• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN FUNGSI PANTUN PULANG- MEMULANGKAN PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU SAMBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR DAN FUNGSI PANTUN PULANG- MEMULANGKAN PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU SAMBAS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN FUNGSI PANTUN

PULANG-MEMULANGKAN PADA UPACARA PERKAWINAN

MASYARAKAT MELAYU SAMBAS

Hambali, Chairil Effendy, Ahadi Sulissusiawan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untan, Pontianak e-mail: usuham@yahoo.co.id

Abstrak: Struktur dan Fungsi Pantun Pulang-Memulangkan pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Sambas. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur dan fungsi pantun. Menggunakan metode deskriptif dan penelitiannya kualitatif dengan pendekatan struktural. Berdasarkan hasil analisis data, maka dihasilkan simpulan berikut: 1) Suntingan teks pada lima upacara perkawinan 2) Terjemahan teks dengan penerjemahan bebas pada lima upacara perkawinan. 3) Rima yang terdapat adalah rima sempurna, tak sempurna, mutlak, terbuka, tertutup, aliterasi, asonansi, disonansi, awal, tengah, akhir, tegak, sejajar, bersilang, rangkai dan patah. 4) Pantun berdasarkan isinya berupa pantun bersukacita, berkasih-kasihan, jenaka, adat, agama dan nasihat. 5) Makna isi pantun mengarah pada nasihat berumah tangga. 6) Fungsi pantun berupa fungsi didaktif, estetis, moralitas, rekreatif dan relegius. 7) Pembelajaran pantun sesuai dengan bahan dan implementasi pembelajaran pantun.

Kata kunci: struktur, fungsi, pantun.

Abstract: Structure and Function Round-repatriate Poem on the Marriage Ceremony Sambas Malay Society. This study aims to describe the structure and function of the poem. Using qualitative research methods with descriptive and structural approach. Based on the analysis of data, it generated the following conclusions: 1) Edits text in five marriage ceremony 2) Translate the text with five free translation marriage ceremony. 3) accept that there is a perfect rhyme, not perfect, absolute, open, closed, alliteration, assonance, dissonance, beginning, middle, end, upright, parallel, crossed, and the chain broke. 4) based on the contents of the poem rhymes rejoice, courtship, witty, customs, religion and advice. 5) The meaning of the contents of the poem leads to marriage advice. 6) the function of rhyme form didaktif function, aesthetics, morality, recreation and relegius. 7) Learning rhymes in accordance with the learning materials and implementation rhymes.

(2)

ebudayaan sangat berkaitan dengan karya sastra yang terdapat di berbagai daerah Indonesia. Menurut Zulfahur Z.F. dkk. (1996:2) sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai aspek kehidupan sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia dan kebudayaan. Menurut Wahyu (2008:97) kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi suatu ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia seperti perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra berupa sastra lisan dan tulisan. Sastra lisan adalah sastra yang dituturkan dari mulut ke mulut. Sastra ini di antaranya berupa dongeng dan pantun. Kemudian sastra tulisan adalah sastra yang berupa tulisan dan penyampaiannya berupa tulisan. Sastra ini diantaranya berupa novel dan cerpen.

Penelitian dilakukan pada sastra lisan kebudayaan masyarakat Kabupaten Sambas berupa puisi lama yaitu pantun. Sastra ini disampaikan secara khas dan mengandung pesan yang bersifat relatif dan tidak lepas dari kebudayaan yang secara langsung berkaitan dan berperan dalam kehidupan suatu masyarakat. Pantun sampai sekarang masih digunakan untuk suatu tradisi, adat dan acara. Pada masyarakat Melayu Sambas masih berkembang sastra lisan berupa pantun yang biasa digunakan untuk hiburan, pendidikan, upacara perkawianan, dan acara keagamaan yang sesuai fungsinya masing-masing. Pantun pada upacara perkawinan masyarakat Sambas biasanya hanya dilaksanakan pada acara antar barang, meminang, pulang-memulangkan, dan majelis tarup.

Upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas pada umumnya dilaksanakan selama dua hari. Pada hari pertama disebut hari kecil atau hari

motong yang berisikan acara antar barang, makan besaprah dan pulang-memulangkan. Pada hari kedua disebut hari besar yang dilaksanakan berupa acara

makan besaprah, belarak, becacah, makan nasi damai dan majelis tarup. Namun, selama dua hari ini masih terdapat acara atau proses yang dilaksanakan baik dari pihak pengantin maupun masyarakat setempat.

Pulang-memulangkan merupakan bagian dari upacara perkawinan Melayu Sambas. Pulang-memulangkan atau biasa disebut mulang-memulangkan berupa penyerahan, pemulangan, dan pemindahan pengantin laki-laki kepada mempelai perempuan dan pengantin perempuan kepada mempelai laki-laki yang dimulai dari dirinya, kehidupannya, dan kebudayaannya. Pulang-memulangkan memiliki susunan acara yang dipandu oleh pembawa acara. Acara diawali dengan pembukaan dimulai oleh pembawa acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari tuan rumah atau yang mewakili. Sambutan selesai, maka dilanjutkan dengan penyerahan pengantin laki-laki dan dilanjutkan dengan penerimaan dari mempelai pengantin perempuan sekaligus penyerahan pengantin perempuan. Penyerahan kedua mempelai telah selesai maka diisi dengan tausiyah dari tokoh adat atau tokoh agama sebagai nasihat dalam berumah tangga. Selanjutnya pengantin melakukan salam takzim atau salam sujud dan dilanjutkan doa sebagai penutup.

