• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adequacy Ratio, Pendapatan Pembiayaan Mudharabah dan Pendapatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adequacy Ratio, Pendapatan Pembiayaan Mudharabah dan Pendapatan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Review Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan tujuh penelitian terdahulu

yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang Pengaruh Capital

Adequacy Ratio, Pendapatan Pembiayaan Mudharabah dan Pendapatan Pembiayaan Musyarakah terhadap Return On Asset (ROA). Adapun penelitian

terdahulu yang membahas tentang Pengaruh Capital Adequacy Ratio,

Pembiayaan Mudharabahdan Pendapatan Pembiayaan Musyarakah terhadap

Return On Asset adalah:

1) Sulastri (2008), menyatakan bahwa variabel CAR mempunyai pengaruh

yang positif signifikan dalalm jangka pendek terhadap profitabilitas bank

syariah, tetapi untuk jangka panjang CAR mempunyai pengaruh yang

negatif terhadap ROA. Hal ini disebabkan karena permodalan bank selalu

berubah setiap tahunnya, sesuai dengan kondisi maupun tingkat kesehatan

bank tersebut.5

2) Pramadona (2010), menyatakan bahwa Pertama, CAR berpengaruh positif

tetapi tidak signifikan terhadap ROA. Kedua, pendapatan pembiayaan

mudharabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Ketiga,

5 Siti Sulastri, “Analisis Pengaruh Cash Adequacy Rasio, Loan to Deposit Ratio, dan Total Dana Pihak Ketiga terhadap Tingkat Profitabilitas pada PT. Bank Muammalat Indonesia Tbk, tahun 1993-2002” (Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2008).

(2)

pendapatan pembiayaan murabahah berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap ROA.6

3) Wulandari (2012), menyatakan bahwa Pertama, variabel CAR tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel perubahan laba. Kedua, partial

variabel NIM tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel

perubahan laba. Ketiga, pengaruh BOPO terhadap Perubahan Laba melalui

uji-T, menunjukkan bahwa secara partial variabel BOPO tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel perubahan laba. Keempat, secara partial variabel

LDR tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba.

Kelima, secara partial variabel NPL tidak berpengaruh terhadap signifikan terhadap variabel perubahan laba. Keenam, secara partial variabel ROA,

tidak berpengaruh signifikan positif terhadap variabel perubahan laba.7

4) Angga dan ratih (2013), menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan

positif antara bagi hasil pembiayaan Mudharabah terhadap laba bersih pada

Bank Syariah Mandiri.8

5) Alifah (2014), menyatakan bahwa: Pertama, CAR berpengaruh terhadap

ROA, hasil yang signifikan sehingga diterima. Kedua, NPL tidak

berpengaruh terhadap ROA, hal ini dibuktikan dengan hasil yang

menunjukkan tidak signifikan sehingga ditolak. Ketiga, BOPO tidak

6 Dian Pramadona, “Pengaruh Capital Adequacy Rasio (CAR), Pendapatan Pembiayaan Mudharabah dan Pendapatan Pembiayaan Murabahah Terhadap Return On Asset (ROA) Pada Bank Syariah Mandiri”, (Skripsi, Program Studi Keuangan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum Universita Islam Negri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010).

7Meylania Try Wulandari, “Analisis Pengaruh CAR, NIM, BOPO, LDR, NPL, dan ROA Terhadap Perubahan Laba Studi Pada Bank Terdaftar Di BEI Priode 2006-2010”, (Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang, Malang 2012)

8Angga Dini Sri Dewi dan Ratih Septiyani, “Analisis Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Pengaruhnya Terhadap Laba Bersih (Suatu Studi Pada Bank Syariah Mandiri),” Jurnal Ekonomi Insentif Kopwil, UNIKOM, Bandung, Vol.7 No.1, 2013, hal. 44.

