• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan Oksidasi Sistem Lapisan Al dan NiAl pada Substrat Baja Karbon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketahanan Oksidasi Sistem Lapisan Al dan NiAl pada Substrat Baja Karbon"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Ketahanan Oksidasi Sistem Lapisan Al dan NiAl pada Substrat Baja Karbon

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh ARIN NARIPA NIM: 1113097000010

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M/1441 H

(2)

ii

Pengembangan dan Penguijan Ketahanan Oksidasi Sistem Lapisan Al dan NiAl

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Disusun Oleh:

Arin Naripa 1113097000010

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M/1441 H

(3)
(4)

iv

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2020

Arin Naripa

(6)

vi ABSTRAK

Oksidasi pada baja karbon merupakan permasalahan utama pada aplikasi di bidang industri pembangkit energi, dan industri kimia. Teknik pelapisan pada baja karbon merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan oksidasi pada temperatur tinggi. Pada penelitian ini, nikel dan aluminium berhasil dideposisikan pada substrat baja karbon ST317 menggunakan metode elektroplating dan pack cementation. Untuk mengetahui ketahanan oksidasi lapisan Al dan NiAl dilakukan pengujian oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam dan memberikan hasil bahwa perubahan massa sampel membentuk kurva parabolik.

Morfologi permukaan dan penampang melintang sampel diamati dan dianalisa menggunakan SEM. Hasil analisa SEM menunjukkan bahwa lapisan Al memiliki porositas lebih besar dibandingkan dengan lapisan NiAl, dan pada permukaan lapisan NiAl terbentuk lapisan oksida protektif. Hasil XRD menunjukkan pada sampel lapisan NiAl fasa Ni2Al3 yang terbentuk sebelum oksidasi berubah menjadi fasa NiAl setelah oksidasi. Hasil pengujian oksidasi menunjukkan lapisan NiAl lebih mampu melindungi baja karbon ST317 pada temperatur 800oC selama 100 jam.

Kata kunci : Oksidasi, Baja Karbon ST317, Aluminium, Nikel, Pack Cementation, Elektroplating, SEM, XRD.

(7)

vii ABSTRACT

The oxidation of carbon steel is major infrastructure degradation problem in energy generation industry and chemical industry. Coating on carbon steel is one of the techniques which required improving oxidation resistance in high temperature. In this study, nickel and aluminium were successfully deposited on carbon steel ST317 substrates using electroplaing and pack cementation method.

In order to understand the oxidation resistance of Al and NiAl coating system, oxidation test was carried out at temperature 800oC for 100 hours. The results showed that mass changes folowed a parabolic curve. Surface and cross section morphologies were observed and analyzed using SEM. SEM result showed that Al coating system possesed larger porosity on the surface area than NiAl coating system and oxides was observed at surface area of NiAl coating system. XRD results showed that the phase formed in NiAl coating system before oxidation test was Ni2Al3 and transformed to NiAl after oxidation test. The oxidation test showed that NiAl caoting system could protect the carbon steel ST317 as a substrate at temperature 800oC for 100 hours.

Keywords: Oxidation, Carbon Steel ST317, Aluminium, Nickel, Pack Cementation, Electroplating, SEM, XRD.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, atas karunia dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam yang telah menunjukkan jalan dari zaman jahiliyah menuju terang benderang.

Karya ilmiah dengan judul “Ketahanan Oksidasi Sistem Lapisan Al dan NiAl pada Substrat Baja Karbon” merupakan hasil penelitian tugas akhir jenjang perkuliahan Strata 1, mahasiswa program studi Fisika UIN Syraif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Fisika LIPI.

Penelitian tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan fasilitas yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Rike Yudianti selaku Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di P2F-LIPI.

3. Tati Zera, M.Si selaku Ketua Prodi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Edi Sanjaya, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberi masukan dalam proses penulisan karya ilmiah ini.

(9)

ix

5. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis ketika melakukan penelitian.

6. Restiana Dwi Desiati, S.T., Astria Nurhermaya, dan Safitry Ramandhany, S.Si., yang telah membantu dalam analisis data dan proses penelitian di laboratorium.

7. Kedua orang tua, keluarga, dan kerabat yang senantiasa memberikan dukungan serta memberikan do’a kepada penulis demi kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan penelitian ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya karya ilmiah ini.

Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada pembaca.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dijadikan sebagai amal sholeh. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Jakarta, Mei 2020

Arin Naripa

(10)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENGESAHAN UJIAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penulisan ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Oksidasi ... 7

2.2. Pelapisan Baja Karbon ... 16

2.3.Metode Pelapisan ... 19

2.4. Difusi ... 26

2.5. Prinsip Kerja Alat Karakterisasi ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian ... 35

3.3. Diagram Alir penelitian ... 39

3.4. Prosedur Penelitian ... 40

3.5. Variabel Penelitian ... 45

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Pengamatan Visual ... 46

4.2. Perubahan Massa Setelah Proses Oksidasi ... 47

(11)

xi

4.3. Pengamatan Struktur Mikro ... 49

4.4.Identifikasi Fasa ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1. Kesimpulan ... 59

5.2. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Peralatan Kerja ... 35

Tabel 3.2. Bahan Larutan Elektrolit Ni-Strike ... 40

Tabel 3.3. Bahan Larutan Elektrolit Ni-Watt ... 41

Tabel 3.4. Bahan Aluminizing Pack Mixture ... 42

Tabel 3.5. Bahan Larutan Elektrolit Cu-Plating... 45

Tabel 4.1. Kondisi sampel sebelum dan sesudah oksidasi ... 46

Tabel 4.2. Perubahan Massa Setelah Oksidasi ... 47

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Energi Bebas Standar Pembentukan Beberapa Oksida Terhadap

Fungsi Temperatur ... 11

Gambar 2.2. Laju Oksidasi ... 12

Gambar 2.3. Laju Pertumbuhan Logaritmik ... 14

Gambar 2.4. Laju Pertumbuhan Parabolik ... 16

Gambar 2.5. Nikel ... 17

Gambar 2.6. Aluminium ... 18

Gambar 2.7. Proses Elektroplating... 20

Gambar 2.8. Reaksi yang Terjadi dalam Wadah Tertutup Pack Cementation... 25

Gambar 2.9. (a) Difusi pada keadaan stabil melalui plat tipis, (b) Profil konsentrasi linier pada kondisi difusi (a) ... 28

Gambar 2.10. Profil konsentrasi untuk keadaan tidak stabil dalam tiga waktu berbeda yakni t1, t2, dan t3. ... 29

Gambar 2.11. Difraksi Radiasi Sinar-X dalam Struktur Kristal ... 31

Gambar 2.12. Komponen Utama XRD ... 32

Gambar 2.13. Proses Terbentuknya (a) BSE, (b) SE dan (c) X-ray... 33

Gambar 2.14. Prinsip Kerja SEM ... 34

Gambar 4.1. Kurva Pertambahan Massa Pada Sampel Setelah Oksidasi ... 49

Gambar 4.2. Morfologi Permukaan Sampel (a) FeAl, (b) FeNiAl ... 51

Gambar 4.3. Morfologi Penampang Melintang Sampel (a) FeAl, (b) FeNiAl ... 52

Gambar 4.4. EDS-Mapping Sebelum Oksidasi (a) FeAl, (b) FeNiAl dan Setelah Oksidasi (c) FeAl, (d) FeNiAl ... 53

Gambar 4.5. Line Analysis Sampel FeAl (a) Sebelum, dan (b) Sesudah Oksidasi ... 55

Gambar 4.6. Line Analysis Sampel FeNiAl (a) Sebelum, dan (b) Sesudah Oksidasi ... 56

Gambar 4.6. Pola Difraksi Sinar-X ... 57

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan

Oksidasi merupakan reaksi antara molekul oksigen dengan logam. Pada penggunaan baja karbon, proses oksidasi ini dapat menimbulkan karat sehingga menurunkan fungsi dari baja karbon. Sementara, di Indonesia penggunaan baja karbon cukup luas yaitu melingkupi bidang industri, konstruksi, manufaktur dan juga bidang pertahanan, sehingga oksidasi dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar. Baja karbon rentan mengalami oksidasi pada penggunaan di lingkungan temperatur tinggi, misalkan penggunaan di bidang industri pembangkit energi, dan industri kimia. Untuk menghindari kerugian, dilakukan beberapa pemecahan masalah seperti rekayasa material baja karbon dengan membentuk baja yang tahan terhadap oksidasi, namun pembentukan paduan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Selain rekayasa material, upaya pencegahan oksidasi juga dilakukan dengan cara pelapisan terhadap permukaan baja karbon menggunakan logam pelapis yang tahan terhadap oksidasi.

