• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA 5-6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA 5-6"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE BERCERITA BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA 5-6 Ni Luh Prihanjani

1

, I Nyoman Wirya

2

, Luh Ayu Tirtayani

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

E-mail: prihanjani21@yahoo.com

1

, wiryanyoman14@gmail.com

2

, ayu.tirtayani@undiksha.ac.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berbicara anak setelah penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan pada anak usia 5-6 tahun semester I di TK Dharma Kartini Les Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Subjek penelitian ini berjumlah 15 anak. Data tentang hasil belajar dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan dapat meningkatkan hasil belajar kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun di TK Dharma Kartini Les Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rerata hasil belajar kemampuan berbicara anak pada siklus I adalah 63,5% yang berada pada kategori rendah. Rerata hasil belajar pada siklus II sebesar 88,6% dengan kriteria tinggi. Jadi terjadi peningkatan belajar sebesar 25,1%.

Kata-kata kunci: boneka tangan, metode bercerita, kemampuan berbicara

Abstract

This study aims to determine the increase speaking ability in recognizing the emblem after the application of method storytelling with puppets of children aged 5-6 in TK Dharma Kartini Les Buleleng in the academic year 2016/2017. This research is a classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of a phase of action planning, action, observation / evaluation and reflection. The subjects were 15 children. Data on learning outcomes in this study were collected by using observation method. The collected data were analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive analysis method.

The results showed that the application of method storytelling with puppets can improve learning outcomes of speaking abilities of children aged 5-6 in TK Dharma Kartini Les Buleleng in the academic year 2016/2017. It can be seen from the increase in average learning outcomes speaking abilities of children in the first cycle was 63.5%, which is at the low category. The mean result of learning on the second cycle of 88.6% with high criteria. So there was an increase of learning by 25.1%

Keywords: hand puppets, storytelling method, speaking ability.

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan anak usia dini merupakan langkah awal yang penting untuk diperhatikan segala sesuatunya yang menjadi pondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini, akan lamban dalam menerima segala sesuatu. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan anak usia dini bisa dijadikan penentu untuk melangkah menuju ke pendidikan selanjutnya.

Pendidikan bagi anak usia dini sejak lama menjadi perhatian para orang tua, para ahli pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Sejalan dengan kemajuan bangsa Indonesia dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini maka perkembangan sekolah khususnya taman kanak-kanak maju dengan pesat, sehingga hampir setiap daerah di Indonesia memiliki lembaga pendidikan taman kanak-kanak.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 (dalam Yusnita, dkk 2012) tentang standar pendidikan anak usia dini, menyebutkan ada 5 aspek yang perlu dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini yaitu, aspek perkembangan kognitif, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan moral agama, aspek perkembangan sosial-emosional dan aspek perkembangan fisik motorik.

Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan keterampilan dasar di taman kanak-kanak adalah perkembangan bahasa. Bahasa dapat berkembang sesuai dengan tingkatan usia yang dimiliki seseorang, semakin bertambah umur seseorang semakin baik bahasa yang dimiliki. Bahasa memungkinkan anak untuk menerjemahkan pengalaman kedalam simbol-simbol yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir (Susanto, 2012). Berarti bahasa memiliki pengaruh yang penting dalam kemampuan berkomunikasi seseorang. Pada anak usia dini, perkembangan bahasa anak harus selalu diberikan stimulus untuk merangsang anak agar perkembangan bahasa yang dimilikinya berkembang dengan baik.

Bahasa sebagai suatu bentuk komunikasi memiliki peran yang sangat

penting dalam kehidupan manusia. Bahasa kita perlukan untuk berbicara dengan orang lain, mendengarkan orang lain, membaca, dan menulis. Bahasa menjadikan seseorang mampu mendeskripsikan peristiwa di masa lalu dan merencanakan masa depan. Dengan bahasa pula seseorang dapat mewariskan informasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menciptakan suatu warisan budaya yang kaya (Santrock, 2007). Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang baik, karena mampu memberikan informasi yang sesuai dengan apa yang ingin disampaikan.

Setiap kegiatan yang kita lakukan, tentunya sangat membutuhkan kemampuan dalam berbahasa yang baik.

Menurut Santosa (2008), secara universal bahasa adalah “suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran”.

