• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir di Sibolga"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NYANYIAN

AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA

TURUN KARAI

DALAM

BUDAYA SUKU PESISIR DI SIBOLGA

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA: HARI E.R HUTAGAOL NIM : 110707021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

ANALISIS TEKSTUAL DAN MUSIKAL NYANYIAN

AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA

TURUN KARAI

DALAM

BUDAYA SUKU PESISIR DI SIBOLGA

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA: HARI E.R HUTAGAOL NIM : 110707021

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Fadlin, M.A.

NIP 196512211991031001 NIP 196102201998031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

(3)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk

melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU Medan.

Medan Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Drs. Syahron Lubis, M.A NIP: 1951 1013197603 1 001

Panitia Ujian :

1. Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. (………)

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. (………)

3. Drs. Fadlin, M.A (………)

4. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si. . (………)

5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A (………)

Universitas

(4)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis nyanyian Ayun-ayun Tajak yang disajikan pada upacara turun karai Suku Pesisir di Kota Sibolga dengan dua fokus, yakni struktur melodi dan teks. Ayun-ayun Tajak merupakan nyanyian Suku Pesisir yang berarti nasehat-nasehat yang ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah lahir dalam suatu upacara turun karai. Dalam suatu upacara adat, nyanyian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap memberikan nama, pengguntingan rambut, dan membuekan anak. Nyanyian ini disajikan tanpa iringan musik (a capella) Para penyajinya merupakan seorang laki-laki atau seorang perempuan Sebagai pemimpin (solo lider).

Penelitian ini menggunakan dua teori utama yaitu teori semiotik untuk menganalisis teks dan teori weighted scale untuk menganalisis melodi Ayun-ayun Tajak. Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat para informan dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.

Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh dua hasil penelitian. (1) Teks Ayun-ayun Tajak merupakan teks yang dinyanyikan oleh seorang janang dalam bahasa Pesisir secara spontan.Teks disajikan dalam bentuk pantun yang terdiri dari isi dan sampiran. Secara umum, isi teks adalah nasehat-nasehat yang diambil dari pengalaman dan proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut disampaikan sang anak dan kedua orang tua anak. (2) Struktur melodi Ayun-ayun Tajak berbentuk stropik yakni melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang baru dan berbeda. Dengan demikian, Ayun-ayun Tajak dikategorikan sebagai musik stropik logogenik. Tangga nada Ayun-ayun Tajak digolongkan ke dalam heptatonik. Ritme Ayun-ayun Tajak menggunakan free meter.

(5)

ABSTRACT

This bachelor’sthesis, the authors analyze Ayun-ayun Tajaksong which presented at a ceremony Turun karaiin Coastal Tribes (suku Pesisir) in Kota Sibolga with two focus, namely the structure of melody and text. Ayun-ayun Tajak is singing Tribe Coastal meaning advice addressed to the child whose age is 40 days after birth in a ceremony Turun karai. In a traditional ceremony, the singing is done in three stages, namely stage name, shearing of the hair, and membuekan children. These songs are presented without musical accompaniment (a cappella). The singer is a man or a woman as a leader (solo leader).

This study uses two main theories, namely semiotic theory to analyze texts and theories weighted scale to analyze the Ayun-ayun Tajak melodies trowel. The use traditional methods of qualitative research. To carry out the research, the author has done some work processes, namely: literature study, observation, interviews, recording or documentation of activities, transcription, and laboratory analysis. This study focused on the opinions of the informants in the context of emic studies. However, the authors still do interpretations in accordance with scientific principles in the context of the study of ethics.

Through methods and techniques mentioned above were obtained two research results. (1) Text Ayun-ayun Tajak is a text sung by a janang in Coastal language spontaneously.Text is presented in the form of poetry that consists of content and sampiran. In general, the text content is advice drawn from the experience and the Coastal tribe lives. The text was delivered of the child and both parents. (2) The structure of melody Ayun Ayun-ayun Tajak swinging melody stropik the same or almost the same as using new and different text. Thus, Ayun-ayun Tajakcategorized as music stropik logogenik. Swing-swing scales classified into heptatonic trowel. Swing-swing rhythm trowel using free meter.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat, dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus, karena atas kasih-Nya yang begitu besar telah melimpahi kehidupan penulis. Setip detik dalam perjalanan hidup penulis disertai dan diberi sukacita penuh. Secara khusus dalam penyusunan skripsi ini, kekuatan dan penghiburan diberikan-Nya jauh melebihi permohonan penulis.

Skripsi ini berjudul ―Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-Ayun Tajak pada Upacara Turun Karai Dalam Budaya Suku Pesisir Di Sibolga..‖

Skripsi ini diajukan dalam melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(7)

terhomat Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. sebagai Sekretaris Departemen Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Fadlin, M.A. Dosen Pembimbing II penulis yang telah mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis sejak memulai perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu, dan kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan senantiasi melindungi dan melimpahkan berkat untuk Bapak.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemikiran dan wawasan baru kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.Adan Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Seluruh ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian menjadi pelajaran berharga untuk penulis

(8)

Kepada semua informan yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; Bapak Farudin Sinaga, Bapak Radjoki Nainggolan, Bapak Dahlun Silitonga, Bapak Romatua Purba, Ibu Emi tanjung, Ibu Siti Zubaidah, Ibu Nurdiana Tanjung dan informan-informan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kesempatan dan pengalaman yang sungguh berharga telah penulis dapatkan atas kebaikan Bapak/Ibu sekalian. Penulis dapat mengenal Suku Pesisir lebih dekat atas pertolongan Bapak-bapak sekalian.

(9)

Terimakasih untuk doa, bantuan, motivasi, waktu, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Meskipun jarak memisahkan keberadaan kita, penulis dapat merasakan kehadiran kalian. Sehingga penulis mampu melalui rintangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis sungguh bersyukur kepada Tuhan karena telah menganugerahkan keluarga yang luar biasa untuk penulis.

Penulis Mengucap terima kasih kepada adik-adik terkasih Yeni Sihombing, Cristin Natalia Panjaitan, Sarvina Putri Naiharop Hasibuan S.s, dan Ririn Erida Hutagaol. Atas Perhatian, Motivasi, dan memberi Semangat yang luar biasa kepada penulis. Betapa penulis bersyukur dapat berjumpa dengan kalian, ini menjadi memori yang terindah dalam kehidupan penulis.

(10)

bersyukur dapat memiliki teman-teman yang luar biasa seperti kalian. Penulis berdoa semoga kita dapat berhasil dan berjumpa di lingkungan yang baru.

Kepada seluruh senior dan junior di Etnomusikologi stambuk 2005-2014, penulis mengucapkan terimakasih untuk hari-hari yang penuh tawa dan canda selama berada di Etnomusikologi. Penulis sangat kagum atas keharmonisan yang tercipta.