Penelitan dilakukan pada pantun pulang-memulangkan. Hal ini dikarenakan pantun itu terdapat penyampaian nasihat dan ajaran dalam berkeluarga atau berumah tangga serta untuk menghibur acara saat pelaksanaan. Ketertarikan meneliti struktur dan fungsi pantun pulang-memulangkan pada

K

(3)

upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas dikarenakan pantun pulang-memulangkan merupakan bagian kebudayaan masyarakat Melayu Sambas yang belum banyak diimplementasikan dalam upacara perkawinan sehingga perlu dilestarikan dan dijaga agar tidak hilang dipengaruhi perkembangan zaman. pantun pulang-memulangkan sebagai hiburan yang di dalamnya merupakan sarana untuk menyampaikan ajaran atau pesan kepada pengantin dan pihak keluarga yang bersifat moral, agama, kebudayaan dan sosial yang disampaikan secara tidak langsung dan halus sehingga pendengar tidak mudah tersinggung dan berperan untuk kehidupan pengantin nantinya dalam berkeluarga dan bermasyarakat.

Banyaknya daerah yang ada di Kabupaten Sambas membuat penulis perlu memilih satu daerah untuk dijadikan lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Tebas. Beberapa alasan meneliti di Kecamatan Tebas, yaitu daerah yang masih memiliki sastra daerah lisan berupa pantun dan menggunakan pantun dalam upacara perkawinan khususnya pulang-memulangkan. Kecamatan Tebas merupakan kecamatan yang mayoritas masyarakat Melayu Sambas sehingga pantun masih digunakan meskipun tidak secara keseluruahan sehingga masih terdapat penutur atau pengguna pantun untuk dapat dilakukan penelitian lanjutan. Berdasarkan luas dan banyaknya desa di Kecamatan Tebas. Maka, penulis fokus pada lima pelaksanaan pulang-memulangkan dengan beberapa daerah atau desa yang ada di Kecamatan Tebas, namun untuk desa yang diteliti adalah Desa Sungai Kelambu, Tebas Sungai dan Pusaka.

Pantun pulang-memulangkan masyarakat Melayu Sambas dapat dijadikan sebagai bahan ajar tambahan yang memiliki fungsi budaya yang bermanfaat bagi siswa di sekolah. Proses belajar mengajar pada pantun dapat dilakukan dengan cara menyesuaikan materi yang akan diajarkan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam pengajaran pantun yaitu pada kelas VII semester satu pada standar kompetensi menulis pada nomor delapan tentang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng dengan kompetensi dasar nomor delapan titik satu yaitu menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun.

Dikaitkan dengan penelitian sebelumnya tentang pantun mulang-memulangkan di Kabupaten Sambas. Pantun ini sepengetahuan penulis belum pernah diteliti namun, untuk penelitian selain pantun pulang-memulangkan pernah diteliti oleh mahasiswa prodi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan yaitu Sri Wahyuni pada tahun 2006 dengan judul penelitiannya Struktur dan Fungsi Pantun

Religi Masyarakat Melayu Sambas di Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas.

Terdapat persamaan dan perbedaan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan Sri Wahyuni dan penulis sekarang. Adapun persamaannya dalam penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti rima, makna pantun, fungsi pantun dan pembelajaran pantun. Perbedaan penelitian sebelumnya dari penelitian sekarang yaitu penelitian sebelumnya meneliti jumlah suku kata dan jumlah bait dalam pantun, sedangkan penelitian sekarang meneliti penyuntingan teks, penerjemahan bahasa pada pantun dan pantun berdasarkan isinya.

Pantun mengandung banyak arti menurut beberapa pendapat. Pantun dapat diartikan sebagai, ibarat, umpama atau laksana (Nursisto, 2000:11). Pantun adalah

(4)

adalah bentuk puisi Indonesia, tiap bait biasanya terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan kedua merupakan sampiran saja dan baris ketiga dan keempat berupa isi. ( Laelasari dan Nurlailah, 2008: 173). Pantun adalah puisi anak negeri bangsa rumpun Melayu (Rizal, 2010:9). Pantun sebagai puisi lama yang bersifat menghibur, mendidik, mengandung nilai keagamaan dan pesan-pesan moral.

Pantun memiliki ciri-ciri atau persyaratan tertentu. Menurut siswantoro (2000:11) persyaratan pantun itu tiap bait terdiri dari atas empat baris, tiap baris terdiri dari atas delapan sampai dua belas kata, sajaknya berumus a-b-a-b dan kedua baris pertama merupakan sampiran dan kedua baris terakhir adalah isi. Menurut Rizal (2010:28) pantun memiliki ciri atau syarat berupa rumus sajaknya a-b-a-b, mempunyai sampiran, isinya terdapat pada baris ketiga dan keempat, tiap baris pantun dapat berdiri sendiri dan hasil kesusastraan asli negeri.

