• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesantunan Bahasa Dalam Pantun Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kesantunan Bahasa Dalam Pantun Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN BAHASA DALAM PANTUN MERISIK PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU : SUATU KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : NURRAHMADANI SHAHPITRI

NIM : 090702004

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KESANTUNAN BAHASA DALAM PANTUN MERISIK PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU : SUATU KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : NURRAHMADANI SHAHPITRI NIM : 090702004

Diketahui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rozanna Mulyani, M.A. Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum. NIP. 19600609 198612 2001 NIP. 19590717 198702 1004

Disetujui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua,

(3)

PENGESAHAN Diterima oleh :

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara guna melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari / tanggal : ……….

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. ………

2. Dra. Herlina Ginting, M.Hum . ………

3. Dr. Rozanna Mulyani, M.A. ………

4. Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum. ………

(4)

Disetujui oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN 2013

Departemen Sastra Daerah Ketua,

(5)

ABSTRAK

Judul Skripsi ini adalah : Kesantunan Bahasa Dalam Pantun Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang : skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pantun Melayu, dan kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan skala kesantunan yang terdapat pada pantun Melayu, dan kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Manfaatnya secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah analisis yang menggunakan teori pragmatik dengan data pantun Melayu. Secara pragmatis penelitian ini akan bermanfaat untuk melestarikan pantun Melayu, dan untuk menggalakkan penelitian pantun Melayu agar dapat dikenalkan sebagai salah satu bentuk tradisi lisan Melayu.

Tulisan ini menggunakan teori skala kesantunan Leech : Pertama, jika dalam percakapan lebih banyak merugikan penutur daripada mitra tutur maka akan lebih santunlah percakapan itu. Kedua, jika dalam percakapan lebih banyak pilihan untuk mitra tutur maka akan lebih santunlah percakapan itu. Ketiga, jika penutur ingin penyampaian maksud maka harus disampaikan secara tidak langsung itu dianggap lebih sopan. Keempat, jika semakin jauh jarak sosial/status sosial maka akan semakin santunlah percakapan itu. Kelima, jika semakin dekat hubungan kekerabatan antara penutur dengan mitra tutur maka akan semakin santunlah percakapan itu.

(6)

ﻙﺮﺘﺴﺑﺍ

ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﺱﺎﻬﺑ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ

:

ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻝﻭﺩﻮﺟ

ﻥﻮﻓﺩﺍ

.

ﻚﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﻦﻴﺟﺎﻛ ﻮﺗﺍﻮﺳ

:

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ

ڠﻳ ﻪﻜﺟﺎﺳ ﺎﻓﺍ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ

:

ڠﺘﻨﺗ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻬﻠﺌﺴﻣﺮﻴﻓ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ ﻦﺘﻳءﺎﻛ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﺍﺩﺎﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ

ﺍﺩﺎﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ ڠﻳ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﻦﻜﺴﻠﺠﻨﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻥﺍﻮﺟﻮﺗ

ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ ﻦﺘﻳءﺎﻛ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ

ﺖﻓﺍﺩ ﻦﻜﻓﺍﺮﺣﺩ ﺲﻴﺘﻳﺭﻮﻴﺗ ﺍﺭﺎﭽﺳ ڽﺔﻌﻔﻨﻣ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﺎﺗﺍﺩ ﻦڠﺩ ﻚﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦﻛﺎﻧﻮڬڠﻣ ڠﻳ ﺲﻴﺴﻴﻟﺎﻧﺍ ﻪﻨﺻﺎﺧ ﻪﺒﻤﻨﻣ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦﻜﻳﺭﺎﺘﺴﻠﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﺔﻌﻔﻨﻣﺮﺑ ﻦﻛﺍ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﺲﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﺍﺭﺎﭽﺳ

.

ﻮﻳﻼﻣ

ﻱﺎڬﺎﺒﺳ ﻦﻜﻠﻨﻛﺩ ﺖﻓﺍﺩ ﺮڬﺍ ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻦﻜﻘﻟﺎڬڠﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﻦﺴﻴﻟ ﻲﺴﻳﺩﺍﺮﺗ ﻕﻮﺘﻨﺑ ﻮﺗﺎﺳ ﻪﻟﺎﺳ

ﻢﻟﺍﺩ ﻚﺟ ،ﻡﺎﺗﺮﻴﻓ

:

ﻪﭽﻴﻟ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦﻛﺎﻧﻮڬڠﻣ ﻦﻳﺍ ﻦﺴﻴﻟﻮﺗ

ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ ﺍﺩﺎﻔﻳﺭﺩ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﻦﻜﻴڬﻭﺮﻣ ﻖﭘﺎﺑ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ

ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻦﻬﻴﻠﻴﻓ ﻖﭘﺎﺑ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﻚﺟ ،ﺍﻭﺪﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ

ﻦﻴڠﻳﺍ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﻚﺟ ،ڬﻴﺘﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ

ﻪﻴﺒﻟ ﻒڬڠﺃﺩ ﺖﻳﺍ ڠﻮﺴڠﻟ ﻕﺪﻴﺗ ﺍﺭﺎﭽﺳ ﻦﻜﻳﺍﺎﻔﻤﺳﺩ ﺱﻭﺭﺎﻫ ﻚﻣ ﺩﻮﺼﻘﻣ ﻦﻳﺎﻔﻤﭙﻓ

ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﻝﺎﻴﺳﻮﺳ ﺱﻮﺗﺎﺘﺳ

/

ﻝﺎﻴﺳﻮﺳ ﻕﺭﺎﺟ ﻩﻭﺎﺟ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻚﺟ ،ﺖﻔﻣﺎﻛ

.

