ANALISIS STRUKTUR, FUNGSI, DAN MAKNA TARI SAPUTANGAN PADA MALAM BAINE DALAM RANGKAIAN UPACARA
PERKAWINAN SUKU PESISIR KOTA SIBOLGA
TESIS
OLEH
DWI IRNA HASANA TANJUNG NIM. 167037003
PROGRAM STUDI MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2019
pada malam baine dalam konteks upacara adat perkawinan suku Pesisir Sibolga, yaitu; (1). Struktur, (2). Fungsi, dan (3). Makna, dari penyajian Tari Saputangan, dalam konteks upacara adat perkawinan masyarakat Pesisir Sibolga. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif dengan empat tahapan sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan penulisan laporan.
Selain itu peneliti menggunakan beberapa teori yang dianggap relevan dan behubungan dengan judul diatas, antara lain teori struktur tari, teori fungsi dan teori makna. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa struktur Tari Saputangan terdiri dari elemen-elemen tari yang saling mendukung dan berkaitan untuk mewujudkan harapan dari seluruh pelaku yang terlibat, dilihat dari gerak, pola lantai, tata busana, musik, tata rias, tempat penyajian, dan pelaku. Tari Saputangan juga dilihat dari aspek fungsi yaitu; Fungsi Primer (Ritual, Ungkapan Pribadi, Estetik), Fungsi Sekunder, Fungsi Pengungkapan Emosional, Fungsi Hiburan, Fungsi Komunikasi, Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Adat, dan Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. Sedangkan aspek makna dianalisis dari struktur Tari Saputangan dan elemen pendukungnya. Dari keseluruhan analisis ini, tanpak jelas, bahwa Tari Saputangan merupakan tari yang menjadi milik masyarakat Pesisir Sibolga yang memberikan pesan dalam kehidupan muda- mudi.
Kata kunci : perkawinan, tari sapu tangan, struktur, fungsi, makna
This thesis analyzes three aspects in the Saputangan Dance performance on the night of the baine in the context of the traditional marriage ceremony of the Pesisir Sibolga tribe, namely; (1). Structure, (2). Function, and (3) Meaning, from the presentation of Saputangan Dance, in the context of the traditional marriage ceremony of the Sibolga Coastal community. Researchers used a qualitative descriptive research method with four stages before going to the field, field work, data analysis, and report writing. In addition, researchers used several theories that were considered relevant and related to the title above, including dance structure theory, function theory and meaning theory. Based on the results of the study, it is known that the structure of the Saputangan Dance consists of dance elements that support each other and are related to realize the expectations of all the actors involved, seen from motion, floor patterns, fashion, music, make-up, presentation, and performers. Saputangan dance is also seen from the aspect of function, namely; Primary Function (Ritual, Personal Expression, Aesthetic), Secondary Function, Emotional Disclosure Function, Entertainment Function, Communication Function, Ratification Function of Social Institutions and Customary Ceremonies, and Community Integration Function. While the aspect of meaning is analyzed from the structure of the Saputangan Dance and its supporting elements. From this whole analysis, it is clear that the Saputangan Dance is a dance that belongs to the Sibolga Coastal community which gives a message in the lives of young people.
Keywords: marriage, handkerchief dance, structure, function, meaning
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SAW atas berkat, rahmat, dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis ini berjudul Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Saputangan dalam Tata Cara Pernikahan Malam Barinai Pada Suku Pesisir Kota Sibolga.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjeng pendidikan S-2 dan memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn) pada Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berisikan hasil penelitian mengenai Tari Saputangan pada malam baine dalam rangkaian upacara perkawinan suku Pesisir Kota Sibolga. Pokok permasalahan yang dibahas adalah; bagaimana struktur, fungsi dan makna Tari Saputangan pada malam baine dalam rangkaian upacara perkawinan suku Pesisir Kota Sibolga. Dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak atas penyelesaian tesis ini, tentu saja bantuan maupun dukungan yang diterima peneliti sangat berarti bagi penyelesaian tesis ini, untuk itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara, dan segenap jajarannya yang telah menata dan bertanggung jawab atas segala urusan akademik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Universitas Sumatera Utara dan segenap jajarannya yang telah memfasilitasi urusan akademik Fakultas Ilmu Budaya.
arahan dan bimbingan akademis kepada peneliti.
4. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku sekertaris Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, atas bimbingan akademis dan juga arahan kepada peneliti.
5. Bunda Yusnizar Heniwaty, S.ST, M.Hum, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang yang telah memberikan banyak nasehat, motivasi, terus memberikan semangat dan memberikan waktunya untuk membimbing penulis agar tesis ini terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang yang telah memberikan banyak arahan dan memberikan waktunya untuk membimbing penulis agar tesis ini terselesaikan dengan baik.
7. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.S., selaku Dosen Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni sekaligus sebagai dosen penguji tesis ini.
8. Ibu Dr. Dardanila, M.Hum., selaku Dosen Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni sekaligus sebagai dosen penguji tesis ini.
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada peneliti.
10. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai staf administrasi Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
12. Bapak Sahriman Irawadi Hutajulu, dan Ibu Siti Zubaidah, S.Pd, M.M., sebagai informan kunci yang bersedia memberikan informasi terkait tesis ini, juga kepada informan pendukung Bapak Chairil Siregar dan Ibu Dahlia Sinaga yang telah bersedia membantu peneliti.
13. Kedua orang tua peneliti Ayah H. Maswardin Tanjung, S.Pd., dan Umak Hj. Mardiana Sinaga, S.Pd., yang telah mendukung peneliti baik nasehat, materi, motivasi, do’a dan kasih sayang sebagai orang tua serta segala hal keperluan peneliti.
14. Kedua mertua peneliti Bapak Kapten Inf. Mangantan Tua Lumban Tobing, dan Ibu Rivera Hutabarat, yang telah memberikan dukungan, motivasi dan mendo’akan peneliti
15. Abang Pratu Ivan Reimando Lumban Tobing, yang telah setia menemani, membimbing dalam proses penyelesaian tesis ini dan juga mendukung secara moril, materi, motivasi, do’a dan memberikan kasih sayang sebagai suami.
16. Abang Sabrian Anugrah Tanjung, S.I.Kom., kakak ipar Widya Ningsi, A.Md.Keb., keponakan Al Farezy Ridya Tanjung, yang telah memberikan dukungan secara moril kepada peneliti.
17. Adik-adik Sanggar Cecek Dance Company (CDC) yang telah memberikan motivasi dan banyak bantuan dalam proses penelitian lapangan.
kerja samanya yang telah terbangun selama ini.
Peneliti mengucapkan maaf bila ada kata yang kurang berkenan, oleh karena tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada penulisan tesis ini. Akhir kata, peneliti berterima kasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu penulisan tesis ini.
Peneliti berharap kiranya hasil tesis ini dapat berguna bagi dunia penelitian seni pada umumnya, dan bagi kesenian Sikambang khususnya pada masyarakat Pesisir Kota Sibolga.
IDENTITAS DIRI
Nama : Dwi Irna Hasana Tanjung, S.Pd.
NIM : 167037003
Tempat/ Tanggal Lahir : Sibolga, 7 Juni 1993 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia Nomor Handphone : 082276199503
Alamat : JL. Midin Hutagalung No. 38, Kelurahan Aek Habil, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga.