(3)

berpengaruh terhadap ROA, hal ini dibuktikan dengan hasil yang

menunjukkan tidak signifikan sehingga ditolak. Keempat, LDR berpengaruh

positif terhadap ROA, hal ini dibuktikan dengan hasil yang menunjukkan

signifikan sehingga diterima.Kelima, Hasil pengujian secara simultan atau

uji F menunjukkan bahwa CAR, NPL, BOPO, dan LDR secara simultan

berpengaruh terhadap ROA. Hasil uji koefisien determinasi dengan Adjusted

menunjukkan bahwa variabel CAR, NPL, BOPO, dan LDR memengaruhi

ROA.9

6) Nugraha (2014), menyatakan bahwa analisis variabel independen NPF, FDR

dan tingkat bagi hasil secara bersama-sama (simultan) mempenyai pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen yaitu pembiayaan mudharabah.10

7) Maulida (2015) menyatakan bahwa, pertama, hasil penelitian yang

dilakukan diketahui bahwa CAR berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap ROA. Semakin rendah CAR, maka ROA akan semakin tinggi

ataupun sebaliknya jika CAR tinggi maka akan membuat ROA semakin

menurun. Kedua, hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa FDR

tidak signifikan terhadap ROA. Jika FDR mengalami kenaikan atau

penurunan tidak akan mempengaruhi tingkat ROA. Kemungkinan hal ini

disebabkan dana pihak ketiga yang berupa simpanan dana masyarakat

dibelikan SBI dari pada untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat.

9 Yonira Bagiani Alifah, “Pengaruh CAR, NPL, BOPO, dan LDR Terhadap Profitabilitas bank (ROA) Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indon esia Priode 2009-2012” (Skripsi, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negri Yogyakarta, Yogyakarta 2014).

10 Siti Nugraha, “Pengaruh ROA, NPF, FDR, BOPO, Dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Mudharabah (Studi Kasus pada BUS dan UUS di Indonesia Priode 2010-2013)”, (Skripsi, Progma Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta 2014).

(4)

Atau karena terjadi fluktuatif rasio FDR pada Bank Umum Syariah sehingga

terjadi kesenjangan. Ketiga, hasil penelitian diketahui bahwa BOPO

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.Keempat, adapun

berdasarkan hasil Uji F statistik diketahui bahwa variabel CAR, FDR, dan

BOPO secara simultan berpengaruh terhadap variabel ROA.11

8) Chalifa dan Sodiq (2015), menyatakan bahwa. Pertama, pendapatan

Mudharabahberbanding lurus dengan tingkat ROA Bank Syariah Mandiri. Berdasarkan hasil pengolahan data uji signifikansi secaraparsial (Uji-t)

diperoleh bahwa variabel pendapatan Musyarakah mempunyai pengaruh

negatif dan signifikan terhadap variabel dependen (ROA).12

Berdasarkan review studi terdahulu di atas, terdapat beberapa hal yang

membedakan penelitian yang berjudul CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR),

PENDAPATAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH

TERHADAP RETUN ON ASSET (STUDI PADA BANK UMUM SYARIAH

YANG TERDAFTAR DI BANK INDONESIA), ini dengan penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini objek penelitian adalah Bank Umum Syariah (BUS) yang

terdaftar di Bank Indonesia tahun 2014. Sehingga, dapat dibuktikandi dalam

capital adequacy ratio, pendapatan pembiayaan mudharabah dan musyarakah mempunyai pengaruh terhadap return on asset pada Bank Umum Syariah yang

terdaftar di Bank Indonesia tahun 2014 dalam penelitian ini.

11Silvia Nurul Maulida, “Pengaruh CAR, FDR, BOPO, Terhadap ROA Bank Umum Syariah (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia”, (Sripsi, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Universitas Agama Islam Negri Syekh Nurjati, Cirebon, 2015).

12Ela Chalifa dan Amirus Sodiq, ”Pengaruh Pendapatan Mudharabah dan Musyarakah Terhadap Profitabilitas (ROA) Bank Syariah Mandiri Priode 2006-2014”, Jurnal Ekonomi Syariah, Equilibrium, Vol. 3, No. 1, Juni 2015.

