoran sebelumnya.
15
33
6. Talaqqī, proses memperdengarkan hafalan ayat-ayat Al-Qur`an secara langsung di depan guru. Proses ini lebih dititikberatkan pada
bunyi hafalan.
7. Mushāfahah, proses memperagakan hafalan ayat-ayat Al-Qur`ān secara langsung di depan guru. Proses ini lebih dititikberatkan pada
hal-hal yang terkait dengan ilmu tajwid, seperti makharijul ḥurūf.
Antara talaqqi dan mushāfahah sebenarnya sama dan dilakukan
secara bersamaan dalam rangka mentahqiqkan hafalan santri
kepada gurunya.16
D. Syarat dan Etika Menghafal Al-Qur`ān
Bagi umat Islam sudah pasti menyakininya bahwa membaca
Al-Qur‟ān saja sudah termasuk amal ibadah yang mulia dan mendapat pahala
yang berlipat ganda karena yang dibaca adalah kalamullah. Sebaik-baik
bacaan bagi orang mukmin baik dalam keadaan suka maupun duka, juga bisa
menjadi obat penawar bagi jiwa yang resah, tidak senang, gelisah maupun
penyakit dhahir atau batin lainnya. Oleh karena itu, dalam membaca
Al-Qur‟ān tentunya harus memperhatikan masalah- masalah adabnya atau tata
krama, karena yang dibaca adalah kalamullah yang harus dijunjung tinggi dan
dimuliakan.17
Menghafal Al-Qur‟ān bukan merupakan suatu ketentuan hukum yang
harus dilakukan orang yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu menghafal
16
Muḥaf Al-Qur`ān, Memelihara Al-Qur`ān, ...13. 17
34
Al-Qur‟ān tidaklah mempunyai syarat-syarat yang mengikat sebagai ketentuan
hukum.18 Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang calon penghafal
Al-Qur‟ān adalah syarat-syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah
semata. Untuk menjaga etika terhadap Al-Qur‟ān, seorang penghafal harus
mempersiapkan dirinya bahwa ia sebenarnya sedang bermunajat kepada Allah
SWT dan membacanya dalam keadaan seperti seorang yang melihat Allah
SWT karena jika ia tidak melihat-Nya, maka Allah pasti melihatnya.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Niat yang ikhlas
Niat adalah syarat yang paling penting dan apling utama dalam
masalah hafalan Al-Qur‟ān. Sebab, apabila seseorang melakukan sebuah
perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata, maka amalannya
hanya akan sia-sia Ikhlas merupakan landasan pokok dari berbagai macam
ibadah.19 Niat yang ikhlas dan matang dari calon penghafal Al-Qur‟ān
sangat diperlukan, sebab apabila sudah ada niat yang matang dari calon
penghafal berarti ada hasrat dan kalau kemauan sudah tertanam dilubuk
hati tentu kesulitan apapun yang menghalanginya akan ditanggulangi.
Muhammad Mahmud Abdullah mendefinisikan ikhlas dengan,
“Mengarahkan seluruh perbuatan hanya karena Allah serta mengharap
keriḍaan-Nya tanpa ada sedikit pun keinginan mendapat pujian
18
Muhaimin Zen, Tata Cara atau Problematika Menghafal Al-Qur’an dan petunjuknya. ( Jakarta:
PT Maha Grafindo. 1985), 239. 19
Ahmad Salim Badwilan, Cara Mudah Bisa Menghafal Al-Qur’an, (Jogjakarta: Bening, 2010),
35
manusia.”20
Hendaknya niat dalam menghafal Al-Qur‟ān adalah mencari
karunia Allah SWT mengharap keriḍaan, serta mencari posisi yang tinggi
di sisi-Nya. Jangan sampai memiliki niat atau tujuan untuk mendapatkan
sesuatu yang termasuk dalam urusan-urusan duniawi seperti harta, pujian
atau ketinggianposisi di dunia. Niat yang bermuatan dan berorientasi pada
ibadah dan ikhlas karena semata-mata mencapai Riḍa-Nya, akan memacu
tumbuhnya kesetiaan dalam menghafal Al-Qur‟ān. Karena dengan
demikian bagi orang yang menghafalkan Al-Qur‟ān tidak lagi menjadi
beban yang dipaksakan, akan tetapi menjadi sebaliknya akan menjadi
kebutuhan dan kesegaran. Kesadaran yang demikian ini yang seharusnya
mendominasi kesadaran jiwa setiap mereka yang sedang menghafal
Al-Qur‟ān.
2. Menjauhi sifat maẓmumah
Sifat maẓmumah adalah suatu sifat tercela yang harus dijauhi oleh
setiap muslim, terutama di dalam menghafal Al-Qur‟ān. Sifat maẓmumah
ini sangat besar pengaruhnya terhadap orang-orang penghafal Al-Qur‟ān,
karena Al-Qur‟ān adalah kitab suci bagi umat Islam yang tidak boleh
dinodai oleh siapapun dengan bentuk apapun. Bagi orang yang hendak
atau sedang dalam proses menghafal Al-Qur‟ān atau sudah khatam 30 juz,
maka wajib untuk mengimplementasikan ke dalam tingkah laku dan gerak
20
Achmad Yaman Syamsudin, Lc., Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an.(Solo: Insan Kami, 2007),
36
geriknya, serta harus mencerminkan nilai-nilai Al-Qur‟ān yang dihafalnya.