Pekerjaan : Guru Seni Budaya
Di TK Aisyiyah Bustanul Atfal Sibolga Lulus Tahun 1999 2. Sekolah Dasar
Di SD Muhammadiyah 03 Sibolga Lulus Tahun 2005 3. Sekolah Menegah Pertama
Di SMP Negeri 1 Sibolga Lulus Tahun 2008
4. Sekolah Menegah Atas
Di SMA Negeri 1 Sibolga Lulus Tahun 2011
5. Sarjana Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Seni Tari
Universitas Negeri Medan (UNIMED) Lulus Tahun 2016 6. Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni
di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara (USU) Lulus Tahun 2019
Dengan ini saya mengatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang perna diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan Sepanjang Pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang perna ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang sedang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan didalam daftar pustaka
Medan, September 2019
DWI IRNA HASANA TANJUNG NIM. 167037003
ABSTRAK ... v
PRAKATA ... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xi
PERNYATAAN ... xiii
TURNITIN ... xiv
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR TABEL... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Pokok Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9
1.4 Studi Kepustakaan ... 10
1.5 Konsep dan Teori ... 16
1.5.1 Konsep ... 16
1.5.1.1 Struktur ... 17
1.5.1.2 Tari ... 18
1.5.1.3 Kesenian Sikambang ... 21
1.5.1.4 Tari Saputangan ... 23
1.5.1.5 Masyarakat ... 23
1.5.1.6 Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga ... 24
1.5.1.7 Baralek ... 25
1.5.1.8 Anak Daro ... 26
1.5.2 Teori ... 27
1.5.2.1 Teori Struktur ... 28
1.5.2.2 Teori Fungsionalisme ... 30
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 39
1.6.1.1 Observasi ... 40
1.6.1.2 Wawancara ... 41
1.6.1.3 Dokumentasi ... 42
1.6.1.4 Lokasi Penelitian ... 43
1.6.1.5 Kerja Laboratorium ... 43
1.7 Sistematika Penulisan ... 44
BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA ... 46
2.1 Gambaran Umum Kota Sibolga ... 46
2.1.1 Letak Geografis ... 46
2.1.2 Masyarakat Pesisir Kota Sibolga ... 50
2.1.3 Bahasa Masyarakat Pesisir Sibolga ... 52
2.1.4 Sistem Kekerabatan ... 56
2.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Pesisir Sibolga ... 58
2.1.6 Pariwisata Kota Sibolga ... 61
2.2 Adat Pesisir Kota Sibolga ... 62
2.2.1 Adat Kelahiran (Turun Karai) ... 63
2.2.2 Sunat Rasul ... 64
2.2.3 Kematian ... 64
2.2.4 Kanduri Pasi (Maurei Lawik) ... 65
2.2.5 Manyonggot ... 66
2.2.6 Mamogang atau Mandi Balimou ... 67
2.2.7 Adat Pernikahan ... 67
2.2.7.1 Marisik ... 68
2.2.7.2 Mengantar (Mangantek Kepeng) ... 68
2.2.7.3 Maminang (Melamar) ... 69
2.2.7.4 Ijab Qabul ... 70
2.2.8 Kesenian Sikambang ... 73
BAB III ANALISIS STRUKTUR GERAK TARI SAPU TANGAN ... 75
3.1 Susunan Upacara Malam Baine ... 75
3.2 Struktur Tari Saputangan ... 77
3.2.1 Tema ... 84
3.2.2 Gerak ... 84
3.2.3 Iringan Musik ... 85
3.2.4 Tata Busana atau Kostum ... 91
3.2.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 94
3.2.6 Tata Rias ... 95
3.2.7 Pelaku ... 96
3.2.7.1 Pelaksana Upacara ... 97
3.2.7.2 Pembawa Acara ... 98
3.2.7.3 Penari ... 99
3.2.7.4 Pemusik ... 101
3.2.7.5 Penonton ... 102
3.2.8 Properti ... 103
3.2.9 Pola Lantai ... 104
BAB VI FUNGSI DAN MAKNA TARI SAPU TANGAN ... 126
4.1 Tari Saputangan dalam Kehidupan Masyarakat Pesisir Sibolga ... 126
4.2 Fungsi Tari Saputangan ... 127
4.2.1 Fungsi Primer (Ritual, Ungkapan Pribadi, Estetik) ... 128
4.2.2 Fungsi Sekunder ... 132
4.2.3 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 134
4.2.4 Fungsi Hiburan... 135
4.2.5 Fungsi Komunikasi ... 136
4.2.6 Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Adat ... 137
4.3.1 Susunan Tarian... 140
4.3.2 Makna Gerak ... 142
4.3.3 Pola Lantai ... 151
4.3.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pertunjukan ... 153
4.3.5 Musik ... 156
4.3.6 Syair ... 160
4.4 Hubungan Struktur Tari, Fungsi, dan Makna ... 163
BAB V PENUTUP ... 167
5.1 Kesimpulan ... 167
5.2 Saran ... 168
DAFTAR PUSTAKA ... 170
DAFTAR INFORMAN ... 173
Gambar 2.1 Pintu Masuk Kota Sibolga ... 46
Gambar 2.2 Letak Geografis Kota Sibolga ... 47
Gambar 2.3 Bagan Sibolga dan Tempat Menjemur Ikan ... 60
Gambar 2.4. Manyonggot (7 bulanan) ... 67
Gambar 2.5 Ijab Qabul ... 70
Gambar 2.6 Malam Baine ... 71
Gambar 2.7 Kesenian Sikambang dalam Upacara Perkawinan ... 74
Gambar 3.1 Alat Musik Gandang Sikambang ... 88
Gambar 3.2 Alat Musik Akordion ... 88
Gambar 3.3 Alat Musik Tiup Sikngkadu ... 89
Gambar 3.4 Tata Busana atau Kostum Penari Laki-laki ... 94
Gambar 3.5 Tata Busana atau Kostum Penari Perempuan ... 94
Gambar 3.6 Penari berada di Pelataran Pelaminan ... 101
Gambar 3.7 Pemusik berada di Pelataran Pelaminan ... 102
Gambar 3.8 Penonton ... 102
Gambar 3.9 Properti Tari Saputangan ... 103
Gambar 4.1 Pola gerak permainan Saputangan yang mendominasi tarian ... 145
Gambar 4.2 Ragam pembuka ... 146
Gambar 4.3 Pola gerak perkenalan ... 147
Gambar 4.4 Berputar menyatukan Saputangan ... 149
Gambar 4.5 Berjalan seiring menyilang Saputangan ... 150
Gambar 4.6 Penyajian tari Saputangan ... 155
Tabel 2.1 Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Sibolga ... 48
Tabel 2.2 Rincian penduduk menurut Kecamatan ... 49
Tabel 2.3 Rincian masyarakat menurut Suku ... 50
Tabel 2.4 Rincian masyarakat berdasarkan Agama ... 52
Tabel 2.5 Bahasa Pesisir Sibolga ... 53
Tabel 2.6 Penggunaan Bahasa Suku Melayu Pesisir Sibolga ... 55
Tabel 2.7 Jenis-jenis Nelayan ... 58
Tabel 3.1 Ragam Penyajian Tari Saputangan ... 79
Tabel 3.2 Susunan penyajian Tari Saputangan ... 80
Tabel 3.3 Terjemahan Syair Lagu ... 90
Tabel 3.4 Pola Gerak ... 106
Tabel 3.5 Deskripsi ragam Tari Saputangan ... 110
Tabel 4.1 Petanda dan Penanda dalam Ragam Tari Saputangan ... 142
Tabel 4.2 Hubungan Syair dan tarian ... 160
1. Latar Belakang
Kota Sibolga merupakan wilayah di Provinsi Sumatera Utara, terletak pada kawasan Kabupaten Tapanuli Tengah, yang sebagian besar wilayahnya berdiri di atas daratan pantai. Sehingga hampir seluruh penduduknya bermukim di dataran pantai yang rendah, dengan ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas permukaan laut. Kota Sibolga memiliki empat Kecamatan yakni: Kecamatan Sibolga Selatan, Kecamatan Sibolga Sambas, Kecamatan Sibolga Utara, dan Kecamatan Sibolga Kota. Kota Sibolga dikenal dengan sebutan kota ikan karna mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, dan Kota Sibolga disebut juga dengan kota berbilang kaum, sebutan ini bukan hanya semboyan belaka, masyarakat kota ini terdiri dari berbagai etnis yang memiliki kekayaan budaya yang beragam. Tercatat lebih kurang 13 (tigabelas) suku yang tinggal di Kota Sibolga, yakni: Batak Toba, Melayu, Padang, Mandailing, Nias, Dairi, Karo, Simalungun, Aceh, Jawa, Cina, India dan Pesisir. Budaya Pesisir adalah yang mendominasi sebagai salah satu kota yang terletak di Pesisir pantai. Selain kebudayaan, kesenian juga berperan penting dalam eksistensi kota tersebut salah satunya kesenian Pesisir atau disebut juga kesenian Sikambang.
Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai makhluk sosial. Kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup, merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada dasarnya tata kehidupan dalam masyarakat merupakan
pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang bersifat abstrak. Suriasumantri (1982:27) mengatakan:
Keseluruhan dari frase kebudayaan tersebut sangat erat hubugannya dengan pendidikan, sebab semua materi yang terkandung dalam suau kebudayaan diprileg manusia secara sadar leawat proses belajatr. Lewat kegiatan inilah diteruskan kebudayaan dari generasi yang satu kegenerasi selanjutnya. Dengan demikian kebuayaan direruskan dari waktu ke waktu. Kebudayaan yang telah lalu bereksistensi pada masa kini dan kebudayan masa kini disampaikan ke masa yang akan datang”
Dari keseluruhan etnik yang ada di dunia ini, tidak satupun yang menurut para ahli yang tidak menyisihkan waktunya untuk memenuhi kepuasan akan rasa keindahan. Betapapun sulitnya kehidupan dari suatu masyarakat, mereka tidak akan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk mencari makan dan perlindungan semata-mata. Sebaliknya bagi masyarakat yang hidup di lingkungan yang lebih menguntungkan dengan segala kemudahannya akan lebih banyak menyisihkan waktu bagi karya-karya yang mengungkapkan rasa keindahan. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kesenian sebagai ungkapan rasa keindahan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang bersifat universal. Demikian pula halnya dengan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, yang mendiami Nusantara dari Sabang hingga Merauke.
Berkaitan dengan nilai-nilai budaya, Sieber dalam Budhisantoso (1992:24) mengatakan :
“Penghias kehidupan itu sebagai upaya memperindah atau melengkapi dalam arti baik, sopan, dan sesungguhnya, mengandung arti tertentu. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya ada dua aspek kesenian yang perlu diperhatikan, yaitu konteks estetika atau penyajiannya yang mencakup bentuk dan keahlian yang melahirkan gaya. Dan konteks arti yang mencakup pesan dan kaitan lambang-lambangnya. Dalam rangka menguraikan kedua aspek ini, tidak mungkin bicara soal ekspresi perasaan
dan gagasan dengan cara memuaskan rasa keindahan tanpa memperhatikan bentuk dan arti. Selain itu tidak mungkin berbicara soal kesenian tanpa memperhatikan pesan-pesan yang terkandung secara simbolis, di samping kegiatan keseniannya itu sendiri sebagai perwujudan fungsionalisanya sebagai suatu subsistem kebudayaan”.
Kesenian Sikambang pada umumnya tidak dipergunakan pada upacara keagamaan ataupun upacara yang berkaitan denan keprcayaan, tetapi hanya untuk hiburan dan acara sunat rasul (khitanan), penyambutan, penobatan, turun karai (turun tanah), menakalkan anak (mengayun anak), memasuki rumah baru, peresmian dan pertunjukan kesenian atau pagelaran. Kesenian Sikambang yang berisi tari dan nyanyian dengan diiringi musik tradisi khas Pesisir Sibolga berupa akordion, biola, gendang Pesisir. Pada pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga, disertakan kesenian Sikambang dengan menyertakan nyanyian dan pantun-pantun yang dibawakan secara bergantian. Pantun-pantun berisi nasehat-nasehat penting, dimana isi pantun-pantun tersebut tergantung pada pekerjaan kedua pengantin yang terwujud petuah sindiran dan ungkapan perasaan bagi kedua mempelai, yaitu Marapulai (pengantin pria) dengan Anak Daro (pengantin wanita).
Pernikahan pada masyarakat Pesisir Sibolga memiliki tata cara dan aturan pelaksanaannya. Dimulai dari marisik, meminang, bertunangan, menghantar mahar, menentukan hari, sampai kepada acara saling kunjungan keluarga kedua belah pihak (Tapanggi) hingga akad nikah (pernikahan). Selain itu, ada acara adat yang dilakasanakan pada malam hari sebelum pernikahan, yang disebut malam baine atau barinai. Kegiatan ini dilakukan di rumah pengantin perempuan.
Maksud dari upacara tersebut adalah malam ketika kedua pengantin memakai inai di tangan dan kaki mereka. Pelaksanaan acara adat pernikahan ini, harus sesuai
dengan upacara adat yang dianut masyarakat Pesisir di Kota Sibolga yaitu adat sumando.
Adat sumando merupakan rangkaian acara yang dilaksanakan pada saat malam baine dalam rangka persiapan untuk acara pernikahan atau perkawinan, pada saat malam ini dilaksanakan kegiatan kesenian Sikambang yang di dalamnya terdapat tari, musik dan nyanyian. Adapun beberapa tarian yang termasuk dalam adat sumando yakni : tari Saputangan, tari Payung, tari adok, tari sampaya, tari galombang duo baleh, tari Sikambang botan, tari dampeng (randai), tari cek siti, tari perak-perak, tari anak. Tarian-tarian tersebut diiringi musik Sikambang.
Sikambang berasal dari dua kata yaitu si dan kambang. Secara umum masyarakat Pesisir Sibolga mengartikan Sikambang sebagai sebuah ansambel musik dimana didalam Sikambang terdapat beberapa lagu dan tari yang disajikan saat kegiatan malam baine. Musik Sikambang bercorak petuah, berirama lagu, dan berwujud tari.
Tari memiliki unsur-unsur yang dapat mendukung sebuah pertunjukan atau disebut juga elemen pokok tari yakni gerak tari, tema, desain lantai, tata rias, tata busana, tempat pertunjukan, properti, dan musik iringan. Unsur-unsur atau elemen-elemen tersebut menjadi pedoman dalam tari yang menunjukkan pesan dan tujuan dari pertunjukan tari tersebut agar masyarakat dapat mengerti maksud dan tujuan yang terdapat pada tarian tersebut. Seni tari juga dapat menjadi media komunikasi antara penyaji dan penikmat yang diungkapkan melalui media gerak sebagai komunikasi nonverbal.
Struktur pada pertunjukan tari Saputangan memakai birama 4/4 yang disajikan oleh sepasang penari pria dan wanita yang dilakukan dari awal tarian
hingga akhir tari dimana dalam struktur tariannya penari memakai properti saputangan sebagai simbol pengikat terhadap muda-mudi yang menjalin kasih.
Dalam penyajiannya tarian ini juga memerlukan ruang yang sedang untuk melakukan gerakannya. Tari Saputangan memiliki ciri tarian yang tidak menonjolkan bentuk tubuh karena tarian ini banyak dipengaruhi oleh konsep keislaman di mana nilai kesopan menjadi nilai utama.
Tari Saputangan merupakan tarian dalam kesenian Sikambang yang menjadi tari pembuka dalam rangkaian kesenian Sikambang. Tari ini biasa ditarikan pada saat acara penyambutan, penobatan, pertunjukan dan pernikahan pada acara adat malam barinai. Pada penyajiannya tari ini ditarikan oleh pria dan wanita, dalam tarian ini diiringi oleh lagu Kapri yang dinyayikan oleh pemain musik dan dalam nyanyiannya mengandung lirik yang berupa nasihat atau wejangan kepada sipembuat acara. Tari ini disebut dengan tari Saputangan karena sepasang penari memakai properti sapu tangan dalam melakukan tari ini. Nama lain dari tari Saputangan adalah tari Kapri, tari Kapri atau tari Saputangan memiliki makna yang menggambarkan curahan hati dan perasaan seorang pemuda terhadap wanita yang dicintainya di saat terang bulan. Karena pada saat terang bulan para pemuda tidak turun ke laut sehingga pada saat itulah kesempatan bagi mereka untuk bertemu dalam merapatkan hubungan silaturahmi. Saputangan memiliki makna sebagai lambang pengikat dalam sebuah hubungan. Sesuai dengan makna gerakan tari Saputangan ini yang menceritakan tentang bagaimana muda-mudi berkenalan ditunjukkan pada gerak double step, kemudian dari perkenalan mereka malu-malu walau sudah saling mengenal wajah masing- masing pasangan ditunjukkan dalam gerak mundur, gerak batuka tampek
(bertukar tempat), dalam ragam ini antara pasangan terkesan sudah mulai terjadi komunikasi. Terbukti antara pasangan sudah saling mendatangi tempat (rumah) masing-masing pasangan. Kemudian dalam ragam sairing sajalan (seiring sejalan) antara pasangan sudah terjadi komunikasi yang baik sehingga pasangan ini sudah bisa jalan bersama. Saat manyilang (menyilang) saputangan memiliki arti bahwa pasangan muda-mudi sudah saling setia, sekata, dan sejalan.