Pantun memiliki sampiran pada baris pertama dan kedua dan isi pada baris ketiga dan keempat. Menurut Zulfahnur Z.F. dkk. (1996:92) bagian sampiran pada baris pertama dan baris kedua tidak mengandung maksud. Sampiran umumnya lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan cermin dari apa yang tersimpul dalam isi pantun. Pada dua baris yang penghabisan itulah yang merupakan bagian isi yang mengandung maksud. Menurut Djajadiningrat dalam Nursisto (2000:16) bahwa ada hubungan antara sampiran dan isi dari sebuah pantun dan hubungan itu dinamakan rantai sakti. Menurut Wilkinson dalam Nursisto (2000:17) Hubungan antara sampiran dan isi bukanlah hubungan arti, melainkan hubungan bunyi terutama saran bunyi. Hal ini juga sependapat menurut Jayadiningrat dalam Nursisto (2000:17) bahwa hubungan sampiran itu tidak dalam hubungan arti melainkan hubungan saran bunyi.

Menurut Nursisto (2000:12) berdasarkan isinya pantun dibagi atas pantun anak-anak, pantun muda, dan pantun tua. Pantun anak berupa pantun bersuka cita dan berduka cita, sedangkan pantun muda berupa pantun nasib atau pantun dagang, pantun perhubungan, pantun jenaka dan pantun teka-teki dan yang kemudian pantun tua yang berupa pantun adat, agama dan nasehat.

Menurut Siswantoro (2010:130) rima, berasal dari bahasa Inggris Ryme, yang padanannya dalam bahasa Indonesia sajak, merupakan perulangan bunyi yang sama, yang biasanya terletak di akhir baris. Menurut Rizal (2010:19) rima adalah perulangan bunyi yang sama seperti kata sakit dan rakit, renang dan

senang, ke hulu dan dahulu, tepian dan kemudian yang memberi kesan yang sama

sekaligus membentuk irama bila dibaca. Menurut Atmazaki (1993:80) rima adalah perulangan bunyi akhir kata. Bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat di akhir baris, tetapi kadang-kadang juga terdapat di awal atau tengah baris.

Pantun memiliki beberapa jenis rima. Menurut Rizal (2010: 21−27) ada dua macam rima yaitu rima berdasarkan bunyi dan berdasarkan letak kata-kata dalam baris. Rima berdasarkan bunyi terbagi atas rima sempurna, rima tak sempurna, rima mutlak, rima terbuka, rima tertutup, rima aliterasi, rima asnonansi dan rima disonansi. Rima berdasarkan letak kata-kata dalam baris terbagi atas rima awal, rima tengah, rima akhir, rima tegak, rima sejajar, rima berpeluk (rima

(5)

paut), rima bersilang (rima salib), rima rangkai, rima kembar, rima patah dan rima rupa.

Membahas tentang fungsi pantun itu tidak terlepas dari fungsi sastra. Hal ini dikarenakan pantun merupakan bagian dari sastra. Fungsi sastra menurut Poe dalam Wellek dan Warren (1995:25) adalah berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Fungsi sastra menurut Sadikin (2011:6−7) mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi didaktif, fungsi estetis, fungsi moralitas, fungsi rekreatif dan fungsi religious.

Penyuntingan teks dilakukan dengan transkripsi dan memiliki pedoman penyuntingan. Transkripsi adalah salinan wawancara dalam pita surat ke dalam ketikan di atas kertas (Moleong, 1991:151). Menurut Syam (2010: 93) transkripsi adalah proses penyalinan teks yang diperoleh secara lisan dari proses perekaman atau penuturan ke dalam bentuk tulisan. Jadi, pelaksanaan transkripsi adalah berupa penyalinan perekaman kebentuk tulisan. Transkripsi dapat diartikan dengan pengalihan tuturan (yg berujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan.

Penyuntingan teks memiliki pedoman dalam pelaksanaannya. Menurut Effendy (1997:417-419) pedoman penyuntingan teks berupa ejaan yang digunakan dan tanda-tanda dalam penyuntingan. Ejaan yang digunakan dalam pedoman penyuntingan adalah ejaan yang disempurnakan. Hal ini dilakukan karena penyuntingan dilakukan terhadap bahasa Melayu Sambas yang belum tersedia tata bahasa dan aturannya. Penerapan ejaan bahasa Melayu Sambas tidak ada kendala terhadap ejaan bahasa Indonesia. Namun perlu penyesuaian bahasa teks yaitu penggunaan bunyi glotal hambat // seperti kata “bapak” menjadi /bapa/. Penggunaan bunyi // seperti kata “ekor” menjadi /kor/. Tanda-tanda dalam penyuntingan digunakan untuk mempermudah pembaca memahami suntingan teks. Adapun penggunaan tanda suntingan yaitu 1) [ ] perbaikan dengan catatan, 2) < > ditambahkan pada bacaan, 3) / / sebaiknya tidak dibaca, 4) ( ) bacaan rusak/ rekaman tidak jelas

Penerjemahan dalam bahasa Inggris yaitu translation. Penerjemahan menurut Machali (2000:5) adalah upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran atau makna yang dimaksudkan pengarang. Menurut Syam (2010:95) penerjemahan dilakukan dari bahasa sumber ke dalam bahasa target atau bahasa sasaran.