Baja karbon merupakan logam paduan, Fe (besi) sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen lainnya termasuk karbon. Terkait dengan besi, terdapat firman Allah dalam surah Al-Hadid ayat 25 yang dapat ditadaburi:

(15)

2

قَ موُقيَ ِل قنا قزيَِمْلا قو قباقتِكْلا وموهقعقم اقنْل قزْنقأ قو ِتاقنِّيَقبْلاِب اقنقلوس ور اقنْلقس ْرقأ ْدقُقل قمقل ْعقيَِل قو ِساَّنلِل وعِفاقن قم قو ٌديِدقش ٌسْأقب ِهيَِف قديِد قحْلا اقنْل قزْنقأ قو ۖ ِطْسُِْلاِب وساَّنلا

ٌزيِزقع ٌّيِمقق ق َّاللَّ َّنِإ ۚ ِبْيَقغْلاِب وهقلوسور قو وه وروصْنقي ْنقم و َّاللَّ

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat

dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya.

Sesungguhnya Allah Maha Kuat, Maha Perkasa.” (Q.S. Al-Hadiid: 25)

Nikel merupakan salah satu logam yang dapat digunakan untuk melapisi baja karbon. Pelapisan Ni dipilih karena Ni mempunyai kekuatan dan daya tahan yang baik pada temperatur tinggi[1]. Deposisi Ni dilakukan dengan menggunakan metode elektroplating. Metode elektroplating telah lama dikenal sebagai metode pelapisan logam seperti nikel dan telah diaplikasikan dalam bidang industri.

Keuntungan menggunakan metode ini adalah biaya yang sedikit dan proses yang cepat. Proses elektroplating dapat mengubah sifat suatu material, misalnya pelapisan baja karbon dengan nikel dapat menambah daya tahan terhadap oksidasi maupun sifat fisik lainnya contohnya adalah tingkat kekerasan, keuletan, dan lain- lain.

Selain nikel, pelapisan baja karbon juga dapat dilakukan dengan menggunakan aluminium. Al merupakan persyaratan dasar untuk komposisi

(16)

3

lapisan temperatur tinggi[2]. Logam aluminium dapat membentuk logam oksida protektif yaitu Al2O3 (aluminium oksida). Al2O3 merupakan fasa keramik yang tahan terhadap temperatur tinggi. Deposisi Al dilakukan dengan menggunakan metode pack cementation. Pada metode pack cementation akan terjadi proses difusi atom logam pelapis menuju substrat. Sehingga akan menghasilkan lapisan yang sangat kuat bahkan terjadi proses perpaduan antara substrat dengan pelapis.

Oleh karena itu, tujuan penelitian kali ini adalah untuk meningkatkan ketahanan logam yaitu baja karbon dengan menggunakan metode elektroplating dan pack cementation. Metode elektroplating digunakan untuk pelapisan logam Ni, sedangkan metode pack cementation digunakan untuk pelapisan Al. Logam Ni dan Al telah diketahui mempunyai ketahanan yang baik terhadap suhu tinggi, karena kemampuan logam membentuk lapisan oksida protektif. Pada penelitian kali ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda terhadap baja karbon. Perlakuan pertama adalah pelapisan baja karbon menggunakan logam Ni dengan metode elektroplating, sedangkan perlakuan ke dua pelapisan baja karbon menggunakan logam Ni dengan metode elektroplating dan logam Al dengan metode pack cementation. Hal ini dilakukan untuk membandingkan ketahanan logam terhadap suhu tinggi menggunakan kedua metode tersebut, serta mengetahui struktur mikro dan fasa yang terbentuk pada logam setelah dilakukan proses pelapisan dan fasa yang terbentuk setelah dilakukan proses pengujian oksidasi pada suhu 800oC selama 100 jam.

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah:

(17)

4

1. Bagaimana ketahanan oksidasi sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon pada temperatur 800oC selama 100 jam?

2. Fasa-fasa apa yang terbentuk pada sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon setelah uji oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam?

3. Bagaimana struktur mikro sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon setelah uji oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam?

1.3. Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Substrat yang digunakan dalam proses pelapisan adalah baja karbon 2. Deposisi sistem lapisan Al dan NiAl masing-masing menggunakan metode

pack cementation, dan gabungan metode elektroplating dan pack cementation.

3. Pelapisan dengan elektroplating menggunakan larutan elektrolit Ni-Strike dan Ni-Watt.

4. Pelapisan dengan metode pack cementation mengguanakan Al pack mixture

5. Pengujian yang dilakukan adalah uji oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam berdasarkan

6. Identifikasi fasa sampel dilakukan menggunakan XRD Rigaku tipe Smart Lab.

(18)

5

7. Pengamatan struktur mikro sampel dilakukan menggunakan SEM merek JEOL tipe JIB-4610F Multi Beam System baik permukaan sampel maupun penampang melintang sampel.

1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisa ketahanan oksidasi sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon pada temperatur 800oC selama 100 jam.

2. Mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon setelah uji oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam.

3. Mengetahui struktur mikro sistem lapisan Al, dan NiAl dengan substrat baja karbon setelah uji oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam.

1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai ketahanan oksidasi pada sistem lapisan Ni dan NiAl pada substrat baja karbon.

2. Memberikan informasi mengenai struktur mikro yang terbentuk pada pada permukaan sampel maupun penampang melintang sampel sistem lapisan Al dan NiAl pada substrat baja karbon sebelum dan sesudah pengujian oksidasi.

3. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengujian oksidasi sistem lapisan Al dan NiAl pada substrat baja karbon.

(19)

6

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam dunia industri yang membutuhkan material tahan oksidasi.

1.6. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan

Bab ini melingkupi latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, mnfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori, berisi materi yang mendukung penelitian diantaranya oksidasi, pelapisan baja karbon, metode pelapisan logam, dan prinsip kerja SEM dan XRD.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini memaparkan tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alur dan prosedur penelitian, serta variabel penelitian.

BAB IV Analisa dan pembahasan

Bab ini memaparkan data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini memaparkan kesimpulan dari penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksidasi

Korosi kering atau korosi temperatur tinggi adalah proses korosi yang terjadi tanpa adanya elektrolit atau tanpa melibatkan segala bentuk air, secara mekanis dalam korosi temperatur tinggi ini logam bereaksi langsung dengan atom-atom gas di atmosfer daripada ion-ion di dalam larutan[3]. Oksidasi adalah fenomena penting dalam korosi temperatur tinggi. Oksidasi logam rentan terjadi ketika material tersebut dipanaskan pada temperatur tinggi di atmosfer atau pada lingkungan yang banyak mengandung molekul oksigen, seperti pada ruang pembakaran yang memiliki kelebihan oksigen bebas. Secara sederhana oksidasi pada logam merupakan reaksi antara oksigen dengan logam dan membentuk senyawa oksida logam. Lapisan oksida yang terbentuk berperan sebagai lapisan pelindung, dengan demikian reaksi oksidasi harusnya terhenti setelah lapisan pelindung terbentuk. Namun, transportasi materi menuju lapisan menyebabkan reaksi terus berlanjut. Lapisan yang terbentuk mungkin saja tidak padat dan melekat kuat pada substrat dan juga retak, sebagian terkelupas atau bahkan bisa sangat berpori[4]. Akibatnya oksigen akan masuk melewati lapisan oksida dan bereaksi dengan logam. Lapisan oksida yang tebal dan memiliki daya lekat tinggi serta memiliki pori yang sedikit akan mampu melindungi logam dari oksidasi berikutnya. Lapisan dari oksida Al2O3 dikenal sebagai lapisan tipis dengan daya lekat yang kuat dan protektif terhadap logam dari proses oksidasi[5].