Melangkah dengan gaya zigzag seraya menggantung saputangan sejajar bahu, dalam ragam ini terlukis pasangan muda-mudi sudah saling percaya. Kemudian dalam ragam mengikat saputangan, tersirat pasangan muda-mudi etnis Pesisir sudah mengikat janji untuk bersama mengharungi bahtera rumah tangga.
Tari Saputangan dalam kesenian Sikambang pada adat pernikahan Pesisir Sibolga berfungsi untuk mengingatkan kembali kepada kedua mempelai bagaimana mereka mulai saling mengenal dan mulai menjalin rasa cinta satu sama lain dan juga untuk memberikan gambaran kepada masyarakat yang hadir pada acara malam baine itu bagaimana layaknya muda-mudi masyarakat Pesisir tersebut melakukan perkenalan dan menjalin bahtera rumah tangga.
Keunikan menari dan perpaduan antara Talibun (nyanyian-nyayian pantun yang dipersembahkan kepada pengantin yang sedang bersanding dan dinyanyikan secara bergantian oleh pemain musik Sikambang) lagu nyanyian Kapri yang melambangkan keromantisan anak daro (pengantin wanita) dan marapule (pengantin pria). Adapun Jenis-jenis alat musik dan klasifikasinya yang dipakai dalam mengiringi lagu dan tarian adalah gandang Sikambang (membranophone), gandang batapik (membranophone), singkadu (aerophone), canang (aerophone)
yang dulunya dilakukan dengan bersiul (baisiu), terbuat dari tembaga (carano) dipadukan dengan biola serta harmonika (sekarang diganti akordion).
Tata busana yang digunakan oleh penari dalam tari Saputangan berwarna kuning, perempuan memakai sanggul rambut, ditambah dengan accessories goyang-goyang yang diletakkan dibagian sanggul rambut, baju kurung, dan rok panjang. Sedangkan laki-laki memakai tutup kepala yakni peci, baju teluk belanga dan celana longgar, kemudian memakai sisamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk sejajar dan diikatkan kepinggang tepatnya di atas lutut.
Mengingat agar tari Saputangan selalu tetap hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Pesisir Kota Sibolga. Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik dan ingin mengangkat tarian tersebut menjadi topik penelitian dengan judul “Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna Tari Saputangan pada Malam Baine dalam rangkaian Upacara Perkawinan Suku Pesisir Kota Sibolga”
1.2 Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini terfokus pada:
1. Bagaimana Struktur tari Saputangan yang digunakan dalam kesenian Sikambang pada malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir Sibolga ?
2. Bagaimana Fungsi tari Saputangan yang digunakan dalam Kesenian Sikambang pada malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir Sibolga ?
3. Bagaimana Makna yang digunakan dalam Kesenian Sikambang pada malam baine dalam rangkaian perkawinan suku Pesisir Sibolga ?
Dalam pembahasan ini akan menjelaskan struktur tari Saputangan dan mendeskripsikan bagaimana penyajian pada tari Saputangan dimana peneliti akan mendeskripsikan mengenai pola-pola gerakan, pola ragam, pola kalimat, struktur penyajian tari, susunan pola lantai, tata rias, properti yang digunakan. Setelah mendeskripsikan keseluruhan pola tersebut tentunya akan mendapat makna di balik tarian yang disajikan. Dalam mendeskripsikan pola-pola gerakan tari Saputangan peneliti juga akan menyambungkan dengan musik pengiring yang dipakai dalam mengiringi tari Saputangan untuk mengkaji hubungan tari Saputangan dengan musik pengiring yang disajikan oleh vokal, akordion, dan gendang Sikambang. Musik pengiring menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam mencari struktur tari Saputangan yang mana musik dan tari memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya untuk mencari tujuan dari tari tersebut.
Pada pembahasan Fungsi, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana peranan dan tujuan fungsi tari Saputangan dalam kebudayaan Pesisir Sibolga yang mana fungsi dari tari tersebut digunakan dalam berbagai kegiatan kesenian yang ada di daerah Pesisir Sibolga terutama pada pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga.
Pada pembahasan makna Tari Saputangan maka nantinya akan dibahas secara rinci lagi mengenai makna gerak terkandung dalam tari Saputangan dan secara keseluruhan mencakup makna budaya yang terkandung dalam setiap gerakan yang dilakukan dalam tari Saputangan berdasarkan pola-pola gerakan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian nantinya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan Struktur yang dilakukan penari dalam menarikan tari Saputangan.
2. Untuk menganalisis Fungsi yang terdapat dalam tari Saputangan.
3. Untuk memahami Makna yang ada pada tari Saputangan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Menambah referensi bagi lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan pembelajaran maupun lembaga kebudayaan.
2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam rangka kegiatan pengembangan kesenian masyarakat Pesisir Kota Sibolga.
3) Mengenal kebudayaan masyarakat Pesisir Kota Sibolga dan berupaya untuk melestarikan.
4) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan seni tari di perpustakaan.
5) Menjadi bahan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan.
1.4 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan suatu proses pencarian literatur dan sumber bacaan yang nantinya dapat memperlancar proses penelitian. Studi kepustakaan ini dimaksud juga untuk mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap fenomena sesuai dengan topik kajian. Dalam tinjauan kepustakaan ini akan dikemukakan mengenai pemahaman konsep terhadap kajian yang dilakukan, kajian kepustakaan hasil-hasil penelitian dan landasan teori. Studi pustakaan ini merupakan sumber bacaan yang didapat dari buku, majalah, artikel dan referensi lain yang bersumber dari mana saja termasuk internet.
Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian tari Saputangan dalam tata cara pernikahan malam barinai pada masyarakat Pesisir Kota Sibolga masih sulit didapat. Namun peneliti menemukan beberapa buku maupun hasil penelitian berbentuk skripsi dan tesis yang mampu dijadikan sebagai data awal pendukung peneliti untuk lebih memahami kebudayaan dimasyarakat Pesisir Sibolga. Diharapkan data awal ini bisa menjadi jembatan dalam penyelesaian penelitian ini nantinya. Tentunya hasil yang didapatkan dalam penelitian haruslah mampu dipertanggung jawabkan. Adapun reverensi skripsi atau tesis yang peneliti masukkan sebagai data awal antara lain:
Usman Hutagalung (2003) Skripsi ini berjudul ”Sejarah Kesenian Sikambang Di Pesisir Barat Tapanuli,”. Kesenian Sikambang merupakan kesenian
masyarakat yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli, khususnya Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Kedua daerah ini merupakan pengguna Kesenian Sikambang. Hal itu masih ada sampai sekarang. Awal terciptanya Kesenian Sikambang ada dua sumber yakni: dari legenda Putri Runduk dari kerajaan Barus yang dipimpin oleh Raja Jaya dana dan dari nelayan yang menangkap ikan di pulau Mursala mendengar nyanyian yang kemudian diulanginya setiba di daratan yang kemudian berkembang jadi Kesenian Sikambang. Dalam perkembangannya Kesenian Sikambang memadukan beberapa unsur antara lain: musik, tarian, senandung dan pantun. Kesenian ini mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang penuh dengan makna, berirama lagu dan berwujud tari. Uniknya, Kesenian Sikambang bukanlah akulturasi yang terserap dari kebudayaan tetangga seperti Batak dan Minangkabau, tetapi kesenian dari warisan peradaban kerajaan Pesisir yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli. Secara garis besar Kesenian Sikambang ada tiga, yaitu: Sikambang sebagai seni, Sikambang sebagai hiburan dan Sikambang sebagai fungsi sosial. Penulisan skripsi ini menggunakan metode sejarah yang meliputi tahapan-tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang sejarah Kesenian Sikambang yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli dengan periodeisasi dari tahun 1990-2003. Semakin berkembangnya teknologi keberadaan Kesenian Sikambang mulai mengalami pergeseran. Hal itu terjadi karena pengaruh dari arus globalisasi yang berkembang saat ini. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi Kesenian Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli. Pada tahun 1990 Kesenian Sikambang masih dipergunakan masyarakat Pesisir sebagai sarana hiburan. Menjelang tahun 2000 Kesenian Sikambang mulai mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut
terjadi bukan tidak memiliki penerus, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: perkembangan budaya modern, keengganan generasi muda, berkurangnya minat masyarakat dan efisiensi. kondisi ini dikhawatirkan akan memudarkan Kesenian Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli, untuk itu peran pimpinan adat masyarakat Pesisir Kota Sibolga Tapanuli Tengah, peran Pemerintah dibantu oleh masyarakat yang mendukung Kesenian Sikambang sangat diperlukan untuk mempertahankan dan melestarikan Kesenian Sikambang.