Dengan ujaran, manusia dapat mengungkapkan hal nyata atau tidak nyata, berwujud maupun kasat mata, situasi dan kondisi lampau, masa kini, maupun yang akan datang. Melalui ungkapan (ujaran) itu yang merupakan bagian dari bahasa, maka seseorang mampu menyampaikan informasi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Menurut Badudu (dalam Nurbiana, dkk 2008) menyatakan bahwa “bahasa adalah alat penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan dan keinginannya”. Bahasa disebut alat penghubung karena mampu membantu individu untuk berkomunikasi satu sama lain.

Setiap anak memiliki tingkatan perkembangan yang berbeda, termasuk perkembangan bahasa yang mencakup kemampuan dalam berbicara. Tahapan perkembangan bahasa pada anak meliputi mendengar, berbicara, dan menulis.

Kemampuan berbahasa anak dapat ditingkatkan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan usia anak. Dengan permainan yang menyenangkan yang akan membuat anak senang, maka anak akan mudah menerima bahasa yang baru sesuai dengan tingkatan usianya.

Saat pelaksanaan proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan bahasa, anak usia dini sering

(3)

mengalami kesulitan dalam hal penguasaan kosa kata, sehingga anak juga sering terkesan bosan dan kurang termotivasi mengikuti pembelajaran (Rusefrinaria, 2012). Untuk itu, perlu menyusun media yang tepat untuk membantu dalam mengembangkan aspek perkembangan anak, karena anak usia dini belajar dari hal yang bersifat konkret (nyata) ke hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, terlihat bahwa perkembangan bahasa khususnya dalam berbicara pada anak usia 5-6 tahun semester ganjil di TK Dharma Kartini Les Buleleng, anak belum mampu menceritakan kembali cerita yang didengar maupun menceritakan pengalaman sederhana yang dilaluinya.

Selain itu, karena TK ini baru berdiri, sehingga masih kurang baik dalam sarana dan prasarana. Media yang masih terbatas yang membuat anak menjadi bosan menggunakan media yang sama setiap kali proses pembelajaran.

Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kemampuan dalam mengolah kata yang dimiliki anak, sehingga menyulitkan anak dalam perkembangan bahasa terutama kemampuan berbicaranya. Untuk itu perlu diberikan stimulus yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga kemampuan bahasa terutama bicara anak bisa berkembang dengan optimal. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, dari 15 anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di TK Dharma Kartini Les Buleleng, 9 anak kemampuan bicaranya belum berkembang dalam hal menceritakan kembali cerita secara sederhana dengan tanda (*), 4 anak yang kemampuan bicaranya mulai berkembang dalam hal menceritakan kembali cerita secara sederhana dengan tanda (**), dan 2 anak yang kemampuan bicaranya berkembang sesuai harapan dalam hal menceritakan kembali cerita secara sederhana dengan tanda (***), dan belum ada anak yang kemampuan bicaranya berkembang dengan sangat baik dengan tanda (****). Jika hal ini dibiarkan, maka kemampuan bicara anak selanjutnya akan terhambat.

Menanggulangi permasalahan tersebut, peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan Metode Bercerita Berbantuan Media Boneka Tangan Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak, karena melalui kegiatan bercerita anak dapat berimajinasi untuk mengembangkan kemampuannya bicaranya agar berkembang sesuai tahapan perkembangannya. Alat peraga boneka tangan yang peneliti gunakan, memiliki beberapa keunggulan seperti bentuknya menarik, biaya pembuatannya terjangkau, mudah untuk dimainkan oleh anak, dan mudah didapat, selain itu media ini mampu menjangkau aspek perkembangan bahasa, fisik, dan kognitif.

Setelah diterapkannya metode bercerita berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di TK Dharma Kartini Les Buleleng ini, diharapkan kemampuan berbicara anak akan lebih meningkat lagi sesuai dengan tahapan usia anak sehingga setiap aspek perkembangan anak bisa berkembang dengan optimal.

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang didengarkan dengan menyenangkan. Oleh karena orang yang menyajikan cerita tersebut menyampaikannya dengan menarik. Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Masa tersebut terjadi pada usia 4-6 tahun yang ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2000), 1) mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi, 2) memiliki berbagai perbendaharaan kata, kata sifat, kata keadaan, kata tanya, dan kata sambung, 3) menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu, 4) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana, 5) mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.

Kemampuan anak dalam hal bahasa dianggap sudah berkembang dengan baik,

(4)

saat anak mampu mengembangkan kelima aspek di atas. Saat anak mampu berkomunikasi dengan orang di sekitarnya, memahami tentang arti sesuatu, mampu mengungkapkan pendapatnya serta menggunakan kata-kata yang tepat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Menurut Gunarti (2010) bercerita adalah “suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka yang bisa dilakukan secara lisan atau tertulis”.

