• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI TURUN KARAI PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRADISI TURUN KARAI PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI TURUN KARAI PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA

SKRIPSI

RINA MARIANI DALIMUNTE NIM : 130702004

PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)

TRADISI TURUN KARAI PADA MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA OLEH RINA MARIANI DALIMUNTE

ABSTRAK

Proposal ini berjudul Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga. Penelitian ini membahas salah satu yang menjadi tradisi dikota sibolga yaitu tentang tradisi turun karai dalam masyarkat kota sibolga yang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sibolga secara berkala dan pada waktu tertentu dalam ruang lingkup kehidupan berkeluarga. Tradisi turun karai merupakan siklus kelahiran, memperkenalkan si anak untuk pertama kalinya menginjakkan kaki ke tanah. Didalam Tradisi turun karai juga terdapat beberapa nasehat- nasehat yang disampaikan dalam berupa nyanyian ayun-ayun tajak dimana ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah kelahirannya.

Sehingga penulis tertari bagaimana proses tahapan dalam melakukan tradisi turun karai tersebut.

Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan, dan sifat penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan suatu objek untuk memahami makna yang terkandung. Sebagai bentuk penelitian ini mengumpulkan data melalui metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun metode dalam penelitian ini yang bersifat deskriptif dengan mengkombinasikan teori-teori foklor. Dalam penelitian ini adalah membahas Tradisi turun karai yang menjadi makna dalam masyarakat sibolga pesisir dan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa penyebab yang menjadikannya tradisi ini salah satu tradisi yang harus dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya.

Kata Kunci:Tradisi, Turun karai, Foklor.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wata‟ala berkat rahmat dan hidaya-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan pada penulis untuk mengikuti perkuliahan hingga dapat menyelesaikan proposal ini.

Judul proposal ini adalah “Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga”, sebagai salah satu untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dapartemen Sastra Melayu. Penulis berharap dapat berguna bagi pembaca.Untuk memudahkan pemahaman yang akan dibahas dalam proposal ini, penulis memaparkan rinciannya, yakni pada bab pertama adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab kedua adalah kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relavan dan teori yang digunakan. Bab ketiga adalah metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi sumber data instrument, metode pengumpulan data dan analisis data. Bab keempat adalah pemahasan yang membicarakan tentang tradisi turun karai, tata cara pelaksanaan turun karai, fungsi, makna tradisi turun karai dalam masyarakat sibolga pesisir. Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran, yaitu ringkasan tentang uraian yang telah dibicarakan pada bab pembahasan.

Penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, hal ini mengingat waktu dan kemampuan penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan proposal ini. Semoga apa yang telah diuraikan dalam skiripsi berguna bagi kita semua.

Medan, April 2020

Rina Mariani Dalimunte

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah penulis hanturkan kepada Allah Subhanahu wata‟ala yang Maha pengasih lagi Maha bijaksana dan menguasai jagat raya yang menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dipermukaa bumi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal ini. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu‟alaihi wasallam, kekasih Allah yang telah meninggikan derajat manusia dengan mengangkatnya dari lembah kejahiliahan kepada alam ilmu pengetahuan sehingga hidup menjadi indah dan berwarna.

Selanjutnya ucapan terimakasih ditujukan kepada orang- orang yang telah banyak membantu penulis, memberikan pengarahan, dukungan dan semangat, bimbingan, bantuan maupun saran sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat diatasi.Pada kesempatan ini dengan keikhlasan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, serta pembantu dekan I, pembantu dekan II, pembantu dekan III serta staf dan pegawai dilingkungan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Ibu Dr.Rozanna Mulyani, M.A, selaku ketua Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu budaya, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs.Irwan,M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi selesainya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga.

6. Staf karyawan Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Kak

Tri dan Bang Prayogo S.S, yang telah banyak membantu dalam proses

administrasi yang terkait pada skripsi penulis.

(7)

7. Yang teristimewah dalam diri penulis Muklis Dalimunte (ayahanda), Triayun br. Sinaga (ibunda), yang telah memberikan doa tulus kepada penulis, kasih sayang, perhatiannya, bimbingannya, serta dan tidak pernah mengeluh dalam membiayai pendidikan penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda cinta penulis kepada ayahanda dan ibunda sebagai tanda keberhasilan mendidik dan mengajari penulis. Serta abang dan adik-adik saya yang juga telah banyak membantu penulis dan memberikan perhatian serta dukungannya yang memberikan semangat untuk menjalani penulisan skripsi ini.

8. Sahabat dekat penulis Nelly Amanda Sitompul telah berjuang bersama- sama dari awal hingga pada penulisan skripsi ini.

9. Adik – adik stambuk 2017 Program Studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya terimah kasih telah banyak membantu dalam pekuliahan ini.

Semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, April 2020

Rina Mariani Dalimunte

(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka ... 6

2.1.1 Defenisi Tradisi ... 6

2.1.2 Lahirnya Tradisi dalam Masyarakat ... 7

2.1.3 Fungsi Tradisi... 8

2.2 Teori yang Digunakan ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dasar ... 13

3.2 Lokasi, Sumber Data Penelitian ... 13

3.3 Instrumen Penelitian ... 14

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.5 Metode Analisis Data ... 15

(9)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tradisi Turun Karai pada Masyarakat pesisir sibolga... 16 4.2 Tahapan pelaksanaan adat turun karai pada masyarakat pesisir sibolga .. 17 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ...

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang berbudaya.Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak terlepas dari pertumbuhannya dari janin, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, masa pekawinan, menjadi orang tua, sampai pula menjadi usia tua, dan kemudian kematian, dan pasca kematian. Dalam setiap siklus hidupnya ini, manusia melakukan maupun mempertahankan kebudayaan yang telah ditetapkan dalam kehidupan sekitarnya. Tujuan melakukannya adalah memenuhi sistem nilai-nilai dan norma kebudayaan yang menjadi tradisi serta berbagai guna dan fungsi masyarakat yang mendukung nya. Diantara fungsi adalah untuk berterima kasih kepada Tuhan atas berkat yang diberikan-Nya dan juga untuk mengabsahkan kedudukan sosial dan budaya seseorang atau kelompok orang, memberikan nilai-nilai kultural kepada semua warga yang mendukung kebudayaan dan tradisi tersebut, mengandung nilai-nilai kearifan universal dan lokal sekaligus dan lain-lainnya. Tidak jarang kebudayan dan tradisi ini melibatkan berbagai seni, seperti sastra, tarian, mantra, teater, musik dan lain- lainnya.

Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).

Berdasarkan Kota sibolga merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera

Utara, Indonesia.Kota ini terletak dipantai barat sumatera dan membujur di

sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang

bernama Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya.Di Kota Sibolga, suku ini mendiami

daerah pinggiran pantai dan sebagian lagi daerah pegunungan yang terdapat dalam

empat wilayah kecamatannya.Daerah pinggiran pantainya terdiri dari Kecamatan

(11)

Sibolga Selatan dan Sibolga Kota.Sedangkan pegunungan terdiri dari kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas.Identitas etniknya secara genealogisa adalah berasal dari beberapa suku, seperti Minangkabau, Mandailing, Batak Toba, Angkola Dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadat sebagai identitas baru (Takari, 2008:124).

Sertiap suku di Nusantara mempunyai adat-istiadat yang berbeda satu dengan yang lain.Hal ini berlaku pada suku pesisir.Adat-istiadat tercipta melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan.Penciptaan tersebut selalu berhubungan dengan agama dan norma-norma.Identitas atau jati diri etnik Pesisir berdasarkan kepada budaya yang disebut sumando.Suku Pesisir menyebutnya dengan istilah sumando.Dalam suku Pesisir budaya sumando memiliki pengertian sebagai nasehat.Bagi masyarakat pesisir Sibolga, Sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat kekeluargaan dan salah satu jalur dalam menjembatani persaudaraan.Dimana sangat menghargai dan menghormati ikatan kekeluargaan adat Sumando.Itulah sebabnya dalam mengatasi hal atau peristiwa yang terjadi selalu diputuskan secara musyawarah yang melibatkan semua anggota keluarga.Menurut sinaga, Sumando adalah satu kestuan ruang lingkup kebudayaan suku pesisir yang meliputi kesenia pesisir, makanan pesisir, adat- istiadat pesisir dan lain-lain (sitompul 2013:3).

Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat

sumando.Adapun siklus kehidupan suatu individu pada upacara adat sumando

antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun karai, sunat

Rasul (khitanan), membangun atau menempati rumah, upah-upah sumangek,

penyambutan tamu dan kematian atau pengebumian.Demikian pula yang terjadi

dalam kebudayaan suku pesisir.Di daerah Sibolga pesisir ada sebuah tradisi yang

biasa di sebut Tradisi Turun Karai.Hal ini terjadi pada masyarakat Kota Sibolga

dalam mengisi kehidupan selalu melakukan upacara turun karai dalam

menyambut datangnya bayi.Turun karai ini bertujuan bagaimana anak bayi untuk

awal kakinya memijak tanah dan sekaligus lambang mempersiapkan diri dalam

mengharungi kehidupanya yang akan datang.Upacara turun karai suku pesisir

(12)

melibatkan aspek adat dan agama.Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga yaitu Tradisi Turun Karai tersebut sampai sekarang masih terus dilakukan karena memiliki nilai yang sangat pundamental di tengah kehidupan masyarakat Pesisir Kota sibolga.Tradisi yang sangat kental dengan unsur keagamaan ini, memiliki arti penting dalam membina mental spirtual.Sehingga setiap tahapan pelaksanaanya tidak lepas dari tuntunan agama islam.Bagi masyarakat Sibolga pesisir merasa bangga apabila dapat melakukan acara ini terhadap anaknya yang baru lahir, namun bukan berarti kegiatan ini menggambarkan sitrata tingkat ekonomi masyarakat.Kegiatan ini dapat dilakukan siapa saja karena tidak memerlukan biaya banyak.

Dalam pelaksanaan acara Turun Karai umumnya upacara dilaksanakan setelah 40 hari sang anak lahir.Upacara menurunkan anak untuk memijakkan kaki pertama kali ke tanah serta mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen, yang menggunakan bait-bait pantun.Nyanyian itu adalah Ayun-ayun Tajak.Tradisi turun karai suku Pesisir pada dulunya memakai kain sarung panjang sebagai tempat untuk anak dibuaikan, namun akhir-akhir ini berubah dengan memakai ayunan yang terbuat dari rotan atau sebangsanya lalu dihiasi, Namun demikian tetap menggunakan kain sarung panjang sebagai media untuk menggoyangkan buaian keranjang tersebut, payung kuning, kain panjang, air limau untuk mandi, selendang putih, kue itak dan beras kunyit dicampur dengan bunga-bunga yang telah dibuka dari kelopaknya.

Menurut adat sumando, nyanyian Ayun-ayun Tajak pada upacara turun karai dinyanyikan oleh satu orang perempuan atau satu orang laki-laki.Namun kini, penyajian nyanyian pengiring upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga umumnya dilakukan oleh kaum perempuan.Namun menurut penjelasan para seniman Pesisir ini, lagu tersebut bisa juga dinyanyikan oleh kaum laki- laki.Namun sekarang ini banyak dijumpai suatu upacara turun karai menyimpang dari syarat-syarat yang di tentukan.Misalnya, kain sarung panjang diganti dengan buaian berbentuk keranjang yanga terbuat dari besi.

Kenyataan di atas memotivasi untuk melakukan penelitian berdasarkan

tentang pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu

pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara Turun karai suku

(13)

Pesisir Sibolga.Karena itu penulis memutuskan untuk meneliti lebih lanjut pemahaman tentang Tradisi Turun Karai dalam masyarakat Sibolga Pesisir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, masalah yang akan dicari jawabannya dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga?

2. Bagaimana Tatacara pelaksanaan Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga.

2. Untuk mengetahui tatacara pelaksanaan Tradisi Turun Karai dalam Masyarakat Sibolga Pesisir.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian terhadap Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga yaitu:

1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan dan membekali kemampuan selaku mahasiswa Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang kebudayaan suku Pesisir Kota Sibolga.

3. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan keterampilan dalam mendalami perkembangan ilmu bahasa dan sastra.

4. Untuk melestarikan Tradisi Turun Karai agar tidak terjadi hilangnya

Tradisi Turun Karai pada masyarakat pesisir sibolga.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka a. Defenisi Tradisi

Upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, tentu dengan mengandalkan kemampuan manusia sendiri untuk menjadikan kebutuhan hidupnya.Jadi dapat dikatakan bahwa kebudayaan tersebut lahir sesungguhnya diakibatkan oleh keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam bentuk tingkah laku, pola hidup, perekonomian, peertanian, system kekerabatan, religi, mitos dan sebagainya.Kesemua aspek tersebut yang kemudian harus dipenuhi oleh manusia dalam kehidupannya yang sekaligus secara spontanitas akan melahirkan kebudayaan atau tardisi.

Dalam Ensiklopedi disebut bahwa adat adalah kebiasaan atau tardisi masyarakat yang telah dilakukan berulang kali secara turun temurun.Tradisi merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama (Soerjono Soekanto, 1987: 13).Menurut Linton “tradisi adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat” (Linton dalam Roger M.

Keesing,1999: 68).

Menurut Koentjaraningrat (1987: 187) mengatakan bahwa tradisi sama dengan Adat Istiadat, konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya disuatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam bidang sosial kebudayaan itu.

Menurut Poerwadarminto dalam KBBI (1996:958) trdisi adalah:

1. Adat istiadat, kebiasaan turun temurun(nenek moyang) yang masih dijalankan masyarakat.

2. Penilaian atau tanggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan cara

yang paling baik dan benar.

(15)

Dari pemahaman tersebut maka apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun temurun dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya untuk meringankan hidup manusia dapat dikatakan sebagai “tradisi” yang berartikan bahwa hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan.Secara khusus tradisi oleh C.A.Van Peursen diterjemahkan sebagai proses pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta.Tradisi dapat dirubah diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia.Lebih khusus tradisi yang dapat melahirkan kebudayaan masyarakat dapat diketahui dari wujud tradisi itu sendiri.Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, yaitu:

a. Wujud Kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Menurut arti yang lebih lengkap bahwa tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang sekedar menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari merupakan dibuang atau dilupakan.Maka tradisi hanya berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu.Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Shils, keseluruhan benda material dan gagasan yang bersal dari masa lalu, namun benar- benar masih ada kini, belum dihancurkan atau dirusak.Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini.

b. Lahirnya Tradisi Dalam Masyarakat

Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan yang

dibeerikan makna khusus berasal dari masa lalu. Tradisi pun mengalami

pearubahan. Tradisi lahir disaat tertentu ketika orang menetapkan fragmen

tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah ketika orang

memberikan perhatian khusus pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan

fragmen yang lain.Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin

lenyap bila benda material dibuang dan gagasan ditolak atau dilupakan.Tradisi

(16)

mungkin pula hidup dan muncul kembali setelah lama terpendam. Tradisi lahir melalui dua cara yaitu:

Pertama, muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta melibatkan banyak rakyat. Karena sesuatu alasan yang menaarik perhatian, kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara mempengaruhi banyak rakyat. Sikap - sikap tersebut berubah menjadi perilaku dalam bentuk upacara, penelitian dan pemugaran peninggalan purbakala serta menafsir ulang keyakinan lama.

Kedua, muncul dari atas melalui mekanisme paksaan.Sesuatu yang dianggap tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang berpengaruh atau berkuasa.

Dua jalan kelahiran tradisi tersebut tidak membedakan kadarnya.

Perbedaannya terdapat antara “tradisi asli”, yakni yang sudah ada di masa lalu.

Tradisi buatan mungkin lahir ketika orang memahami impian masa lalu dan mampu menularkan impian itu kepada orang banyak. Lebih sering tradisi buatan ini dipaksakan dari atas oleh penguasa untuk mencapai tujuan politik mereka.Begitu terbentuk, tradisi mengalami berbagai perubahan.Perubahan kuantitatifnya terlihat dalam jumlah penganut atau pendukungnya.Rakyat dapat ditarik untuk mengikuti tradisi tertentu yang kemudian mempengaruhi seluruh rakyat dan Negara atau bahkan dapat mempengaruhi skala global.

Arah perubahan lain adalah arahan perubahan kualitatif yakni perubahan kadar tradisi.Gagasan, simbol dan nilai tertentu ditambahkan dan yang lainnya dibuang.Cepat atau lambat setiap tradisi mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti ulang dan bersamaan dengan itu fragmen-fragmen masa lalu ditemukan disahkan sebagai tradisi. Perubahan tradisi juga disebabkan banyaknya tradisi dan bentrokan antara tradisi yang satu dengan saingannya.Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau kultur yang berbeda di dalam masyarakat tertentu.

c. Fungsi Tradisi

(17)

Menurut Shils “manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka.Maka Shils menegaskan, suatu tradisi itu memiliki fungsi bagi masyarakat antara lain:

1. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun temurun.Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yag diciptakan dimasa lalu.Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bemanfaat.Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan.

2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada.Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya.Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi.

Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau orang selalu mempunyai keyakinan demikian”meski dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya.

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.

4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan dan ketidakpuasan kehidupan modern.Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.

d.Tradisi Dan Kesenian Tradisional

Tradisi dan budaya merupakan beberapa hal yang menjadi sumber dari akhlak

dan budi pekerti.Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia

yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun- temurun

dimulai dari nenek moyang.Secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan

pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai sikap, makna, hirarki agama, waktu,

(18)

peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, obyek-obyek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.Di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam tradisi dan budaya.Suku dan ras yang berbeda juga dapat menciptakan tradisi dan budaya yang berbeda. Maka kesenian tradisional dapat diartikan sebagai kesenian masa lalu yang diciptakan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih dijalankan atau dimainkan oleh masyarakat kontemporer.