Seorang penerjemah harus memperhatikan hal-hal penting dalam penerjemahan. Menurut Newmark (dalam Hatono 2005: 13-18) hal-hal tersebut adalah kualitas teks yang baik dan buruk, terjemahan adalah untuk pembaca, kealamiahan terjemahan, kaidah frekuensi, pentingnya kebenaran, praprase, jargon, banyak sedikitnya pilihan, terjemahan ideal dan panguasaan bahasa sendiri diutamakan.

Terjemahan yang baik hendaklah memperhatikan unsur-unsur dalam penerjemahan. Menurut Fuller (dalam Hartono 2005: 18-20) unsur-unsur tersebut adalah makna, bentuk, idiom, nuansa, gaya dan kejelasan, lingustik, budaya, jargon, kesederhanaan dan pengutamaan bahasa ibu. Selain itu hasil terjemahan juga harus mempertimbangkan sasaran atau pembaca. Menurut Hartono (2005: 21) setiadaknya ada empat kelaompok yang menjadi sasaran terjemahan. Adapun sasaran tersebut adalah pembaca yang tidak tahu sama sekali tentang bahasa teks

(6)

aslinya, mahasiswa yang sedang mempelajari bahasa sumber, pembaca yang memahami bahasa sumbernya dimasa lalu dan sarjana yang masih memahami bahasa sumbernya.

Untuk melakukan penerjemahan bahasa kita memerlukan model atau metode penerjemahan. Menurut Syam (2010:95-96) bentuk atau model terjemahan yakni terjemahan kata per kata, literal dan terjemahan bebas. Terjemahan kata per kata berupa penerjemahan menurut huruf, kata demi kata, berdasarkan arti leksikal. Terjemahan literal seperti terjemahan kata per kata hanya sudah dilengkapi penanda kebahasaaan oleh penerjemah. Terjemahan bebas adalah penerjemahan yang berproses dari penerjemahan kata per kata dan literal tetapi sudah dihubungkan dengan kontek yang melingkupi teks terjemahan. Metode dalam penerjemahan menurut Newmark (dalam Machali, 2000:49-55) berupa metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber perupa metode penerjemahan kata demi kata, penerjemahan harfiah, penerjemahan setia dan penerjemahan semantis. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran berupa metode adaptasi, penerjemahan bebas, penerjemahan idiomatik dan penerjemahan komunikatif. Adapun metode atau bentuk penerjemahan yang dilakukan adalah penerjemahan bebas. Penerjemahan ini digunakan karena dalam proses penerjemahan memerlukan penyesuaian kontek pelaksanaan pulang-memulangkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas struktur dan fungsi pantun pulang-memulangkan pada perkawianan masyarakat Melayu Sambas. Adapun tujuan khusu penelitian ini adalah 1) menyajikan teks suntingan pantun memulangkan, 2) menyajikan teks terjemahan pantun pulang-memulangkan, 3) memahami struktur pantun pulang-memulangkan melalui analisis isi, rima, dan makna, 4) memahami fungsi pantun pulang-memulangkan 5) menyediakan bahan implementasi pembelajaran pantun pulang-memulangkan untuk peserta didik.

METODE

Metode berarti cara yang dipergunakan seseorang peneliti dalam usaha memecahkan masalah yang diteliti (Siswantoro, 2010:55). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, metode deskriptif. Digunakannya metode deskriptif karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata bukan angka-angka dengan sajian apa adanya tanpa ada perlakukan terhadap objek yang ditelit. Menurut Saebani (2008:89) metode penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam. Untuk memecahkan masalah secara efektif dan sistematis memang sangat diperlukan penggunaan suatu metode. Penggunaan metode sebagai jalan untuk menuju tujuan yang diharapkan dalam memecahkan suatu masalah.

Bentuk penelitian ini menggunakan bentuk kualitatif. Bentuk kualitatif digunakan karena penelitiannya berupa interprestasi, tidak menggunakan angka-angka perhitungan melainkan, pemahaman dan analisis data yang berupa uraian kata dan kalimat yang lebih mementingkan atau mengutamakan memahami masalah pantun yang diteliti. Menurut Saebani (2008: 89) penelitian kualitatif

(7)

yaitu metode yang digunakan tidak mengacu pada rumus-rumus statistika dan angka-angka. Penetapan keputusan dan penyimpulan, melainkan hanya mengandalkan logika dan kelurusan penalaran teoretis dengan realitas yang telah ditangkap tanpa ada upaya generalisasi.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Menurut Ratna (2009:88−890) Structura berasal dari bahasa latin yang berarti bentuk atau bangunan. Struktur berfungsi untuk membongkar unsur yang tersembunyi yang berada di baliknya. Struktur berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, disatu pihak antarhubungan dengan unsur yang satu dan yang lain, di pihak lain hubungannya antara unsur dengan totalitasnya. Pendekatan struktural dilakukan uantuk menganalisis masalah yang terdapat pada pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas.