Selanjutnya menurut Sujiono (2005), bahwa metode bercerita adalah “cara menyampaikan sesuatu dengan bertutur atau memberikan penerangan/penjelasan secara lisan melalui cerita”. Bercerita merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan bahasa, untuk itu menerapkan metode bercerita pada anak mampu merangsang kemampuan bicara anak.

Menurut Dhieni, dkk (2007), bahwa

“metode bercerita merupakan cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didiknya di Taman Kanak-kanak, dalam pelaksanan pembelajaran di Taman Kanak-kanak”.

Metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau memperjelaskan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi dasar anak Taman Kanak- kanak, dengan kata lain metode bercerita merupakan salah satu metode yang sangat disenangi oleh anak, karena selain memberikan informasi kepada anak, metode bercerita juga mampu mengembangkan imajinasi yang dimiliki anak.

Metode bercerita merupakan salah satu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di PAUD, karena metode ini sangat membantu guru dalam menerapkan proses pembelajaran di dalam kelas.

Adapun tujuan dari metode bercerita menurut Gunarti (2010) adalah, (1) Mengembangkan kemampuan berbahasa, diantaranya kemampuan menyimak (listening), kemampuan dalam berbicara (speaking) serta menambah kosa kata yang dimilikinya. (2) Mengembangkan

kemampuan berpikirnya karena dengan bercerita anak diajak untuk memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita serta mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolik. (3) Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan mengembangkan kemampuan moral dan agama. (4) Mengembangkan kepekaan sosial-emosi anak tentang hal-hal yang terjadi di sekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikan. (5) Melatih daya ingat atau memori anak untuk menerima dan menyimpan informasi melalui tuturan peristiwa yang disampaikan. (6) Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang dituturkan.

Keenam tujuan metode bercerita di atas diharapkan dapat mengembangkan kemampuan anak dalam hal kemampuan bahasa terutama berbicara. Untuk itu tujuan dari metode bercerita harus dapat tercapai dengan maksimal.

Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan metode bercerita yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan.

Menurut Dhieni dkk (2007) bahwa, Kelebihan metode bercerita adalah: (1) dapat menjangkau jumlah anak yang relatif lebih banyak, (2) waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efesien, (3) pengaturan kelas menjadi lebih sederhana, (4) guru dapat menguasai kelas dengan mudah, (5) secara efektif tidak banyak memerlukan biaya.

Metode bercerita sangat efisien jika diterapkan untuk anak usia dini, terlihat dari kelebihan metode bercerita yang dipaparkan di atas. Untuk itu, metode bercerita merupakan salah satu metode yang tepat diberikan untuk anak usia dini.

Selain memiliki kelebihan, metode bercerita juga memiliki kekurangan. Menurut Dheini dkk (2007) bahwa, Kekurangan metode bercerita adalah: (1) anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, (2) kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan anak untuk mengutarakan pendapatnya, (3) daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami

(5)

tujuan pokok isi cerita, (4) cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik.

Meski memiliki kelebihan, namun metode bercerita juga memiliki kekurangan, untuk itu dalam menerapkan metode bercerita haruslah melihat kebutuhan anak serta aspek-aspek perkembangan anak, sehingga kekurangan/kelemahan metode bercerita bisa diminimalisir.

Media merupakan suatu alat yang digunakan untuk menunjang suatu proses pembelajaran sehingga mempermudah pemahaman anak. Dengan adanya media pembelajaran maka guru akan lebih mudah merancang kegiatan pembelajaran untuk anak agar menghasilkan hasil yang optimal. Menurut Brigs (dalam Sanjaya, 2008) bahwa “media adalah alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar”. Sedangkan menurut Sanjaya (2008) mengatakan bahwa “media bukan saja meliputi alat perantara, namun meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar dan karyawisata”. Hal lain juga diugkapkan oleh Gagne (dalam Wijaya, dkk 2015) bahwa “media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak didik yang dapat memotivasi anak belajar”.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu yang digunakan untuk menerapkan sistem pembelajaran yang bermanfaat untuk anak dan memudahkan pemahaman anak karena adanya media tersebut. Media pembelajaran sangatlah penting digunakan oleh guru untuk menunjang pembelajaran di dalam kelas sehingga pembelajaran itu akan disenangi oleh anak.