Kasim Achmad dari DirektoratKesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendefinisikan kesenian tradisional sebagai “Suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya.Pengolahannya didasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya.Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai tradisi, pewarisan yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda.Sedangkan kesenian non-tradisional, dalam beberapa bidang seni sering disebut kesenian modern, yaitu suatu bentuk seni yang penggarapannya didasarkan atas cita rasa baru di kalangan masyarakat pendukungnya. Cita rasa baru ini umumnya adalah hasil pembaruan atau penemuan (inovasi atau sebagai akibat adanya pengaruh dari luar dan bahkan sering pula ada yang bersumber dari cita rasa “Barat”).Kesenian tradisional adalah produk budaya yang rentan terhadap gempuran budaya asing.Kita tahu bahwa kesenian pada awalnya lahir sebagai media untuk hiburan.Kesenian tradisional adalah hiburan bagi masyarakat kelas bawah.Kesenian tradisional pada akhirnya lahir sebagai hiburan.Orang–orang yang butuh hiburan akan berbondong-bondong menghadiri pentas–pentas kesenian tradisional, sehingga tidak mengherankan, setiap kali diadakan pentas kesenian tradisional, ratusan orang akan berkumpul untuk menontonnya.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori adalah hasil dari penalaran logika terhadap suatu fenomena ataupun

realitas tertentu yang dirangkum menjadi suatu konsep gagasan, pandangan, sikap

ataupun cara-cara yang pada dasarnya menguraikan nilai-nilai dan tujuan tertentu

yang teraktualisasi dalam proses hubungan situasional, hubungan kondisional atau

hubungan fungsional diantara hal yang terekam dari fenomena ataupun realitas

(19)

tersebut dan hasil dari penalaran tersebut dapat diterima oleh khalayak ramai yang bersifat umun (universal).Teori yang digunakan sebagai landasan penelitian ini menggunakan teori kajian foklor.

2.2.1 Teori Foklor

Foklor dari bahasa inggris „folklore‟ berasal dari dua kata yaitu „folk‟ dan

„lore‟.Folk artinya kolektif (colectivity).Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok - kelompok lainya. Ciri – ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama (Danandjaya 1984:2).

Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian dari kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.Dengan demikian, foklor adalah sebagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat alat pembantu pengingat.

Berkenan dengan jenis kebudayaannya, yadnya (1981:25-28) menyatakan bahwa foklor adalah bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional, tidak resmi (unofficial), dan nasional.Pandangan ini menyiratkan bahwa foklor bukan hanya yang versifat etnik, melainkan juga yang nasional, yang penyampaiannya secara tidak resmi.Pada bagian ini, Potter berpendapat bahwa foklor merupakan “a lively which refuses to die”(Leach, 1994:401).

Menurut Brunvad (dalam Danandjaja, 1997:21) foklor dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yakni foklor lisan, foklor sebagian lisan, dan foklor bukan lisan.

1. Foklor Lisan

Menurut Danandjaya (1997;21) foklor lisan diartkan sebagian foklor yang

bentuknya memang murni lisan.Bentuk dari jenis foklor ini antara lain, (a)

bahasa rakyat ( folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan

(20)

titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka- teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; (f) nyanyian rakyat.

Berdasarkan pendapat di atas bahwa murni lisan dalam hal ini diartikan bahwa bentuknya disebarkan melalui lisan.Murni lisan ini dapat berupa percakapan langsung dari satu orang ke orang lain.Percakapan tersebut dituturkan langsung oleh orang yang mengalami foklor tersebut dari mulut ke mulut, sehingga dapat dikatakan bahwa foklor tersebut murni lisan.

2. Foklor Sebagian Lisan

Menurut Danandjaya (1997;22) foklor sebagian lisan diartikan sebagai foklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan.Bentuk foklor dari jenis ini diantaranya mengenai kepercayaan, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat - istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain – lain.

Sejalan dengan pendapat diatas, foklor sebagian lisan merupakan campuran bentuk unsur lisan dan bukan lisan.Bentuk lisan dapat diartikan sebagai foklor yang dituturkan secara langsung oleh pelaku dan bukan lisan dapat diartikan sebgai foklor yang bentuknya selain tuturan atau percakapan, misalnya berupa gerakan, melalui kegiatan – kegiatan, dan upacara.

3. Foklor Bukan Lisan

Danandjaya (1997;22) berpendapat bahwa foklor bukan lisan diartikan sebagai foklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatan nya diajarkan secara lisan.Bentuk dari jenis foklor ini secara garis besar ada dua yakni material dan bukan material.Material diantaranya arsitektur rakyat, kerajianan tangan, makanan dan minuman, serta obat – obatan tradisional, bunyi isyarat untuk komukasi rakyat, dan musik rakyat.

Berdasarkan jenis foklor yang telah disebutkan di atas, penelitian yang

akan digunakan peneliti ini merupakan foklor sebagian lisan. Penelitian ini

selanjutnya akan difokuskan pada salah satu jenis peneltian yang dapat diartikan

(21)

sebagai foklor yang bentuknya selain tuturan atau percakapan, misalnya melalui berupa gerakan, melalui kegiatan – kegiatan, dan upacara, dimana dikatakan foklor sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, diantara kolektif apa saja, secara tradisional dan mempunyai varian-varian tertentu.Kegiatan tutur dan pewarisannya disampaikan secara lisan, maka orang sering menyebutkannya foklor sebagai budaya lisan atau lisan (Bascom dalam Danandjaya, 1982;19), mengemukakan fungsi foklor antara lain:

a. Sebagai system proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.

b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.

c. Sebagai alat pendidikan.

d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Menurut (Bascom dalam Danandjaya 1984;19) pembicaraan fungsi foklor

tidak dapat begitu saja dilepaskan begitu saja dari kebudayaan secara luas, dan

juga dengan konteksnya.Foklor milik seseorang dapat dimengerti sepenuhnya

hanya melalui pengetahuan yang mendalam diri berarti mengarahkan bahwa

foklor memang penting bagi kehidupan.Karya foklor yang sama mungkin berbeda

diwilayah yang lain.Fungsi sebuah foklor tergantung ekspresi pencipta dan

tuntutan lingkungan.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Adapun metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Analisis data melalui metode deskriptif adalah analisis yang didasarkan pada kondisi ilmiah sebagai keutuhan penelitian.Menurut Faisal (1982:119), metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang ada, pendapat yang sedang berkembang atau kecendrungan yang sedang berkembang.