(11)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Manfaat Penilitian ... 10

1.4 Konsep dan Teori ... 11

BAB III DESKRIPSI NYANYIAN AYUN-AYUN TAJAK PADA UPACARA TURUN KARAI ... 39

3.1 Upacara Turun Karai ... 39

3.2 Tahap-Tahapan Upacara Turun karai ... 40

3.2.1 Pengguntingan Rambut ... 41

3.2.2 Pemberian Nama ... 42

3.2.3 Mambuekan anak ... 43

3.3 Komponen Upacara Turun Karai Suku Pesisir ... 52

3.3.1 Tempat Upacara Turun Karai ... 53

3.3.2 Waktu Upacara Turun Karai ... 53

(12)

3.4.1 Fungsi Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 55

3.4.2 Penggunaan Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 56

BAB IV ANALISIS TEKSTUAL ... 57

4.1Bentuk Teks Nyanyian Ayun-Ayun Tajak ... 57

4.2Analisis Semiotik Tekstual Nyanyian Ayun-ayun Tajak ... 58

4.3Pantun Sebagai Acuan Dasar Lagu Ayun-ayun Tajak ... 66

4.4Formula Garapan Teks ... 69

BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIKAL ... 72

5.1 Transkripsi ... 72

5.1.1 Simbol dan Notasi ... 73

5.2 Analisis Melody Ayun-Ayun Tajak ... 77

5.2.1 Tangga Nada ... 77

5.2.2 Nada Dasar ... 79

5.2.3 Wilayah Nada ... 83

5.2.4 Jumlah Nada ... 83

5.2.5 Jumlah Interval ... 85

5.2.6 Kontur ... 86

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA... 91

(13)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis menganalisis nyanyian Ayun-ayun Tajak yang disajikan pada upacara turun karai Suku Pesisir di Kota Sibolga dengan dua fokus, yakni struktur melodi dan teks. Ayun-ayun Tajak merupakan nyanyian Suku Pesisir yang berarti nasehat-nasehat yang ditujukan kepada sang anak yang usianya 40 hari setelah lahir dalam suatu upacara turun karai. Dalam suatu upacara adat, nyanyian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap memberikan nama, pengguntingan rambut, dan membuekan anak. Nyanyian ini disajikan tanpa iringan musik (a capella) Para penyajinya merupakan seorang laki-laki atau seorang perempuan Sebagai pemimpin (solo lider).

Penelitian ini menggunakan dua teori utama yaitu teori semiotik untuk menganalisis teks dan teori weighted scale untuk menganalisis melodi Ayun-ayun Tajak. Penelitian ini mengggunakan metode kualitatif. Untuk melaksanakan penelitian, penulis telah melakukan beberapa proses kerja, yaitu: studi kepustakaan, observasi, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat para informan dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.

Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh dua hasil penelitian. (1) Teks Ayun-ayun Tajak merupakan teks yang dinyanyikan oleh seorang janang dalam bahasa Pesisir secara spontan.Teks disajikan dalam bentuk pantun yang terdiri dari isi dan sampiran. Secara umum, isi teks adalah nasehat-nasehat yang diambil dari pengalaman dan proses kehidupan Suku Pesisir. Teks tersebut disampaikan sang anak dan kedua orang tua anak. (2) Struktur melodi Ayun-ayun Tajak berbentuk stropik yakni melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang baru dan berbeda. Dengan demikian, Ayun-ayun Tajak dikategorikan sebagai musik stropik logogenik. Tangga nada Ayun-ayun Tajak digolongkan ke dalam heptatonik. Ritme Ayun-ayun Tajak menggunakan free meter.

(14)

ABSTRACT

This bachelor’sthesis, the authors analyze Ayun-ayun Tajaksong which presented at a ceremony Turun karaiin Coastal Tribes (suku Pesisir) in Kota Sibolga with two focus, namely the structure of melody and text. Ayun-ayun Tajak is singing Tribe Coastal meaning advice addressed to the child whose age is 40 days after birth in a ceremony Turun karai. In a traditional ceremony, the singing is done in three stages, namely stage name, shearing of the hair, and membuekan children. These songs are presented without musical accompaniment (a cappella). The singer is a man or a woman as a leader (solo leader).

This study uses two main theories, namely semiotic theory to analyze texts and theories weighted scale to analyze the Ayun-ayun Tajak melodies trowel. The use traditional methods of qualitative research. To carry out the research, the author has done some work processes, namely: literature study, observation, interviews, recording or documentation of activities, transcription, and laboratory analysis. This study focused on the opinions of the informants in the context of emic studies. However, the authors still do interpretations in accordance with scientific principles in the context of the study of ethics.

Through methods and techniques mentioned above were obtained two research results. (1) Text Ayun-ayun Tajak is a text sung by a janang in Coastal language spontaneously.Text is presented in the form of poetry that consists of content and sampiran. In general, the text content is advice drawn from the experience and the Coastal tribe lives. The text was delivered of the child and both parents. (2) The structure of melody Ayun Ayun-ayun Tajak swinging melody stropik the same or almost the same as using new and different text. Thus, Ayun-ayun Tajakcategorized as music stropik logogenik. Swing-swing scales classified into heptatonic trowel. Swing-swing rhythm trowel using free meter.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak terlepas dari pertumbuhannya dari janin, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, masa perkawinan, menjadi orang tua, sampai pula menjadi usia tua, dan kemudian kematian, dan pasca kematian. Dalam setiap siklus hidupnya ini, manusia selalu melakukan upacara-upacara atau ritus. Tujuan upacara adalah memenuhi sistem nilai dan norma kebudayaan yang digunakan, adakalanya berkait pula dengan sistem religi. Upacara memliki berbagai guna dan fungsi di dalam masyarakat yang mendukungnya. Di antara fungsi upacara adalah untuk berterima kasih kepada Tuhan atas berkat yang diberikan-Nya, atau juga untuk mengabsahkan kedudukan sosial dan budaya seorang atau sekelompok orang, memberikan nilai-nilai kultural kepada semua warga yang mendukung upacara tersebut, mengandung nilai-nilai kearifan universal dan lokal sekaligus, dan lain-lainnya. Tidak jarang upacara-upacara ini melibatkan berbagai seni, seperti sastra, tarian, mantra, teater, musik, dan lain-lainnya. Demikian pula yang terjadi di dalam kebudayaan suku Pesisir. Pada saat pelaksanaan upacara penyambutan bayi yang lahir, maka salah satu upacara adalah menabalkan nama anak, akikah, dan juga turun karai. Yang terakhir ini menjadi kajian utama penulis di dalam skripsi ini.

(16)
(17)

berbagai kebudayaan lain di nusantara selalu disebut juga dengan upacara turun tanah.Upacara ini adalah sebuah aktivitas budaya, yang bertujuan bagaimana anak bayi untuk awal kalinya memijak tanah dan sekaligus lambang mempersiapkan diri dalam mengharungi kehidupannya yang akan datang.

Suku atau etnik1 Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di wilayah Kota Sibolga dan Kabupatan Tapanuli Tengah. Di Kota Sibolga, suku ini mendiami daerah pinggiran pantai dan sebagian lagi daerah pegunungan yang terdapat dalam empat wilayah kecamatannya. Daerah pinggiran pantainya terdiri dari Kecamatan Sibolga Selatan dan Sibolga Kota. Sedangkan daerah pegunungan terdiri dari kecamatan Sibolga Utara dan Sibolga Sambas. Identitas etniknya secara genealogis adalah berasal dari beberapa suku, seperti Minangkabau, Mandailing, Batak Toba, Angkola dan Melayu yang berinteraksi dan membentuk adat-istiadat sebagai identitas baru (Takari, 2008:124). Identitas atau jatidiri etnik Pesisir berdasar kepada budaya yang disebut sumando.

Setiap suku di Nusantara mempunyai adat-isitiadat yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini berlaku pada suku Pesisir. Adat-istiadat tercipta

1

(18)

melalui gabungan gagasan dan mengandung norma berupa aturan-aturan yang berfungsi sebagai pengatur tingkah laku dan perbuatan. Penciptaan tersebut selalu berhubungan erat dengan agama Islam dan norma-norma. Suku Pesisir menyebutnya dengan istilah sumando.Dalam suku Pesisir budayasumando memiliki pengertian sebagai nasehat. Menurut Sinaga, sumando adalah satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku Pesisir yang meliputi kesenian pesisir, makanan pesisir, bahasa pesisir, adat-isitiadat pesisir, dan lain-lain (Sitompul, 2013:3)

Aktivitas-aktivitas tersebut dikategorikan sebagai upacara-upacara adat sumando. Pelaksanaan adat sumando merupakan ―campuran‖ dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan adat Batak (Sitompul, 2013:3). Hal ini menunjukkan bahwa setiap upacara adat sumando bersifat sakral dan penting. Adapun siklus kehidupan suatu individu pada upacara adat sumando antara lain upacara adat perkawinan, kehamilan (manuju bulan), turun karai, sunat Rasul (khitanan), membangun atau menempati rumah, upa-upa sumangek, penyambutan tamu dan kematian atau pengebumian.2

Upacara turun karaisuku Pesisir melibatkan aspek adat dan agama. Upacara ini dapat dilihat di Kota Sibolga setiap bulannya. Umumnya, upacara turun karai dilaksanakan setelah 40 hari sang anak lahir. Penulis yang lahir di

Kota Sibolga sejak kecil telah melihat upacara turun karai secara jelas, tetapi penulis belum mengetahui bagaimana proses upacara turun karai dilaksanakan, serta makna-makna yang terkandung di balik upacara ini. Hal ini disebabkan

2

(19)

berkurangnya intensitas pemakaian suatu turun karaisuku Pesisirdalam konteks adat sumando.