Media pembelajaran memiliki banyak jenis yang bisa digunakan dan diterapkan untuk menunjang pembelajaran anak.

Jenis-jenis media ini bisa kita gunakan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan kita selama proses pembelajaran. Rudy Brets (dalam Sanjaya, 2008) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi tiga, yaitu:

media visual, audio, dan audio-visual.

Media visual adalah media yang menyampaikan pesan melalui penglihatan atau media yang hanya dapat dilihat. Jenis

media ini tampaknya paling sering digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membantu menyampaikan isi yang sedang dipelajari.

Media boneka tangan termasuk ke dalam jenis media visual, karena media boneka tangan menyampaikan pesan/ informasi melalui penglihatan.

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dari seseorang. Media ini digunakan untuk menyalurkan pesan melalui suara atau bunyi. Contohnya adalah kaset tape recorder dan radio.

Media audio visual ini merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau yang sering disebut dengan media pandang-dengar. Media ini menghasilkan rupa/ bentuk serta suara.

Contohnya adalah TV, Video, Film, dll.

Media boneka tangan ini termasuk kedalam media visual, dimana media boneka tangan dapat dilihat dan dipergunakan langsung oleh anak.

Boneka tangan adalah salah satu media penunjang yang digunakan dalam membantu proses pembelajaran di dalam kelas. Dengan digunakannya media boneka tangan sebagai media pembantu, diharapkan informasi yang disampaikan oleh guru kepada anak akan jauh lebih mampu anak terima dengan baik. Selain sebagai alat bantu, media boneka tangan juga bisa digunakan untuk merangsang anak agar mau lebih fokus dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Menurut Sudjana, dkk (dalam Divtahari dkk, 2015) bahwa “boneka adalah suatu benda yang menyerupai manusia ataupun binatang yang biasa digunakan untuk bermain”. Hal lain juga diungkapkan oleh Moeslichatoen (dalam Divtahari, dkk, 2015) bahwa,

“biasanya boneka itu terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek dan biasanya ditambahkan anggota keluarga lain”. Media boneka tangan ini sangat mudah didapatkan dan juga dimainkan, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Penampilannya yang menarik juga akan membuat anak menjadi jauh lebih tertarik dalam proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

(6)

Bicara merupakan keterampilan dalam menghasilkan suara. Menurut Hurlock (1978), bahwa “bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk meyampaikan maksud”. Sedangkan, menurut Mulyasa (2012), menyatakan bahwa “bicara adalah keterampilan mental motorik sebagai salah satu bagian dari keterampilan bahasa, yang tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.” Lebih lanjut Mulyasa (2012), menyatakan bahwa, “bicara diklasifikasikan dalam dua golongan besar, yaitu bicara yang berpusat pada diri sendiri (egosentris) dan berpusat pada orang lain (sosialisasi). Bicara memiliki peranan penting dalam kehidupan anak, dan memberikan pengaruh yang besar bagi penyesuaian sosial dan pribadi anak.”

Pendapat lain mengemukakan tujuan kemampuan bicara ialah kemampuan bicara pada anak berawal dari anak mulai menggumam Bromley (dalam Dhieni, 2005:3.3) berpendapat bahwa “kemampuan bicara memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan menulis pada anak”. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara perlu dikembangkan sejak usia dini karena merupakan bagian dari perkembangan bahasa yang merupakan salah satu bagian dari kelima aspek perkembangan anak usia dini.

Bicara pada anak harus sudah dikembangkan sejak anak berusia dini karena pada nantinya bicara dapat mengembangkan aspek-aspek yang lain dan anak dapat berinteraksi menggunakan bahasa lisan yang baik. Menurut Suhartono (2005: 122) tujuan kemampuan bicara ialah, (1) agar anak dapat melafalkan bunyi bahasa yang digunakan secara tepat, (2) agar anak mempunyai perbendaharaan kata yang memadai untuk keperluan berkomunikasi, dan (3) agar anak mampu menggunakan kalimat secara baik untuk berkomunikasi secara lisan. Sementara itu (Dhieni, 2005: 3.6) mengemukakan bahwa tujuan bicara adalah “untuk

memberitahukan, melaporkan, menghibur, membujuk dan meyakinkan seseorang”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, tujuan kemampuan bicara pada anak harus diajarkan atau dikembangkan sejak ia masih kecil agar anak mampu mengkomunikasikan kepada lawan bicaranya dan bisa berinteraksi dengan yang lainnya.