ﻦﻓﻮﺳ

ﻦﺘﺑﺍﺮﻜﻛ ﻦڠﻮﺑﻮﻫ ﺖﻛﺩ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻚﺟ ،ﻢﻴﻠﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ ﻦڠﺩ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ

ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻩﺍﻮﺒﺳ ﻦﻜﻴﺗﺭﺎڠﻣ ﻩﺩﻮﻣﺮﻴﻔﻤﻣ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻱﺭﺩ ﻞﻴﺻﺎﺣ

ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦڠﺩ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ ﺍﺩﺎﻓ ﺩﺍ ڠﻳ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻕﻮﺘﻨﺑ

ﺕﺍﻮﺒﻤﻣ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺎﻤﻴﻟ ﺲﺗﺍ ﻱﺮﻳﺩﺮﺗ ڠﻳ ،ﻪﭽﻴﻟ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah hirobbil’alamin segala puji bagi Allah SWT. Rasa syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas perlindungan-Nya serta tawakkal ditujukan kepada-Nya. Berkat taufiq dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan sebagai tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara. Sebagai bentuk pengabdian seorang hamba Allah Sang Khalik, shalawat teriring salam selalu disampaikan kepada Rasulullah yang merupakan seorang revolusioner Islam, yang menjadi tauladan hidup penulis sampai saat sekarang ini dan sampai akhir zaman nanti. Amin.

Di samping itu penulis juga menganggap skripsi ini sebagai suatu usaha untuk merealisasikan semua ilmu yang pernah penulis pelajari selama ini di bangku perkuliahan, dalam pembuatan skripsi ini. Penulis banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan informasi sangat berguna bagi pembuatan skripsi.

(8)

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, 2013 Penulis,

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tiada hentinya mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT , orang tua, dan juga teman penulis atas selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dan memberikan arahan, motivasi, bimbingan dan semangat maupun saran yang penulis terima dari semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan baik.

Melalui skripsi ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang juga turut memberi masukan dan saran kepada penulis.

4. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., selaku pembimbing I yang sudah meluangkan waktu, tenaga untuk memberikan pengertiannya serta arahan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

(10)

6. Bapak / ibu staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan mendidik penulis sejak berada di Departemen Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa kepada ayahanda dan ibunda tercinta Miswardi Tanjung dan Sumiati, yang tak pernah merasa lelah mendidik dan memberikan motivasi bagi penulis untuk belajar serta telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga, pikiran maupun limpahan kasih sayang serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya ini.

8. Adik-adik penulis, Andika Syawal Saputra, Siti Nurhaliza Shahpitri dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu menjadi penyemangat dan memberikan bantuannya kepada penulis selama ini.

9. Ibu, Irma wadiany Sinaga, SS, dan Om M.Khaidir Ar-Rozy Siagian, ST yang sudah banyak membantu penulis, baik materi maupun motivasi yang membangun penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Abang dan kakak senior, Mustaqim Tanjung, Surya Darma, Bobi Tarigan yang sudah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi.

11. Rekan-rekan stambuk 2009, Dewi Kusuma, Hotmida Sinaga, Satria Sinaga, Japatar Purba, Rayking Simaremare, dan lain-lain.

12. Teman di rumah sepupu penulis, Jasnia Warti, Julianti Siagian.

13. Seluruh keluarga besar yang ada di Gunung Pamela, Desa Buluh Duri dan di Medan, Tanjung Sari, yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….... i

KATA PENGANTAR ……… iii

UCAPAN TERIMAKASIH ……….... v

DAFTAR ISI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN ……….... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 7

1.3 Tujuan Penelitian ……… 7

1.4 Manfaat Penelitian …..………..… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..………….. 9

2.1 Kepustakaan yang Relevan………..……….. 9

2.2 Teori yang Digunakan ……… 10

BAB III METODE PENELTIAN ……… 14

3.1 Metode Dasar ……… 14

3.2 Metode Pengumpulan Data ……….... 14

3.2 Sumber Data ……….... 15

3.4 Metode Analisis Data ……… 15

BAB IV PEMBAHASAN ………... 17

(12)

4.1.1 Ketentuan Adat pada Masyarakat Melayu ……… 17

4.1.1.1 Adat Yang Sebenarnya Adat ……… 17

4.1.1.2 Adat yang Diadatkan ……… 19

4.1.1.3 Adat yang Teradat ……… 21

4.1.2 Merisik pada Masyarakat Melayu ……… 23

4.1.2.1 Merisik Berbisik ……… 23

4.1.2.2 Merisik Kecil ……… 25

4.1.2.3 Merisik Besar ……… 33

4.2 Skala kesantunan yang terdapat pada pantun Melayu ...………… 48

4.2.1 Cost-benefit Scale (Skala Kerugian dan Keuntungan) ...………….. 48

4.2.2 Optionality Scale (Skala Pilihan) ……….………... 48

4.2.3 Indirecness Scale (Skala Ketidaklangsungan) ………... 48

4.2.4 Authority Scale (Skala Keotoritasan) ...……….... 49

4.2.5 Social Scale (Skala Jarak Sosial) ...……….…...….... 49

4.3 Kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu ……….………... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 55

5.1 Kesimpulan ……… 55

5.2 Saran ……… 61

DAFTAR PUSTAKA ……… 62

(13)

ABSTRAK

Judul Skripsi ini adalah : Kesantunan Bahasa Dalam Pantun Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang : skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pantun Melayu, dan kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan skala kesantunan yang terdapat pada pantun Melayu, dan kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Manfaatnya secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah analisis yang menggunakan teori pragmatik dengan data pantun Melayu. Secara pragmatis penelitian ini akan bermanfaat untuk melestarikan pantun Melayu, dan untuk menggalakkan penelitian pantun Melayu agar dapat dikenalkan sebagai salah satu bentuk tradisi lisan Melayu.

Tulisan ini menggunakan teori skala kesantunan Leech : Pertama, jika dalam percakapan lebih banyak merugikan penutur daripada mitra tutur maka akan lebih santunlah percakapan itu. Kedua, jika dalam percakapan lebih banyak pilihan untuk mitra tutur maka akan lebih santunlah percakapan itu. Ketiga, jika penutur ingin penyampaian maksud maka harus disampaikan secara tidak langsung itu dianggap lebih sopan. Keempat, jika semakin jauh jarak sosial/status sosial maka akan semakin santunlah percakapan itu. Kelima, jika semakin dekat hubungan kekerabatan antara penutur dengan mitra tutur maka akan semakin santunlah percakapan itu.

(14)

ﻙﺮﺘﺴﺑﺍ

ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﺱﺎﻬﺑ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ

:

ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻲﺴﻔﻳﺮﻜﺳ ﻝﻭﺩﻮﺟ

ﻥﻮﻓﺩﺍ

.

ﻚﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﻦﻴﺟﺎﻛ ﻮﺗﺍﻮﺳ

:

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ

ڠﻳ ﻪﻜﺟﺎﺳ ﺎﻓﺍ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ

:

ڠﺘﻨﺗ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻬﻠﺌﺴﻣﺮﻴﻓ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ ﻦﺘﻳءﺎﻛ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﺍﺩﺎﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ

ﺍﺩﺎﻓ ﺖﻓﺍﺩﺮﺗ ڠﻳ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﻦﻜﺴﻠﺠﻨﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻪﻟﺍﺩﺍ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻥﺍﻮﺟﻮﺗ

ﺍﺩﺎﻓ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ ﻦﺘﻳءﺎﻛ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ

ﺖﻓﺍﺩ ﻦﻜﻓﺍﺮﺣﺩ ﺲﻴﺘﻳﺭﻮﻴﺗ ﺍﺭﺎﭽﺳ ڽﺔﻌﻔﻨﻣ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻦﻨﻳﻭﺎﻛﺮﻴﻓ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﺎﺗﺍﺩ ﻦڠﺩ ﻚﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦﻛﺎﻧﻮڬڠﻣ ڠﻳ ﺲﻴﺴﻴﻟﺎﻧﺍ ﻪﻨﺻﺎﺧ ﻪﺒﻤﻨﻣ

ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻦﻜﻳﺭﺎﺘﺴﻠﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﺔﻌﻔﻨﻣﺮﺑ ﻦﻛﺍ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﺲﻴﺗﺎﻤڬﺍﺮﻓ ﺍﺭﺎﭽﺳ

.

ﻮﻳﻼﻣ

ﻱﺎڬﺎﺒﺳ ﻦﻜﻠﻨﻛﺩ ﺖﻓﺍﺩ ﺮڬﺍ ﻮﻳﻼﻣ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻦﻜﻘﻟﺎڬڠﻣ ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻥﺍﺩ ،ﻮﻳﻼﻣ

.

ﻮﻳﻼﻣ ﻦﺴﻴﻟ ﻲﺴﻳﺩﺍﺮﺗ ﻕﻮﺘﻨﺑ ﻮﺗﺎﺳ ﻪﻟﺎﺳ

ﻢﻟﺍﺩ ﻚﺟ ،ﻡﺎﺗﺮﻴﻓ

:

ﻪﭽﻴﻟ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦﻛﺎﻧﻮڬڠﻣ ﻦﻳﺍ ﻦﺴﻴﻟﻮﺗ

ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ ﺍﺩﺎﻔﻳﺭﺩ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﻦﻜﻴڬﻭﺮﻣ ﻖﭘﺎﺑ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ

ﻕﻮﺘﻧﻭﺍ ﻦﻬﻴﻠﻴﻓ ﻖﭘﺎﺑ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻢﻟﺍﺩ ﻚﺟ ،ﺍﻭﺪﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ

ﻦﻴڠﻳﺍ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﻚﺟ ،ڬﻴﺘﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻪﻴﺒﻟ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ

ﻪﻴﺒﻟ ﻒڬڠﺃﺩ ﺖﻳﺍ ڠﻮﺴڠﻟ ﻕﺪﻴﺗ ﺍﺭﺎﭽﺳ ﻦﻜﻳﺍﺎﻔﻤﺳﺩ ﺱﻭﺭﺎﻫ ﻚﻣ ﺩﻮﺼﻘﻣ ﻦﻳﺎﻔﻤﭙﻓ

ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﻝﺎﻴﺳﻮﺳ ﺱﻮﺗﺎﺘﺳ

/

ﻝﺎﻴﺳﻮﺳ ﻕﺭﺎﺟ ﻩﻭﺎﺟ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻚﺟ ،ﺖﻔﻣﺎﻛ

.

ﻦﻓﻮﺳ

ﻦﺘﺑﺍﺮﻜﻛ ﻦڠﻮﺑﻮﻫ ﺖﻛﺩ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻚﺟ ،ﻢﻴﻠﻛ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ

.

ﺖﻳﺍ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻪﻠﻧﻮﺘﻨﺳ ﻦﻴﻛﺎﻤﺳ ﻦﻛﺍ ﻚﻣ ﺭﻮﺗﻮﺗ ﺍﺮﺘﻴﻣ ﻦڠﺩ ﺭﻮﺗﻮﻨﻴﻓ ﺍﺭﺎﺘﻧﺍ

ﻢﻟﺍﺩ ﻦﻔﻛﺎﭼﺮﻴﻓ ﻩﺍﻮﺒﺳ ﻦﻜﻴﺗﺭﺎڠﻣ ﻩﺩﻮﻣﺮﻴﻔﻤﻣ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻦﻳﺍ ﻥﺎﻴﺘﻴﻠﻨﻴﻓ ﻱﺭﺩ ﻞﻴﺻﺎﺣ

ﻱﺭﻮﻴﺗ ﻦڠﺩ ﺖﻳﺍﺎﻳ ﻮﻳﻼﻣ ﺖﻛﺭﺎﺸﻣ ﻚﻴﺴﻳﺮﻣ ﺍﺭﺎﭼﺎﻓﻭﺍ ﺍﺩﺎﻓ ﺩﺍ ڠﻳ ﻥﻮﺘﻨﻓ ﻕﻮﺘﻨﺑ

ﺕﺍﻮﺒﻤﻣ ﻦڠﺩ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ ﺎﻤﻴﻟ ﺲﺗﺍ ﻱﺮﻳﺩﺮﺗ ڠﻳ ،ﻪﭽﻴﻟ ﻦﻧﻮﺘﻨﺴﻛ ﻻﺎﻜﺳ

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak

hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku bangsa,

yang tersebar di seluruh penjuru tanah air Indonesia. Bangsa Indonesia adalah salah satu

negara di belahan bumi ini yang memiliki beragam kebudayaan, budaya itu muncul dari

masing-masing suku yang ada di setiap daerah Indonesia.

Yuscan (2007:2) mengatakan menurut Kroeber kebudayaan adalah seluruh realisasi

gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan termasuk

perilaku yang ditimbulkannya. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa kebudayaan adalah

buah budi manusia yang terdiri dari tiga kekuatan jiwa manusia yaitu pikiran, rasa dan

karsa. Koentjaraningrat (1987) mengatakan bahwa keseluruhan sistem kebudayaan adalah

gagasan atau aktifitas dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik dari manusia dengan cara belajar. Semua tindakan manusia adalah

kebudayaan karena untuk melakukan suatu tindakan memiliki proses pembelajaran.