Skripsi ini sebagai acuan untuk membahas perkembangan kesenian Sikambang sebagai kesenian yang dimiliki masyarakat Pesisir Sibolga.
Mitri Ady Manalu, (2006). Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara. Mengangkat judul skripsinya : “Peranan Musik Sikambang Dalam Upacara Perkawinan Adat Sumando Di Masyarakat Pesisir Tapanuli Tangah Sibolga”
yang didalam skripsinya membahas peranan musik Sikambang dalam suatu acara pernikahan adat masyarakat Pesisir Sibolga, dalam pelaksanaannya banyak melewati rentetan pristiwa atau tatanan acara dalam kegiatan tersebut.
Kontribusinya ialah dalam pembahasan tesis nantinya akan lebih luas membahas mengenai struktur, fungsi dan makna tari Saputangan dalam kesenian Sikambang.
Nila Wahyudi Lubis, (2011) dalam skripsinya yang berjudul
“Eksistensi Dan Makna Simbolik Tari Dampeng Dalam Upacara Adat sumando Pada Etnis Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga”. Penelitian ini membahas tentang tari yang ada pada daerah Pesisir di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu tari Dampeng yang terdapat dalam upacara adat pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga. Skripsi ini menambah wawasan pengetahuan peneliti
untuk mengetahui lagi tentang tata acara yang dilalui pada proses pernikahan pada masyarakat Pesisir Sibolga.
Evi Nenta Sipahutar, (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi Dan Struktur Tari Anak Yang Diiringi Musik Sikambang Dalam Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Di Kecamatan Sibolga Kota”. Perkawinan pada masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah memiliki tata cara dan aturan pelaksanaannya. Dimulai dari Risik-risik (memastikan seorang calon), Sirih Tanyo (bertanya kesediann calon), Maminang (menanyakan uang mahar), Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati), Mato Karajo ( akad nikah), Adat Malam Sikambang, Manjalang-jalang (mohon doa restu orangtua laki-laki). Selain itu ada upacara adat yang dilaksanakan pada malam hari sebelum perkawinan, acara adat ini disebut “Malam Bainai” atau
“ber-inai” yang dipakai pada kaki dan tangan pengantin, adat ini lakukan dirumah pengantin masing-masing. Pada mulanya memasang inai tidak saja upaya menampilkan kecantikan pada bagian dari anggota tangan pengantin, namun juga menurut kepercayaan zaman dahulu, kegiatan memerahkan kuku-kuku jari calon pengantin ini juga mengandung arti magis. Ujung-ujung jari yang dimerahkan dengan daun inai dan dibalut daun sirih, memiliki kekuatan untuk melindungi pengantin dari kemungkinan ada manusia yang iri dengan calon pengantin. Kuku- kuku yang telah diberi pewarna merah yang berarti juga selama ia berada dalam kesibukan menghadapi berbagai macam perhelatan perkawinannya itu ia akan tetap terlindung dari segala mara bahaya. Pelaksanaan upacara adat perkawinan ini tidak terlepas dari iringan musik dan tari yang disebut Kesenian Musik Sikambang. Sikambang berasal dari dua kata yaitu “Si” dan “Kambang”. Secara
umum masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah mengartikan Sikambang sebagai salah satu jenis kesenian pada masyarakat Pesisir, kesenian tersebut bercorakkan petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Jenis alat musik yang dipakai untuk mengiringi Nyanyian dan Tarian dalam Kesenian Sikambang adalah Gandang Sikambang, Gandang Batapik, Singkadu, Carano yang biasa digunakan untuk mengatur tempo pada musik, dan Akordion. Berbagai macam tarian yang diiringi dengan Kesenian Sikambang yaitu Tari Adok, Tari Saputangan yang diiringi Lagu Kapri, Tari Payung, Tari Perak-Perak, Tari Sampaya, Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang dan lain sebagainya. Namun yang menjadi fokus dalam skripsi ini adalah Tari Anak yang terkait dalam konteks Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli tengah tepat nya di Kecamatan Sibolga Kota. Tari Anak ini dibawakan oleh sepasang penari laki-laki dan perempuan dewasa. Awalnya tari ini menjadi tarian yang selalu dipakai dalam setiap Upacara Adat Perkawianan masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman kedudukan tarian ini pun perlahan bergerser. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, yang mana penggunaannya sekarang ini memakan biaya yang cukup mahal. Namun demikian, masih ada sebagian masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah yang menggunakan tarian ini dalam upacara adat perkawinan. Dalam konteks perkawinan Tari Anak ini diiringi dengan iringan musik dan lagu Sikambang. Teks Lagu Sikambang ini berisikan tentang nasihat-nasihat, doa, dan ungkapan rasa bahagia/sukacita dari orang tua kepada kedua mempelai, dan semuanya diwujudkan dalam bentuk sebuah tarian. Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sejauh apa fungsi Tari Anak dalam kebudayaan, terutama
pada Upacara Adat Perkawianan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, serta melihat bagaimana bentuk struktur dari Tari Anak tersebut dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah. Untuk mengkaji permasalahan diatas maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan kerja lapangan serta kerja laboratorium. Dengan tersedianya data serta narasumber di lokasi penelitian maka akan memungkinkan studi ini dilakukan. Dalam skripsi ini dapat membantu peneliti untuk lebih mengenal tari- tari yang terdapat didalam kesenian Sikambang.
Tesis seorang alumni mahasiswi dari jurusan Pengkajian dan Penciptaan Seni Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara (USU); Suci Purnanda, (2017).
Juga mengajukan penelitian untuk tesis S-2 dengan judul “Tari Inai pada Upacara Malam Barinai masyarakat Melayu di Kota Binjai: Analisis struktur dan Makna, yang berfokus pada upacara malam berinai, pembahasan tentang struktur dan makna Tari Inai yang dilakukan dalam masyarakat melayu. Dalam tesis ini dapat membantu peneliti untuk lebih memahami upacara adat malam barinai, analisis struktur dan makna pada tari Saputangan.
H. A. Hamid, (1995) dalam buku yang berjudul “Bunga Rampai Tapanuli Tengah. Sibolga Tapian Nauli. Dalam buku ini dapat membantu peneliti dalam memahami konsep kekerabatan masyarakat pesisir dan konsep kebudayaan, tradisi yang ada di daerah Pesisir Sibolga khususnya membahas tentang adat pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga.
Saiful Anwar Matondang Yuda Setiawan, (2015) dalam buku yang berjudul “Teori Kebudayaan” terdapat reverensi yang membahas mengenai teori yang mendukung peneliti dalam membahas aspek budaya yang terdapat pada
masyarakat Pesisir Sibolga khususnya pada saat upacara adat pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga.
Malinowski yang berjudul “Teori Fungsional dan Struktural” kaitannya dalam penulisan tesis ialah sebagai panduan teori untuk mencari fungsi dan struktur tari Saputangan pada upacara pernikahan malam barinai pada masyarakat Pesisir Sibolga. Nantinya untuk membantu peneliti dalam membahas pola gerakan dan sikap tari Saputangan dalam upacara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga.
Pada kaitan masyarakat Pesisir Sibolga teori ini berujuk pada individu masyarakat.