Data penelitian ini adalah semua kutipan yang berkaitan dengan struktur dan fungsi pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas. Adapun jumlah data pantun pulang-memulangkan yang diteliti sebanyak 90 pantun.

Sumber data penelitian ini adalah penutur pantun atau masyarakat pemilik pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas. Penutur pantun pulang-memulangkan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang.

Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik pengamatan langsung dan tak langsung. Teknik pengamatan tak langsung dilakukan berupa perekaman menggunakan video yang digunakan untuk mendokumentasikan pantun dan memudahkan peneliti untuk mentranskripkan dan menerjemahkan pantun yang dituturkan. Teknik langsung berupa wawancara yang dilakukan di luar upacara perkawinan atau di lapangan yang dilaksanakan dengan cara berkomunikasi langsung dengan penutur untuk menggali informasi lebih lanjut tentang data yang diperlukan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara baku dengan bentuk wawancara terstruktur.

Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan wawancara dan video perekam. Selanjutnya, peneliti merupakan instumen utama yang merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan sebagai pelapor hasil penelitian. Perekaman dilakukan agar penginventarisan data dapat digunakan untuk penelitian, menjaga keutuhan dan keaslian sastra (pantun), dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Selain perekaman juga diperlukan daftar pertanyaan dalam wawancara yaitu untuk melengkapi data dalam penelitan yang dilakukan. Untuk dafar pertanyan terlampir pada bagian wawancara.

Teknik pengecekan keabsahan data berfungsi untuk menguji valid dan realibitas data yang diperoleh dalam penelitian. Teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data adalah teknik ketekunan pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, diskusi teman sejawat, dan triangulasi.

Ketekunan pengamatan dilakukan dalam penelitian pantun pulang-memulangkan. Ketekunan dilakukan agar penelitian yang dilakukan dapat diteliti dengan rinci dan baik.

(8)

Perpanjangan keikutsertaan adalah berkatian dengan waktu penulis melakukan penelitian. Adapun penelitian mulai dilakukan sejak November 2011 sampai dengan Juni 2013. Penelitian dilakukan karena ketertariakan penulis untuk meneliti pantun pulang-memulangkan mesikpun pada dasarnya penelitian ini belum diajukan sebagai judul penelitan. Sehingga dengan adanya ketertarikan itu, penulis sudah menyiapkan penelitan ini terlebih dahulu untuk diajukan sebagai penelitan di bidang sastra khususnya untuk keperluan skripsi. Pengajuan dilakukan dan ternyata diterima pada September 2012 maka penelitianpun dilanjutkan.

Diskusi teman sejawat memiliki beberapa maksud dalam pelaksanaannya. Menurut Moleong (1991: 179) pemeriksaan teman sejawat mengandung beberapa maksud sebagai satu di antara pengecekan keabsahan data, yaitu agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Diskusi teman sejawat dilakukan bersama tokoh budaya atau penutur pantun pulang-memulangkan yang berada di tempat penulis melakukan penelitian, dosen pembimbing dan mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Adapun dosen pemimbing yakni Bapak Prof. Dr. Chairil Effendy, MS. Dan Bapak Drs. Ahadi Sulissusiawan, M.Pd. Untuk mahasiswa yakni dengan saudari Eva Mareta dan Eviana.

Pemeriksaan data ini dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Moleong (1991:178) adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi di sini dimaksudkan agar dapat melakukan pengecekan sumber data penulis lakukan. Menurut Denzin dalam Moleong (1991:178) triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang yang memanfaatkan penggunaaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data. Analisis data ini adalah 1) menyunting teks pantun yang direkam, 2) menerjemahkan bahasa pada pantun, membaca teks secara intensif untuk memahami dan mengklasifikasikan masalah yang diteliti, 3) menganalisis data struktur pantun, 4) menganalisis data fungsi pantun dan 5) pembelajaran pantun terhadap peserta didik. Adapun interpretasi data dalam penelitian ini meliputi penyuntingan teks, penerjemahan teks, rima, pantun berdasarkan isi, makna pantun, fungsi pantun, pembelajaran pantun dan penarikan simpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk pendeskripsian struktur dan fungsi pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas. Penyajian suntingan teks pada lima upacara perkawian yang didalamnya terdapat 90 pantun pulang-memulangkan, penyajian penerjemahan teks pada lima upacara perkawinan yang didalamnya terdapat 90 pantun pantun pulang-memulangkan, rima berdasarkan bunyinya yang terdapat pada pantun seperti rima sempurna, tak sempurna, mutlak, tebuka, tertutup, aliterasi, asonansi dan disonansi. Kemudian rima berdasarkan letak kata yang terdapat pada pantun seperti rima awal, tengah, akhir, tegak, sejajar, bersilang, rangkai dan patah. Pantun berdasarkan isinya terdapat pantun kanak-kanak seperti pantun bersuka cita, pantun muda seperti