Sedangkan pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (seperti makna jamak dari pengalaman individual, makna yang secara sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola) atau pandangan advokasi partisipatori atau keduanya (Emzir, 2011:28).

Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan efektivitas Tradisi Turun karai pada masyarakat pesisir sibolga.Metodelogi digunakan untuk memecahkan masalah dan menjawab permasalahan yang dihadapi pada situasi sekarang yang dilakukan dengan menempuh langkah pengumpulan, pengklasifikasi, analisis pengolahan data dan membuat kesimpulan serta membuat laporan dengan tujuan utama penggaambaran tentang suatu Tradisi Turun Karai secara objektif dalam suatu deskriptif situasi.

3.2 Lokasi dan Sumber Data

Adapun objek penelittian yang dilakukan oleh peneliti adalah Lokasi

penelitian berada di Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota

Sibolga, Provinsi Sumatera Utara.Pemilihan lokasi ini disebabkan adanya masalah

yang sesuai dengan objek penelitian saat ini yaitu wilayah ini masih didapati

upacara turun karai.Penelitian ini memilih lokasi ini karena lokasinya yang

lumayan dekat dari rumah sehinggah mempermudah penelitian untuk mengadakan

peneliti juga karena dalam pembelajaran.

(23)

Sumber data penelitian adalah subjek darimana penelitian itu diperoleh (arikunto,1996:114) artinya jika penelitian menggunakan metode wawancara dengan pengumpulan datanya, maka subjeknya responden dan apabila menggunakan metode observasi dalam pengumpulan datanya, maka subjeknya berupa benda atau tempat.

3.3 Instrument Penelitian

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh si peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya aka lebih baik, dalam arti yang lebih lengkap dan sistematis sehingga data lebih mudah diolah.Alat atau instrument yang digunakan dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Daftar pertanyaan ( kuesioner) 2. Alat perekam suara ( tape recorder) 3. Alat tulis dan kertas

Yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat segala hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan objek penelitian.

3.4 Metode Pengmpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti agar dapat memiliki acuan sumber-sumber data yang cukup.Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Metode Observasi

Yaitu penulis melakukan observasi yang langsung turun ke lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan tempat, jumlah, dan peran pemakai bahasa serta perilaku selama pelaksanaan pengguna bahasa langsung.Kegiatan dimaksudkan memahami lebih jelas keterlibatan subjek amantan.

2. Metode Wawancara

Yaitu penulis melakukan metode wawancara kepada penutur yang

dianggap memenuhi syarat sebagai informan untuk dapat mengumpulkan

data- data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik rekam.Selama

wawancara berlangsung semua respon yang muncul dicatat.Selama itu

juga perekam dilakukan untuk kepentingan pengecekan kembali.

(24)

3.5 Metode Analisis Data

Menganalisi data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian.Peneliti harus memastikan analisis mana yang digunakan.Dalam metode analisis data penulis menggunakan metode deskriptif.Metode deskriptif merupakan penelitian yang mengumpulkan data dan selanjutnya menganalisis data. Adapun langkah – langkah metode deskriptif yaitu:

1. Mengumpulkan data

Dalam tahap mengumpulkan data, penulis menggunakan data lisan (wawancara) dan alat tulis.

2. Mengkalisifikasi data

Dalam tahap mengklasifikasi data dilakukan menurut persamaan dan perbedaannya. Hasil penyusunan data dan pengklasifikasi berbentuk suatu sistem yang memudahkan untuk menemukan kembali data – data tersebut.

3. Menganalisis data

Dalam tahap menganalisis data penulis akan menganalisis data dengan memusatkan diri pada permasalahan – permasalahan yang ada masa sekarang dan masa aktual.Data yang dikumpul lalu disusun, dijelaskan, dianalisis dan memaparkan data informasi, dimana peneliti menampilkan data yang sudah diklasifikasi.Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat secara menyeluruh tentang tradisi Turun karai.

(Surakmat,1994:140).

Tahapan metode analisis data beerakhir dengan penemuan kaidah,

betapapun sederhananya atau sedikitnya kaidah itu, banyaknya kaidah yang

ditemukan bukanlah menjadi ukuran, karena kerumitan dan banyaknya kaidah

tidak selalu menjadi petunjuk baik kedalaman atau kehebatan telaah.Dengan

demikian dapat dikatakan pula ditemukannya kaidah itu merpakan wujud dari

analisis data (Sudaryanto,1986:39).

(25)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tradisi Turun Karai Pada Masyarakat Pesisir Sibolga

Tradisi adat turun karai pada masyarakat Pesisir Sibolga merupakansalah satu adat tradisi menurun dilaksanakan, karena masyarakat Pesisir Sibolga mayakini bahwa seorang anak yang telah lahir akan menjalani tradisi turun karai agar anak akan dijauhi dari hal-hal yang negatif atau kesialan dalam hidupnya.

Tradisi adat turun karai ini hamper dilakukan oleh masyarakat yang tinggal disetiap kecamatan maupun dikota sibolga yang ada daerah etnik Pesisir Sibolga.Tradisi ini telah diperkirakan telah ada sejak abad ke sepuluh Masehi sampai sekarang.

Menurut Sjawal Pasaribu (2014), tradisi turun karai ini adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Pesisir Sibolga secara berkala dan pada waktu tertentu dalam ruang lingkup kehidupan keluarga.Tradisi Turun karai tersebut sampai sekarang masih terus dilakukan karena memiliki nilai yang sangat fundamental ditengah-tengah kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga.