Dari ketiga pendapat tersebut di atas yang menjadi acuan penulis menyimpulkan

dengan kata lain kebudayaan merupakan keseluruhan tindakan manusia yang ditimbulkan

(16)

cucu mereka, di dalamnya terdapat realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan dan

nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan termasuk perilaku yang ditimbulkannya.

Kebudayaan inilah yang menjadi ciri khas atau identitas suku bangsa tersebut, baik

di dalam negeri maupun yang ada luar negeri. Masing-masing daerah yang ada di

Indonesia mempunyai upacara adat. Upacara merupakan serangkaian tindakan atau

perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan

kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara penguburan,

upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Sedangkan adat itu sendiri

merupakan ketentuan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat dalam segala aspek

kehidupan manusia. Jadi upacara adat adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang

terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama, dan kepercayaan dengan

ketentuan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan

manusia yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di suatu daerah. Dengan

demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendiri-sendiri, seperti upacara perkawinan,

upacara labuhan (berarti memberi sesaji kepada penguasa Laut) dan sebagainya. Upacara

adat yang dilakukan di masing-masing daerah, sebenarnya juga tidak lepas dari unsur

sejarah. (http://catatansenibudaya.blogspot.com).

Masyarakat Indonesia pada umumnya juga kaya akan berbagai jenis bahasa untuk

saling berinteraksi dalam kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain bahasa merupakan alat

utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa

sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia bisa menemukan

kebutuhan mereka dengan cara berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Sebagai anggota

masyarakat yang aktif dalam kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat manusia sangat

(17)

ada masyarakat di situ ada penggunaan bahasa.” Dengan kata lain, di mana aktivitas

terjadi, di situ aktivitas bahasa terjadi pula. Melalui bahasa dapat dilaksanakan komunikasi

antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya atau antara suatu bangsa dengan bangsa

lainnya dan Negara yang satu dengan Negara lainnya pula. Bahasa juga suatu simbol vokal

yang arbitrer yang memungkinkan kelompok orang dalam lingkup kebudayaan tertentu

atau kelompok orang lainnya yang mempelajari lingkup kebudayaan tersebut untuk saling

berkomunikasi atau berinteraksi. Supaya kelestarian bahasa tersebut tetap terjaga dan tidak

menghilang seiring berjalannya waktu.

(http://repository.upi.edu) mengatakan bahwa defenisi bahasa dari beberapa pakar

lain, kalau dibutiri akan terdapat beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa antara

lain: (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu

berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu

bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9)

bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis,

(12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (13) bahasa itu merupakan

identitas penuturnya.

Adat dan budaya terbentuk dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, situasi dan

kondisi di suatu tempat. Setelah masuknya agama Islam ke Indonesia sebagai agama yang

dianut dan ditaati oleh sebagian besar bangsa Indonesia, maka untuk menyempurnakan

adat dan budaya Melayu diselaraskan dengan ajaran Islam sesuai dengan ungkapan yang

(18)

Adat yang bersendikan syara’

Syara’ mengikat Adat

Kuat Agama kuat Adat

Kuat Adat kuat Agama (Yuscan, 2007:3)

Ciri khas tersendiri dalam setiap pelaksanaan upacara adat suku Melayu, yaitu

selalu menggunakan pantun dalam setiap melakukan kegiatan upacara adat, karena pantun

inilah sebagai penyambung lidah masyarakat Melayu dalam berinteraksi atau

berkomunikasi antara satu dan yang lainnya. Seperti yang dikatakan Sinar (2011:1) bahwa

tradisi berpantun merupakan seni berkomunikasi dalam tradisi lisan Melayu lama. Tradisi

ini merupakan budaya Melayu yang meluas digemari di Nusantara (Mulyani 2012:1).

Pantun adalah puisi Melayu asli yang sudah mengakar lama pada budaya

masyarakat Melayu. Kebiasaan dan kebudayaan suku Melayu tidak dapat dipisahkan dari

kebiasaan masyarakatnya yang suka menggunakan buah pikirannya melalui untaian

kata-kata yang indah berupa pantun. Pantun pada awalnya merupakan sastra lisan tetapi

sekarang banyak dijumpai pantun yang tertulis (Hidayati,2008:1). Hal ini sebagai upaya

menjaga warisan budaya bangsa suku Melayu agar tidak hilang dari masyarakat. Pantun

bukan sekedar permainan bunyi atau kata-kata, tetapi juga ditujukan pada pikiran kita. Hal

ini berkaitan dengan logika.

Pantun salah satu jenis karya sastra lama. Lazimnya puisi hanya terdiri atas 4 larik

(baris) bersajak ab-ab. Pada awal mulanya pantun merupakan sastra lisan, tapi kini pantun

juga ada dalam bentuk tulisan. Keseluruhan bentuk pantun berupa sampiran dan isi.

(19)

langsung dengan bagian kedua. Baris ketiga dan keempat ialah bagian isi yang merupakan

tujuan dari puisi tersebut.

Ciri-ciri pantun :

Memiliki rima a-b-a-b

Terdiri 4 baris dalam 1 bait

Baris pertama & kedua merupakan sampiran

Baris ketiga & keempat merupakan isi

Contoh pantun berima a-b-a-b

Kalau ada jarum yang patah

Jangan masukkan dalam peti

Kalau ada kata-kataku yang salah

Jangan masukkan dalam hati

Dalam dunia linguistik kajian pragmatik sangat dikenal. Pragmatik mengkaji

maksud penutur dalam menuturkan sebuah bahasa. Meskipun sebelumnya, di era 70-an

para linguis berlaku diskriminatif terhadap kajian pragmatik ini, bahkan hampir tidak

pernah membahasnya. Namun pada saat ini, para linguis yang berpandangan bahwa

mustahil bagi pemakai bahasa dapat mengerti secara baik sifat-sifat bahasa yang mereka

gunakan dalam berkomunikasi tanpa mengerti hakikat pragmatik, yaitu bagaimana bahasa

sebagai alat komunikasi dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jadi, inilah alasan penulis mengambil judul Kesantunan Bahasa Pada Pantun

Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik,

walupun pantun merupakan tradisi sastra lisan yang semestinya dikaji dengan teori sastra