Upacara turun karai suku Pesisir pada dulunya memakai kain sarung panjang sebagai tempat untuk anak dibuaikan, Namun akhir-akhir ini berubah dengan memakai buaian berbentuk keranjang yang terbuat dari besi, kemudian dihias dengan kain. Namun demikian tetap menggunakan kain sarung panjang sebagai media untuk menggoyangkan buaian keranjang tersebut.

Menurut penjelasan para informan, kain di langit-langit memiliki makna untuk mempersatukan keberagaman masyarakat Pesisir yang berlatar belakang dari beberapa suku seperti: Batak Toba, Melayu, Mandailing, Angkola, dan Minangkabau,3 yang di lambangkan dengan 12 jenis kain sarung yang berbeda di dinding, yang selalu melibatkan kesenian Pesisir.

Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah sikambang. Kesenian tersebut meliputi musik instrumental, musik, vokal, dan tari. Musik Instrumental disebut dengan alat musik yaitu permainan repertoar-repertoar ansambel sikambang. Musik vokal disebut dengan lagu meliputi lagu Kapulo Pinang,

Dampeng, Kapri, lagu Duo, dan Sikambang. Sedangkan tari meliputi tari

saputangan, tari payung, tari selendang, tari barande, dan tari anak. Kesenian

3

(20)

ini dibawakan oleh seniman-seniman yang berasal dari masyarakat suku Pesisir.

Menurut pengamatan penulis, pada umumnya seniman kesenian Sikambang berumur 40-60 tahun. Pada suatu upacara turun karai suku Pesisiryang diselenggarakan di kelurahan Aek Manis Kota Sibolga pada tanggal 16 Maret 2015 yang lalu, penulis menyaksikan sekelompok perempuan yang merupakan grup Marawis dari Rajo Janggi yang menyajikan nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai.

Menurut penjelasan Emi Tanjung, seorang induk inang atau bidan pengantin biasanya dalam satu upacara turun karaisuku Pesisir di Kota

Sibolga, grup ini di panggil khusus dalam suatu upacara turun karai. Tidak untuk upacara-upacara lain. Dengan demikian, grup ini tumbuh dan berkembang memang untuk kegiatan upacara turun karai.

Turun karai adalah upacara menurunkan anak untuk memijakkan kaki

pertama kali ke tanah serta mengayun anak dan menabalkan nama sang anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen, yang menggunakan bait-bait pantun. Nyanyian itu adalah Ayun-ayun Tajak. Menurut adat sumando, nyanyian Ayun-ayun Tajak pada upacara turun karai dinyanyikan

oleh 1 orang perempuan atau 1 orang laki-laki. Namun kini, penyajian nyanyian pengiring upacara turun karai suku Pesisir di Kota Sibolga umumnya dilakukan oleh kaum perempuan. Namun menurut penjelasan para seniman Pesisir ini, lagu tersebut bisa juga dinyanyikan oleh kaum laki-laki.

(21)

laki-laki, kemudian bergantian dengan perempuan. Selain itu, nyanyian pengiring upacar turun karai merupakan bentuk melodi dari 2 bait pantun yang sama tetapi dengan teks yang baru (strophic).

Teks yang terdapat pada nyanyian Ayun-ayun Tajak, upacara turun karai berisikan nasihat-nasihat ataupun pengalaman-pengalaman kehidupan

suku Pesisir. Teks tersebut dinyanyikan dalam bentuk bait-bait pantun yang berbeda-beda. Adapun isi teks umumnya ditujukan kepada sang anak, agar kelak menjadi anak yang soleh, rajin beribadah, dan hormat kepada orang tua.

Dalam suatu upacara turun karai, nyanyian Ayun-ayun Tajak di sajikan pada tiga tahap, yaitu: (1) memberi nama anak, (2) pengguntingan rambut oleh keluarganya, dan (3) membuekan anak. Dalam tahap memberi nama dan pengguntingan rambut disajikan pada pagi hari setelah pulang dari mesjid. Tahap membuekan anak dilakukan pada siang hari.

Namun sekarang ini banyak dijumpai suatu upacara turun karai menyimpang dari syarat-syarat yang di tentukan. Misalnya, kain sarung panjang diganti dengan buaian berbentuk keranjang yanga terbuat dari besi. Berdasarkan pengamatan penulis, dalam beberapa upacara turun karai pengguntingan rambut anak hanya dilakukan oleh 8 orang saja.4

Pemahaman akan aspek-aspek tersebut akan memberikan suatu pemahaman makna-makna yang terkandung dalam upacara Turun karaisuku Pesisir Sibolga. makna-makna tersebut terpandam dalam masyarakat, senimannya, adat-istiadatnya, dan kebudayaan musikalnya. Melalui

4

(22)

pemahaman itu, penulis akan melakukan penelitian yang akan menjadi wawasan, pengayaan referensi, dan pengenalan tentang suku Pesisirdi Kota Sibolga.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, nyanyian turun karai mencakup tiga aspek yang menarik perhatian penulis, yakni:

(1) proses upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga.

(2) Struktur melodi sebagai musik vokal suku Pesisir di Kota Sibolga;

(3) Makna teks pantun yang dinyanyikan dalam upacara turun karaidi Kota Sibolga.

Ketiga hal ini sangat relevan untuk dikaji secara etnomusikologi sebagai bidang keilmuan yang penulis pelajari selama empat tahun terakhir ini di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.

(23)

mengambil pendekatan global untuk musik (terlepas dari daerah asal, gaya, atau genre); (3) memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang di bentuk oleh konteks budaya).

Etnomusikolog juga berperan dalam budaya masyarakat. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mempromosikan dan mendokumentasikan musik tradisi atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, penyeselaian konflik, pengobatan, pemprograman seni, atau komunitas musik.

Etnomusikolog juga dapat bekerja di museum, festival budaya, rekaman lebel, dan lembaga lain yang mempromosikan apresiasi musik dunia. Dengan demikian, kerja keilmuwan yang penulis lakukan adalah yang sesuai dengan uraian mengenai apa itu etnomusikologi.

Melalui tiga hal yang telah penulis tentukan dalam nyanyian turun karai ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang makna Teks

pantun dan struktur melodi serta rangkaian upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa alasan yang menarik penulis di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis Makna nyanyian pada upacara turun karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Berdasarkan penelitian diatas maka penulisan memfokuskan dan menuliskannya dengan karya ilmiah dengan Judul: Analisis Tekstual dan Musikal Nyanyian Ayun-ayun Tajak pada Upacara Turun Karai dalam Budaya

(24)

1.2. Pokok Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, penulis menentukan dua pokok masalah untuk membatasi wilayah pembahasan. Adapun pokok masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur dan maknateks nyanyian Ayun-ayun Tajakyang disajikan dalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga?

2. Bagaimanakah struktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga? Dalam skripsi ini struktur teks nyantian Ayun-ayun Tajak yang dikaji meliputi aspek-aspek seperti: rima (persajakan), bait, baris teks, pilihan kata, dan sejenisnya. Sedangkan makna teks mencakup kajian terhadap aspek-aspek seperti: makna denotatif, makna konotatif, gaya bahasa, simbol, ikon, indeks, konteks situasi, dan hal-hal sejenisnya.