Bagi masyarakat Pesisir Sibolga yang melakukan ada Turun Karai ini, tentu merasa bangga.Walaupun bukan berarti kegiatan ini menggambarkan strata tingkat ekonomi masyarakat. Sebab, tradi sini sangat kental dengan unsure keagamaan dan memiliki arti penting dalam membina mental spiritual anak.

Apalagi dalam setiap tahapan pelaksanaannya didasarkan pada tutunan agama islam, yaitu aqiqah.

Hal ini seperti diakui oleh Dosman yang cucunya melakukan adat tersebut,

“saya senang bias melaksanakan adat :turun karai tersebut.)agar cucu saya didoa

kan menjadi anak yang optimis, bergunan berbuat Negara, bangsa dan agama

serta berbaksi kepada ibi bapaknya. Dengan kata lain, adat Turun Karai ini

merupakan adat mengenalkan bayi kepada tempat ibadah dan dunia liuar. Adat

turun karai ini dilakukan setelah bayi berymur 40 hari dan si bunya sudah bersih

dari nifas jado, kondisi ibu dan bayi sudah bersih dari hadas. Turun karai adalah

upacara mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan

nyanyian tanpa iringan instrumen yang diekspresikan melalui bait-bait pantun

dalam bahasa Pesisir. pengertian dan pemahaman tentang nyanyian Ayun-ayun

Tajak dalam upacara turun karai secara keseluruhan. Defenisinya secara harfiah

yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang bersamaan mengungkapkan berbagai

ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari

ritme, melodi, harmoni, dan warna suara. Suatu seni murni yang meliputi

kombinasi bunyi-buyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan

ekspresi hasil pikiran dan perasaan.

(26)

4.2 Tahapan pelaksanaan adat turun karai pada masyarkat pesisir sibolga Dalam pelaksanaan sebuat acara tradisi turun karai biasanya masyarakat pesisir sibolga mempersiapkan perlengkapan atau alat – alat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tradisi tersebut. Untuk pelaksanaan tersebut selain mempersipkan alat – alat perlengkapan, masyarakat pesisir juga harus sudah paham tentang tahapan – tahapan pelaksanaan tradisi turun karai tersebut. Karena setiap tahapan pada adat tidak boleh saling mendahului karena akan merusak adat turun karai pada masyarakat pesisir sibolga yang telah dipertahankan. Upacara turun karai suku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap bulannya. Umumnya, upacara turun karai dilaksanakan setelah 40 hari sang anak lahir. Penulis yang lahir di Kota Sibolga sejak kecil telah melihat upacara turun karai secara jelas, tetapi penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara turun karai dilaksanakan, serta makna- makna yang terkandung di balik upacara ini. Hal ini disebabkan berkurangnya intensitas pemakaian suatu turun karaisuku Pesisirdalam konteks adat sumando.

Upacara turun karai suku Pesisir pada dulunya memakai kain sarung panjang sebagai tempat untuk anak dibuaikan, Namun akhir-akhir ini berubah dengan memakai buaian berbentuk keranjang yang terbuat dari besi, kemudian dihias dengan kain. Namun demikian tetap menggunakan kain sarung panjang sebagai media untuk menggoyangkan buaian keranjang tersebut.

Menurut penjelasan para informan, kain di langit-langit memiliki makna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti: Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau,3 yang di lambangkan dengan 12 jenis kain sarung yang berbeda di dinding, yang selalu melibatkan kesenian Pesisir. Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah sikambang. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik, vokal, dan tari. Musik Instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar- repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu Kapulo Pinang, Dampeng, Kapri, lagu Duo, dan Sikambang. Sedangkan tari meliputi tari saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak.

Kesenian ini dibawakan oleh seniman-seniman yang berasal dari masyarakat suku Pesisir.

Menurut pengamatan penulis, pada umumnya seniman kesenian Sikambang berumur 40-60 tahun. Pada suatu upacara turun karai suku Pesisir yang diselenggarakan di kelurahan Aek Manis Kota Sibolga, penulis menyaksikan sekelompok perempuan yang merupakan grup Marawis dari Rajo Janggi yang menyajikan nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai.

Menurut penjelasan Emi Tanjung, seorang induk inang atau bidan pengantin

biasanya dalam satu upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga, grup ini di

(27)

panggil khusus dalam suatu upacara turun karai. Tidak untuk upacara-upacara lain. Dengan demikian, grup ini tumbuh dan berkembang memang untuk kegiatan upacara turun karai.

Turun karai adalah upacara menurunkan anak untuk memijakkan kaki pertama kali ke tanah serta mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen, yang menggunakan bait-bait pantun.

Nyanyian itu adalah Ayun-ayun Tajak. Menurut adat sumando, nyanyian Ayun- ayun Tajak pada upacara turun karai dinyanyikan oleh 1 orang perempuan atau 1 orang laki-laki. Namun kini, penyajian nyanyian pengiring upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Namun menurut penjelasan para seniman Pesisir ini, lagu tersebut bisa juga dinyanyikan oleh kaum laki-laki. laki-laki, kemudian bergantian dengan perempuan. Selain itu, nyanyian pengiring upacar turun karai merupakan bentuk melodi dari 2 bait pantun yang sama tetapi dengan teks yang baru (strophic). Teks yang terdapat pada nyanyian Ayun-ayun Tajak, upacara turun karai berisikan nasihat-nasihat ataupun pengalaman-pengalaman kehidupan suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk bait-bait pantun yang berbeda-beda. Adapun isi teks umumnya ditujukan kepada sang anak, agar kelak menjadi anak yang soleh, rajin beribadah, dan hormat kepada orang tua.

Dalam suatu upacara turun karai, nyanyian Ayun-ayun Tajak di sajikan pada tiga tahap, yaitu:

memberi nama anak

pengguntingan rambut oleh keluarganya membuekan anak.

Dalam tahap memberi nama dan pengguntingan rambut disajikan pada pagi hari setelah pulang dari mesjid. Tahap membuekan anak dilakukan pada siang hari.