(20)

dikaji dengan teori linguistik yaitu pragmatik. Pragmatika (pragmatics) yaitu studi relasi

antara tanda-tanda dengan penafsirannya. Karena di dalam bahasa pantun banyak

terkandung unsur tanda yang bisa ditafsirkan lewat makna yang diujarkan dalam pantun

tersebut. sehingga judul ini sangat menarik untuk dibahas dan diteliti, walaupun

mempunyai kesulitan yang cukup berat dalam proses analisisnya. Peneliti juga akan

mencantumkan pantun-pantun Melayu di dalam skripsi ini sebagai bahan tambahan untuk

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka peneliti mencoba

mengangkat pantun berdasarkan kesantunan bahasa. Adapun masalah dalam skripsi ini

adalah sebagai berikut:

1. Skala kesantunan apa sajakah yang terdapat pada pantun Melayu?

2. Bagaimanakah kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara

perkawinan masyarakat Melayu?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali bentuk wacana budaya

Melayu yang masih terpelihara dan masih digunakan oleh masyarakat Melayu, yaitu

pantun. Kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk pemertahanan budaya

daerah, khususnya Melayu sebagai bagian dari kebudayaan Nasional. Secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan:

1. Skala kesantunan yang terdapat pada pantun Melayu.

2. Kaitan antara skala kesantunan dengan pantun merisik pada upacara perkawinan

masyarakat Melayu.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis.

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah analisis yang

(22)

Secara praktis penelitian ini akan bermanfaat untuk melestarikan pantun Melayu,

dan untuk menggalakkan penelitian pantun Melayu agar dapat dikenalkan sebagai salah

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

penulisan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah dapat dipertanggung

jawabkan dan harus disertai data-data yang kuat serta ada hubungannya dengan yang

diteliti.

Wirman Valkinz (2013) dalam skripsinya yang berjudul Realisasi Kesantunan

Berbahasa Di Lingkungan Terminal: Kajian Sosiopragmatik mengatakan bahwa

santun merupakan suatu yang lazim dapat diterima oleh umum. Santun tidak santun bukan

makna absolut sebuah bentuk bahasa, karena itu tidak ada kalimat yang secara inheren

santun atau tidak santun, yang menentukan kesantunan bentuk bahasa ditambah konteks

ujaran hubungan antara penutur dan petutur. Oleh karena itu, situasi variabel penting dalam

kesantunan.

Skripsi di atas walaupun menulis tentang kesantunan bahasa, namun berbeda

dengan yang akan dikaji oleh penulis. Penulis mengkaji tentang Kesantunan Bahasa

Pada Pantun Merisik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu : Suatu Kajian

Pragmatik. Walaupun demikian kajian di atas banyak memberi masukan atau kontribusi

(24)

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang secara

umum akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Teori diperlukan untuk mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi sehingga menjadi

penuntun bagi kerja penulis.

Teori merupakan landasan fundamental ilmiah sebagai argumentasi dasar untuk

menjelaskan atau memberikan jawaban rasional terhadap masalah yang digarap

(Admadilaga dalam Gurning, 2004:9). Oleh karena itu ada beberapa pengertian pragmatik

dan pantun yang mendukung tulisan ini di antaranya adalah:

Kunjana (2005:47) mengatakan istilah pragmatik, sebenarnya, sudah dikenal sejak

masa hidupnya seorang filsuf terkenal bernama Charles Morris tahun 1938, dalam

memunculkan istilah pragmatika, Morris (1938) mendasarkan pemikirannya pada gagasan

filsuf-filsuf pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke yang banyak

menggeluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya. Ilmu tanda dan ilmu lambang

yang mereka pelajari itu dinamakan semiotika (semiotics). Dengan mendasarkan pada

gagasan filsuf itu, Charles Morris membagi ilmu tanda dan ilmu lambang itu ke dalam tiga

cabang ilmu, yakni (1) sintaktika (syntactic) ‘studi relasi formal tanda-tanda’, (2)

semantika (semantics) ‘studi relasi tanda-tanda dengan objeknya’, dan (3) pragmatika

(pragmatics) ‘studi relasi antara tanda-tanda dengan penafsirannya’. Berawal dari gagasan

filsuf ternama inilah kemudian sosok pragmatik dapat dikatakan terlahir dan mulai

bertengger di atas bumi linguistik.

Kunjana,dkk (2005 : 47) mengatakan, bahwa pragmatik mempelajari apa saja yang

(25)

sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik. Levinson (1983)

mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan

konteksnya. Konteks yang dimaksud tergramatisasi dan terkodifikasi sehingga tidak dapat

dilepaskan dari struktur bahasanya

Di dalam bertutur sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat

kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam

penelitian kesantunan. Ketiga macam skala itu adalah (1) skala kesantunan menurut Leech,

(2) skala kesantunan menurut Brown and Lavinson, dan (3) skala kesantunan menurut

Robin Lakoff.

a. Skala Kesantunan Leech

Setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat

kesantunan sebuah tuturan. Berikut skala kesantunan yang disampaikan Leech (1983)

(1) Cost-benefit scale: Representing the cost or benefit of an act to speaker and hearer.

Penjelasan: Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan

(2) Optionality scale: Indicating the degree of choice permitted to speaker and/or hearer

by a specific linguistic act. Penjelasan: Optionality scale atau skala ketidak langsungan

menunjuk kepada banyak atau sdikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur

kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur.

(3) Indirectness scale: indicating the amount of inferencing required of the hearer in

order to establish the intended speaker meaning. Penjelasan: Indirectness scale atau skala

ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud

(26)

(4) Authority scale: Representing the status relationship between speaker and hearer.

Penjelasan: Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status

sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan.

(5) Social distance scale: indicating the degree of familiarity between speaker and hearer.

(Leech, 1983). Penjelasan: social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada

peringkat hubungan social antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah

pertuturan.

b. Skala Kesantunan Brown and Lavinson

Terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan.

Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan cultural yang selengkapnya

mencakup skala-skala berikut:

(1) skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (Social distance between

speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin dan

latar belakang sosiokultural.

(2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer

relative power) atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power ratting)

didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur.