1.5 Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep
Pengertian konsep adalah unsur penelitian yang terpenting merupakan devinisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alami (Singarimbun dan Sofian Efendi,1982:17). Konsep dapat memiliki tingkat generalisasi yang berbeda.Semakin dekat suatu konsep kepada realita semakin mudah konsep itu diukur. Banyak konsep ilmu sosial sangat abstrak terutama yang merupakan unsur dari teori yang sangat umum (Grand Theory).
Konsep diartikan juga sebagai gagasan abstrak atau ide yang di digeneralisaikan untuk melukiskan suatu gejala dengan ciri-ciri tertentu.
Pengertian konsep menurut Ratna adalah sebagai alat untuk memahami suatu gejala, konsep berada diluar gejala. Setiap kata, bahkan setiap simbol adalah konsep. Konsep dibedakan menjadi leksikal dan operasional (2010:465-466).
Menurut Melly G. Tan (dalam koentjaraningrat, 1994:21), konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Ia sebagai definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Untuk itu, guna memperluas wawasan dan mempertajam sensitifitas teoritis dalam rangka memahami realitas, maka penelitian ini mengemukakan pemahaman beberapa konsep yang secara langsung berkaitan dengan topik penelitian yang peneliti kaji.
1.5.1.1. Sruktur
Struktur adalah susunan yang saling berkaitan, terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berhubungan satu sama lain. Struktur menunjukan pada tata hubungan antara bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Berbicara mengenai struktur orang biasanya menggunakan analogi organis, salah satu analogi yang banyak dipetik. Organisme merupakan sebuah aktualisasi dari sel-sel dan pembentukan jaringan yang diatur hubungannya satu dengan yang lainnya, bukan secara kolektif tetapi sebagai sistem terpadu yang rumit dari molekul-molekul.
Sistem hubungan unit-unitnya dijalin dalam sebuah struktur organik. Istilah-istilah yang digunakan disini bukanlah strukturnya sendiri, ini adalah kumpulan dari unit-unit (sel atau molekul) yang diatasi oleh sebuah struktur misalnya : dalam sebuah tata hubungan, organisme memiliki struktur. Jadi struktur ini didefinisikan sebagai satuan tata hubunga diantara entitas yang ada (Brown dalam Anya Peterson terjemahan Widaryanto 2007: 68-69).
Secara struktural bentuk gerak tari bisa diamati berdasarkan watak gerak yaitu gerak feminim dan gerak maskulin, jenis gerak yaitu gerak murni dan gerak maknawi, unsur-unsur gerak yaitu motif gerak, frase gerak, gugus gerak dan
kalimat gerak, serta gerak bagian tubuh meliputi gerak kaki, gerak kepala, gerak badan, dan gerak tangan. Kesatuan bentuk gerak atau yang lebih kecil lagi disebut unsur gerakdan motif gerak. Setiap bentuk tari memiliki ciri spesifik yang selaras dengan motif gerak yang membentuknya, dan motif itu sendiri merupakan unit dari kombinasi antara gerak dan unsur sikap.
Berkaitan dengan struktur tari saputangan, maka kajian ini akan melihat bagaimana susunan tari akan salaing berkaitan di antara elemen-elemen pembangun dalam tari. Secara konsep kajian, ini melihat penyajian tari Saputangan dalam konteks perkaiwinan, dimana susunan tari merupakan gambaran dari cerita perjalanan percintaan muda-mudi Pesisir Sibolga. Melalui wujud tari, tampak pesan-pesan dari si pencipta tarian.
Dalam Tari Saputangan, bentuk dan struktur merupakan dua hal yang tak terpisahkan, bentuk merupakan organisasi keseluruhan dari hubungan antar karakteristik dalam tari, maksudnya adalah pengorganisasian seluruh tatanan gerak yaitu mulai dari motif gerak atau kesatuan unsur gerak baik unsur gerak kepala, badan, tangan dan kaki. Keseluruhan gerak tari tersebut merupakan perwujudan dari tataran gerak dengan sebuah bentuk tari yang merupakan rangkaian gerak yang terdiri dari motif, frase, kalimat, gugus sampai pada bentuk keseluruhan dalam tari (Soeharto 1983: 18-19).
1.5.1.2 Tari
Tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan manusia yang bergerak.
berirama, dan berjiwa yang harmonis. Indah bukan hanya hal-hal yang halus dan bagus saja, melainkan sesuatu yang memberikan kepuasan batin manusia.
Gerak yang kasar, keras, kuat dan lainnya bisa merupakan gerak yang indah.
Berjiwa biasa diartikan memberi kekuatan yang bisa menghidupkan. Jadi, gerak yang telah di bentuk tanpa dan berirama tersebut seakan hidup dan dapat memberikan pesan yang dapat kita mengerti dan berarti. Harmonis adalah kesatuan yang selaras dari keindahan yang bergerak, berirama, dan berjiwa tersebut (kussudiardjo, dalam Wahyudiyanto 2008:11).
Tari sejak awal merupakan sebuah seni kolektif, sebab dalam kerangka wujudnya tempat dibentuk oleh berbagai disiplin seni yan lain misalnya, sastra musik, seni rupa, dan seni drama. Tari pada waktu itu masih sebagai bentuk pengungkapan yang bersahaja dan sangat tunduk pada kepentingan adat serta religi. Perkembangan selanjutnya, tari tidak lagi menjadi bagian dari aktivitas adat atau religi, tetapi kehadiran tari menjadi berdiri sendiri sebagai sebuah ekspresi seni yang mandiri (Hidayat,2005:26).
Dalam seni tari, tenaga sangat dibutuhkan karena dengan tenaga, tari yang ditampilkan lebih kreatif. Tenaga dalam seni tari sangat berhubungan dengan rasa dan emosi, bukan dengan kekuatan otot. Gerakan tari yang dikendalikan dan diatur dengan tenaga yang berbeda-beda akan membangkitkan kesan yang mendalam, bukan hanya bagi penonton, juga bagi sipenari (Sumardjo, 2010:28).
Dalam seni tari juga terdapat beberapa bagian devinisi tari seperti tari yang dipakai dalam suatu upacara ritual. Tari upacara ritual erat hubungannya dengan kepentingan-kepentingan agama, dan adat. Pada tari upacara memiliki nilai sacral dan magis. Tari upacara sebagai media persembahan dan pemujaan tehadap kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi, dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan dari yang kuasa dan untuk mengusir penyakit serta makhluk halus
yang memnggangu, meminta kebahagiaan, keselamatan, dan kesejahtraan hidup masyarakat. Pada bangsa primitif tari memegang peranan penting. Tari menjadi media untuk maksud-maksud tertentu, kehendak jiwa manusia itu sendiri dimanifestasikan atau direalisasikan menjadi bentuk gerak tari. Kekuatan yang ditimbulkan oleh situasi ini menjadikan penari-penarinya mengalami trance (tidak sadarkan diri). Tarian ini mempunyai gerak, pola lantai, iringan dan elemen- elemen tari yang lainnya yang sangat sederhana, adapun ciri-ciri tari upacara adalah sebagai berikut:
1. Materi tari meniru gerak-gerak alam (gerak imitatif).
2. Suasan mistis, magis, religius.
3. Perbendaraan gerak sangat sederhana dalam jumlah yang terbatas.
4. Ungkapan gerak didorong oleh kekuatan kehendak jiwa (karsa).
5. Perwujudan gerak tari sangat berkaitan dengan rangkaian konteks peristiwa.
6. Menimbulkan situasi magis dan mistik.
7. Penghayatan tari terbatas pada lingkungan adat setempat.
8. Musik pengiring sederhana 9. Dilakukan secara kolektif 10. Tata rias dan busan sederhana
11. Pola lantai sederhana, biasanya hanya berbentuk lingkaran dan berbanjar.
Nenek moyang kita percaya bahwa didalam tubuh kita terdapat kekuatan.
kekuatan itu kemudian memunculkan kepercayaan-kepercayaan, yaitu anamisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa semua benda yang ada di alam semesta ini memiliki roh atau kekuatan gaib. Oleh karena itu, mereka meminta keselamatan
dan kebahagiaan kepada benda yang memiliki roh atau kekuatan gaib tersebut dengan jalan melakukan ritual atau upacara. Upacara tersebut diwujudkan dalam bentuk tari tarian. Selain dalam upacara ritual tari juga kerap dijumpai dalam konteks hiburan. Sebuah tarian dapat tercipta karena adanya perasaan benci, cinta, bahkan perang. Selain itu, dapat pula tercipta karena hubungan persahabatan dan pergaulan yang terjalin, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tarian dapat berfungsi sebagai sarana pergaulan.