Namun sekarang ini banyak dijumpai suatu upacara turun karai menyimpang dari syarat-syarat yang di tentukan. Misalnya, kain sarung panjang diganti dengan buaian berbentuk keranjang yanga terbuat dari besi. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara turun karai pengguntingan rambut anak hanya dilakukan oleh 8 orang saja.

Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara Turun karai suku Pesisir Sibolga.

makna-makna tersebut terpandam dalam masyarakat, senimannya, adat-

istiadatnya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui pemahaman itu, penulis akan

(28)

melakukan penelitian yang akan menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang suku Pesisir di Kota Sibolga.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, nyanyian turun karai mencakup tiga aspek yang menarik perhatian penulis, yakni:

proses upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga.

Struktur melodi sebagai musik vokal suku Pesisir di Kota Sibolga.

Makna teks pantun yang dinyanyikan dalam upacara turun karaidi Kota Sibolga.

4.2.1 Tahap-Tahapan Upacara Turun Karai

Setelah selesai dari masjid, kembali ke rumah untuk melakukan acara nasyid dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur‟an, jugabarzanji,8 marhaban, dan ceramah dari sang ustad. Setelah acara itu selesai masuk ke acara pengguntingan rambut, pemberian nama, dan mambuekan anak oleh janang. disetiap tahap upaca adat melibatkan unsur-unsur pendukung. Unsur pendukung utama meliputi, keluarga besar sang anak. Unsur pendukung utama lainnya meliput tokoh adat, tokoh agama, dan janang. Unsur-unsur lainnya meliputi para tetangga, dan kerabat keluarga.

1. Pengguntingan Rambut

Pengguntinan rambut pada upacara turun karaisuku Pesisir meliputi salah satu unsur kebudayaan yang masih tetap dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga khususnya maupun masyrakat pada umumnya.

Biasanya pengguntingan rambut dilakukan setelah pulang dari masjid. tujuan sang anak dibawa ke masjid untuk memijakkan kaki sang anak pertama kali, agak kelah sang anak rajin solat dan beribadah. Proses penggunting rambut ini dilakukan oleh beberapa orang yaitu:

1. angkunyo 2. ucinyo 3. ayanyo 4. umaknyo 5. Ustad 6. janang 7. tetangga.

Gunting yang digunakan untuk memotong rambut sang anak disimpan di dalam

buah kelapa muda tujuannya agar gunting tersebut bersih dari karatan yang

(29)

menempel di gunting. Menurut penjelasan para informan, air kelapa muda mampu membersihkan karat gunting tersebut.

2. Pemberian Nama

Pada upacara turun karai suku Pesisir pemberian nama adalah salah satu hal yang dilakukan dalam upacar turun karai tersebut. Tujuan dari pemberian nama tersebut sebagai tanda atau identitas yang mempermudah dalam mengingat dan menganalisis sesuatu. Tanpa ada nama, manusia merasa kesulitan dalam mengenali sesuatu. Menurut ajaran agama Islam pemberian nama digandengkan dengan upacaraaqiqah (penyembelihan hewan pada saat kelahiran bayi). Orang tua muslim tentunya tidak lepas dari tiga hal secara bersamaan, yakni memenuhi kewajiban alami, menaati perintah agama, dan mendidik kesalehan anak.

manusiasempurna atau manusia yang lengkap. Dengan nama yang diberikan itulah, maka anak terlengkapi unsur kemanusiaannya.

3. Mambuekan Anak

Pada masyarakat Pesisir Sibolaga mambuekan anak adalah hal yang wajar dan selalu dilakukan, terutama pada saat upacara turun karai. Dalam upacar turun karai, anak dibuaikan dengan menggunakan sehelai kain sarung panjang. Namun kini jika di tinjau dari konteks budaya dalam upacara turun karai, mambuekan anak menggunakan kain sarung panjang sudah berkurang. Kebanyakan dalam upacara yang sekarang ini sudah menggunakan buaian berbentuk keranjang dari besi. Hal ini dipengaruhi oleh kemajuan zaman, yang memilih keefisienan waktu dan ekonomi yang semakin meningkat. Mambuekan anak pada masyarakat suku Pesisir adalah sesuatu hal yang dilakukan sebagai simbol rasa syukur kepada Allah SWT, dimana telah memberikan keturunan kepada sebuah keluarga. Selain itu juga masyarakat Pesisir percaya bahwa kelahiran seorang anak di dalam keluarga mereka adalah juga sebagai ―kelahiran‖ seorang Nabi Muhamamd SAW. Dalam hal ini kedua orang tua anak tersebut berharap jika sudah besar nanti mengikuti ketauladanan Nabi Muhammad SAW.

Dalam proses mambuekan anak ada lagu yang dilantunkan oleh seorang janang kepada anak tersebut. Lagu tersebut berjudul Ayun-ayun Tajak. Agar kelah mereka dapat membimbing anak-anak mereka sesuai dengan ajaran agama.

Seperti sepenggal lagu Ayun-ayun Tajak berikut ini:

Bue... bue....

Ayun tajak buekan tajak

Tajak datang dari jao

Ayun anak buekan anak

(30)

anak satimbang jongon nyawo [Buai… buai…

Ayun tajak buaikan tajak. Tajak datang dari jauh Ayun anak buaikan anak Anak setimbang beserta nyawa]

Jika, diartikan sebagai bentuk rasa sayang seorang ayah atau ibu kepada anaknya, yang tak bisa ditukar dengan apapun. karena dimatanya anak tersebut sangat berharga. yang tak bisa tergantikan dengan apapun yang ada di dunia ini.

Bue...bue…

Sambah kami sambah pendatang

Kacang pitulo basagi-sagi

Lakke anak gadang

Bia sikkola mangaji

[Buai … buai …

(31)

Gambar

Orang Anak, Induk Inang, Janang, dan Para Kerabat Berkumpul di Depan Rumah untuk Bersiap Berangkat ke Masjid

Gambar

Suasana Pengarakan Orang Tua dan Anak menuju Masjid

(32)

Gambar

Gerbang Masjid SiIbu Menggendong Anak Didampingi Ibunya dan Induk Inang.