(25)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini penulis menguraikan tujuan dan manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui makna teks nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga. 2. Untuk mengetahui struktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam

upacara turun karai pada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut:

1. Sebagai modal awal bagi penulis untuk mengasah dan dan membekali kemampuan selaku mahasiswa Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sibolga.

3. Sebagai dokumentasi lebudayan suku Pesisir Kota Sibolga dan secara khusus dapat memotivasi generasi mudah suku Pesisir Kota Sibolga. 4. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang

(26)

5. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang memiliki keterkaitan tentang nyanyianAyun-ayun Tajak dalam konteks upacaraturun karaipada kebudayaan suku Pesisir di Kota Sibolga.

1.4. Konsep dan Teori

Melalui konsep dan teori, penulis difokuskan untuk memperoleh gambaran tentang objek penelitan dan memecahkan objek masalah yang telah ditentukan. Konsep dan teori juga berguna sebagai pedoman dan dasar untuk melengkapi dan mencari data-data.

1.4.1 Konsep

Koentjaraningrat (2009:85), mengemukakan konsep sebenarnya adalah penggabungan dan perbandingan bagian-bagaian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten.

Turun karai adalah upacara mengayun anak dan menabalkan nama sang

anak yang diiringi dengan nyanyian tanpa iringan instrumen yang diekspresikan melalui bait-bait pantun dalam bahasa Pesisir.

(27)

pengertian dan pemahaman tentang nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai secara keseluruhan.

Musik di artikan America College Dictionary Text Edition (Merriam 1964:27) sebagai: An art of sound in time which expresses ideas and emotions in significant froms through the elements of rhythm, melody, harmony, and

calor. Defenisinya secara harfiah yakni suatu seni bunyi dalam waktu yang

bersamaan mengungkapkan berbagai ide dan emosi dengan bentuk-bentuk yang berarti melalui elemen-elemen dari ritme, melodi, harmoni, dan warna suara. Selain itu, definisi mengenai musik dalam Oxford Universal Dictionary Third Edition (Merriam 1964:27) adalah sebagai berikut: That one of the fine arts which is concerned with the combination of sound with a view to beauty of

form and the expression of thought or feeling. Artinya secara harfiah adalah

suatu seni murni yang meliputi kombinasi bunyi-buyian dengan suatu pandangan dalam memperindah bentuk dan ekspresi hasil pikiran dan perasaan.

Berdasarkan dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa musikal adalah suatu hal yang berkaitan dengan hasil pikiran dan perasaan dimana mengandung kombinasi bunyi-bunyian (ritme, melodi, harmoni, dan warna) dan berbagai ide secara emosi.

(28)

Teks adalah naskah berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Kamus Besar BahasaIndonesia, edisi keempat, 2008:1474). Selanjutnya kata tekstual berarti

hal yang berkaitan dengan teks. Dalam tulisan ini, penulis menganalisis makna teks yaitu berupa pantun dalam bahasa Pesisir.

Upacara adalah perayaan yang diadakan sehubungan dengan peristiwa penting dan sakral yang terikat pada aturan-aturan tertentu menurut adat dan agama yang selalu ada dan dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan yang memiliki makna.

Adat dalam suku Pesisirsecara umum disebut dengan istilah adat sumando. Kata sumandoini dapat diartikan sebagai kebudayaan Pesisir secara

umum yang meliputi keseluruhan aspeknya. Dengan demikian, sumando adalah lembaga adat yang memberikan status pengakuan pada suatu upacara yang melakukannya sesuai tata aturan yang berlaku. Adat Pesisir adalah berdasarkan kepada ajaran Islam yang terkandung dalam konsep adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, artinya adat sumando

Pesisir berdasarkan hukum Islam yang bersumber dari Kitab Al-Qur’an dan Hadits.

Selanjutnya secara mendalam orang dikenal dan diidentifikasi sebagai suku Pesisiradalah apabila ia melakukan, melaksanakan, dan mengikuti sumandoPesisir, yang diperkuat identitasnya dengan: (1) adat Pesisir; (2)

(29)

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan utama dalam menyelesaikan penelitian ilmiah. Kerliner (dalam Sugiono, 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that

present a systematic view of phenomena by specifying relations among

variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.Artinya

secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep, definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan secara sistematis dengan fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan tujuan tersebut.

Dalam kaitannya dengan studi terhadap aspek tekstual dan musikal lagu Ayun-ayun Tajak yang digunakan dalam upacara turun karai pada suku Pesisir

di Sibolga ini penulis menggunakan teori-teori. Khusus untuk mengkaji upacara penulis menggunakan teori upacara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat.

Empat aspek yang menjadi perhatian dari para ahli antropologi yang di kemukakan oleh Koetjaraningrat (2009:296) yakni:(1) tempat upacara dilakukan; (2) saat-saat upacara dijalankan; (3) orang-orang melakukan dan memimpin upacara: dan (4) benda-benda dan alat upacara.

(30)

musik vokal suku Pesisir yang tercipta bersama dengan perubahan waktu dan lingkungan sebagai konsekuensi dari tradisi lisan.

Dalam rangka menganalisis struktur melodi nyanyian Ayun ayun Tajak yang digunakan pada upacara turun karai penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Dalam mendeskripsikan melodi, ada delapanunsur yang harus diperhatikan yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) jumlah interval, (5) jumlah nada, (6) pola kadensa, (7) kontur, dan (8) formula melodi (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:13). Untuk mendukung teori weighted scale digunakan juga cara mendeskripsikan musik oleh Bruno Nettl dalam buku description of musical compositions. Dalam mendeskripsikan melodi, ada

beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: (1) tonalitas, (2) bentuk, (3) ritme, (4) kontur melodi, dan (5) tempo (Nettl, 1964:1450-1550).

Untuk membantu proses analisis stuktur melodi nyanyian Ayun-ayun Tajakdalam upacara turun karai, penulis menggunakan metode transkripsi.

Transkripsi merupakan proses menotasilan bunyi yang didengar dan mengalihkan bunyi menjadi symbol visual. Penulis berpedoman pada notasi musik yang dikemukakan oleh seeger (1967), yaitu notasi preskriptif dan deskriptif.

(31)

Dalam musik vokal nyanyian Ayun-ayun Tajak ini, teks merupakan karakteristik penting lainnya, dimana melodi nyanyiannya dinyanyikan dengan teks yang berbeda-beda (strophic). Salah satu sumber daya untuk dapat memahami perilaku manusia melalui hubungan dengan musik adalah teks. Meskipun teks adalah perilaku bahasa, tetapi bunyi musik dan teks merupakan satu bagian integral dalam musik (Merriam 1964:147).

Untuk menganalisis stuktur teks, penulis berpedoman pada teori William P. Malm. dalam buku terjemahan Music culture of the Pacific, the Near East, and Asia. Ia mengemukakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat

penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini di sebut silabis. Sebaliknya bila suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik.

Dalam mendalami makna-makna teks, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah sebuah teori mengenai lambang yang dikomunikasikan. Istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani, semeion. Ferdinad de Saussure (perintis semiotic dan ahli bahasa), semiotik adalah the

study of “the life of signs within society.” Secara harfiah diartikan sebagai studi dari tanda-tanda kehidupan dalam masyarakat. Menurut Panuti Sudjiman dan van Zoest (dalam Bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotik berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar.

(32)
(33)
(34)

1.5. Metode Penelitian

Penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dengan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2006:24). Menurut Koetjaraningrat (2009:35) metode ilmiah dari suatu pengetahuan merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan. Jadi metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan kebenaran dan kesatuan pengetahuan.

Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengkhususkan, mengumpulkan, dan menerangkan data dengan cara penguraian makna-makna. Metode kualitatif ini mencoba mencari variabel-variabel yang mendukung makna-makna kebudayaan, yang berkaitan dengan aspek tekstual dan musikal nyanyian Ayun-ayun Tajak dalam upacara turun karai pada budaya masyarakat Pesisir. Metode ini sangat tergantung kepada informan kunci dan keterlibatan penulis sebagai peneliti di lapangan yang di dalam disiplin etnomusikologi disebut dengan pengamat terlibat (participant observer).

1.5.1. Studi Pustaka

Dalam ilmu Etmusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian yaitu desk work (kerja laboraturium) dan field work (kerja lapangan). Studi pustaka

(35)

Selain itu, penulis dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian lapangan.

Studi kepustakaan juga membantu penulis menemukan data-data yang berhubungan dengan kinerja dan pengembangan tulisan. Koentjaraningrat (2009:35) mengemukakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian. tahap awal yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi kepustakaan dengan mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Selanjutnya penulis mengumpulakan informasi dan mencari referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga mempelajari dari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan Dinas Pariwisata Kota Sibolga, dan artikel-artikel lain yang mendukung penyelesaian skripsi.

(36)

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan bersifat penting untuk mengumpulakan fakta-fakta dan keterangan melalui wawancara, pengamatan, dan perekaman atau dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan berinteraksi pada peserta upacara turun karaisuku Pesisir. Secara khusus dilakukan kepada informan pangkal,

terutama pada informan pokok atau kunci sebagai narasumber penulis. Penulis melakukan perekaman audio secara fokus untuk memperoleh data melodi dan rekaman audiovisual untuk memperoleh proses penyajian lagu Ayun-ayun Tajakdalam upacara Turun Karaisuku Pesisir di Kota Sibolga. Observasi

dilakukan dengan mengamati dan mengkuti upacara Turun Karai secara berulang-ulang untuk memperoleh data yang maksimum.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Dalam kerja Laboratorium, penulis akan mengumpulkan seluruh data yang terkumpul dari wawancara, perekaman atau dokumentasi, dan observasi. Data wawancara ditulis kembali untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Selanjutnya, penulis mengurai kembali secara mendetail dan ditafsirkan dengan pendekatan emik dan etik. Data audio penulis transkripsikan dengan cara mendengarkan berulang kali dan ditulis dalam bentuk notasi tangan.Kemudian ditulis kembali dalam bentuk notasi melalui perangkat lunak Sibellius 5.

(37)

ditulis secara ilmiah dalam bentuk skripsi sarjana. Data-data tersebut dikaji sesuai dengan pendekatan displin ilmu etnomusikologi.

1.6. Lokasi Penelitian

(38)

BAB II

SUKU PESISIR DI KOTA SIBOLGA

2. 1 Gambaran Umum Suku Pesisir

Bab ini mengenalkan secara etnografis1 umum tentang suku Pesisirdi lokasi penelitian. Lokasi penelitian berada di Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara. Di wilayah ini upacara turun karai masih didapati.

2.1.1 Topografi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Topografi merupakan kajian atau penguraian yang terperinci tentang keadaan muka bumi pada suatu daerah (2008:1482). Kota Sibolga merupakan daerah yang terletak di wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara. Menurut Sugiarto dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, katapesisir itu adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut dimana ekosistem darat dan laut saling berinteraksi; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering atau terendam air, yang masih dipengaruhi

1

(39)

sifat-sifat laut seperti: pasang surut, angin laur, dan perembesan air asin; sedangkan kearah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Apa yang dikemukakan mengenai pesisir ini adalah pengertiannya sebagai sebuah kawasan. Lebih jauh, di Sumatera Utara istilah pesisir, selain digunakan untuk menyebutkan kawasan juga digunakan untuk mengidentifikasi sebuah kelompok etnis yang berada di kawasan pesisir barat Provinsi Sumatera Utara, juga pesisir sebelah Barat Sumatera Barat, sampai juga ke wilayah pesisir barat wilayah Provinsi Aceh. Dengan demikian, pengertian pesisir mencakup wilayah dan juga identifikasi sebagai sebuah suku atau etnis.Mereka ini juga memiliki wilayah budaya Pesisisr, yang salah satu di antaranya adalah wilayah Sibolga, yang menjadi fokus kajian penulis di dalam skripsi sarjana ini.

Menurut data-data di Kelurahan Aek Manis (2015) terutama yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, Kota Sibolga berjarak lebih kurang 340 km dari Kota Medan dan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Posisinya berada pada sisi pantai Teluk Tapian Nauli. Menghadap ke arah Samudera Hindia. Seluruh wilayah berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah di sebelah timur, selatan, dan utara. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

(40)

penduduknya bermukim di dataran pantai yang rendah. Bentuk Kota Sibolga memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai. Sebelah timurnya terdiri dari gunung. Sedangkan sebelah barat terdiri dari lautan. Lebar kota ini berjarak lebih kurang 500 meter dari garis pantai ke pegunungan sedangkan panjangnya adalah 8.520 km.

Keadaan alamnya relatif kurang beruntung. Kemiringan (lereng) lahan bervariasi antara 0-2% sampai dengan 40%. Sebagian besar (60%) wilayah kota madya ini merupakan perairan dan pulau-pulau yang tersebar di Teluk Tapian Nauli. Sedangkan, sisanya merupakan dataran bekas rawa di dataran pantai Sumatera yang ditimbun membujur dari Barat Laut ke Tenggara dengan ukuran 5,6 kali 0,5 km. Dataran ini merupakan tempat pemukiman penduduk.

Beberapa pulau yang tersebar di sekitar teluk Tapian Nauli yang termasuk ke dalam wilayah administratif kota Sibolga adalah pulau Poncan Gadang, pulau Poncan ketek, pulau sarudik, dan pulau panjang. Kota Sibolga di pengaruhi oleh letaknya yang berada pada dataran pantai, lereng dan pegunungan terletak pada ketinggian di atas permukaan laut berkisar antara 0-150 meter.

Wilayah ini memiliki iklim yang cukup panas sekitar 2i,6°C - 32°C, sementara curah hujannya cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan jumlah sekitar 809 mm, sedangkan hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember selama 26 hari.2

2

(41)

2.1.2 Luas Wilayah

Kota Sibolga merupakan wilayah yang cukup sempit dengan cakupan wilayah daratan seluas 10.77 km². Cakupan wilayah ini terdiri dari 8,89 km² (82,56%). 1,88 km² (17,44%) daratan kepulauan. Sedangkan wilayah lautannya memiliki luas sekitar 2.171,6 km².

Secara administratif daerah ini terdiri dari empat kecamatan. Berdasarkan data wilayah BPS Kota Sibolga tahun 2014, Kota Sibolga terdiri dari empat kelurahan dengan 17 kelurahan dan 68 lingkungan.

Terdapat 17 kelurahan dalam wilayah Kecamatan Kota Sibolga, yaitu sebagai berikut.

1. Kecamatan Sibolga Utara, meliputi kelurahan Sibolga Ilir, Kelurahan Angin Nauli, Kelurahan Hutabarangan, Kelurahan Huta Tonga-tonga, dan Kelurahan Simaremare;

2. Kecamatan Sibolga Kota, meliputi kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Pasar Belakang, Kelurahan Pancuran Gerobak, dan Kelurahan Kota Beringin;

3. Kecamatan Sibolga Sambas, meliputi Kelurahan Pancuran Kerambi, Kelurahan Pancuran Pinang, Kelurahan Pancuran Bambu, dan Kelurahan Pancuran Dewa;

(42)

Tabel 2.1

Kecamatan-kecamatan di Kota Sibolga dan Luas Wilayahnya NO. Kecamatan Luas Wilayah

(Km²) 1. Sibolga Utara 3.33

2. Sibolga Kota 2,73 3. Sibolga Selatan 3,14 4. Sibolga Sambas 1,57 Total 10.77 Sumber: BPS kota Sibolga tahun 2014

2.1.3 Demografi

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2014, jumlah penduduk kota Sibolga adalah sebanyak 95.035 jiwa. Jumlah tersebut terdiri dari 48.083 jiwa laki-laki dan 46.952 jiwa perempuan.