Oleh karena itu, orang yang menghafal Al-Qur‟ān harus menjauhi sifat
maẓmumah.21
3. Motivasi atau dukungan orang tua
Motivasi atau dukungan dari orang tua sangat penting bagi anak
karena mereka juga ikut menentukan keberhasilan anak dalam menghafal
Al-Qur‟ān. Orang-orang yang serius ingin menghafal dan memahami
Al-Qur‟ān tentunya memiliki motivasi di dalam dirinya. Memiliki
keteguhan dan kesabaran seseorang yang hendak menghafal Al-Qur‟ān
wajib mempunyai tekad atau kemauan yang besar dan kuat, hal ini akan
sangat membantu kesuksesan dalam menghafal Al-Qur‟ān.22 Sebab, dalam
proses menghafal Al-Qur‟ān banyak sekali ditemui berbagai macam
kendala, mungkin jenuh, mungkin gangguan lingkungan karena bising dan
gaduh. Mungkin gangguan batin atau mungkin karena menghadapi
ayat-ayat tertentu yang mungkin dirasakan sulit menghafalnya dan lain
sebagainya. Terutama dalam menjaga kelestarian menghafal Al-Qur‟ān.
Untuk melestarikan hafalan Al-Qur‟ān perlu keteguhan dan kesabaran.
Karena kunci utama keberhasilan menghafal Al-Qur‟ān adalah ketekunan
menghafal dan mengulang ayat-ayat yang telah dihafalnya. Itu sebabnya
Rasulullah SAW selalu menekankan agar para penghafal Al-Qur‟ān
bersungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya.23 Jadi siapapun memiliki
21
Wiwi AlawiyahWahid, Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an.(Yogyakarta: Diva Press, 2012),
39-41. 22
Ibid., 31. 23
37
peluang untuk menjadi hafiẓ Al-Qur‟ān 30 juz atau sebagainya selama ia
bersabar, bersemangat dan tidak putus asa.
4. Istiqamah
Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten terhadap
hafalannya. Seorang penghafal Al-Qur‟ān harus senantiasa menjaga
efisiensi waktu, berarti seorang penghafal akan menghargai waktu
dimanapun dan kapanpun saja waktu luang. Seorang penghafal Al-Qur‟ān
harus bisa istiqamah, baik istiqamah dalam proses menghafal maupun
murāja‟ah. Keduanya harus seimbang, prinsipnya tiada hari tanpa
menghafal dan murāja‟ah.24
Dalam proses menghafal Al-Qur‟ān istiqamah sangat penting
sekali, walaupun mempunyai kecerdasan tinggi namun jika tidak
istiqamah maka akan kalah dengan orang yang kecerdasannya biasa-biasa
saja tetapi istiqamah. Sebab, pada dasarnya kecerdasan bukanlah penentu
keberhasilan dalam menghafal Al-Qur‟ān namun keistiqamahan yang kuat
dan ketekunan sang penghafal itu sendiri. Sang penghafal dianjurkan
memiliki waktu-waktu khusus, baik untuk menghafal materi baru maupun
untuk mengulang (murāja‟ah/takrir), yang waktu tersebut tidak boleh
diganggu oleh kepentingan yang lain.25 Menghafal Al-Qur‟ān harus
memiliki kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin
terhadap materi-materi hafalan. Penghafal Al-Qur‟ān bisa membuat jadwal
24
Wiwi AlawiyahWahid, Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an...72. 25
38
untuk setiap harinya untuk mempermudah dalam membagi waktu antara
hafalan dengan kegiatan lainnya.26
5. Mampu membaca dengan baik
Sebelum penghafal Al-Qur‟ān memulai hafalannya, hendaknya
penghafal mampu membaca Al-Qur‟ān dengan baik dan benar, baik dalam
tajwid maupun makharij al-huruf nya, karena hal ini akan mempermudah
penghafal untuk melafaẓkannya dan menghafalkannya.27
6. Sanggup memelihara hafalan
Menghafal Al-Qur‟ān merupakan suatu proses yang tidak dapat
dikatakan mudah untuk dilalui. Banyak orang yang menghafal Al-Qur‟ān
banyak mengalami rintangan dan hambatan, misalnya malas, enggan
melanjutkan hafalan dan putus asa karena tidak dapat menghafalkan
Al-Qur‟ān. Sifat-sifat yang demikian harus dihilangkan, karena seseorang
yang menghafal Al-Qur‟ān sudah diniatkan secara ikhlas menghafal
Al-Qur‟ān dan mencari keRiḍaan Allah SWT. Oleh karena itu, perlu
adanya pemeliharaan hafalan