(5)

B. Tinjauan Pustaka

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

1.1 Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)

Ahli ekonomi mengartikan bahwa modal bank adalah sejumlah uang

atau dana atau bentuk lain yang dimiliki atau dikuasai oleh lembaga usaha

(J.B Clark, Amon). Modal sebuah lembaga usaha mempunyai fungsi

untuk melaksanakan kegiatan produksi yang menghasilkan pendapatan

usaha.Modal dilakukan dalam neraca disebelah kanan atau dikredit yang

dinamakan modal usaha konkret.13 Modal merupakan sumber dana pihak

pertama, yaitu sejumlah dana yang dinvestasikan oleh pemilik untuk

pendirian suatu bank. Jika bank tersebut sudah beroperasi maka modal

merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan

usaha dan menampung risiko kerugian. Agar perbankan dapat

berkembang secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan

internasional maka permodalan bank harus senantiasa mengikuti ukuran

yang berlaku secara internasional, yang ditentukan oleh Banking for

International Sattlements (BIS), yaitu capital adequacy ratio (CAR)

sebesar 8%.14

Capital adequacy ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang

menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk

keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko

13 Wayan Sudirman, Manajemen Perbank an: Menuju Bank ir Konvensional yang Profesional , (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 109.

14 Slamet, Riyadi, Bank ing Assets and Lability Management, Edisi Ketiga, (Jakarta: FE UI, 2006), hal. 45.

(6)

kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio

tersebut akan semakin baik posisi modal.Selain itu capital adequacy ratio

(CAR) adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank

dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan

manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan

mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap

besarnya modal.Modal yang dimaksud adalah modal inti dan modal

pelengkap.Modal inti bank terdiri dari modal disetor, agio saham,

cadangan umum, laba yang ditahan, dan yang termaksud modal

pelengkap adalah cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan umum PPAP,

modal agunan.Sedangkan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR)

merupakan penjumlahan aktiva neraca dan aktiva administrasi. Aktiva

tertimbang menurut resiko (ATMR) aktiva neraca yang diperoleh dengan

cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot

risikonya.15

Pengawasan mengenai ketentuan tentang aktiva tertimbang

menurut risiko (ATMR) adalah untuk memastikan bahwa batas

maksimum aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) berdasarkan

pembobotan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Tujuan pembatasan

aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) adalah untuk mengendalikan

pertumbuhan aset bank yang memberikan return tinggi dengan resiko

rendah. Aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) diperoleh dengan cara

(7)

mengalikan nilai nominal aktiva dengan dengan bobot risikonya. Bobot

risiko berkisar antara 0-100% tergantung dari tingkat likuidnya, semakin

likuid aktiva maka semakin kecil bobot risikonya. Capital adequacy ratio

(CAR) dapat dihitung sebagai berikut:

CAR = Modal

ATMRx 100%

Keterangan:

CAR : Capital Adequacy Ratio

Modal : Modal Inti + Modal Pelengkap

ATMR : Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

2. Pendapatan Pembiayaan Mudharabah

2. 1 Pengertian Pendapatan Pembiayaan Mudharabah

Dalam bisnis, pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh

perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan produk dan/atau

jasa kepada pelanggan.Bagi investor, pendapatan kurang penting

dibanding keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang diterima

setelah dikurangi pengeluaran.16 Sedangkan, pembiayaan atau financing

merupakan pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain

untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan

16 https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=pengertian+pendapatan, diakses pada tanggal 5 Desember 2016 pukul 16.51 WIB

(8)

sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah

pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah

direncanakan.17

Sedangkan Mudharabah adalah akad yang dikenal oleh umat Muslim

dari sejak zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab

sebelum turunnya Islam.18 Selain itu mudharabah adalah akad

kerjasamaantara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul māl)

menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi

pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut

kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.Sedangkan jika terjadikerugi

ditanggung oleh pihak modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian

dari pengelola.Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan

atau kelalaian dari pengelola, pengelola tersebut harus bertanggung jawab

atas kerugian tersebut.19 Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua

atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul māl) mempercayakan

sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian

pembagian keuntungan.20

Jadi, pendapatan pembiayaan mudharabah adalah kerja sama antara

dua belah pihak dimana pihak pertama yaitu bank syariah (shahibul māl)

menyediakan seluruh modal, sedangkan nasabah (mudharib) menjadi

17Muhammad, Manajemen Keuangan Syariah, (Yogyakarta, UPP STIM YKPN, 2014), hal.17.

18Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan , Edisi Keempat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 204.

19Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari teori Ke Praktik , (Jakarta: Gema Insani, 2001), hal. 95.

20 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan , Edisi Ketiga (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 103.

(9)

pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak.

2. 2 Jenis Mudharabah

Secara praktiknya mudharabah di perbankan dibagi menjadi tiga,

yaitu:

a. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah

adalah bentuk kontrak kejasama antara shahibul māl dengan

mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh

spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam

pembahasan fiqih ulama Salafus Saleh seringkali dicontohkan

dengan ungkapan if’al mā syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari

shahibul māl ke mudharib yang memberikan kekuasaan yang

sangat besar.21

b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya batasan ini seringkali

(10)

mencerminkan kecendrungan umum dari shahibul māl dalam

memasuki jenis dunia usaha.22

Dalam praktik perbankan syariah modern, kini dikenal dengan

dua bentuk mudharabah muqayyadah, yakni yang on

balance-sheetdan yang off balance-sheet. Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, aliran dana terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas,

misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya

mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk

pembiayaan sektor pertambangan, property, dan pertanian. Selain

berdasarkan sektor nasabah investor dapat saja mensyaratkan

berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh

digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau kerja sama

usaha saja. Skema ini disebut on balance sheet karena dicatat dalam

neraca bank.

Dalam mudharabah muqayyadah off balance sheet, aliran dana

berasal dari satu nasabah investor kepada nasabah pembiayaan

(yang dalam bank konvensional disebut debitur). Disini, bank

syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di

bank syariah dilakukan secara off balance sheet.Sedangkan bagi

hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha

saja. Besarnya bagi hasil tergantung kesepekatan anatara nasabah

(11)

investor dan nasabah pembiayaan.Bank hanya memperoleh

arranger fee. Skema ini disebut off balance-sheet karena transaksi ini dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening

administratif saja.23

c. Akad Mudharabah dan Musytarakah

Akad Mudharabah Musytarakah, yaitu salah satu bentukakad

Mudharabah dimana pengelola (mudharib) turutmenyertakan

modalnya dalam kerja sama investasi; diperlukankarena

mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannyaserta dapat

memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak.

Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh lembaga keuangan

syariah (LKS), karena merupakan bagian dari hukum

Mudharabah.24

2. 3 Landasan Syariah Akad Mudharabah

Secara umum, landasan dasar syariah mudharabah lebih

mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam

ayat-ayat dan hadits berikut ini:25

23Ibid, Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan , Edisi Ketiga, 2004, hal.212-213. 24 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 50/DSN-MUI/III/ 2006, tentang Akad Mudharabah Musytarakah 25Ibid, hal. 95-96.

(12)

a. Al-Qur’an

Firman Allah SWT, antara lain:

. . .

هَّللا ِ لْضَف ِْن م َِنوُغَ تْ بَ ي ِ ضْرَْلْا ي ف َِنوُب رْضَي َِنوُرَخَآَو

. . .

“… dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT….”26

ِ هَّللا ِ لْضَف ِْن م ِ ضْرَْلْااوُغَ تْ باَو ي ف ِ تَي ضُقُة َلََّصلااوُر شَتْ ناَف اَذ إَف

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT….”27

b. Al-Hadits

Hadis-hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam,

antara lain:

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bawa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersenut, yang bersangkutann bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.”28

بيهش نب حلاص نع

هيلع هللا ىلص هللا لوسر نأ هنع هللا يضر

ةكربلا نهيف ثلاث :لاق ملسو

ربلا طلخوةضراقملاو لجا ىلا عيبلا

.عيبلل لا تيبلل ريعشلاب

)هجام نبا هاور(

“Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda: tiga hal yang di dalamnya tempat keberkatan: jual beli secara tangguh,

26 QS. Al-Muzzammil [73]: 20. 27 QS. Al-Jumu’ah [62]: 10. 28 HR. Thabrani.

(13)

muqaradhah (mudharabah), dalam mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”29

c. Ijma

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah

berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara

mudharabah.Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.