(43)

Mereka ini dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Pesisir dalam konteks berkomunikasi. Mereka juga mengaku dan diakui sebagai suku Pesisir, menggunakan pakaian Pesisir dalam upacara adat, memakan makanan khas Pesisir seperti ikan sombam, panggang geleng, dan sejenisnya. Yang jelas mereka menggunakan budaya Pesisir. Berikut adalah tabel mengenai jumlah penduduk Kota Sibolga menurut kecamatan dan jenis kelaminnya.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kota Sibolga Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan perempuan

1. Sibolga Utara 11.287 11.121 22.408

2. Sibolga Kota 8.190 8.392 16.582

3. Sibolga Selatan 17.100 16.182 33.282

4. Sibolga Sambas

11.506 11.257 22.763

Kota Sibolga 48.083 46.952 95.035

(44)

Keempat kecamatan ini dihuni oleh berbagai suku, antara lain: suku Melayu 2.382 jiwa, Karo 425 jiwa, Simalungun 295 jiwa, Batak Toba 45.695 jiwa, Mandailing 4.612 jiwa, Pakpak 164 jiwa, Nias 6.293 jiwa, Jawa 5.283 jiwa, Minangkabau 8.793 jiwa, Cina 3.496 jiwa, Aceh 2.613 jiwa, dan suku lainnya 1.690 jiwa, Total jumlah keseluruhan adalah 81.699 jiwa.

2.2 Unsur Kebudayaan Suku Pesisir

Unsur Kebudayaan Suku Pesisir di Kota Sibolga meliputi: (1) adat-istiadatPesisir dikenal dengan adat sumando (2) kesenian Pesisir terdiri dari keseniansikambang,yaitu tari-tarian, alat musik, lagu dan tata rias pengantin, pelaminan, dan pernak-pernik pelaminan; (3) masakan khas pesisir seperti kue dan gulei (Pasaribu 2008:54, 81, 273). Berikut ini disajikan beberapa unsur kebudayaan Suku Pesisir Kota Sibolga.

2.2.1 Adat Istiadat

Menurut Panggabean (1995:193), adat sumando berasal dari Pulau Poncan yang diawali dengan perpindahan penduduk dari Poncan ke Sibolga dan kemudian berkembang ke seluruh daerah Tapanuli Tengah. Istilah sumando berasal dari kata suman dalam bahasa Batak berarti serupa, atau terjemahan bebasnya di pasuman-suman. Selanjutnya kata suman berubah menjadi kata sumandoartinya hampir serupa tetapi tidak sama dengan adat yang ada pada suku Minangkabau di Sumatera Barat.

(45)

miskin (dada), orang miskin (lamukku), orang kaya (ata), dan keturunan raja (bare).

Menurut Soedarsono (dalam Pasaribu 2008:54), adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya manusia yang menghasilkan benda-benda kebudayaan dan fisiknya. Dengan demikian adat-istiadat merupakan hasil ide dan tindakan manusia yang diarahkan menjadi kebiasaan dari masyarakat penghasil ide tersebut.

Adat sumando adalah ―campuran‖ dari Hukum Islam, Minangkabau, dan adat Batak. Ini berarti bahwa semua hal-hal yang baik diterima dan yang tidak sesuai dengan tata krama dan sikap hidup sehari-hari masyarakat suku Pesisir diabaikan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sumando yakni adat bersandi syarak dan syarak bersandi kitabullah, artinya adat berdampingan

dengan kebiasaan atau perilaku dan perilaku berdasarkan kepada kitab Allah (Sitompul, 2013:9)

2.2.2 Bahasa

(46)

(pribahasa), seni (sikambang, pantun, syair),cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur dalam keluarga (baso)3.

Bahasa Pesisir digunakan secara lisan maupun tulisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan sehingga tercapai rasa saling pengertian saat berkomunikasi. Menurut Emi Tanjung, bahasa pesisir merupakan perwujudan hubungan persaudaraan yang penuh keakraban dalam penyampaian pesan dan kesan. Yang dapat tercapai melalui ucapan yang indah dan mengandung petatah-petitih yang dapat menyentuh perasaan orang yang mendengarkannya.

2.2.3 Sistem Religi

Secara keseluruhan, masyarakat suku Pesisir menganut agama Islam. Seluruh aktivitas mereka disesuaikan dengan adata yang didasarkan kepada ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam adat sumando yang berdasar pada ajaran-ajaran Agama Islam. Konsep tersebut tercermin dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kaitabullah. Hal itu diartikan dengan suku Pesisir berdasarkan ide, pelaksanaan, dan penghayatan ajaran-ajaran agama Islam dalam adat sumando.

Tingkah laku dan perbuatan Suku Pesisir sehari-hari merupakan suatu kesatuan dalam masyarakat menurut kebiasaan yang sudah diatur oleh norma-norma Agama Islam. Seluruh tingkah laku dan perbuatan suku Pesisir tersebut disebut sebagai adat Pesisir. pada dasarnya, pembagian warisan pada anak laki dan anak perempuan di suku Peisisr itu sama. Tetapi jika anak

3

(47)

laki tidak menyetujuinya pembagian tersebut maka akan di kembalikan kepada Hukum islam (faraid). Dimana anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan. Sedangkan anak perempuan mendapat sebagian dari harta warisan, tetapi emas dan rumah diserahkan kepada perempuan. Hal ini dimaksudkan apabila saudara laki-laki mengunjungi kampung halaman, maka mereka akan datangi saudara perempuannya.

2.2.4 Sistem Kekerabatan

(48)

Bagan 2.1

Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Pesisir di Kota Sibolga

(D.Tanjung) ♂ (E.Lubis) ♀

(S.Tanjung) ♀ (E.Tanjung) ♀

Dalam adat Pesisir, marga diterima dari pihak laki-laki atau ayah tidak di permasalahkan. Namun, marga tetap dipakai pada seorang anak sebagai pemberian dari orang tua. Sistem patrilineal dalam adat pesisir merupakan sistem yang berbeda dari patrilineal lainnya. Hal ini tercermin dari pembagian harta warisan. Menurut adat sumando,semua anak yang dilahirkan baik anak laki-laki maupun anak perempuan dalam keluarga pesisir mendapatkan harta warisan yang sama rata.

Dalam adat pesisir juga terdapat adat untuk memanggil atau menyebut orang-orang terdekat dan menjadi bagian dari keluarga seperti berikut ini. 1. Kakek dipanggil Angku,

(49)

5. Abang dipanggil Ogek, 6. Kakak dipanggil Uning, 7. Abang ipar dipanggil Ta’ajo, 8. Kakak ipar dipanggil Ta’uti, 9. Tante dipanggil Oncu, dan 10. Paman dipanggil Pa’oncu.

2.2.5 Kesenian

Kesenian Suku Pesisir lazim disebut dengan kesenian Pesisir sikambang.Kesenian sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang

berlaku bagi masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh, sampai ke Tapanuli, Minangkabau, dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat, sikambang juga berlaku di Pantai Timur Kepulauan Nias dan Pulau Telo.

Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, dan talibun hadir bak gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi sesuai dengan alamnya, seperti malam disinari bulan, alunan ombak dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut satu sama lain (Radjoki Nainggolan, 2012:47). Kesenian ini juga mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian sikambang biasanya digelar dalam berbagai upacara baik yang bersifat adat

(50)

menabalkan dan mengayun anak, memasuki rumah baru, peresmian, dan pertunjukan kesenian atau pagelaran

Sikambang berasal dari 2 kata, yakni si dan kambang. Kata si

merupakan kata sandang yang diletakkan di depan sebuah nama. Sedangkan kambang merupakan sebuah nama. Menurut Suku Pesisir, sikambang

mempunyai beberapa pengertian, yaitu:

1. Nama salah satu jenis pertunjukan pada masyarakat Pesisir, 2. Sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab,

3. Nama salah satu jenis ansambel pada masyarakat Pesisir, dan 4. Nama repertoar yaitu sikambang dan sikambang botan

Penyajian kesenian tersebut dibagi dalam empat, yakni alat musik, lagu, tari, dan pantun. Kesenian ini dikenal dengan sebutan sikambang yang memiliki ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, lagu, tari, maupun pantun.

2.2.5.1Alat Musik

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dengan seni musik masyarakat Pesisir, alat-alat musik Pesisir dalam semua klasifikasi, baik idiofon, kordofon, membranofon, dan aerofon adalah sebagai berikut.

1. Biola berperan sebagai pembawa melodi dalam satu ansambel.

2. Akordion juga berperan sebagai pembawa melodi dalam memainkan sebuah lagu dalam kesenian sikambang.

(51)

Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan. Gendang ini berfungsi sebagai pembawa ritme yang konstan dalam ansambel.

4. Singkadu terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm. Alat musik ini memiliki tujuh lobang nada pada bagian atas dan berjarak 1 cm pada masing-masing lobang. Sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini berfungsi untuk keserasian suara. Singkadu berperan sebagi pembawa melodi lagu.

Alat musik biola dan akordion merupakan alat musik yang dibawa oleh bangsa-bangsa Eropa (terutama Portugis) pada Abad ke-16 yang berdagang dan mencari rempah-rempah di Pelabuhan Barus. Selanjutnya, alat musik ini dipakai dalam ansambel sikambang (Radjoki Nainggolan, 2012:58).

2.2.5.2Lagu

(52)

Dalam suku Pesisir lagu yang dikenal yaitu lagu Kapri, lagu Kapulo Pinang,lagu Duo, lagu Dampeng, dan lagu Sikambang. Lagu tersebut harus dinyanyikan secara lengkap dalam upacara adat pernikahan. Dalam upacara turun karaidipertunjukan lagu Ayun-ayun Tajak, yang dimana dalam lagu

tersebut berisih nasihat-nasihat yang terdapat pada sajak pantun yang dinyanyikan. Bukan hanya untuk sanga anak melainkan untuk keluarga tersebut.

2.2.5.3Tari

Tari dalam kesenian sikambang berhubungan erat dengan lagu-lagunya. Berdasarkan 5 jenis lagu di atas, ada 5 jenis tari pula dalam kesenian sikambang yang ditarikan dalam upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Tari Selendang diiringi oleh Lagu Duo. Tarian ini merupakan tarian kepahlawanan dengan menggunakan gerakan-gerakan silat yang diperhalus. Tari ini adalah tarian berpasangan dengan menggunakan selendang, baik pemuda maupun pemudi dan menarikan gerakan yang sama.

(53)

telah menjadi pilihannya. Sebaliknya, si pemudi pun telah beranggapan bahwa si pemuda itulah yang menjadi tambatan hatinya.

3. Tari Saputangan diiringi oleh lagu Kapri. Tari ini merupakan tari pembuka untuk memulai setiap tarian yang dilaksanakan pada setiap upacara adat perkawinan. Tari ini menggunakan saputangan atau menari dengan memakai saputangan. Menurut pendapat para informan, tari ini melambangkan curahan hati dan perasaan seorang pemuda terhadap seorang pemudi di saat terang bulan. Karena di saat terang bulan, para pemuda tidak turun ke laut. Dengan demikian, itulah kesempatan bagi mereka untuk bersenda gurau dalam mempererat silahturahmi.

4. Tari Anak diiringi oleh lagu Sikambang. Tari berpasangan ini juga menggunakan selendang saat menari. Secara etnosains, selendang menggambarkan perlindungan untuk seorang anak dari gangguan yang menimbulkan penyakit. Secara khusus, tarian ini melambangkan curahan kasih sayang seorang suami terhadap istrinya dan seorang ayah terhadap anaknya.

(54)

BAB III

DESKRIPSI NYANYIAN AYUN-AYUN TAJAK

PADA UPACARA TURUN KARAI

3. 1 Upacara Turun Karai

Berdasarkan unsur kebudayaan turun karai merupakan suatu wujud sistem budaya dan sistem sosial suatu unsur kebudayaan universal yang diperinci kedalam unsur-unsur yang lebih kecil, berupa adat-istiadat dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial dan adat-istiadat diperkecil kedalam usur-unsur yang lebih kecil, berupa kompleks budaya dan kompleks sosial, kemudian kompleks budaya dan kompleks sosial dapat diperinci kedalam unsur tema budaya dan pola sosial. Namun turun karai bukan disebut sebagai kebudayaan yang universal. Hal ini disebabkan oleh sub-subunsur golongan yang lebih kecil yaitu gagasan dan tindakan sudah terlampau kecil dan bersifat tidak universal (Koentjaraningrat, 2009:166-167,169).

Turun karai merupakan suatu wujud sistem kebudayaan dan sistem

sosial kebudayaan suku Pesisir. Proses upacara turun karaisuku Pesisir Sibolga meliputi beberapa tahap antara lain: (1) pengguntingan rambut (2) pemberian nama,dan (3) mambuekan anak.

Makna-makna tersirat banyak tersimpan dalam setiap tahap upacara turun karaisuku Pesisir. Namun sebelum masuk ketiga tahap tersebut,

(55)

keluarga selalu diberi kesehatan, rahmad, dan rejeki untuk membesarkan anak yang telah di berikan oleh sang pencipta.

Untuk menghiasi ruangan atau tempat berlangsungnya acara turun karai tersebut pihak keluarga memanggil inang pengasuhuntuk mendekorasi

tempat tersebut dengan langit-langit. Langit-langit dalam masyarakat Pesisir adalah sebagai tanda kebahagiaan pihak keluarga atas lahirnya sang anak di tengah-tengah keluarga baru tesebut. Langit-langit tersebut terbuat dari kain dengan berbagai warna seperti warna kuning, merah, hitam, dan hijau yang dipadukan menjadi satu dan dihiasi oleh manik-manik di pinggir kain tersebut. Kemudian ditempelkan ke setiap dinding rumah bagian dalam, tak lupa pula pelaminan untuk sang ibu ikut di hias.

3.2Tahap-Tahapan Upacara Turun Karai

(56)

Setelah selesai dari masjid, kembali ke rumah untuk melakukan acara nasyid dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, jugabarzanji,8 marhaban, dan ceramah dari sang ustad. Setelah acara itu selesai masuk ke

acara pengguntingan rambut, pemberian nama, dan mambuekan anak oleh janang. disetiap tahap upaca adat melibatkan unsur-unsur pendukung. Unsur

pendukung utama meliputi, keluarga besar sang anak. Unsur pendukung utama lainnya meliput tokoh adat, tokoh agama, dan janang. Unsur-unsur lainnya meliputi para tetangga, dan kerabat keluarga.

3.2.1 Pengguntingan Rambut

Pengguntinan rambut pada upacara turun karaisuku Pesisir meliputi salah satu unsur kebudayaan yang masih tetap dilaksanakan dan dihayati, karena di dalam budaya tersebut mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang sangat sakral dan bermakna wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kesejahteraan bagi keluarga khususnya maupun masyrakat pada umumnya. Biasanya pengguntingan rambut dilakukan setelah pulang dari masjid. tujuan sang anak dibawa ke masjid untuk memijakkan kaki sang anak pertama kali, agak kelah sang anak rajin solat dan beribadah. Proses

8

(57)

penggunting rambut ini dilakukan oleh beberapa orang yaitu: (1) angkunyo, (2) ucinyo, (3) ayanyo, (4) umaknyo, (5) Ustad, (6) janang, dan (7) tetangga.