(9)

pantun berkasih-kasihan, pantun jenaka dan teka-teki, pantun tua seperti pantun adat, agama dan nasihat. Makna isi pantun pulang-memulankgan lebih banyak bermakna pada nasihat berumahtangga. Fungsi dalam sastra seperti fungsi edukatif, relegius, moralitas, estatis dan rekreatif terdapat semua dalam fungsi pantun dan fungsi terbanyak yakni edukatif. Pantun pulang-memulangkan masyarakat Melayu Sambas dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran disekolah, karena sesuai dengan aspek kurikulum, tujuan pembelajaran sastra, pemilihan bahan pembelajaran dan aspek keterbacaan sehingga dapat dibuat dalam perencanaan pembelajaran pada standar kemampaun menulis pada nomor delapan tentang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng. Kompetensi dasar nomor delapan titik satu yaitu menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun.

Pembahasan

Pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas terdapat 90 pantun dengan penyajian teks suntingan dan penerjemahan teks. Suntingan dan penerjemahan teks dilakukan pada lima upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas pada tiga desa di Kecamatan Tebas. Adapun tiga desa tersebut adalah Sungai Kelambu, Tebas Sungai, dan Pusaka. Desa Sungai Kelambu pada pelaksanaan upacara perkawinan Agung Mardiansyah dengan Nurahliza dan upacara perkawinan Dewi Pika Endang Triana dengan Andri. Desa Tebas Sungai pada pelaksanaan upacara perkawinan Kussuhardi dengan Riskia. Desa Pusaka pada pelaksanaan upacara perkawinan Iswandi dengan Nining Sumarni dan upacara perkawinan Nurjannah dengan Lukman.

Pantun pulang-memulangkan memiliki rima berdasarkan isinya dan berdasarkan letak kata-kata dalam baris. Rima berdasarkan bunyinya terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan. Adapun rimanya seperti rima sempurna, tak sempurna, mutlak, tebuka, tertutup, aliterasi, asonansi dan disonansi. Rima sempurna terdapat pada 71 pantun pulang-memulangkan, rima tak sempurna terdapat pada 47 pantun pulang-memulangkan, rima mutlak terdapat pada 5 pantun pulang-memulangkan, rima terbuka terdapat pada 56 pantun memulangkan, rima tertutup terdapat pada 69 pantun pulang-memulangkan, rima aliterasi terdapat pada 60 pantun pulang-pulang-memulangkan, rima asonansi terdapat pada 33 pantun pulang-memulangkan dan rima disonansi terdapat pada 47 pantun pulang-memulangkan. Untuk rima yang paling banyak digunakan pada pantun pulang-memulangkan adalah rima sempurna. Untuk rima berdasarkan letak kata-kata dalam baris tidak terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan. Rima yang terdapat seperti rima awal, tengah, akhir, tegak, sejajar, bersilang, rangkai dan patah. Rima awal terdapat pada 27 pantun pulang-memulangkan, rima tengah terdapat pada 54 pantun pulang-pulang-memulangkan, rima akhir terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan, rima tegak terdapat pada 34 pantun memulangkan, rima sejajar terdapat pada 34 pantun pulang-memulangkan, rima bersilang terdapat pada 61 pantun pulang-pulang-memulangkan, rima rangkai terdapat pada 12 pantun pulang-memulangkan dan rima patah terdapat

(10)

pada 13 pantun pulang-memulangkan. Untuk rima yang paling banyak digunakan adalah akhir dan tegak. Untuk rima berdasarkan letak kata-kata dalam baris yang tidak terdapat pada pantun pulang-memulangkan adalah rima berpeluk, kembar dan rupa.

Pantun berdasarkan isinya yaitu pantun kanak-kanak, pantun muda dan pantun tua. Pantun kanak-kanak yang terdapat pada pantun pulang-memulangkan yaitu pantun bersuka cita dan yang tidak terdapat yaitu pantun berdukacita. Pantun bersuka cita terdapat pada 9 pantun pulang-memulangkan.

Pantun muda terdiri dari pantun perhubungan, jenaka dan teka-teki. Pantun perhubungan yang terdapat pada pantun pulang-memulangkan yaitu pantun berkasih-kasihan. Pantun ini terdapat pada 8 pantun pulang-memulangkan. Kemudian, pantun perhubungan yang tidak terdapat pada pantun pulang-memulangkan yaitu pantun perkenalan, perceraian dan beriba hati. Pantun jenaka terdapat pada 11 pantun pulang-memulangkan dan pantun teka-teki tidak terdapat pada pantun pulang-memulangkan. Pantun muda yang banyak digunakan pada pulang-memulangkan adalah pantun jenaka.