Selain berfungsi sebagai sarana pergaulan, tarian dapat juga berfungsi sebagai sarana hiburan. Hal ini karena dalam perkembangan tarian daerah tidak hanya di pentaskan di daerahnya masing-masing, tetapi juga dipentaskan di gedung-gedung kesenian dan bahkan kemancanegara sebagai sarana hiburan (Khasanah,2009:8).
1.5.1.3 Kesenian Sikambang
Kesenian Sikambang mulanya berasal dari nama seorang dayang Putri Runduk yang bernama Sikambang Bandahari. Secara umum masyarakat Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah mengartikan Sikambang sebagai salah satu jenis kesenian pada masyarakat Pesisir, dimana kesenian tersebut bercorakkan petuah, berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian Sikambang merupakan seni panggung yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli karena menggabungkan beberapa alat musik, tari dan dipertontonkan. Jumlah penarinya kurang lebih empat orang, masing-masing berpasangan dengan iringan musik dan nyanyian yang sifatnya berupa nasehat yang dinyanyikan oleh seorang pemusik dan dinyanyikan secara
bergantian. Dalam kesenian Sikambang terdapat beberapa lagu dan tarian yang masing-masing memiliki tujuan tertentu pada setiap tariannya.
Kesenian Pesisir Sibolga dikenal dengan nama Sikambang yang mempunyai ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, irama, maupun lirik lagunya. Kesenian Sikambang pada umumnya ditampilkan dalam upacara-upacara adat di masyarakat Pesisir Sibolga yang dimainkan oleh anak alek dan dimainkan pada malam sebelum acara pernikahan masyarakat Pesisir Sibolga. Dalam penyajiannya tari-tari Pesisir Sibolga akan selalu diiringi oleh musik dan nyanyian berupa syair yang dinyanyikan oleh pemusik yang berupa sebuah pesan-pesan untuk sepasang kekasih yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan.
Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang biasa dilakukan pada malam sebelum pernikahan. Berikut ini merupakan jenis tari- tarian yang ada pada masyarakat Pesisir Sibolga:
1. Tari Saputangan yang diiringi dengan lagu Kapri.
2. Tari Payung yang diiringi dengan lagu Kapulo Pinang.
3. Tari Selendang yang diiringi dengan lagu Duo.
4. Tari Pedang yang diiringi dengan lagu Sikambang Botan.
5. Tari Kipas yang diiringi dengan lagu Perak-perak.
6. Tari Pahlawan yang diiringi dengan lagu Simati Dibunuh.
7. Tari Adok yang diiringi dengan lagu Adok.
8. Tari Anak yang diiringi dengan lagu Sikambang.
1.5.1.4 Tari Saputangan
Tari Saputangan merupakan tari pembuka dalam rentetat kegiatan musik dan tari dalam kesenian Sikambang. Dalam penyajiannya tari Saputangan merupakan tarian yang diperuntungkan untuk muda-mudi di Pesisir Sibolga, dalam tari tersebut memakai properti saputangan sebagai media tari, dimana dalam pengertiannya saputangan merupakan simbol pengikat terhadap hubungan muda-mudi yang menjalin hubungan yang serius hingga sampai kepada pernikahan. Dalam penyajiannya tari Saputangan dimainkan bersamaan dengan musik pengiring dan nyanyian yang berupa pantun yang di nyanyikan secara bergantian yang memiliki birima A-B-A-B, dalam tiap ungkapan katanya memiliki pesan nasehat kepada muda-mudi yang sebentar lagi akan melakukan hubungan ke jenjang pernikahan. Nasehat yang lantunkan oleh penyanyi juga beragam berdasarkan hal yang mereka alami maupun kelak yang akan dialami, isi syairnya berisi mulai dari perkenalan mereka hingga pada tingkat jalinan yang sah. Dalam pertunjukannya tari Saputangan di tarikan oleh muda-mudi yang berpasang-pasangan dari awal penyajian hingga akhir penyajian dimana dalam tarian ini dimainkan dalam birama 4/4. Tari Saputangan dilakukan pada malam hari sebelum upacara pernikahan keesokan harinya.
1.5.1.5 Masyarakat
Masyarakat merupakan satu kesatuan golongan yang mendiami suatu lokasi tertentu dan mempunyai kepentingan yang sama. Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan. Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial sistem, atau kesatuan hidup manusia. Menurut Koentjaraningrat (1994)
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat bersambung dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama. Masyarakat Pesisir sibolga memiliki sistem kekerabatan yanag dikenal dengan adat sumando yang diikuti masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga.
Adat sumando merupakan ikatan batin yang sangat kuat baik itu dalam hubungan kekeluargaan dan persaudaraan dimana keputusan mengenai masalah adat dan keluarga dikatakan tidak sah, tanpa melibatkan semua musyawarah anggota keluarga baik dari keluarga pihak laki-laki, maupun pihak perempuan yang telah bersatu dengan adat sumando Pesisir dan disahkan berdasarkan agama Islam, dan didalam adat sumando Pesisir garis keturunan ditarik dari pihak laki- laki (patrilinear) dimana dalam hal ini pihak Ayah di masyarakat Pesisir adalah orang yang pertama mengambil keputusan dalam suatu rumah tangga dan apabila dalam keluarga tersebut lahir anggota keluarga baru dalam hal ini anak, maka si anak akan memakai gelar / marga yang dimiliki Ayah
1.5.1.6 Adat Pernikahan Masyarakat Pesisir Sibolga
Pernikahan dalam masyarakat Pesisir Sibolga memiliki beberapa rentetan dalam pelaksanaannya, mulai dari Dimulai dari Risik-risik (memastikan seorang calon), Sirih Tanyo (bertanya kesediann calon), Maminang (menanyakan uang mahar), Manganta kepeng (mengantar uang mahar yang telah disepakati), Mato Karajo (akad nikah), Adat Malam Sikambang, Manjalang-jalang (mohon doa restu orangtua laki-laki). Selain itu ada upacara adat yang dilaksanakan pada malam hari sebelum perkawinan, acara adat ini disebut Malam Baine. Pada malam
baine akan digelar kegiatan kesenian Sikambang dimulai dengan tari Saputangan yang diiringi oleh lagu Kapri sebagai pembuka. Tarian ini berupa tarian muda mudi dimana menceritakan tentang bagaimana perkenalan hingga meneruskan hubungan ke jenjang pernikahan, tentunya dalam tarian tersebut ada musik dan nyanyian sebagai pengiring tari, dimana nyanyian pada tari Saputangan berisi nasehat atau wejangan yang dilantukan oleh pemain musik Sikambang. Pada perkawinan masyarakat Pesisir diwaktu belakangan ini sudah sangat jarang dijumpai perkawinan yang memakai kesenian Sikambang dalam perkawinannya mengingat besarnya biaya yang akan dikeluarkan oleh pihak yang akan melangsungkan perkawinan.
1.5.1.7 Baralek
Istilah baralek adalah istilah yang digunakan masyarakat Minangkabau untuk menyebutkan sebuah kegiatan pesta yang merujuk pada pesta perkawinan dan pesta untuk pengangakatan penghulu atau disebut juga dengan “baralak gadang”. Dari sisi kata, kata baralek terdiri dari kata kerja, alek/pesta, yang dilakukan oleh suku Minagkabau dalam berbagai kegiatan seperti “ pernikahan, pengangkatan penghulu, membangun rumah dan sebagainya, namun baralek lebih identik dan dikenal dengan acara respsi perkawinan ala adat Minangkabau, dengan tata dan cara masing-masing dalam pelaksanaanya. Secara gadis besar tata cara yang dilakukan merujuk kepada aturan adat baku di Minangkabau dan tidak melanggar tuntunan syariat Islam.