(21)

8 2.1.1. Tinjauan Termodinamika[6][7]

Hukum kedua termodinamika memperkirakan apakah suatu reaksi dapat berjalan spontan, karena biasanya reaksi terjadi pada keadaan temperatur dan tekanan yang konstan. Hukum kedua termodinamika dapat dituliskan:

S T H G  

 ... (1)

Dimana,

G Energi bebas Gibss

H Perubahan Entalpi

S Perubahan Entropi

dan apabila,

0

<

G reaksi berjalan secara spontan

0

G reaksi berada pada kesetimbangan

0

>

G reaksi tidak mungkin terjadi (secara termodinamika)

Untuk reaksi kimia seperti

dD cC bB

aA   ...(2)

Maka G dirumuskan

)]

/(

)

ln[( a C a D a A a B

RT G

G  

o

c

d a

b

...(3)

(22)

9 Go

merupakan perubahan energi bebeas ketika semua bagian berada pada keadaan standar; aA, aB, aC, dan aD adalah aktivitas dari elemen A, B, C, dan D.

Reaksi oksidasi antara logam (M) dengan gas oksigen (O2) dapat dituliskan:

M(s) + O2(g) = MO2(s) ...(4)

Secara termodinamika, oksida akan terbentuk pada permukaan logam ketika oksigen potensial tinggi. Energi bebas dalam keadaan standar untuk reaksi oksidasi di atas adalah:



 

 

1

2

ln 2 o

M o MO

a p RT a

G ...(5)

Dimana

MO2

a dan aM adalah reaksi aktivitas oksida dan logam,

O2

p adalah tekanan parsial gas oksigen. Jika diasumsikan bahwa oksida MO2 stokiometri dan tidak ada campuran antara logam dan oksida, persamaan tersebut dapat ditulis

ln O2

o RT p

G

 ... (6)

Tekanan parsial gas oksigen dimana logam dan oksida bersamaan adalah disosiasi tekanan oksida. Pada diagram Ellingham persamaan tersebut merupakan plot energi bebas standar untuk pembentukan terhadap fungsi temperatur.

Diagram Ellingham menunjukkan:

1. Energi bebas untuk kebanyakan logam menunjukkan hubungan linear terhadap temperatur dengan gradien positif. Hal ini menyebabkan hampir semua reaksi oksidasi diikuti dengan penuruan entropi.

(23)

10

2. Perubahan gradien garis pada suatu titik mengindikasikan perubahan fasa pada logam. Hal tersebut bisa melting, boiling, atau perubahan struktur.

3. Sebagian besar oksida yang stabil memiliki nilai negatif Goyang besar.

Hal ini direpresentasikan dengan letak yang lebih rendah dalam diagram tersebut.

4. Penetuan nilai oksigen potensial.

Salah satu aplikasi paling penting diagram Ellingham adalah penentuan tekanan disosiasi kesetimbangan oksida pada berbagai temperatur.

Perubahan energi bebas reaksi dalam hal tekanan parsial gas dituliskan:

 

2

ln O

o RT p

G G 

 ...(7)

Secara numerikal sama dengan pengurangan energi bebeas 1 mol oksigen ketika tekanan parsialnya turun dari 1 atm ke

O2

p pada temperatur T.

Tekanan parsial oksigen dapat dibaca dengan menarik garis lurus dari titik 0 pada bagian kiri pada sumbu energi bebas oksida ke temperatur yang diinginkan.

(24)

11

Gambar 2.1. Energi Bebas Standar Pembentukan Beberapa Oksida Terhadap Fungsi Temperatur[8]

2.1.2. Kinetika Laju Oksidasi Logam [6]

(25)

12

Gambar 2.2. Laju Oksidasi[9]

Laju reaksi dan pencocokan persamaan laju reaksi oksidasi logam tergantung pada beberapa faktor, seperti temperatur, tekanan gas oksigen, lamanya waktu reaksi, perlakuan permukaan dan perlakuan yang dilakukan sebelumnya pada logam. Metode pengujian pertumbuhan lapisan oksidasi termasuk perubahan ketebalan lapisan, berat substrat, atau tekanan udara di sekitar.

Sebagian besar data kuantitatif menyatakan perubahan berat per luas permukaan.

Ketebalan lapisan permukaan diperoleh dari pertambahan berat dengan menggunakan persamaan:

 

o O M

M b

m

x M a b ...(8)

Dimana

x

ketebalan lapisan oksida

(26)

13

b

aO

MM massa molekul relatif (g/mol)

m pertambahan berat per luas permukaan (mg/cm2)

bkoefisien stokiometri oksigen pada

b aO

MM

o

M

massa atom relatif oksigen (g/mol)

massa jenis (g/cm3)

A. Laju Pertumbuhan Logaritmik

Ketika logam teroksidasi pada keadaan tertentu, biasanya pada temperatur rendah kurang dari 400oC, pembentukan awal oksida sampai batas 1000A, digolongkan oleh reaksi cepat yang segera berkurang pada laju yang sangat rendah. Keadaan ini bisa dideskripsikan dengan persamaan laju pertumbuhan logaritmik, dimana termasuk persamaan logaritmik langsung dan terbalik.

A t t k

xlog.log(  0) ...(9) Logaritmik terbalik:

t k x B il.log

1 ...(10)

Dimana x secara alternatif menunjukkan jumlah oksigen yang berkurang per unti permukaan, jumlah logam yang berubah menjadi oksida, atau ketebalan lapisan oksida, t menunjukkan waktu, klogdan

k

il menunjukkan konstanta laju pertumbuhan, A dan B merupakan konstanta. Grafik untuk

(27)

14

dua persamaan laju pertumbuhan logaritmik ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 2.3. Laju Pertumbuhan Logaritmik[6]

B. Laju Pertumbuhan Linear

Beberapa logam mengalami laju oksidasi yang konstan terhadap waktu dan sejumlah gas dan logam bebas sebelumnya digunakan dalam reaksi.

Dalam beberapa kasus, laju reaksi yang proporsional terhadap waktu adalah:

C t k

x

l

...(11)

Dimana

k

l adalah konstanta pertumbuhan linear dan C konstanta integrasi.

Laju pertumbuhan linear biasanya terjadi karena reaksi pada permukaan atau batas fasa, yang mana melibatkan reaksi yang dibatasi oleh suplai reaktan pada permukaan, reaksi tersebut diatur oleh pembentukan oksida

(28)

15

pada logam atau interface oksida, atau difusi melalui lapisan dengan ketebalan konstan.

C. Laju Pertumbuhan Parabolik

Pada kondisi temperatur tinggi, oksidasi logam menghasilkan lapisan oksida pada permukaan logam. Lapisan tersebut bertindak sebagai sekat yang memisahkan logam dengan gas oksigen. Jika cukup oksigen terdapat pada permukaan oksida, laju oksidasi pada temperatur tinggi akan dibatasi oleh solid-state difusi melalui lapisan yang rapat. Semakin jauh difusi semakin bertambah ketebalan oksida, laju reaksi akan berkurang seiring bertambahnya waktu. Laju pertumbuhan parabolik dapat direpresentasikan dengan persamaan berikut:

x k dt dx 'p

 ...(12)

Jika persamaan (12) diintegralkan, maka persamaan tersebut menjadi:

C t k

x2p  ...(13) Dimana

kp = konstanta laju parabolik (g2m-4s-1)

t

= waktu

x

= ketebalan kerak

(29)

16

Gambar 2.4. Laju Pertumbuhan Parabolik[10]

2.2. Pelapisan Baja Karbon

Substrat yang digunakan pada penelitian ini merupakan baja karbon. Baja merupakan logam paduan, Fe (Ferrum) sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen lainnya, termasuk karbon. Baja karbon banyak diaplikasikan untuk pipa dalam industri pembangkit energi, industri kimia, industri hidrokarbon, dan industri lainnya yang banyak memakai fluida dengan suhu dan tekanan yang ekstrim. Pipa baja karbon mengandung karbon kurang dari 1,7%, mangan kurang dari 1,65%, juga sejumlah aluminium dan silikon. Pipa baja karbon digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LCS (low carbon steel) yang memiliki kadar karbon di bawah 0,25%, MCS (medium carbon steel) dengan kadar karbon 0,25%-0,6%, dan HCS (high carbon steel) yang memiliki kadar karbon 0,6%-1,4%.