(3) Skala pringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank ratting atau

lengkapnya adalah the degree of imposition associated with the required expenditure of

goods or service didasarkan atas kedudukan relative tindak tutur yang satu dengan tindak

(27)

c. Skala Kesantunan Robin Lakoff

Robin Lakoff (1972) menyatakan tiga ketentuan untuk dapat dipenuhinya

kesantunan di dalam kegiatan bertutur. Ketiga ketentuan itu adalah sebagai berikut:

(1) Di dalam skala kesantunan pertama, yakni skala formalitas (formality scale)

dinyatakan bahwa agar para peserta tutur dapat merasa nyaman dan kerasan dalam

kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa dan tidak bolek

berkesan angkuh.

(2) Skala yang kedua, yakni skala ketidaktegasan (hesitancy scale) atau seringkali disebut

skala pilihan (optionality scale) menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat

saling merasa nyaman dan kerasan dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus

diberikan oleh kedua belah pihak.

(3) Skala kesantunan ketiga, yakni peringkat kesekawanan atau kesamaan menunjukkan

bahwa agar dapat bersifat santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu

mempertahankan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh

Leech (Kunjana,,2005:66) mengatakan setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan

untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Alasan penulis menggunakan

teori ini, karena teori ini bisa di jadikan panduan bagi si penulis untuk mengkaitkan

maksim-maksim skala kesantunan Leech dengan pantun merisik pada perkawinan

masyarakat Melayu. Kanena makna maupun kesantunan bahasa pada pantun merisik,

penulis akan mencoba menjelaskan dengan menggunakan kelima maksim yang terdapat di

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

(http://www.anneahira.com) mengatakan istilah dalam deskriptif itu adalah merupakan

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau

lebih (independen) tanpa membuat perbandingan (komparatif) atau penghubungan

(asosiatif) dengan variable yang lain. Dengan kata lain peneliti menuliskan hasil penelitian

semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang ada pada

buku-buku yang digunakan penulis.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut :

Teknik kepustakaan yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan

penulisan skripsi ini. Dengan kata lain studi kepustakaan adalah segala usaha yang

dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan ragam atau

masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku

ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, skripsi-skripsi, tesis dan disertasi,

peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber

(29)

3.3 Sumber Data

Data untuk bahan penelitian penulis menggunakan buku-buku yang berhubungan

dengan Pragmatik dan buku tentang pantun masyarakat Melayu. Sumber data tertulis

berikut buku yang penulis gunakan antara lain :

1. Penulis : Drs. Zainal Arifin, Aka

Judul buku : Kumpulan Pantun Melayu Penerbit : MITRA MEDAN

Tahun terbit : 2007

Ketebalan buku : 104 halaman

Sampul buku : Depan dan belakang kuning

2. Penulis : Yuscan

Judul buku : Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sumatera Timur Penerbit : PB.MABMI

Tahun terbit : 2007

Ketebalan buku : 134 halaman

Sampul buku : Depan dan belakang hijau campur kuning.

3.4 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian,

karena tahap dalam menyelesaikan masalah adalah menganalisis secara kualitatif

(menggunakan deskripsi dan kategori dalam wujud kata-kata).

Langkah-langkah yang harus ditempuh penulis dalam menganalisis data adalah :

1. Data yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan atau

objek kajian.

2. Setelah diklasifikasi data tersebut dianalisis sesuai kajian yang telah ditetapkan yaitu

(30)

3. Mengkaitkan kesantunan dengan maksim-maksim prinsip kesantunan Leech pada objek

(pantun merisik)

4. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis sehingga

(31)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kesantunan Bahasa Pada Pantun Merisik Dalam Upacara Perkawinan

Masyarakat Melayu : Suatu Kajian Pragmatik

4.1.1 Ketentuan Adat pada Masyarakat Melayu

Yuscan (2005:3) mengatakan bahwa Adat dan budaya Melayu diselaraskan dengan

ajaran agama Islam sesuai dengan ungkapan yang berbunyi.

Adat yang bersendikan syara’

Syara’ mengikat adat

Kuat agama kuat adat

Kuat adat kuat agama

Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat dari beberapa pakar-pakar adat serta

budayawan Melayu, maka adat Melayu dibagi atas beberapa tingkatan yaitu:

Adat yang sebenarnya adat

Adat yang diadatkan

Adat yang teradatkan

4.1.1.1Adat yang Sebenarnya Adat

Yuscan (2005:3) mengatakan bahwa Adat yang sebenarnya adat adalah sebuah

(32)

dalam “Adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah”. Sedangkan

ketentuan-ketentuan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam tidak dapat

digunakan lagi. Hal ini tercermin dalam ungkapan yang berbunyi :

Adat berwaris kepada nabi

Adat berkhalifah kepada adam

Adat yang berinduk ke Ulama

Adat tersurat dalam kertas

Adat tersurah dalam sunnah

Adat dikungkung kitabullah

Itulah adat yang tiada tanding

Itulah adat yang tahan asak

Adat yang terconteng dilawang

Adat tak lekang oleh panas

Adat tak lapuk oleh hujan

Adat dianjak layu diumbut mati

Adat ditaman tumbuh dikubur hidup

Kalau tinggi dipanjatnya

Kalau rendah dijalarnya

Riaknya sampai ketebing

Untutnya sambai kebakal

Resamnya sampai ke laut lepas

Sampai ke pulau karam-karaman

Sampai ketebing lembakan-lembakan

(33)

Kalau tali boleh diseret

Kalau rupa boleh dilihat

Kalau rasa boleh dimakan

Itulah adat sebenar adat

Ada yang turun ke syara’

Yang diikat dengan syari’at

Iyulah pusaka turun temurun

Warisan yang tak putus bila dicincang

Yang menjadi galang lembaga

Yang menjadi ico dengan pakaian

Yang digenggam dipeselimut

Adat yang keras tidak tertarik

Adat lunak tersudut

Bila dibuntal singkat direntang panjang

Kalau kendur berdenting-denting

Kalau tegang berjela-jela

Itulah sebenarnya adat

Yang dipakai oleh orang Melayu.