METODE

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017.

Penentuan waktu penelitian disesuaikan dengan kalender pendidikan di TK Dharma Kartini Les Buleleng. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di TK Dharma Kartini Les Buleleng, dalam kemampuan berbicara. Subjek dari penelitian ini adalah anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di TK Dharma Kartini Les Buleleng yang berjumlah 15 anak, 8 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Anak ini dijadikan subjek penelitian mengingat di TK Dharma Kartini Les Buleleng ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang.

Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah kemampuan berbicara pada anak usia 5-6 tahun semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 di TK Dharma Kartini Les Buleleng.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) atau Classroom Action Research (CAR). Menurut Agung (2012)

“penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas dan hasilnya untuk memperbaiki dan menyempurnakan program pembelajaran yang sedang berjalan”.

Suyanto (dalam Muslich, 2012) mengatakan bahwa ”penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan menggunakan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki pembelajaran di kelas”.

Selanjutnya menurut Sanjaya (2009) bahwa

“PTK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah dengan cara melakukan berbagai tindakan yang

(7)

terencana dalam situasi nyata”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran menjadi lebih optimal dan bermanfaat.

Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus namun tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan siklus berikutnya jika tidak memenuhi target penelitian. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: (a) perencanaan (b) pelaksanaan (c) Observasi, dan (d) refleksi.

Rencana tindakan adalah tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan proses atau melakukan perubahan perilaku sebagai solusi pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) Mengkonsultasikan metode dan media yang akan diterapkan, (b) Membuat rancangan kegiatan penelitian, (c) Menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam proses pembelajaran, (d) Mengatur posisi anak dalam melaksanakan kegiatan belajar, (e) Menyiapkan instrumen penilaian. Penelitian ini akan dilakukan dalam siklus yang berulang. Penelitian ini dirancang sesuai dengan data di lapangan.

Pelaksanaan adalah apa yang dilakukan oleh guru ataupun peneliti sebagai upaya perbaikan dan peningkatan sesuai dengan perubahan yang diinginkan.

Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPPH yang telah disusun.

Refleksi adalah suatu kegiatan mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil ataupun dampak tindakan dari berbagai kriteria yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan hasil refleksi ini, akan dilakukan perbaikan kekurangan- kekurangan dalam proses pembelajaran.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap refleksi ini adalah peneliti mengkaji dan merenungkan hasil penilaian terhadap pelaksanaan tindakan tersebut dengan maksud jika terjadi hambatan, akan dicari pemecahan masalahnya untuk direncanakan tindakan pada siklus selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di TK Dharma Kartini Les Buleleng pada anak usia 5-6 tahun. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dimana siklus I terdiri dari 8 kali pertemuan dan pada siklus II terdiri 6 kali pertemuan. Penelitian siklus I dilaksanakan dari tanggal 3 Oktober sampai tanggal 11 Oktober 2016.

Selanjutnya penelitian siklus II dilaksanakan dari tanggal 12 Oktober sampai tanggal 18 Oktober 2016. Data yang dikumpulkan adalah mengenai kemampuan berbicara melalui penggunaan media boneka tangan pada anak usia 5-6 tahun dengan menggunakan metode bercerita dalam penerapannya.

Data hasil penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Penelitian ini menggunakan lima indikator. Pada masing-masing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi bintang yakni **** (berkembang sangat baik), ***

(berkembang sesuai harapan), ** (mulai berkembang), * (belum berkembang).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I didapatkan data dari masing- masing anak.

Setelah diterapkannya metode bercerita berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak selama 8 kali pertemuan, terjadi peningkatan dari hari perhari. Hari pertama anak belum mampu dan belum fokus melakukan kegiatan yang diberikan hingga hari kedelapan anak sudah mulai memahami kegiatan yang diberikan namun belum mampu bercerita menggunakan media boneka tangan, dimana pada siklus I memperoleh hasil presentase 63,5%. Hasil yang dicapai oleh anak berada pada kategori rendah.

Kelebihan dari metode bercerita berbantuan media boneka tangan ini adalah, medianya yang cukup menarik dan berbeda dari biasanya (biasanya hanya menggunakan buku cerita) membuat anak

(8)

lebih terangsang/terstimulasi dan tertarik dengan media yang diberikan sehingga anak begitu bersemangat. Kelemahannya adalah, sebaiknya media dan cerita yang diberikan lebih bervariasi sehingga menghindarkan anak dari kebosanan.