Berdasarkan perbedaan kandungan karbon maka akan terlihat perbedaan nilai ketangguhan dimana baja dengan komposisi karbon yang lebih rendah memiliki

(30)

17

ketangguhan yang lebih baik dibandingkan baja yang memiliki kandungan karbon yang lebih banyak[11]. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan baja karbon tipe rendah.

Meskipun baja karbon tipe rendah memiliki sifat mekanik yang sangat baik tetapi cepat mengalami korosi jika digunakan di lingkungan oksidatif yang sangat ekstrim. Sehingga untuk memproteksi baja karbon tersebut perlu dilakukan pelapisan logam menggunakan material yang tahan korosi tetapi juga memiliki kekuatan mekanik yang baik seperti nikel dan aluminium.

2.2.1.Nikel

Nikel adalah unsur metalik putih berkilau dan berwarna putih keperakan, memiliki lambang Ni juga nomor atom 28. Nikel ditemukan sebagai penyusun di kebanyakan meteorit dan sering dijadikan salah satu kriteria untuk membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit besi atau siderit mungkin mengandung paduan besi dari 5 sampai hampir 20% nikel[12].

Gambar 2.5. Nikel

(31)

18

Nikel memiliki beberapa karakteristik diantaranya, titik leleh yang tinggi pada temperatur 1453oC, tahan terhadap korosi dan oksidasi sehingga nikel sering digunakan untuk bahan pelapis logam lain, mudah dibentuk, bersifat magnetik pada suhu ruangan, bisa dideposisikan dengan metode elektroplating.

Berdasarkan karakteristik tersebut, nikel banyak digunakan di lebih dari 300.000 produk untuk aplikasi konsumen, industri, militer, transportasi, kedirgantaraan, kelautan dan arsitektural.

2.2.2.Aluminium

Aluminium adalah unsur kimia dengan lambang Al dan memiliki nomor atom 13. Aluminium adalah logam yang paling melimpah berjumlah sekitar 8%

dari berat permukaan bumi. Aluminium juga meupakan unsur yang paling banyak ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium sangat mudah berikatan dengan unsur lain sehingga aluminium murni tidak ditemukan di alam. Bentuk aluminium yang paling umum ditemukan di alam adalah aluminium sulfat[13].

Gambar 2.6. Aluminium

(32)

19

Aluminium memiliki kombinasi sifat yang langka. Aluminium merupakan salah satu logam yang paling ringan di dunia, hampir tiga kali lebih ringan dari besi tetapi juga sangat kuat, dan fleksibel. Selain itu, aluminium mempunyai sifat penghantar panas yang tinggi, penghantar listrik yang baik dan mudah ditempa (malleability) sehingga memungkinkannya dihasilkan dalam bentuk lembaran yang tipis.

Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Permukaan aluminium yang terpapar udara bebas akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan tipis aluminium oksida (Al2O3), yang akan mencegah oksidasi lebih jauh. Lapisan aluminium oksida ini tidak seperti karat pada besi yang akan mengelupas dan menyebabkan lapisan baru mengalami oksidasi[14].

2.3.Metode Pelapisan 2.3.1.Metode Elektroplating

Elektroplating adalah proses elektrolisis untuk melapiskan logam pada substrat. Elektroplating termasuk salah satu bentuk elektrodeposisi. Proses elektrodeposisi biasanya menggunakan arus listrik yang mengalir diantara dua elektroda yang tercelup dalam larutan elektrolit. Elektroda positif dinamakan anoda yang merupakan logam pelapis dan elektroda negatif dinamakan katoda yang merupakan substrat yang akan dilapisi. Larutan elektrolit terdiri dari ion-ion logam pelapis. Ketika arus listrik dialirkan ke elektroda, ion-ion tersebut akan berpindah ke elektroda yang memiliki muatan berlawanan (ion positif menuju katoda dan ion negatif menuju anoda).

(33)

20

Gambar 2.7. Proses Elektroplating[15]

Logam nikel teroksidasi menjadi ion logam (Ni2+) yang kemudian larut dalam larutan elektrolit menggantikan ion logam Ni2+ dari NiSO4 yang terelektrolisis menjadi Ni2+ dan SO42- yang tertarik ke katoda untuk terbentuk endapan. Reaksi kimia yang terjadi pada proses ini adalah:

Oksidasi pada anoda

Ni→ Ni2+ + 2e...(14) Elektrolisis ion logam

NiSO4→ Ni2+ + SO42-...(15) Penggantian ion logam pada larutan

Ni2++ SO42- → NiSO4 ...(16)

(34)

21 Reduksi logam

Ni2++ 2e → Ni...(17) Dalam penelitian elektrodeposisi, Michael Faraday menyatakan bahwa jumlah logam yang terdeposisi pada katoda dan jumlah yang terlarut pada anoda berbanding lurus dengan jumlah arus listrik yang mengalir dalam larutan elektrolit.

Faraday juga menyatakan hubungan antara jumlah partikel logam yang terdeposisi atau yang terlarut dengan berat atom dan banyaknya elektron yang terlibat dalam reaksi elektrokimia. Banyaknya elektron yang terlibat ditunjukkan dengan elektron valensi logam. Massa atom dibagi dengan elektron valensi menunjukkan massa ekuivalen dari logam.

Faraday menyatakan bahwa banyaknya listrik yang dibutuhkan untuk mendeposisikan atau melarutkan 1 gram massa ekuivalen logam adalah konstan dan bernilai 96.500 coulombs (Ampere-seconds) atau 26,799 Ampere-jam, yang dikenal juga dengan tetapan Faraday. Untuk menentukan banyaknya logam yang terdeposisi pada katoda dan yang terlarut pada anoda dapat dinyatakan dengan persamaan:

F

W eIt...(18)

dimana,

W = massa logam yang terdeposisi atau terlarut (gram)

e = massa ekuivalen (massa atom/elektron valensi)

(35)

22 I = kuat arus (Ampere)

F = Tetapan Faraday

Berdasarkan persamaan tersebut, ketika logam yang digunakan adalah nikel maka jika massa atom nikel 58,70 dan elektron valensinya 2, maka:

799 , 26

2 70 ,

58 It

W

799 , 26

35 , 29 It W

It W 1,095

Dimana W adalah banyaknya nikel yang terdeposisi pada katoda (atau terlarut dalam anoda) dalam satuan gram, I adalah arus listrik yang mengalir dalam satuan ampere dan t adalah waktu dalam satuan jam. Jika efisiensi arus 100% maka dalam waktu 1 jam, nikel akan terdeposisi sebanyak 1,095 gram.

Dalam praktiknya, reaksi elektrokimia lain mungkin ikut terjadi yang akan mengurangi sedikit presentase dari arus yang digunakan. Biasanya, sedikit arus akan terpakai dalam pelepasan ion hidrogen dari air. Hidrogen yang terlepas itu membentuk gelembung gas hidrogen yang menempel pada permukaan katoda.