Gunting yang digunakan untuk memotong rambut sang anak disimpan di dalam buah kelapa muda tujuannya agar gunting tersebut bersih dari karatan yang menempel di gunting. Menurut penjelasan para informan, air kelapa muda mampu membersihkan karat gunting tersebut.

3.2.2 Pemberian Nama

Pada upacara turun karai suku Pesisir pemberian nama adalah salah satu hal yang dilakukan dalam upacar turun karai tersebut. Tujuan dari pemberian nama tersebut sebagai tanda atau identitas yang mempermudah dalam mengingat dan menganalisis sesuatu. Tanpa ada nama, manusia merasa kesulitan dalam mengenali sesuatu. Menurut ajaran agama Islam pemberian nama digandengkan dengan upacaraaqiqah (penyembelihan hewan pada saat kelahiran bayi). Orang tua muslim tentunya tidak lepas dari tiga hal secara bersamaan, yakni memenuhi kewajiban alami, menaati perintah agama, dan mendidik kesalehan anak.

(58)

manusiasempurna atau manusia yang lengkap. Dengan nama yang diberikan itulah, maka anak terlengkapi unsur kemanusiaannya.

3.2.3 Mambuekan Anak

Pada masyarakat Pesisir Sibolaga mambuekan anak adalah hal yang wajar dan selalu dilakukan, terutama pada saat upacara turun karai. Dalam upacar turun karai, anak dibuaikan dengan menggunakan sehelai kain sarung panjang. Namun kini jika di tinjau dari konteks budaya dalam upacara turun karai, mambuekan anak menggunakan kain sarung panjang sudah berkurang.

Kebanyakan dalam upacara yang sekarang ini sudah menggunakan buaian berbentuk keranjang dari besi. Hal ini dipengaruhi oleh kemajuan zaman, yang memilih keefisienan waktu dan ekonomi yang semakin meningkat.

Mambuekan anak pada masyarakat suku Pesisir adalah sesuatu hal yang

dilakukan sebagai simbol rasa syukur kepada Allah SWT, dimana telah memberikan keturunan kepada sebuah keluarga. Selain itu juga masyarakat Pesisir percaya bahwa kelahiran seorang anak di dalam keluarga mereka adalah juga sebagai ―kelahiran‖ seorang Nabi Muhamamd SAW. Dalam hal ini kedua orang tua anak tersebut berharap jika sudah besar nanti mengikuti ketauladanan Nabi Muhammad SAW.

Dalam proses mambuekan anak ada lagu yang dilantunkan oleh seorang janang kepada anak tersebut. Lagu tersebut berjudul Ayun-ayun Tajak berupa

(59)

Agar kelah mereka dapat membimbing anak-anak mereka sesuai dengan ajaran agama. Seperti sepenggal lagu Ayun-ayun Tajak berikut ini:

Bue... bue....

Ayun tajak buekan tajak

Tajak datang dari jao

Ayun anak buekan anak

anak satimbang jongon nyawo

[Buai… buai…

Ayun tajak buaikan tajak Tajak datang dari jauh Ayun anak buaikan anak

Anak setimbang beserta nyawa]

Jika, diartikan sebagai bentuk rasa sayang seorang ayah atau ibu kepada anaknya, yang tak bisa ditukar dengan apapun. karena dimatanya anak tersebut sangat berharga. yang tak bisa tergantikan dengan apapun yang ada di dunia ini.

(60)

Bue...bue…

Sambah kami sambah pendatang

Kacang pitulo basagi-sagi

Lakke anak gadang

Bia sikkola mangaji

[Buai … buai …

(61)

Gambar3.1

Orang Anak, Induk Inang, Janang, dan Para Kerabat Berkumpul di Depan Rumah untuk Bersiap Berangkat ke Masjid

(62)

Gambar 3.2

Suasana Pengarakan Orang Tua dan Anak menuju Masjid

(63)

Gambar 3.3

Di Gerbang Masjid SiIbu Menggendong Anak Didampingi Ibunya dan Induk Inang

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

(64)

Gambar 3.4

Sang Anak Menginjakkan Kaki untuk Pertama Kali di Pintu Masjid yang Dibantu oleh Induk Inang

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

Pada upacara ini induk inang sangat berperan penting, karena induk inanglah yang mengarahkan dan memberitau apa-apa saja yang harus

(65)

Gambar 3.5

Proses Pemberian Upa-upa kepada Sang Anak dari Ucinyo

Sumber: Dokumentasi penulis (2015)

Pemberian upa-upa oleh ucinyo dan para kerabat yang datang pada upacara turun karai merupakan simbol agar kelak sang anak selalu diberkati Allah SWT dan hormat kepada ibu dan ayahnya.

Bahan-bahan yang selalu ada dalam acara turun karai, terutama waktu membawa sang anak dari rumah sang anak ke Masjid yang diletakkan diatas Dulang/tapak besar biasanya berupa: (1) beras kuning, (2) sangkuno, (3)

pisang sesisir, (4) itak-itak, (5) sirih, (6) jeruk nipis, dan (7) kelapa muda. Sedangkan untuk peralatannya berupa: (1) gunting, (2) cermin, dan (3) dulang/tapak besar. itak-itak tersebut dibagi-bagikan kepada anak-anak yang

(66)

Gambar 3.6

Sang Ibu Memangku Anaknya Setelah Dilakukan Pengguntingan Rambut

Sumber: Dokumentasi penulis (2015)

(67)

Acara selanjutnya pun dilakukan setelah makan siang dan sholat. Untuk membuekan anak untuk membawa sang anak tertidur pulas. Disesi inilah

seorang janang perperan aktif, sambil mengayunkan anak dalam buaian tersebut. janang pun melantunkan pantun-pantun yang dinyanyikannya secara vokal tanpa iringan instrumen yang berisi nasehat-nasehat.

Gambar 3.7

Saat Anak Akan Dibuekan di Atas Buaian Berupa Kain Panjang

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

3.3Komponen Upacara Turun Karaisuku Pesisir

(68)

upacaradilakukan, (2) benda-benda dan alat upacara, (3) saat-saat upacara dijalankan, dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

3.3.1 Tempat Upacara Turun Karai

Pada acara ini bisanya pemilihan tempat, disesuaikan dengan kesepakatan keluarga. Namun kebiasaan masyarakat suku Pesisir selalu mengutamakan untuk melaksanakan acara turun karai dirumah orang tua sang anak. Dengan tujuan agar doa yang disampaikan bukan hanya untuk sang anak semata melainkan juga untuk menyertai rumah dan lingkungan sekitar. Untuk mengetahui tempat tinggal keluarga oleh para kerabat dan saudara oleh karena itu tempat upacara turun karai dilakukan di rumah orang tua sang anak, diJalan Mojopahit No. 225 Sibolga.

3.3.2 Waktu Upacara Turun Karai

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar3.1
Gambar 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya unsur budaya Minang dalam budaya Pesisir Kota Sibolga, menganalisis adanya unsur asimilasi dan

Dalam struktur kekerabatan masyarakat pesisir Sibolga memiliki sistem kekerabatan adat Sumando yang mana bagi masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, sumando

Melalui empat hal yang telah penulis tentukan dalam seni dampeng ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang struktur melodi dan makna teks dampeng

Dalam pembahasan ini akan menjelaskan struktur tari Saputangan dan mendeskripsikan bagaimana penyajian pada tari Saputangan dimana peneliti akan mendeskripsikan

Oi dalam padi, luko di dalam kininei paramasan Oi anta-anta. Oi da kawanei tolongla iyokan

Dalam suatu upacara adat, kelima lagu di atas merupakan bagian yang. terikat dan tidak terpisahkan satu

Melalui empat hal yang telah penulis tentukan dalam seni dampeng ini, maka akan dapat menjelaskan kepada kita tentang struktur melodi dan makna teks