2. 4 Rukun Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:

a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabahsama dengan

rukun dalam akad jual-beli ditambah satu faktor tambahan, yakni

nisbah keuntungan. Faktor pertama (pelaku) kiranya cukup jelas. Dalam akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku.Pihak

pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib māl), sedangkan

pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau

‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharabah tidak ada. b. Objek mudharabah (modal dan kerja)

Faktor kedua (Objek mudharabah) merupakan konsekuensi

logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal

menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan

(14)

pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.

Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci

berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa

berbentuk keahlian, keterampilan, selling skil, management skill, dan

lain-lain. Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak akan ada.

c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)

Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan

konsekuensi dari prinsip an-taraddin minku (sama-sama rela).

Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk

mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju

dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.

d. Nisbah keuntungan

Faktor keempat, yakni nisbah adalah rukun yang khas dalam

akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini

mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang

bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya,

sedangkan shahib al-mal mendapatkan imbalan atas penyertaan

modalnya.Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya

perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian

keuntungan.30

30Ibid, Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan , Edisi Ketiga, 2004, hal. 205-206.

(15)

2. 5 Nisbah Keuntungan (Bagi Hasil)

1. Persentase. Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk

prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai

nominal Rp tertentu. Jadi, nisbah keuntungan itu misalnya adalah

50:50, 70:30, atau 60:49, atau 99:1. Jadi, nisbah keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran

modal; tentu dapat saja bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan

sebesar porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak boleh

dinyatakan dalam bentuk nominal Rp tertentu, misalnya shahibul māl

mendapatkan Rp 50 ribu, mudharib mendapat Rp 50 ribu.

2. Bagi Untung dan Bagi Rugi. Keuntungan di atas itu merupakan

konsekuensi logis dari karaktristik akad mudharabah itu sendiri,

yang tergolong ke dalam kontrak investasi (natural uncertainty

contracts). Dalam kontrak ini, return dan timing cash flow kita tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Bila laba bisnisnya besar,

kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba

bisnisnya kecil, mereka mendapat bagian yang kecil juga. Filosofi ini

hanya dapat berjalan jika nisbah laba ditentukan dalam bentuk

prosentase, bukan dalam bentuk nominal Rp tertentu.

3. Jaminan. Namun demikian, ketentuan pembagian kerugian hanya

berlaku bila kerugian yang terjadi hanya murni diakibatkan oleh

risiko bisnis (business risk), bukan karena risiko karakter buruk

(16)

buruk, misalnya karena mudharib lalai dan/atau melanggar persyaratan-persyaratan kontrak mudharabah, maka shahibul māl

tidak perlu menanggung kerugian seperti ini.

4. Menentukan Besaran Nisbah. Besarnya nisbah ditentukan

berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi,

angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara

shahib māl dengan mudharib. Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, bahkan 99:1. Namun para ahli

fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan. Dalam

praktiknya di perbankan modern, tawar-menawar nisbah antara

pemilik modal (yakni investor atau deposan) dengan bank syariah

hanya terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena

mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi ini

disebut sebagai special nisbah. Sedangkan untuk nasabah deposan

kecil, biasanya tawar-menawar tidak terjadi. Bank syariah hanya

akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah itu deposan

boleh setuju boleh tidak. Bila setuju, ia akan melanjutkan menabung.

Bila tidak setuju, ia dipersilahkan mencari bank syariah lain yang

menawarkan nisbah yang lebih menarik.

5. Cara menyelesaikan kerugian. Jika terjadi kerugian, cara

penyelesaiannya adalah:

a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan

(17)

b. Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok

modal.31

2. 6 Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah

Ketentuan Pembiayaan Mudharabah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah

Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah,

yaitu:32

1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan

oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain untuk

suatu usaha yang produktif.