Efisiensi katoda menunjukkan presentase arus yang benar-benar mendeposisikan nikel pada katoda dari total arus yang digunakan. Sedangkan efisiensi anoda menunjukkan presentase dari banyaknya ion nikel yang dihasilkan

(36)

23

pada anoda. Jika efisiensi katoda sama dengan efisiensi anoda maka bisa dikatakan proses elektroplating memiliki kondisi yang baik.

Efisiensi katoda lebih sering digunakan sebagai pedoman apakah semua arus digunakan untuk mendeposisikan nikel pada katoda sehingga didapatkan efisiensi arus 100% ataukah lebih rendah. Efisiensi arus yang rendah dapat disebabkan oleh adanya kebocoran arus, larutan yang tidak homogen dan proses pelepasan ion hidrogen dari air. Arus yang tidak terpakai untuk mendeposisikan nikel dapat hilang menjadi panas atau pengendapan logam lain sebagai impuritas yang tidak diinginkan[16].

Ketebalan lapisan nikel dapat diperoleh dengan membagi selisih massa setelah dan sebelum dilapisi dengan massa jenis nikel (8,908 g/cm3) dikali luas permukaan, untuk mendapatkan ketebalan dalam mikrometer maka dikalikan dengan 10000. Secara matematis dapat ditulis:

10000 908

,

8 

 

A

T m ...(19)

dimana,

T = ketebalan lapisan (μm)

Δm = selisih massa substrat setelah dan sebelum dilapisi (gr)

A = luas permukaan substrat (cm2)

Proses elektroplating mengubah sifat fisik dan mekanik suatu material.

Salah satu contoh perubahan fisik ketika material dilapis dengan nikel adalah

(37)

24

bertambahnya daya tahan material tersebut terhadap korosi, serta bertambahnya kapasitas konduktifitasnya. Adapun dalam sifat mekanik, terjadi perubahan kekuatan tarik maupun tekan dari suatu material sesudah mengalami pelapisan dibandingkan sebelumnya.

Karena itu, tujuan pelapisan logam tidak luput dari dua hal, yaitu untuk meningkatkan sifat teknis/mekanis dari suatu logam, yang kedua melindungi logam dari korosi.

2.3.2.Metode Pack Cementation

Pack cementation adalah metode pelapisan difusi logam pada substrat yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan oksidasi dan korosi temperatur tinggi[3].

Pack cementation biasanya tediri dari 4 komponen yakni, substrat atau bagian yang akan dilapisi, serbuk dari elemen yang akan digunakan untuk melapisi substrat (master alloy) seperti, Cr, Al, dan atau Si, garam halida sebagai aktivator (NaCl, NaF, NH4Cl, dll), dan serbuk sebagai innert filler (Al2O3, SiO2, atau SIC).

Serbuk pelapis, garam halida dan innert filler diaduk sehingga homogen, sementara substrat yang akan dilapisi dikubur dengan serbuk yang sudah homogen di dalam sebuah wadah tertutup.[17]

Pelapisan dengan metode pack cementation akan menghasilkan lapisan yang lebih kuat dibanding dengan metode elektroplating. Pada metode elektroplating, hanya akan terjadi ikatan adhesi antar permukaan substrat dengan logam pelapisnya, sehingga lapisan yang menempel pada substrat tidak terlalu kuat.

Sedangkan pada metode pack cementation, akan terjadi proses difusi atom milik

(38)

25

logam pelapis menuju substrat. Sehingga pelapisan permukaan yang terjadi akan sangat kuat bahkan akan terjadi proses alloying (perpaduan antara logam dasar/substrat dengan logam pelapis).

Aluminizing

Aluminizing merupakan proses dimana permukaan logam dilapisi oleh aluminium, dengan tujuan untuk melindungi logam yang akan dilapisi dari oksidasi. Untuk melapiskan aluminium pada substrat Fe menggunakan metode pack cementation digunakan serbuk Al, garam halida NH4Cl dan innert filler Al2O3, ketiga serbuk tersebut dicampur hingga homogen.

Substrat Fe dikubur dalam serbuk pack lalu dipanaskan sampai temperatur 800oC. Beberapa kejadian yang terjadi di dalam wadah tertutup saat dipanaskan ditunjukkan oleh gambar 2.8.

Gambar 2.8. Reaksi yang Terjadi dalam Wadah Tertutup Pack Cementation[2]

(39)

26

Pada saat dipanaskan serbuk Al bereaksi dengan garam halida NH4Cl dan membentuk senyawa gas. Gas yang terbentuk menjadi perantara untuk membawa aluminium pada permukaan substrat. Setelah Al terdeposisi pada permukaan substrat, gas tadi akan terurai. Garam halida akan kembali lagi menuju serbuk pack dan kembali bereaksi dengan Al. Proses tersebut terus berlangsung sampai Al pada serbuk pack terpakai atau sampai proses pack cementation dihentikan oleh proses pendinginan.

Reaksi yang terjadi dalam wadah tertutup sebagai berikut,

1. Reaksi penguraian NH4Cl

NH4Cl (s) → NH3 (g) + Cl2 (g) ...(20)

2. Reaksi pembentukan garam

aluminium

6HCl (g) + 2Al → 2AlCl3 (g) + 3H2 (g) ...(21) 3. Reaksi peresapan aluminium pada permukaan baja

2AlCl3+ 5Fe (substrat) → 2AlFe (alloy) + 3FeCl2 (g) ...(22) 3FeCl2+ 5Al (pack) → 3AlFe (alloy) + 2AlCl3 (g) ...(23) 3AlCl+ 2Fe (substrat) → 2AlFe (alloy) + AlCl3...(24) 2AlCl+2Fe (substrat) → 2AlFe (alloy)+ Cl2 (g) ...(25)

2.4. Difusi

2.4.1. Hukum Difusi[9]

Difusi adalah fenomena perpindahan material karena pergerakan atom.

Faktor yang menyebabkan terjadinya difusi adalah adanya perbedaan konsentrasi,

(40)

27

dimana materi yang terdifusi menyebar dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Tingkat laju perpindahan massa dinyatakan dengan fluks difusi (J), yang didefinisikan sebagai massa atau nomor atom M berdifusi melalui dan tegak lurus terhadap area penampang melintang benda padat per satuan waktu.

Secara matematis dapat dituliskan

At

JM ...(26)

dengan A menunjukkan area dimana difusi berlangsung dan t adalah waktu yang dilalui selama proses difusi. Dalam bentuk diferensial, persamaan menjadi

dt dM

JA1 ...(27) dimana satuan J adalah kg/m2s.

Salah satu contoh difusi dalam keadaan stabil adalah difusi gas melalui plat logam dimana konsentrasi atau tekanan yang menyebar pada kedua permukaan plat adalah konstan.

(41)

28

Gambar 2.9. (a) Difusi pada keadaan stabil melalui plat tipis, (b) Profil konsentrasi linier pada kondisi difusi (a)

Ketika konsentrasi C diplotkan terhadap posisi atau jarak dengan x solid, kuva yang dihasilkan disebut profil konsentrasi, dan kemiringan pada titik tertentu pada kurva ini adalah gradien konsentrasi.

gradien konsentrasi dx

dC...(28)

Profil konsentrasi diasumsikan linear seperti pada gambar 2.9. (b) sehingga

gradien konsentrasi

B A

B A

x x

C C x C

 

  ...(29)

dimana pada kasus difusi, konsentrasi massa difusi per satuan volume dinyatakan dengan satuan kg/m3

Difusi dalam keadaan stabil dengan satu arah (x) relatif sederhana karena fluks sebanding dengan gradien konsentrasi, secara matematis dapat dinyatakan dengan

(42)

29 dx

DdC

J  ...(30)

dengan D adalah koefisien difusi (m2/s). Tanda negatif menunjukkan bahwa arah difusi menuruni gradien konsentrasi, dari konsentrasi tinggi hingga rendah.

Persamaan (30) merupakah hukum pertama Fick.