Pantun tua terdiri dari pantun adat, agama dan nasihat. Pantun adat terdapat pada 23 pantun pulang-memulangkan. Kemudian pantun agama terdapat pada 26 pantun pulang-memulangkan dan pantun nasihat terdapat pada 33 pantun memulangkan. Pantun tua yang banyaj digunakan pada pulang-memulangkan adalah pantun nasihat.

Pantun pulang-memulangkan memiliki beragam makna isi. Makna pantun berupa keserasian pasangan, nasihat berkeluarga, nasihat beragama, adat pulang-memulangkan, takdir, doa, permohonan maaf, ucapan terima kasih, gurauan dan kegembiraan. Makna isi pantun pulang-mememulangkan lebih banyak bermakna pada nasihat berkeluarga.

Pantun pulang-memulangkan memiliki fungsi sastra yang terdiri dari fungsi edukatif, relegius, moralitas, estatis dan rekreatif. Fungsi edukatif terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan, fungsi relegius terdapat pada 26 pantun memulangkan, fungsi moralitas terdapat pada 33 pantun pulang-memulangkan, fungsi estetis pada dua pantun pulang-memulangkan dan fungsi rekreatif pada 11 pantun pulang-memulangkan. Fungsi sastra dalam pantun pulang-memulangkan banyak terdapat pada fungsi edukatif.

Pantun pulang-memulangkan masyarakat Melayu Sambas dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran disekolah. Hal ini dikarenakan sesuai dengan aspek kurikulum, tujuan pembelajaran sastra, pemilihan bahan pembelajaran dan aspek keterbacaan sehingga dapat dibuat implementasi dalam perencanaan pembelajaran.

Aspek kurikulum dapat dilakukan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sesuai dengan kurikulum ini, pantun pulang-memulangkan sebagai bahan ajarnya dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah menengah pertama (SMP).

Aspek tujuan pembelajaran pantun pulang-memulangkan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra yakni dapat mengajarkan akhlak siswa menjadi lebih baik, pembentukan watak dan persiapan masa depan dikarenakan pada pantun tersebut terdapat nasihat moral dan agama serta pengenalan masa depan

(11)

tentang pernikahan, namun yang berkaitan pernikahan tidak sepenuhnya didalami hanya sekadar pengenalan. Penguasaan bahasa dan sastra dapat terlaksana saat siswa belajar menggunakan bahasa dalam membuat dan menyampaikan pantun. Untuk kearifan lokal dan pengetahuan budaya yakni siswa dapat menganal bahwa pantun pulang-memulangkan adalah sastra yang merupakan dari kearifan lokal atau budaya dari masyarakat Melayu Sambas. Mempertajam perasan, penalaran, daya khayal, kecerdasan interlektual, mengembangkan kecerdasan emosional dan mengembangkan cipta dan rasa terlaksana dengan siswa membuat pantun.

Aspek pemilihan bahan pembelajaran terdapat kriteria yang harus diperhatikan yaitu: bahasa, psikologi, dan latar belakang budaya siswa. Bahasa yang digunakan dalam pantun pulang-memulangkan tidak menyulitkan siswa karena kosa kata dan tata bahasa yang digunakan dalam pantun berada di lingkungan masyarakat Melayu Sambas. Kosa kata dan gaya bahasa yang digunakan penutur pantun dapat dicerna dengan mudah oleh siswa. Pantun pulang-memulangkan cocok untuk dikenalkan pada siswa karena berdasarkan psikologi siswa sudah bisa memahami isi pantun namun untuk pantun yang dikenalkan lebih mengarah pada pantun nasihat, adat, jenaka tanpa pornografi, moral dan agama. Pantun ini memiliki latar belakang budaya yang erat hubungannya dengan lingkungan siswa karena budaya ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa hal ini dikarenakan di tempat mereka pasti pernah ditemukan acara pulang-memulangkan.

Aspek keterbacaan dapat dibaca untuk semua kalangan namun tahap sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sekadar mengenalkan dan bukan pendalaman. Bahasa dan isi wacana mudah dicerna oleh para siswa tingkat SMP. Kemudian pantun berisikan nasihat, jenaka tanpa unsur pornografi, adat, agama dan moral meskipun lebih mengarah kepada pengantin namun hal dapat diarahkan pada pengenalan pantun dan kebudayaan pernikahan sehingga siswa mengetahui kebudayaan yang berada dilingkungannya.

Implementasi rencana pembelajaran pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas dilakukan berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih mengarah pada pengajaran sastra disamping pembelajaran bahasa. Implementasi dilakukan dengan silabus dan pada standar kemampaun menulis pada nomor delapan tentang SMP/MTs kelas VII dengan standar kompetensi mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng. Kompetensi dasar nomor delapan titik satu yaitu menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pantun pulang-memulangkan pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas terdapat 90 pantun dengan penyajian suntingan teks dan penerjemahan suntingan teks pada lima upacara perkawinan. Suntingan teks dilakukan pada lima upacara perkawinan masyarakat Melayu Sambas pada tiga desa di Kecamatan Tebas. Rima dalam pantun dapat ditinjau dari dua segi yaitu