Pelaksanaan pada siklus II dilaksanakan selama enam kali pertemuan.

Data hasil penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Dari hasil observasi yang dilaksanakan pada saat penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak menggunakan lima indikator. Pada masing-masing indikator yang muncul dalam pembelajaran akan diberi bintang yakni 4 (berkembang sangat baik), 3 (berkembang sesuai harapan), 2 (mulai berkembang), 1 (belum berkembang). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II didapatkan data dari masing-masing anak selama tiga hari. Data yang diperoleh dapat disajikan kedalam bentuk tabel berikut yaitu.

Dari hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan tindakan pada siklus II, hasil yang diperoleh sudah tinggi yaitu 88,67%. Berikut adalah refleksi siklus II.

Dari hasil penelitian dan pengamatan penulis selama pemberian tindakan pada siklus II banyak hal yang membuat metode ini berhasil untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, salah satunya adalah antusias anak dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru serta anak merasa begitu senang dan bersemangat mengikuti pembelajaran. Dari 6 kali pertemuan yang dilakukan pada siklus II ini, terlihat adanya peningkatan signifikan yang terjadi pada kemampuan berbicara anak setiap kali pertemuan, apalagi semenjak media dan ceritanya divariasikan.

Pembahasan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada anak usia 5-6 tahun di TK Dharma Kartini Les Buleleng pada

semester I tahun pelajaran 2016/2017.

Setelah diberikan tindakan pada siklus I dan siklus II kemampuan berbicara anak meningkat. Kemampuan bicara anak yang diteliti meliputi menirukan nama/suara tokoh dalam cerita, anak mampu bertanya sesuai tema cerita,anak mampu menyatakan pikirannya tentang isi cerita, anak mampu bercerita menggunakan media yang disediakan, serta anak mampu menceritakan pengalaman/kejadian secara sederhana. Berdasarkan analisis data PAP Skala Lima kemampuan berbicara anak pada siklus I mencapai 63,5% yang berada pada kriteria rendah. Penerapan metode bercerita perlu dilanjutkan ke siklus II karena PAP Skala Lima pada siklus I dalam kemampuan berbicara anak masih rendah.

PAP skala lima kemampuan berbicara anak pada siklus II sebesar 88,67% yang berada pada kriteria sangat tinggi.

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat bantuan atau tanpa alat bantuan yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang disampaikan dan didengarkan dengan menyenangkan. Oleh karena itu, orang yang menyajikan cerita tersebut harus menyampaikannya dengan menarik agar yang mendengarkan cerita tertarik akan isi cerita dan mau mendengarkannya. Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak ia mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Kemampuan komunikasi lisan sangat penting dimiliki siswa. Berbicara adalah penyampaikan maksud atau simbol-simbol bunyi kepada orang lain secara lisan, artinya berbicara dapat dikelompokkan ke dalam bahasa lisan, yang fungsinya untuk melatih siswa dalam meningkatkan keterampilan berbicara.

Melalui berbicara, anak akan lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain yang ada disekitarnya serta mampu mengungkapkan segala keinginannya.

Berbicara merupakan keterampilan yang sangat penting dipelajari oleh anak karena di dalam berbicara anak belajar mengaitkan antara arti dengan bunyinya. Berbicara merupakan bagian dari perkembangan bahasa yang merupakan bagian dari lima

(9)

aspek perkembangan yang harus dikembangkan oleh anak.

Penyajian hasil penelitian siklus I dan siklus II memberikan gambaran bahwa dengan penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan, dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak usia 5-6 tahun di TK Dharma Kartini Les Buleleng, dimana pada siklus I penerapan dilakukan selama 8 kali pertemuan mencapai 63,5% dengan kategori rendah.

Lalu peneliti melanjutkan penelitian ke siklus II selama 6 kali pertemuan diperoleh hasil mencapai 88,67%, dimana mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 25,17%.