Difusi yang sering terjadi adalah difusi dalam keadaan tidak stabil. Artinya, fluks difusi dari gradien konsentrasi pada beberapa titik tertentu dalam benda padat bervariasi sesuai waktu, dengan akumulasi bersih atau penipisan yang menyebar.

Diilustrasikan pada Gambar 2.10. yang menunjukkan profil konsentrasi pada 3 waktu difusi yang berbeda.

Gambar 2.10. Profil konsentrasi untuk keadaan tidak stabil dalam tiga waktu berbeda yakni t1, t2, dan t3.

Dalam keadaan tidak stabil, diperoleh persamaan diferensial parsial berikut.



 

 

x D C x t

C ...(31)

(43)

30

yang dikenal sebagai hukum kedua Fick. Jika koefisien difusi tidak bergantung pada komposisi makan persamaan (31) menjadi

2 2

x D C t C

 

 ...(32)

2.5. Prinsip Kerja Alat Karakterisasi 2.5.1. Difraksi Sinar-X (X-Ray Diffraction)

Sejak pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, sinar-X sudah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi baik dalam bidang medis, geologi, pengujian logam berat, dan sebagainya. XRD memanfaatkan prinsip kerja difraksi sinar-X. Pada tahun 1912 studi mengenai XRD mulai dilakukan secara intensif oleh M. Van. Laue.

Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang () berkisar 0,1 nm (nanometer). Sinar-X menjalar lurus sehingga tidak dapat dibelokkan oleh lensa tetapi dapat dipantulkan oleh cermin. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan plat logam dengan elektron yang dipercepat akibat dari perbedaan tegangan antara katoda dan anoda. Proses pembentukan sinar-X ini terjadi pada tabung hampa. Sinar-X yang dihasilkan akan berinteraksi dengan struktur kristal material uji. Pengujian ini hanya dilakukan dengan padatan kristal karena memiliki susunan atom yang teratur sehingga membentuk bidang-bidang kristal.

Ketika sinar-X diarahkan pada bidang-bidang kristal, maka akan timbul pola difraksi saat sinar-X melewati celah-celah kecil diantara bidang-bidang kristal tersebut. Terdapat dua kemungkinan pola yang dihasilkan yakni interferensi

(44)

31

destruktif (saling meniadakan) dan interferensi konstruktif (saling menguatkan) dari pantulan gelombang-gelombang sinar-X yang saling bertemu. Interferensi konstruktif terjadi sesuai dengan Hukum Bragg yang secara matematis dapat ditulis:

2dsin

n  ... (33)

dimana,

n

urutan difraksi

 panjang gelombang sinar-X

d jarak antara bidang kristal

 sudut difraksi

Gambar 2.11. Difraksi Radiasi Sinar-X dalam Struktur Kristal[9]

Menurut hukum Bragg pantulan sinar-X oleh material terjadi tanpa mengalami kehilangan energi sehingga menghasilkan pantulan elastis. Sinar

(45)

32

datang menumbuk bidang yang tersusun paralel dan memiliki jarak d, maka terdapat kemungkinan bahwa sinar datang akan dipantulkan kembali oleh bidang dan saling berinterferensi secara konstruktif dan menyebabkan difraksi.

Berkas sinar-X yang terdifraksi pada sudut-sudut tertentu dengan intensitasnya masing-masing akan dideteksi oleh detektor. Selanjutnya hasil difraksi tersebut akan terbaca sebagai puncak-puncak grafik yang ditampilkan oleh layar komputer. Puncak-puncak grafik tersebut dianalisis untuk mengetahui struktur kristal suatu material.

Gambar 2.12. Komponen Utama XRD 2.5.2. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Scanning Electron Microscopy merupakan alat karakterisasi yang digunakan untuk mengamati objek mikroskopis dengan perbesaran sampai jutaan kali. Gambar yang dihasilkan oleh SEM mempunyai karakteristik secara kualitatif dalam dua dimensi karena menggunakan elektron sebagai pengganti gelombang cahaya serta berguna untuk menentukan struktur permukaan sampel[18].

(46)

33

Ketika berkas elektron discan pada permukaan sampel, elektron berinteraksi dengan atom-atom di permukaan maupun di bawah permukaan sampel, akibat interaksi tersebut sebagian berkas elektron berhasil keluar kembali atau disebut Backscattered Electrons (BSE). Sementara sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan kemudian memindahkan sebagian besar energi pada elektron atom sehingga terpental ke luar permukaan bahan atau disebut Secondary Electrons (SE). Pembentukan elektron-elektron sekunder selalu diikuti proses munculnya X-ray yang karakteristik untuk setiap elemen, sehingga dapat digunakan untuk mengukur kandungan elemen pada sampel[19].

Gambar 2.13. Proses Terbentuknya (a) BSE, (b) SE dan (c) X-ray

Komponen utama SEM terdiri dari tiga pasang lensa elektromagnetik, sumber elektron, dan imaging detector. Pengoperasian SEM dilakukan dalam keadaan vakum sehingga elektron hanya berinteraksi dengan sampel. Pertama, lensa berfungsi untuk memfokuskan berkas elektron menjadi sebauh titik kecil, kemudian di-scankan oleh dua pasang scan coil dengan frekuensi variabel pada permukaan sampel. Semakin kecil berkas difokuskan semakin besar resolusi

(47)

34

lateral yang dicapai[19]. Kedua, sumber elektron pada umumnya berupa filamen dari bahan kawat tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Ketiga adalah imaging detector berfungsi mengubah sinyal elektron menjadi gambar. SEM memiliki beberapa jenis detektor, antara lain:

a. Detektor EDS berfungsi untuk menangkap informasi mengenai komposisi sampel pada skala mikro.

b. Backscatter Detector berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.

c. Secondary Detector berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi.

Gambar 2.14. Prinsip Kerja SEM [20]

(48)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak Sepetember 2019 hingga Maret 2020 di Pusat Penelitian Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengerahuan Indonesia (LIPI) kawasan Pusat Penlitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK), Serpong.

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1. Peralatan Kerja

Tabel 3.1. Peralatan Kerja

No. Foto Alat Nama Alat Fungsi Alat

1.

Timbangan Digital

Menimbang sampel dan bahan

kimia yang dibutuhkan

2. Hair Dryer

Mengeringkan sampel

5.

Jangka Sorong Digital

Mengukur dimensi sampel

(49)

36 6.

Furnace Pack cementation

Melakukan proses pack cementation

pada temperatur tinggi

7. Ceramic Crucible

Tempat mengubur sampel untuk

proses pack cementation

8. Oven

Mengeringkan lem putih perekat pada ceramic crucible

9. Spatula

Mengambil objek eksperimen berupa

serbuk

10. Pinset

Mengambil objek eksperimen

11. Gelas Beker

Wadah larutan elektrolit

(50)

37

12. Ultrasonic Cleaner

Membersihkan sampel dari kotoran dan lemak

13. Power Supply

Sumber arus DC dalam proses elektroplating

14. Waterbath

Untuk menjaga temperatur larutan

pada proses elektroplating

15. Pengatur Suhu

Mengatur temperatur waterbath sesuai

dengan yang dibutuhkan untuk

proses elektroplating

(51)

38

16. Magnetic Stirer

Mengaduk larutan elektrolit agar tetap homogen

17. XRD

Karakteriasasi sampel

3.2.2. Bahan yang Digunakan a. Baja Karbon

b. Aquades c. Aseton

d. Abbrasive paper #100, #400, #800, #1200, #1500, #2000, #3000 e. Larutan Elektrolit Ni-Strike

f. Larutan Elektrolit Ni-Watt g. Aluminizing Pack Mixture h. Larutan Elektrolit Cu-Plating i. Resin

j. Hardener

k. Alumina micropolisher

(52)

39 3.3. Diagram Alir penelitian

(53)

40 3.4. Prosedur Penelitian

Persiapan Awal

Pada tahapan ini substrat baja dipolish untuk menghilangkan kotoran dengan menggunakan abrasive paper berurutan dari #100, #400, #800, sampai

#1200. Setelah itu substrat diberi nomor, ditimbang dan dilakukan pengukuran dimensi yakni panjang, lebar dan tebal sampel. Sampel dicuci dengan ultrasonic cleaner untuk menghilangkan lemak dan kotoran yang menempel setelah proses polish. Kemudian sampel dikaitkan menggunakan kawat nikel.