4.1.1.2Adat yang Diadatkan

Yuscan (2005:5) mengatakan bahwa adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat

oleh penguasa pada satu kurun waktu tertentu. Masa berlaku adat ini adalah selama belum

diubah oleh penguasa berikutnya. Adat ini dapat dirubah sesuai dengan situasi dan kondisi

(34)

dari ketentuan adat”. Adat yang diadatkan mengandung pengertian yang tersermin dalam

sebuah ungkapan sebagai berikut :

Adat yang turun dari raja

Adat yang tumbuh dari datuk

Adat yang cucur dari penghulu

Adat yang lahir dari mufakat

Adat yang dibuat kemudian

Putus mufakat adat berubah

Bertukar angin ianya melayang

Bersalin baju ianya tercampak

Berkisar duduk ianya beralih

Berpaling tegak ianya lepas

Adat yang dibuat bersarkan mufakat

Adat yang diganti dengan sepakat

Yuscan (2005:6) mengatakan berdasarkan ungkapan di atas jelaslah bagi kita

bahwa adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat dari lahir berdasarkan ketetapan

penguasa (raja-raja, Datuk-datuk ataupun penguasa setempat). Adat tersebut juga dapat

terbentuk berdasarkan hasil mufakat bersama antara pemuka-pemuka masyarakat dan

disetujui bersama untuk dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat tersebut. Sedangkan

bagi orang Melayu di Sumatera Timur ungkapan “Adat yang diturunkan dari Raja, tumbuh

(35)

4.1.1.3 Adat yang Teradat

Yuscan (2005) Adat yang teradat merupakan suatu kebiasaan yang diturunkan oleh

orang-orang tua ke anak cucunya secara turun temurun. Adat yang teradat ini dapat juga

dikatakan sebagai tradisi sebagaimana yang tercermin pada ungkapan berikut ini :

Datangnya tidak bercerita

Perginya tidak berkabar

Kecil teranja-anja

Besarnya terbawa-bawa

Adat yang disarung tidak berjait

Adat kelindan tidak bersimpul

Yang dibawa angin lalu

Yang tumbuh tidak bertanam

Yang bertunas tidak beranting

Datang angin ianya melayang

Datang panas ianya lekang

Datang hujan ianya lapuk

Adat yang dating kemudian

Yang diseret jalan panjang

Yang bertenggek disampan lalu

Yang berlabuh tidak bersauh

Yang berakar tidak berurat tunggang

Itulah adat sementara

Adat yang dapat dialih-alih

(36)

Adat yang teradat adalah suatu kebiasaan sehari-hari yang berlaku bagi

masyarakat melayu atau diistilahkan dengan tradisi. Adat ini selalu dipakai dan

dilaksanakan sebagai pelengkap sehingga pelanggaran terhadap adat ini tidaklah

mendapatkan sanksi apapun terkecuali nasehat dari para pengetua adat pada zaman dahulu.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa adat dan budaya Melayu

Sumatera Timur adalah sejalan dan selaras dengan ajaran agama Islam. Oleh karena itu

adat dan budaya Melayu ini diwariskan kepada anak cucu agar generasi yang akan dating

tidak seperti ungkapan berikut :

Umpama Juragan kehilangan pedoman

Umpama Apit Lempang kehilangan kemudi

Umpama kuanca kehilangan kunci

Umpama Anak pukat kehilangan tuasan

Ataupun sebagai Orang tua kehingan tongkat

Akan tetapi diharapkan kepada generasi yang akan datang untuk menjadikan adat

dan budaya tersebut seperti ungkapan berikut :

Umpama payung dikala hujan

Umpam bantal jika tidur

Umpam sampan dikala berlayar

Umpama obor di dalam kegelapan

(37)

Seperti halnya pantun Melayu haruslah dilestarikan oleh para muda mudi baik

suku Melayu itu sendiri maupun suku lain yang ingin mempelajarinya. Sehingga tidak

terjadi penipisan budaya/tradisi yang sudah lama menjadi rutinitas masyarakatnya dalam

setiap pelaksanaan upacara adat baik pernikahan maupun upacara adat yang lainnya.

4.1.2 Merisik pada Masyarakat Melayu

Yuscan (2005) Masyarakat Melayu umumnya pemuda dan pemudi saling

berkenalan dan dilanjutkan dengan pendekatan dengan cara menculuk, maka untuk

melanjutkan keseriusannya si pemuda akan mengutarakan niatnya kepada orang tuanya

untuk mempersunting gadis idamannya tersebut.

Sebelum melangkah kejenjang pernikahan ada beberapa tahapan adat yang harus

dilaksanakan oleh keluarga pihak pemuda. Tahapan adat pertama adalah merisik yang

berarti bertanya. Merisik terbagi pada tiga jenis yaitu merisik berbisik, merisik kecil dan

merisik besar.

4.1.2.1 Merisik Berbisik

Yuscan (2005:26) mengatakan bahwa merisik berbisik dalam bahasa Melayu

adalah bertanya secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Biasanya merisik berbisik ini

dilakukan untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat membuat aib

atau malu pihak keluarga si pemuda misalnya anak dara tersebut sudah mempunyai ikatan

dengan pemuda lain ataupun lamarannya ditolak dengan suatu alasan oleh orang tua si

anak dara karena sifatnya yang rahasia maka merisik berbisik ini hanya diketahui oleh

(38)

Orang tua si pemuda akan mengutus seorang wanita tua yang arif dan bijaksana

serta dapat dipercaya. Selain itu utusan tersebut juga harus pandai dan sopan dalam

bertutur kata. Utusan tersebut bertugas untuk menyampaikan niat dari orang tua si pemuda

untuk datang meminang dan melihat serta menyelidiki apakah pemuda tersebut sesuai

dengan kriteria adat dan budaya Melayu dalam pencari jodoh.

Biasanya utusan tersebut akan mencari hari / rasi yang baik untuk melaksanakan

tugasnya. Dan jika hari yang baik telah ditemukan maka berangkatlah ia dengan membawa

sebuah tepak lengkap dengan isinya kerumah keluarga si anak dara. Akan tetapi jika dalam

perjalanan ia bertemu dengan dara yang akan dirisik dan pada pertemuanya tersebut anak

dara itu tidak dalam keadaan baik, seperti tidak memakai kerudung ataupun tersingkap

kainnya hingga menampakkan auratnya maka kunjungan tersebut akan dibatalkan dan akan

dicari hari baik berikutnya.