Terlihat pada siklus I, dari pertemuan pertama hingga keempat anak masih kurang fokus. Banyak anak yang justru asyik bermain sendiri dan berbicara dengan teman disebelahnya. Anak tidak mau mendengarkan apa yang guru jelaskan di depan kelas. Hal ini menyebabkan kegiatan yang diberikan menjadi tidak bermanfaat untuk anak serta proses pembelajaran tidak berjalan optimal. Saat guru menyuruh anak menceritakan kembali apa yang guru ceritakan secara sederhana, anak belum mampu bahkan anak hanya diam saja, itu dikarenakan anak kurang fokus terhadap apa yang guru sampaikan sehingga anak tidak mampu saat guru menyuruh anak menceritakan kembali cerita yang disampaikan secara sederhana maupun melanjutkan cerita yang telah guru sampaikan. Namun setelah pertemuan kelima hingga kedelapan mulai ada peningkatan yang terjadi, anak sudah mulai mau mendengarkan cerita yang dibacakan oleh guru. Anak juga sudah mulai mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru walaupun masih perlu bimbingan dari guru, ini yang menyebabkan hasil kemampuan berbicara anak rendah pada siklus I.

Salah satu penanganan yang dapat digunakan untuk memfokuskan anak pada saat proses pembelajaran adalah dengan mengubah posisi tempat duduk anak.

Wiyani (2013) menyatakan bahwa perubahan posisi tempat duduk memiliki manfaat yaitu menjadikan fokus belajar anak tetap terjaga dan meningkatkan konsentrasi belajar peserta didik.

Perubahan posisi tempat duduk memiliki pengaruh terhadap peningkatan kemampuan berbicara anak. Anak yang awalnya tidak mau fokus mendengarkan cerita yang dibacakan oleh guru, setelah dirubah posisi tempat duduknya, anak tersebut mau memfokuskan perhatiannya pada cerita yang disampaikan oleh guru.

Pada siklus II, kemampuan berbicara anak mengalami peningkatan yang signifikan, karena kesalahan-kesalahan yang ditemukan pada siklus I telah diperbaiki pada siklus II. Pada pertemuan pertama hingga ketiga anak sudah mulai merespon guru, anak sudah mau fokus mendengarkan apa yang guru berikan dan jelaskan. Anak sudah mulai aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Saat guru menyuruh anak menceritakan cerita secara sederhana, anak sudah mau aktif dan menuruti perintah guru. Anak bahkan sudah berusaha untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru. Begitu juga ketika guru memberikan pertanyaan pada anak terkait nama tokoh, ataupun menyuruh anak meniru suara tokoh pada cerita, anak sudah mau aktif menjawab.

Terlihat antusiasme anak selama proses pembelajaran berlangsung. Anak mau mendengarkan cerita yang guru sampaikan, mau menjawab pertanyaan dari guru serta menceritakan cerita yang disampaikan secara sederhana meskipun masih membutuhkan bantuan dari guru dalam menyusun kata-kata yang benar.

Pertemuan keempat hingga keenam kemajuan yang dialami anak semakin meningkat secara signifikan. Anak-anak sudah sangat menikmati proses pembelajaran yang diberikan oleh guru.

Terlihat dari hasil observasi kelima indikator yang harus diterapkan oleh guru, ada peningkatan yang signifikan terjadi pada setiap indikator. Kemampuan anak sudah mencapai peningkatan disetiap indikator yang dinilai. Anak juga semakin senang selama proses pembelajaran, dan itu menyebabkan guru semakin bersemangat selama menerapkan media boneka tangan.

Ceritanya yang selalu bervariasi membuat anak semakin penasaran pada proses pembelajaran yang diberikan. Anak bahkan mampu menceritakan cerita yang disampaikan dengan menggunakan media

(10)

boneka tangan. Begitu juga saat guru menyuruh anak menceritakan pengalaman anak saat memelihara binatang, anak sudah mampu melakukannya meski masih membutuhkan bantuan.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan ternyata sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, dan oleh karenanya guru sangat perlu menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dan berkelanjutan guna meningkatkan kemampuan berbicara anak. Dari semua pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa metode bercerita berbantuan media boneka tangan sangat cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, terbukti dari skala PAP yang menunjukkan kategori rendah pada siklus I, namun terjadi peningkatan secara sigifikan pada siklus II.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab empat sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak pada anak usia 5-6 tahun semester ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017 di TK Dharma Kartini Les Buleleng. Hal ini dapat dilihat dari skala PAP dengan kategori redah pada siklus I dengan presentase 63,5% namun terjadi peningkatan signifikan pada siklus II yaitu 88,67%. Peningkatan kemampuan berbicara pada anak dapat terjadi karena melalui penerapan metode bercerita, guru menghadirkan situasi kenyamanan dalam proses bermain, sehingga anak lebih mudah dalam memahami materi pelajaran karena anak merasa senang dan bersemangat tanpa adanya beban ataupun merasa tertekan. Peningkatan kemampuan berbicara juga didukung oleh pemanfaatan media boneka tangan yang menarik dan menyenangkan untuk anak. Jadi, berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan, maka pelaksanaan tindakan ini secara keseluruhan dapat dikatakan berhasil karena telah mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Disarankan kepada anak dengan metode bercerita berbantuan media boneka tangan, dibawah bimbingan guru agar senantiasa kreatif dan fokus selama proses pembelajaran berlangsung. Disarankan kepada guru agar menerapkan metode bercerita dalam pembelajaran, agar kemampuan bicara anak dapat meningkat lebih optimal. Disarankan juga kepada guru agar mengelola pembelajaran mengupayakan penggunaan media boneka tangan, karena dengan menggunakan media tersebut dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bercerita.