Gambar

ang Anak Menginjakkan Kaki untuk Pertama Kali di Pintu Masjid yang Dibantu oleh Induk Inang

(33)

Gambar

Proses Pemberian Upa-upa kepada Sang Anak dari Ucinyo

Pada upacara ini induk inang sangat berperan penting, karena induk inanglah yang mengarahkan dan memberitau apa-apa saja yang harus dilakukan. Pemberian upa- upa oleh ucinyo dan para kerabat yang datang pada upacara turun karai merupakan simbol agar kelak sang anak selalu diberkati Allah SWT dan hormat kepada ibu dan ayahnya.

Bahan-bahan yang selalu ada dalam acara turun karai, terutama waktu membawa sang anak dari rumah sang anak ke Masjid yang diletakkan diatas Dulang/tapak besar biasanya berupa:

1. beras kuning.

2. sangkuno.

3. pisang sesisir.

4. itak-itak.

5. sirih.

6. jeruk nipis.

7. kelapa muda.

Sedangkan untuk peralatannya berupa:

1. gunting.

2. cermin.

3. dulang/tapak besar. itak-itak tersebut dibagi-bagikan kepada anak-anak

yang

(34)

Gambar

Sang Ibu Memangku Anaknya Setelah Dilakukan Pengguntingan Rambut

Acara selanjutnya pun dilakukan setelah makan siang dan sholat. Untuk

membuekan anak untuk membawa sang anak tertidur pulas. Disesi inilah seorang

janang perperan aktif, sambil mengayunkan anak dalam buaian tersebut. janang

pun melantunkan pantun-pantun yang dinyanyikannya secara vokal tanpa iringan

instrumen yang berisi nasehat-nasehat.

(35)

.

Gambar

Saat Anak Akan Dibuekan di Atas Buaian Berupa Kain Panjang

(36)

gambar

pengguntingan rambut anak oleh janang

gambar menyanyi lagu ketika turun karai

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melewati berbagai hambatan dalam penelitian ini, penulis menguraikan beberapa penjabaran seperti fungsi maupun makna yang terdapat didalamadat turun karai pada masyarakat pesisir sibolga.

5.1 Kesimpulan

1. Adat turun karai pada anak ini hanya sebagai bentuk kepercayaan akan meminta keselamatan dan kesehatan lewat adat tersebut kepada tuhan yang Maha ESA

2. Adat turun karai dilakukan karna sampai sekarang adat turun karai tersebut masih di pertahankan oleh masyarakat pesisir sibolga.

3. Adat turun karai mampu mengikat tali silatuhrahmi kepada sesama kaum umat nya dan agar tidak lupa dengan apa yang telah ditentukan oleh leluhur.

5.2 Saran

Adapun saran penulis adalah sebagai berikut:

1. Adat turun karai harus tetap dipertahankan bila sebab jaman sekarang telah berbeda cara pelaksanaan nya yang dimana sejak dulu tata cara

pelaksanaan nya ditetapkan

2. perlunya pelestarian dalam hal ini, maka dari itu masyarakat atau orang yang mengetahui akan halnya adat ini dilakukan dengan pergerakan pelestarian budaya nusantara.

Demikian saran dari penulis semoga dapat teralisasasi sehingga terciptanya

Indonesia dengan keragaman adat, budaya, suku dan bahasa yang tidak tergilas

oleh arus moderenisasi yang sejatnya adalah strategi mereka yang tidak ingin

Negara maju dab makmur.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Solly 1998 Sibolga dan Sekeping Sejarahnya, Dalam Hari Jadi Kota Sibolga, Sibolga : Pemko Sibolga.

MM, Syafri, Syaiful, Drs.2009 Mengenal Nusantara Propinsi Sumatera Utara, Bekasi: Sari Ilmu Pratama.

2011 Diktat Kesenian Pesisir Sikambang, Universitas Sumatera Utara Jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya.

Sinar, Luckman, Tengku, Syaiful A. Tanjung dan Marwansyah

2010 Mengenal Adat Dan Budaya Pesisir TAPANULI TENGAH-SIBOLGA. Medan : FORKALA – SUMUT.

1981 Sibolga Dalam Lintasan Sejarah, Medan : Harian Waspada Tanggal 23 Juni 1981.

Atmadilag, Didi.1994.Panduan Skripsi, Tesis dan Disertasi.Bandung:Pionir Jaya.

Luckman, H.T Sinar, dkk. 2010. mengenal Adat dan Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga. Medan : Forkala Sumut

. 2007. Meaning of Folklore. Utah: Utah State University.

Internet

http://www.wikipedia.com

http;//www.google.com

bpssibolgs:htp//sumut.bps.go.id/sibolga

htt://www.sibolgakota.go.id/index.php/profil/topografi.

http://kota –sibolga.com

Referensi

Dokumen terkait

Musik pada masyarakat pesisir Sibolga secara umum adalah sikambang dimana sikambang tersebut merupakan kesenian yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan musik, yang

Penelitian ini meyimpulkan bahwa: (1) Perencanaan tradisi upacara Mane’e pada masyarakat pesisir Kepulauan Talaud Sulawesi Utara diawali dengan doa kepada Tuhan,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 92 responden dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat pesisir di Kota Sibolga memiliki pengetahuan yang baik

Masyarakat abangan tidak memiliki pendirian dalam menjalankan perintah agama karena masyarakat Islam Jawa ini lebih percaya pada tradisi-tradisi asli jawa yang

Masyarakat abangan tidak memiliki pendirian dalam menjalankan perintah agama karena masyarakat Islam Jawa ini lebih percaya pada tradisi-tradisi asli jawa yang

Hajat Laut merupakan suatu budaya dan tradisi masyarakat pesisir nelayan yang sudah ada sejak lama, tradisi ini lahir dari kebiasaan masyarakat pesisir nelayan yang berada

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan tahap pelaksanaan tradisi pernikahan dalam Adat Sumando Etnik Pesisir Sibolga

Pengertian Tradisi Tradisi di dalam Kamus Bahasa Besar Indonesia merupakan adat turun temurun dari para pendahulu yang sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat.1 Tradisi bahasa