Elektroplating Lapisan Ni

a. Pembuatan Larutan Ni-Strike

Sebelum melakukan proses elektroplating, dibuat larutan Ni-Strike terlebih dahulu, komposisi yang digunakan untuk membuat larutan ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Bahan Larutan Elektrolit Ni-Strike

Bahan Formula Presentase (w/v)

Nikel Klorida NiCl2 25%

Asam Klorida HCl 37% 12,5%

Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas kimia, diaduk dengan magnetic stirer, lalu aquades ditambahkan hingga volume larutan menjadi 500 ml, proses pengadukan dilanjutkan selama 2 jam sampai larutan Ni-Strike siap untuk digunakan.

b. Pembuatan Larutan Ni-Watt

(54)

41

Selain Ni-Strike, proses elektroplating juga membutuhkan larutan Ni-Watt, komposisi yang digunakan untuk membuat larutan ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3. Bahan Larutan Elektrolit Ni-Watt

Bahan Formula Presentase (w/v)

Nikel Klorida NiCl2 4,5%

Nikel Sulfat NiSO4 33%

Asam Borat H3BO3 4%

Semua komposisi dimasukkan ke dalam gelas kimia, diaduk dengan magnetic stirrer, lalu aquades ditambahkan hingga volume larutan menjadi 500 ml. Proses pengadukan dilanjutkan selama 24 jam sampai larutan Ni- Watt siap untuk digunakan.

c. Proses Elektroplating

Proses elektroplating membutuhkan plat nikel sebagai anoda. Sampel berupa substrat baja (sebagai katoda) yang telah dikaitkan dengan kawat nikel dicelupkan ke dalam larutan Ni-Strike dengan rapat arus 100mA/cm2 selama 40 detik. Segera setelah itu, sampel dicelupkan ke dalam larutan Ni-Watt dengan rapat arus 0,15 A pada temperatur 50oC selama 2 jam.

Al Pack cementation

Proses Al pack cementation membutuhkan Al pack mixture dengan komposisi sebagai berikut:

(55)

42

Tabel 3.4. Bahan Aluminizing Pack Mixture

Bahan Formula Presentase (w/w)

Aluminium Al 25%

Alumina Al2O3 70%

Amonium Klorida NH4Cl 5%

Semua komposisi diaduk hingga homogen, kemudian satu per satu sampel dimasukkan ke dalam ceramic crucibel dan dikubur menggunakan Al pack mixture. Setelah semua sampel terkubur, ceramic crucibel ditutup dengan batu bata tahan api dan direkatkan dengan campuran semen putih dan water glass.

Ceramic crucibel dimasukkan ke dalam oven pada temperatur 80oC untuk mengeringkan semen putih perekat. Ceramic crucibel dipanaskan dalam furnace pack cementation pada temperatur 800oC dan ditahan selama 20 menit pada temperatur tersebut. Tunggu hingga furnace pack cementation mencapai temperatur 100oC sehingga ceramic crucibel bisa diambil dan sampel dibersihkan menggunakan ultrasonic cleaner. Setelah pembersihan, sampel kembali ditimbang.

Proses Oksidasi

Proses oksidasi dilakukan menggunakan muffle furnace pada temperatur 800oC selama 100 jam untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap oksidasi atau korosi suhu tinggi. Proses oksidasi ini dimulai dari temperatur ruang (30oC) hingga mencapai temperatur 800oC kemudian ditahan pada temperatur tersebut selama satu jam. Setelah satu jam ditahan temperatur kembali diturunkan hingga

(56)

43

mencapai temperatur ruang, lalu sampel dikeluarkan dari muffle furnace untuk kemudian ditimbang dan diketahui penambahan massa sampel, selain itu dilakukan pengambilan gambar untuk diketahui perubahan warna yang terjadi selama proses oksidasi.

Sampel kembali dimasukkan ke dalam muffle furnace, sama seperti proses sebelumnya, dari suhu ruang dipanaskan hingga mencapai temperatur 800oC, namun waktu tahannya berubah menjadi 4 jam, dimana jika dijumlahkan maka waktu tahan dari proses pertama dan proses kedua menjadi 5 jam. Setelah waktu tahan selesai, temperature kembali diturnkan dan sampel diambil untuk ditimabang juga diambil gambarnya. Proses ini terus diulang hingga total durasi oksidasi mencapai 100 jam. Adapun pola waktu tahan proses pengujian oksidasi hingga mencapai 100 jam ditunjukkan pada gambar

Setelah pengujian oksidasi selesai, data perubahan massa sampel tiap satuan luas terhadap waktu diplot untuk dibuat kurva pertumbuhan oksida menggunakan persamaan berikut:

1000

0

A

m

m mi ...(27)

(57)

44 Dimana

m= perubahan massa

m

i= massa akhir pada siklus tertentu (gr)

m

0= massa awal (gr) A= luas penampang (cm2)

Karakterisasi Struktur Mikro

SEM

Pengujian SEM (Scanning Electron Microscopy) bertujuan untuk mengetahui struktur mikro sampel. Sebelum proses pengujian SEM dilakukan, sampel terlebih dulu dilapisi tembaga (Cu) dengan menggunakan metode elektroplating. Proses elektroplating ini menggunakan elektroda temabaga dan larutan elektrolit Cu plating dengan rapat arus 100mA setiap sampelnya selama kurang lebih 24 jam.

Tabel 3.5. Bahan Larutan Elektrolit Cu-Plating

Bahan Formula Presentase (w/v)

Tembaga Sulfat CuSO4 10%

Asam Sulfat H2SO4 10%

Setelah sampel terlapisi tembaga, kemudian sampel dicetak menggunakan resin dalam cetakan khusus. Saat resin mengering, sampel dipotong membujur lalu dipolish menggunakan abbrasive paper berurutan dari #100, #400, #800,

#1200, #1500, #2000, sampai #3000, dan dilanjutkan dengan menggunakan kain

(58)

45

beludru dan alumina micropolisher pada mesin polisher sampai sampel mengkilat seperi cermin.

XRD

Pengujian XRD (X-Ray Diffraction) bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk pada sampel dengan menggunakan diffractometer. Pengujian ini hanya dilakukan dengan padatan kristal karena padatan kristal memiliki susunan atom yang teratur dibandingkan dengan amorf.

Hasil pengujian XRD berupa peak, dimana peak ini menggambarkan fasa yang terdapat dalam sampel yang diujikan. Fasa yang lebih dominan akan membentuk peak yang lebih tinggi dibanding fasa-fasa lainnya.

3.5. Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Perlakuan

d. Variasi pengujian oksidasi pada sampel dengan lapisan Al dan pengujian oksidasi pada sampel dengan lapisan NiAl.

3.5.2 Variabel Pengujian

a. Analisis struktur morfologi sampel: SEM b. Analisis pembentukan fasa pada sampel: XRD

(59)

46 BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Visual

Pengamatan visual kondisi sampel didokumentasikan dalam bentuk foto pada setiap durasi tes uji oksidasi. Hal ini bertujuan untuk mengamati perubahan warna maupun bentuk sampel setelah uji oksidasi selama 100 jam pada suhu 800oC. Kondisi sampel sebelum dan sesudah uji oksidasi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Kondisi sampel sebelum dan sesudah oksidasi

FeAl FeNiAl Sebelum Oksidasi

Sesudah Oksidasi

Berdasarkan tabel 4.1. terlihat perubahan warna pada sampel sebelum dan sesudah oksidasi. Kondisi sampel sebelum uji oksidasi terlihat berwarna hitam.

Sedangkan kondisi sampel setelah uji oksidasi terlihat sedikit keabu-abuan.