Disarankan kepada Kepala TK Dharma Kartini Les Buleleng agar melakukan pembinaan secara intensif kepada para guru dalam melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran sesuai karakteristik pembelajaran, sehingga dengan demikian diharapkan kemampuan berbicara anak meningkat secara bertahap. Disarankan kepada Peneliti Lain agar dapat melakukan penelitian secara efektif, sehingga hasil penelitian dapat tercapai secara optimal.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Undiksha Singaraja.

Depdiknas. 2000. Modul Pelatihan Pengelola dan Tenaga Pendidik Kelompok Bermain. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Dhieni. Nurbiana,dkk. 2007. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Divtahari, I Gusti Ayu Ketut, dkk. 2015.

Penerapan Metode Bercerita Berbantuan Media Boneka untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak Anak. Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha.

Gunarti, Winda. 2010. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar AUD. Universitas Terbuka.

(11)

Hadi, Sutrisno. 2001. Statistik Jilid I.

Yogyakarta: ANDI yogyakarta.

Hurlock, B. Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Mulyasa, E.H. 2012. Manajemen PAUD.

Rosda.

Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Rusefrinaria. 2012. Jurnal Peningkatan

Kosa Kata Anak Melalui Kartu Gambar Binatang di PAUD Palapa I Padang Pariaman.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran.

Jakarta: Media Grafika.

Santrock, J.W. (2002). “Psikologi Pendidikan”. Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Suhartono. 2005. Pengembangan Ketrampilan Bicara Anak Usia Dini.

Jakarta: Depdikas.

Sujiono, dkk. 2005. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka.

Susanto, Ahmad. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Wijaya, Intan Prastihastari,dkk. 2015.

Penerapan Metode Bercerita dengan Media Wayang Gapit Sebagai Upaya Pengembangan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini. Kediri:

Universitas Nusantara PGRI Kediri.

Jurnal Penelitian (online). Tersedia

pada http:

lp2m.unpkediri.ac.id/jurnal/pages/efek tor/Nomor26. Diakses pada tanggal 25 Juli 2016.

Wiyani, Novan Ardi. 2013. Manajemen Kelas. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Yusnita, Diyah, dkk. 2012. Hubungan Kegiatan Bermain Peran Makro

dengan Keterampilan Berbicara Anak Usia 5-6 tahun. Bandar Lampung:

Universitas Lampung. Jurnal Penelitian (online). Tersedia pada http:

//digilib.unila.ac.id/21839/3/skripsi.

Diakses pada tanggal 28 Juli 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi bahan bakar 100%DME meningkat dengan menghasilkan power output yang hampir sama seperti campuran Solar+DME 50/50, sementara itu penggunaan bahan bakar

flanel merupakan salah satu media yang tepat digunakan dalam pengembangan kemampuan berbicara anak, karena menggunakan wayang flanel sebagai alat peraga saat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media kantung cerita dapat meningkatkan kemampuan menyimak anak pada siklus I sebesar 75,9%

Terjadinya peningkatan persentase keterampilan berbicara anak didik pada saat penerapan metode bercerita dengan media audio visual disebabkan oleh rasa tertarik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi metode bercerita berbantua media boneka jari dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok

Persiapkan diri untuk besok >:D.. tingkat provinsi OSN 2012 bidang Komputer • Peserta Olimpiade Sains Nasional 2013 bidang Komputer.. Let’s collaborate!.. • I’ll be more than

h deretan bit p ran dari demap kan untuk da digital serial kukan konver ralel secara be an bentuk par an mengubah Data terima s gkan dengan menentukan k Decomposition) OWDM m rm

Dari hasil simulasi, implementasi, dan analisa yang telah dilakukan pada tugas akhir ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin kecil level clipping yang ditentukan,