(12)

berdasarkan bunyi dan berdasarkan letak kata-kata dalam baris. Untuk rima berdasarkan bunyinya terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan. Namun, untuk rima yang paling banyak digunakan adalah rima sempurna. Untuk rima berdasarkan letak kata-kata dalam baris tidak terdapat pada semua pantun pulang-memulangkan. Adapun rima itu seperti rima berpeluk, kembar dan rupa. Namun, untuk rima yang paling banyak digunakan adalah rima bersilang. Pantun berdasarkan isinya berupa pantun kanak-kanak, pantun muda dan pantun tua. Pantun kanak-kanak menggunakan pantun bersuka cita. Pantun muda pada pantun berkasih-kasihan dan pantun jenaka. Pantun tua terdapat pada semua pantun. Pantun pulang-memulangkan masyarakat Melayu Sambas memiliki ragam makna yang disampaikan oleh penutur pantun. Pantun disampaikan lebih bermakna untuk menasihatkan dalam berumahtangga. Pantun pulang-memulangkan memiliki semua fungsi dalam sastra seperti fungsi edukatif, relegius, moralitas, estatis dan rekreatif. Di antara semua fungsi tersebut bahwa dalam pantun pulang-memulangkan banyak mengandung fungsi edukatif. Bahan pembelajaran disekolah, karena sesuai dengan aspek kurikulum, tujuan pembelajaran sastra, pemilihan bahan pembelajaran dan aspek keterbacaan sehingga dapat dibuat dalam perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran pada standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam pengajaran pantun yaitu pada kelas VII semester satu. Standar kemampaun menulis pada nomor delapan tentang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng. Kompetensi dasar nomor delapan titik satu yaitu menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun.

Saran

Hasil penelitian ini disarankan untuk digunakan oleh guru Bahasa dan Sastra Indonesia di Kabupaten Sambas dalam mengajarkan apresiasi sastra pada jenjang SMP/MTs pada kelas VII semester satu pada standar kompetensi menulis pada nomor delapan tentang mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng dengan kompetensi dasar nomor delapan titik satu yaitu menulis pantun yang sesuai dengan syarat-syarat pantun. Sekaligus sebagai bahan ajar tambahan untuk memperkenalkan adat istiadat masyarakat Melayu Sambas. Bagi calon peneliti diharapkan dapat melakukan penelitian tentang adat atau budaya masyarakat Sambas atau Kalimantan Barat. Untuk di Kabupaten Sambas dapat meneliti tetang pantang larang masyarakat Melayu Sambas. Kemudian diharapkan adanya kerjasama pihak kampus untuk menerbitkan hasil penelitian mahasiswa atau dosen tentang adat budaya dan sastra daerah khususnya masyarakat Kalimantan Barat, agar dapat diketahui secara luas oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. 1993. Analisis Sajak Teori, Metode, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa. Effendy, Chairil. 1997. Raje Nalam: Suntingan Teks, Terjemahan, disertai

(13)

Hartono. 2005. Belajar Menerjemahkan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Laelasari dan Nurlailah. 2008. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo. Moleong, L. J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nursisto. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakata: Pustaka Belajar.

Rizal, Yose. 2010. Pantun Jenaka Kumpulan Anak Negeri. Bandung: Pustaka Setia.

Sadikin, Mustofa. 2011. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta Timur; Gudang Ilmu. Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia. Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sugihastuti. 2009. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syam, Christanto. 2010. Pengantar Ke Arah Studi Sastra Daerah. FKIP Untan. Wahyuningsih, Sri. 2006. “Struktur dan Fungsi Pantun Relegius Masyarakat

Melayu Sambas di Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas”. Rancangan Penelitian. Pontianak: FKIP Untan.

Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Zulfahur Z. F. dkk. 1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

Zulfahur Z. F. dkk. 1996. Apresiasi Puisi. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Bentuk Tari Zahifa Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Arab Di Kota Medan meliputi: (1) fungsi tari, (2) bentuk

Melebih-Iebihkan (hyperbole).. Eufemisme Tipe dan Makna FiguratifPada Upacara Perkawinan adat Melayu Langkat Ungkapan figuratif adalah cara berkomunikasi dengan mengunakan

Masalahnya adalah : (1) bagaimanakah fungsi logis direalisasikan pada pantun Melayu Deli dan Serdang, (2) pola fungsi logis apakah yang digunakan dalam konteks sosial

Hasil analisis data menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam mantra pengobatan terdiri atas bahasa Melayu Sambas, Indonesia, dan Arab, kata konkret ditemukan diseluruh

Makna dalam mitos masyarakat Melayu Sambas dapat dilihat melalui fenomena yang dialami dari aktivitas yang telah dilakukan dan berhubungan dengan lingkungan alam

Judul skripsi ini adalah ―Struktur Upacara Perkawinan Masyarakat Tionghoa Suku Hakka di Kota Medan‖.. Skripsi ini menganalisis struktur upacara perkawinan masyarakat

Adat pinang pulang ke tampuk, Adat sireh pulang ke gagang. Berdasarkan pantun di atas, ianya jelas menggambarkan tentang adat perkahwinan yang diamalkan oleh