2) Dalam pembiayaan ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai

shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai

mudharib atau pengelola usaha.

3) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian

keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakata kedua belah pihak

(Lembaga Keuangan Syariah dengan pengusaha)

4) Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah

disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan Lembaga

Keuangan Syariah tidak ikut serta dalam managemen perusahaan

atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembiayaan

dan pengawasan.

31Ibid,Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan , Edisi Ketiga, 2004,hal. 206-210. 32Bapepam, Artikel diakses pada 5 Desember 2016 Pukul 21.49 WIB dari

(18)

5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam

bentuk tunai dan bukan piutang.

6) Lembaga Keuangan Syariah sebagai penyedia dana menanggung

semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib

(nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, menyalahi

perjanjian.

7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada

jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,

Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan dari

mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap

hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme

pembagian keuntungan diatur oleh Lembaga Keuangan Syariah

dengan memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional.

9) Biaya oprasional dibebankan kepada mudharib.Dalam hal

penyandang dana (Lembaga Keuangan Syariah) tidak melakukan

kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan,

mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

(19)

3. Akad Musyarakah

3.1 Pengertian Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi

dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan

resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.33

3.2. Jenis Musyarakah

Akad Musyarakah terbagi menjadi: inan, mufawadhah, al-a’maa, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau

bukan. Beberapa ulama menganggap muharabah termasuk

al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarkah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah. Berikut adalah beberapa jenis

musyarakah, yaitu: a. Syirkah inan

Syirkah inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap

pihak memeberikan satu porsi dari keseluruhan dana dan

berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan

dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Akan

tetapi, porsi masing-maing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau

(20)

bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan

mereka. Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah.

b. Syirkah Mufawadhah

Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari

keseluruhan dana dan partisipasi dalam kerja.

c. Syirkah A’maal

Syirkah A’maaladalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersamaan dan berbagi keuntungan

dari pekerjaan itu.

d. Syirkah Wujuh

Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis.Mereka

membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan penjualan

barang tersebut secara tunai.

e. Syirkah Al-Mudharabah

3.3 Landasan Syariah a. Al-Qur’an

Allah SWT berfirman:

…ِ ثُلُّ ثلا ي ف ُِءاَكَرُش ِْمُهَ ف

(21)

b. Al-Hadits

Hadis Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, antara lain:

نع ِ هبحاصِامهدحاِنخيِملامِبيكيرشلاِثلاثِاناِلوقيِهللاِباِلاقِهعفرِةريرهِيبا

“ Dan Abu Huraira, Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tiddak mengkhianati yang lainnya.’” (HR Abu Daud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)

c. Ijma

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughini, telah berkata,

“Kaum Muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi HR. Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim musyarakah

secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam

beberapa elemen darinya.

3.4 Aplikasi Dalam perbankan a. Pembiayaan Proyek

Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk

membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah

mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati

(22)

b. Modal Ventura

Pada lembaga keuangan khususnya yang dibolehkan

melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah

diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan

untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi

atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun berharap.

4. Return On Asset (ROA)

4.1 Pengertian Return On Asset (ROA)

Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aset

guna memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.34 Atau Return

on asset (ROA) adalah perbandingan (rasio) laba sebelumnya pajak (earning before tax/ EBIT) terhadap rata-rata volume usaha dalam

periode yang sama atau dapat dihitung dengan rumus:

𝑅𝑂𝐴 = 𝑙𝑎𝑏𝑎𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑎𝑠𝑒𝑡𝑥 100%

Klasifikasi tingkat return on asset (ROA) menurut Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.14/18/PBI/2012 adalah sebgai berikut:

(23)

Tabel 2.1

Klasifikasi Tingkat ROA menurut BI

Tingkat ROA Predikat

Diatas 1,22% Sehat

0,99% - 1,22% Cukup Sehat

0,77% - 0,99% Kurang Sehat

Dibawah 0,77% Tidak Sehat

Sumber: www.bi.go.id.