Kata baralek juga digunakan oleh suku Melayu Pesisir Sibolga untuk menunjukkan kegiatan pesta perkawinan, dengan tata cara yang tidak jauh
berbeda dengan baralek bagai suku Minangkabau. Penyebutan “baralek” , dikarenakan, suku Minangkabau banyak mendiami daerah Sibolga sejak lama, mereka berbaur dengan masyarakat setempat dan masyarakat pendatang lainnya, serta menikah dengan suku-suku lain. kelompok masyarakat ini kemudian membentuk kelompok baru, yang dikenal dengan suku Melayu Pesisir Sibolga.
Adat istiadat yang dilakukan banyak mengadopsi dari kebudayaan Minangkabau, seperti pemakaian bahasa, kesenian, dan lain-lainnya termasuk adat perkawinan.
Dalam konteks kegiatan malam baine dalam rangkaian perkawinan Pesisir Sibolga, tari Saputangan merupakan bagian dari acara bersama kesenian sikambang dengan tari Saputangan dimana tarian ini sebagai tarian pembuka dari kesenian sikambang dan sebagai bagian dari prosesi adat.
1.5.1.8 Anak Daro
Anak daro adalah sebutan bagi pengantin perempuan di Minangkabau.
Istilah anak daro sendiri berasal dari kata anak dan dara yang artinya anak perempuan. Pasangan dari anak daro disebut marapulai (laki-laki) setelah sah dalam agama dan adat karena telah melakukan pernikahan sebelumnya. Pada saat ini anak daro tidak hanya ditemukan di acar baralek saja, tapi dapat juga berada di acara lainnya. Seperti pada acara pawai budaya, lomba pakaian adat, dan pada kegiatan adat lainnya.
Seorang anak daro jelas dikenali dari pakaiannya, yang terdiri dari sunting (accesoris untuk kepala) lengkap dengan baju tradisional yang didominasi warna- warna merah dan kuning keemasan. Sunting menjadi pertanda seorang anak daro.
Pada awalnya sunting yang dikenakan terbuat dari logam emas, namun sekarang
sunting terbuat dari perak dan logam meski warnanya tetap kuning keemasan.
Motif bunga yang menghiasi sunting menjadi simbol anak daro yang sedang mekar-mekarnya. Disamping sebagai hiasan kepala, sunting juga menyimpan filosofi yang dilihat dari ukuran yang cukup besar dan berat yang memiliki arti, bahwa seorang wanita dituntut kuat secara fisik ia juga harus kuat memikul tanggungjawab dalam rumah tangga nantinya.
Pada acara malam bainai, anak daro biasanya memakai sunting yang kecil, serta memakai baju khusus yang disebut baju tokah. Baju tokah dilengkapi dengan selendang yang disilangkan di dada calon pengantin perempuan (anak daro). Kegiatan ritual malam baine ini dimaksudkan untuk menjaga calon anak doro dari terhindar dari hal-hal buruk.
1.5.2 Teori
Teori merupakan suatu cara dimana dapat mengaitkan hal-hal tertentu sampai bisa mengatasi masalah yang terjadi dalam topik pembahasan yang peneliti teliti. Dalam memecahkan suatu permasalahan peneliti berpedoman pada beberapa teori yang berkaitan tentang struktur, fungsi dan makna dalam tari Saputangan Pesisir Sibolga. Marckward et al (1990:302), berpendapat bahwa teori memiliki tujuh pengertian, yaitu:
1. Sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun pada prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan.
2. Sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan dan peranan ilmu pengetahuan.
3. Abstrak pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik.
4. Penjelasan awal atau rancangan hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang.
5. Spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang.
6. Dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek.
7. Ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membedakannya dengan seni yang dilakukan atau seni yang di eksekusi.
Untuk mengkaji objek penelitian yang peneliti lakukan peneliti memakai beberapa teori yaitu:
1.5.2.1 Teori Struktur
Dalam mencari struktur tari Saputangan, peneliti akan menganalisis dan mendeskripsikan pola gerakan-gerakan yang disajikan dalam tari Saputangan.
Dimana nantinya peneliti akan mendeskripsikan pola gerakan satu ke pola gerakan lainnya dan menjabarkan secara terperinci maksud dalam gerakan tersebut. Landasan teori ini akan difungsikan untuk mempertajam analisis untuk mengembangkan kepekaan atas fenomena di dalam eksistensi tari Saputangan.
Dengan demikian penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji maupun membuktikan suatu teori, melainkan sebagai alat untuk menguji maupun membuktikan suatu teori. Dalam teori ini juga akan membantu dalam menganalisis beberapa elemen penting sebagai pendukung dalam tari Saputangan seperti; penari, gerak, pola lantai, properti, busana, musik iringan dan pendukung tari lainnya.
Strukturalisme pada hakikatnya adalah sebuah komperatif, sebab strukturalisme berusaha menemukan isomorfim dalam dua atau lebih isi. Sekali unit-unit, bagian-bagian, atau elemen-elemen itu dipisahkan secara analitis, mereka dapat digabungkan, digabungkan ulang, dan ditransformasikan untuk menciptakan model-model baru. Strukturalisme berusaha untuk mengidentifikasi elemen-elemen menyeluruh melalui prosedur-prosedur sistematis, dimana metode analisis adalah strukturalis ketika makna, menurut obyek yang dianalisis, diambil bergantung pada susunan bagian-bagiannya.
Menurut teori, strukturanalisme bekerja dengan sistem makna tertutup yang elemen-elemennya dapat diperoleh dan dipisahkan menurut beberapa prinsip atau aturan. Dengan demikian fenomena-fenomena semacam itu dapat dipahami sebagai sistem penandaan atau simbol yang terbuka untuk dikaji.
Budiman (1999: 111-112), berpendapat bahwa strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur, yaitu di dalamnya akan menitik beratkan pada usaha mengkaji fenomena seperti mitos, ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya.
Disamping itu, strukturalisme memandang beberapa dokumen sebagai obyek fisik aktual atau tersusun secara konkrit, sebagai “teks”, fenomena teoritis yang dihasilkan oleh definisi-definisi dan operasi-operasi teoritis (Foucoult, 1973: 47).
Sumandiyo Hadi dalam bukunya yang berjudul Kajian Tari Teks dan Konteks menyatakan bahwa kajian tekstual artinya fenomena tari dipandang sebagai bentuk fisik (teks) yang relatif berdiri sendiri, yang dapat dibaca, ditelaah atau dianalisis secara tekstual atau “men-teks” sesuai dengan konsep pemahamannya. Semata-mata tari merupakan bentuk atau struktur yang nampak
secara empirik dari luarnya saja atau surface struktur tidak harus mengaitkan dengan struktur dalamnya (deep structur). Adanya suatu kesamaan dalam menganalisa tari dan karawitan secara tekstual, maka berangkat dari pemahaman di atas, paradigma yang digunakan dalam menganalisis tekstual tari Saputangan antara lain: analisis komposisi, dan analisis penanda.
Dalam Penelitian nantinya peneliti lebih terfokus memakai teori yang dikemukakan oleh Sumandiyo Hadi untuk mendeskripsikan pola gerakan tari Saputangan dari satu pola gerakan ke pola gerakan berikutnya. Adanya suatu kesamaan dalam menganalisa tari Saputangan secara tekstual, maka berangkat dari pemahaman di atas, paradigma yang digunakan dalam menganalisis tekstual tari Saputangan adalah analisis komposisi yang akan mendeskripsikan bagaimana uraian mengenai beberapa elemen yang dimiliki tari Saputangan antara lain:
Penari, gerak, pola lantai, properti, busana, musik iringan, dan pendukung pertunjukan.
1.5.2.2 Teori Fungsionalisme
Untuk mengkaji fungsi sosio budayanya tari Saputangan dalam kebudayaan masyarakat Pesisir Sibolga maka peneliti menggunakan beberapa teori dari para pakar teori fungsionalisme. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara istitusi-institusi (pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi seperti negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahawa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya
By the definition here offered „function‟ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Dalam kaitannya dengan tari Saputangan pada upacara perkawinan adat Sibolga, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Minangkabau, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari saputangan dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Pesisir Sibolga.
Teori fungsionalisme dalam ilmu antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Lahir di Cracow, Polandia, sebagai putra keluarga bangsawan Polandia. Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep fungsionalisme. Radcliffe-Brown mengatakan, bahwa berbagai aspek