Hal ini menunjukkan bahwa oksigen berdifusi dengan lapisan sampel, sehingga mengubah penampilan warna sampel.

(60)

47 4.2. Perubahan Massa Setelah Proses Oksidasi

Proses oksidasi pada temperatur 800oC selama 100 jam menyebabkan perubahan massa pada sampel. Perubahan massa ini dihitung menggunakan persamaan (27) dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perubahan Massa Setelah Oksidasi

Durasi Tes (Jam)

Perubahan Massa (mg/cm2)

FeAl FeNiAl

0 0,00 0,00

1 0,29 0,03

5 0,56 0,08

15 1,13 0,18

31 1,74 0,32

46 2,37 0,49

66 3,01 0,66

90 3,66 0,90

100 3,94 0,98

Berdasarkan tabel 4.2. sampel FeAl mengalami perubahan massa sebesar 3,94 mg/cm2. Penambahan massa terkecil yang dialami sampel FeAl terjadi setelah proses uji oksidasi selama 5 jam yakni 0,27 mg/cm2 dari massa semula 0,29 mg/cm2 menjadi 0,56 mg/cm2, hal ini disebabkan durasi uji oksidasi masih singkat sehingga proses difusi oksigen tidak terjadi dalam waktu yang lama.

Sedangkan penambahan massa terbesar yang dialami sampel FeAl terjadi setelah proses uji oksidasi selama 90 jam yakni 0,65 mg/cm2 dari massa semula 3,01 mg/cm2 menjadi 3,66 mg/cm2. Penambahan massa terbesar ini disebabkan waktu pengujian sampel FeAl lebih panjang pada durasi ini dibandingkan dengan durasi sebelumnya, yakni pada durasi ini sampel ditahan pada temperatur 800oC selama 24 jam, waktu tahan yang panjang ini memungkinkan difusi oksigen dalam

(61)

48

jumlah besar. Penambahan massa setelah proses uji oksidasi selama 100 jam adalah 0,28 mg/cm2 dari massa semula 3,66 mg/cm2 menjadi 3,94 mg/cm2, penambahan massa ini cukup kecil jika dibandingkan dengan durasi pengujian 15 jam dengan penambahan massa 0,57 mg/cm2 dalam waktu tahan yang sama yakni 10 jam pada temperatur 800oC. Hal ini menunjukkan setelah proses uji oksidasi selama 100 jam, terjadi penurunan penambahan massa yang mengindikasikan adanya lapisan oksida protektif yang mampu menahan difusi oksigen menuju substrat.

Sampel FeNiAl mengalami perubahan massa sebesar 0,98 mg/cm2. Penambahan massa terkecil yang dialami sampel FeNiAl terjadi setelah proses uji oksidasi selama 5 jam yakni 0,05 mg/cm2 dari massa semula 0,03 mg/cm2 menjadi 0,08 mg/cm2. Sedangkan penambahan massa terbesar yang dialami sampel FeNiAl terjadi setelah proses uji oksidasi selama 90 jam yakni 0,24 mg/cm2 dari massa semula 0,66 mg/cm2 menjadi 0,90 mg/cm2. Sampel FeNiAl juga mengalami penurunan penambahan massa pada durasi uji oksidasi 100 jam dengan penambahan massa 0,08 mg/cm2 dari massa awal 0,90 mg/cm2 menjadi 0,98 mg/cm2, jika dibandingkan dengan durasi uji oksidasi yang memiliki waktu tahan yang sama selama 10 jam pada durasi uji oksidasi 15 jam terjadi penambahan massa 0,10 mg/cm2 dari massa semula 0,08 mg/cm2 menjadi 0,18 mg/cm2, hal ini mengindikasikan adanya lapisan oksida protektif yang mampu melindingi substrat dari difusi oksigen. Berdasarkan penguraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel FeAl dan FeNiAl mengalami penurunan penambahan massa pada durasi 100 jam, namun sampel FeAl memiliki perubahan massa lebih

(62)

49

besar daripada sampel FeNiAl. Adapun kurva perubahan massa pada sampel dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah ini.

Gambar 4.1. Kurva Pertambahan Massa Pada Sampel Setelah Oksidasi Berdasarkan Gambar 4.1. sampel FeAl maupun FeNiAl cenderung membentuk kurva parabolik jika dilakukan uji oksidasi dengan durasi lebih panjang.

4.3. Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan pada permukaan sampel sebelum dan setelah oksidasi. Melalui pengamatan struktur mikro akan didapatkan informasi mengenai morfologi permukaan dan penampang melintang sampel.

4.3.1. Morfologi Permukaan Sampel

Pengamatan morfologi permukaan sampel dilakukan menggunakan alat karakterisasi SEM dengan hamburan Secondary Electron (SE). Hamburan

FeAl

FeNiAl

(63)

50

elektron ini digunakan untuk mengetahui informasi mengenai topografi, bentuk dan ukuran dari partikel penyusun. Struktrur permukaan sampel sebelum dan sesudah oksidasi dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Morfologi Permukaan Sampel (a) FeAl, (b) FeNiAl

Berdasarkan gambar di atas dapat diamati sampel sebelum pengujian oksidasi yaitu sampel (a) FeAl memiliki lubang (void) lebih banyak dibandingkan sampel (b) FeNiAl yang lebih homogen dengan lubang sedikit, morfologi sampel (b) FeNiAl lebih padat dibanding sampel (a) FeAl.

Setelah dilakukan oksidasi terdapat perubahan morfologi pada kedua sampel.

Sampel (b) FeNiAl tampak mempunyai partikel yang lebih kecil dan padat dengan memiliki celah lebih sedikit dibanding dengan sampel (a) FeAl, hal ini dapat

(64)

51

mengindikasikan terbentuknya lapisan oksida yang tahan terhadap oksidasi di atas permukaan lapisan.

4.3.2. Morfologi Penampang Melintang

Pengamatan struktur mikro penampang melintang menggunakan alat karakterisasi SEM dengan hamburan elektron BSE (Back Scattered Electron).

Pengamatan penampang melintang ini bertujuan untuk mengetahui struktur lapisan sampel sebelum dan sesudah oksidasi.

Gambar 4.3. Morfologi Penampang Melintang Sampel (a) FeAl, (b) FeNiAl

Berdasarkan gambar 4.3. sampel (a) FeAl sebelum dilakukan uji oksidasi memiliki dua layer, dimana layer substrat Fe lebih terang dibandingkan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Torsi makasimal pada pengujian torsi berada pada putaran 4000 RPM dan pada putaran 5500 RPM torsi cendrung turun hal ini dikarenakan bahwa putaran yang tinggi dan dari

dibawah dan agar data tersebut dapat digunakan sebagai input untuk Solver maka seluruh data yang memuat angka harus di pilih dengan cara di blok (Langkah 1)

satuan upaya lebih tinggi dibandingkan jenis alat fain. Nelayan yang berasal dari desa di dalam kawasan Taman Nasional, seperti nelayan Komodo, Rinca dan

Penerapan teknologi yang dimaksud salah satunya adalah sistem absensi menggunakan RFID.Pada tugas akhir ini dirancang suatu perangkat absensi siswa yang menggunakan Arduino, RFID

 Peserta didik dalam kelompok menghitung berapa kali penuangan beras dari wadah yang berbentuk kerucut kedalah wadah yang berbentuk setengah bola hingga

Alasan yang dikemukakan pada saat itu menjadi salah kaprah, karena pada dasarnya obligasi itu mengandung unsur yang tidak diperbolehkan oleh syariah dengan indikasi

Penelitian ini mempelajari pengaruh kondisi daun dalam hal ini tingkat kekeringan daun yaitu, daun kayu putih kering dan daun yang baru dipetik, dengan waktu penyulingan

g. Apabila seluruh komponen kebutuhan telah dipenuhi dan masih tersedia dana, maka sisa dana dapat dialokasikan/digunakan untuk memenuhi kebutuhan budidaya lainnya