Berdasarkan table klasifikasi tingkat return on asset (ROA), semakin

besar return on asset (ROA) suatu bank maka semakin besar pula tingkat

keuntungan yang dicapai bank tersebut dari segi penggunaan asset,

peningkatan return on asset (ROA) juga menunjukkan kinerja perusahaan

yang semakin baik.

5. Hubungan Antara Variabel

1) Hubungan CAR dengan ROA

Menurut Dendawijaya (2005) ROA merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba

secara keseluruhan, CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa

jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan,

surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal

(24)

bank. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur

kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang

mengandung atau menghasilkan risiko, misalkan kredit diberikan

Semakin tinggi CAR semakin baik kinerja suatu bank. Penyaluran kredit

yang optimal, dengan asumsi tidak terjadi macet akan menaikkan laba

yang akhirnya akan meningkatkan ROA.

2) Hubungan Pendapatan Pembiayaan Mudharabah dengan ROA Menurut Muhammad, Investasi pada mudharabah dapat disesuaikan

atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan dengan

proyeksinya, kondisi keuangan, dan prospek usaha. Pendapatan

mudharabah memiliki pengaruh besar terhadap perubahan tingkat

profitabilitas.Artinya, perubahan yang terjadi pada pendapatan

mudharabah memiliki pengaruh besar terhadap profitabilitas.

3) Hubungan Pendapatan Pembiayaan Musyarakah dengan ROA

Menurut Wicaksana, dalam perbankan syariah jumlah kredit yang

diberikan bisa disebut sebagai pembiayaan yang disalurkan sedangkan

bunga kredit dapat disebut sabagai bagi hasil pembiayaan. Bukti empiris

menunjukkan semakin tinggi pembiayaan musyarakahmaka semakin

(25)

6. Kerangka Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, dalam melakukan penelitian

mengenai pengaruh capital adequacy ratio, pendapatan pembiayaan

mudharabah dan pendapatan pembiayaan musyarakah terhadap return on asset pada bank umum syariah yang terdaftar di bank Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kerangka pikir yaitu sebagai berikut :

7. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku,

fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Atau

hipotesis adalah jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk

menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang

Capital Adequacy Ratio (CAR) Pendapatan Pembiayaan Mudharabah Return On Asset (ROA) Pendapatan Pembiayaan Musyarakah

(26)

sebenarnya harus diuji secara empiris yang pernah dilakukan.Berdasarkan

kajian teori di atas dapat dikembangkan hipotesis, sebagai berikut:

H1 : variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Return On

Asset (ROA) pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.

H2 :variabel Pendapatan Pembiayaan Mudharabah berpengaruh terhadap

Return On Asset pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.

H3 :variabel Pendapatan Pembiayaan Musyarakah berpengaruh terhadap

Return On Asset pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran yang bervariasi dalam pengembangan kognitif melalui media berbasis alam sangatlah penting bagi anak TK Pertiwi Kroyo

Deskripsi ulat bulu hama mangga (L. atemeles) instar akhir adalah berwarna coklat debu, kapsul kepala berwarna putih dengan pola tak beraturan berwarna coklat

Jadi pada waktu itu sudah tertanam ide bahwa meningkatkan saling pengertian antar bangsa bukan hanya terbatas dengan Amerika saja tapi juga dengan bangsa-bangsa peserta

Store Atmosphere dapat menimbulkan kenyamanan yang pada akhirnya akan menciptakan suasana yang menarik bagi konsumen sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk berbelanja..

8 Namun, beberapa ahli lain menganggap bahwa anak anak bilingual atau multilingual memiliki keuntungan (benefit) dari hal tersebut, salah satunya diungkapkan oleh

Refeksi Seramai ... orang daripada ... orang murid dapat menyampaikan maklumat dari iklan yang dibaca dengan betul.. Murid yang belum menguasai akan diberi bimbingan oleh guru

Artinya identitas menjadi sesuatu yang cair sehingga peneliti melihat iklan rokok U-mild mampu membuat sebuah identitas alternatif mengenai “cowo” dalam

Rohana Oktavia,”Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Pendapatan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Return On Assets (ROA) Studi Pada Bank Umum Syariah yang terdaftar di