Menurut cerita orang-orang tua dahulu yang pernah bertugas menjadi utusan dalam

utusan merisik berbisik mengatakan bahwa ada beberapa hal yang akan terjadi pokok

penilaian dalam merisik berbisik terutama tentang berkatam kaji (katam Al-Qur’an),

kemampuan memasak dan menjahit (menyulam). Bekatam kaji melambangkan kedekatan

dan kataatan si anak dara tersebut terhadap ajaran agama Islam, sedangkan memasak

adalah tugas utama seorang istri dalam keluarga selain mengurus anak dan mengatur

keuangan dan menjahit dianggap sebagai lambang ketekunan, keteguhan dan kesabaran.

Satu pelajaran yang dapat diambil dari adat dan budaya Melayu dalam mencari

jodoh adalah agar mencari jodoh yang memiliki kesabaran dan ketekunan. Jika pada zaman

dahulu hal ini tergambar dari ketrampilan menjahit yang dimiliki si anak dara, maka pada

zaman sekarang ini mungkin dapat dilihat dari ketrampilan-ketrampilan lain yang

(39)

Dalam merisik berbisik ini biasanya risikan tersebut tidak langsung diterima pada

saat itu juga oleh ibu si anak dara. Akan tetapi ia akan meminta waktu untuk

bermusyawarah dengan suaminya (ayah si anak dara). Dan jika risikan tersebut diterima

amaka proses akan berlanjut ke merisik kecil.

4.1.2.2 Merisik Kecil

Yuscan (2005:28) mengatakan bahwa merisik kecil adalah lanjutan dari merisik

berbisik. Tugas merisik berpindah dari utusan kepada Penghulu Telangkai yang

didampingi oleh puang dan anak beru serta semenda. Tujuan merisik kecil ini adalah untuk

bertanya tentang syarat-syarat adat yang harus dipenuhi oleh keluarga pihak pemuda agar

pinangan mereka diterima seperti tanda pertunangan, mahar untuk pernikahan, luah

(seperangkat/sepesalin pakaian untuk calon pengantin perempuan), seperangkat alat-alat

kamar pengantin perempuan (tempat tidur, lemari dan lain-lain). Uang kasih sayang

(dahulu disebut uang hangus), pelangkahan (jika si anak dara mempunyai abang / kakak

yang belum menikah).

Hasil keputusan merisik kecil ini diperoleh berdasarkan kesepakatan kedua belah

pihak. Kesepakatan ini akan ditindak lanjuti pada tahapan merisik besar dan meminang.

Kesepakatan yang telah dibuat tidak boleh dirubah baik menambahi maupun

(40)

Percakapan dan Pantun pada Merisik Kecil

Yuscan (2005:34) mengatakan tentang percakapan dan pantun pada merisik kecil sebagai berikut:

Pembuka kata

Pihak Perempuan

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Yang saya hormati Tuan-tuan Guru, Alim Ulama, Tengku-Tengku, Datuk-datuk

serta seluruh pemuka Adat. Tak terlupakan ahli bait di rumah, yang bersejarah, serta

bertuah. Izinkanlah saya berucap kata, hajat baik serta mulia, berbicara sebagai penghulu

telangkai, ….. diberi nama yang mewakili seluruh family sanak keluarga.

Adapun sebelah kanan saya ….., atas nama seluruh Puang yang sudah berada dan

di sebelah kiri saya anak beru …., mewakili seluruh anak beru sanak keluarga.

Di hari nan indah beserta cerah

Izinkan saya menyusun jari mengaturkan sembah

Berbicara sebagai penyambung lidah

Atas nama orang tua kami Bapak ….. pemberi amanah.

Semoga kedatangan Tuan dan puan pembawa berkah dan tuah Insya’Allah.

Dikala purnama sari bersinar terang

Dikala angin berhembus sepoi – sepoi basah

Dikala awan berarak hanyut

Dikala burung berkicau riang

Dilihat tamu datang menjelang

(41)

Membuat kami merasa senang

Harus disambut secara adat

Diufuk cerah mentari pagi

Bukan memuja bukan memuji

Tidak usai kami menanti

Yang kami nanti telah terbukti

Ikat pancang patah kemudi

Pataah galah di tepian mandi

Terlambat Tuan datang kemari

Sudah gelisah kami menanti

Menurut adat resam Melayu

Apabila kita kedatangan tamu

Sebelum menyampaikan niat tertentu

Tepak sirih sorongkan dahulu

Tepak sirih kami persembahkan

Mohon ni’mati serta dimakan

Tepak sirih beriring kiasan

Tepak sirih sejuta pesan

(42)

Sela dimakan mohon ni’mati

Andaikan pait jangan dikeji

Jikapun manis usah dipuji

Harap petikkan daun selasih

Obat hapus peredam bisa

Harap dimakan si kapur sirih

Obat haus pelepas dahaga

(penghulu Telangkai pihak perempuan memberikan tepak sirih pembuka kata pada

Penghulu Telangkai pihak laki-laki).

Pihak laki-laki:

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Yang kami hormati tengku-tengku, Datuk-datuk, ‘Alim Ulama, Hadirin dan

Hadirat sekalian serta tak terlupakan ahli bait yang berbahagia di rumah ini.

Sebelum menangkap barai

Tangkaplah dulu sianak teri

Sebelum ucap kata berurai

Izinkan kami memperkenalkan diri

Berbicara sebagai Penghulu Telangkai mewakili family sanak keluarga. Adapun

disebelah kanan saya: Bapak …., mengatasnamakan Puang, dan di sebelah kiri saya

Bapak …., mengatasnamakan anak Beru.

(43)

Dengan nama Allah Khalikul alam

Alhamdulilah tersimpan di dalam

Beriring syalawat beserta salam

Kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw

Syai’dul anam. Mahkota dunia junjungan alam

Yang kita harapkan syafaatnya siang dan malam

Bagi umat islam yang bertaqwa disekian alam

Sungguh ahli bait berlapang hati

Menerima kami di rumah yang bertuah ini

Disambut keluarga sanak family

Disorong tepak penuh berisi

Lemah lembut budi pekerti

Sejuk sungguh rasa di hati

Makan sirih berjauh malam

Sirih dimakan Putri Jauhari

Terima kasih kami ucapkan

Sungguh sirih tuan lemak sekali

Pulau Tagor bukannya pulau

Serba jadi di kaki bukit

Duduk kami bagai terpukau

Sambutan Tuan tidak sedikit

(44)

Uratnya besar silih menyelih

Duduk kami duduk berbilang

Karena hendak menyerahkan sirih

Limau purut di lembah

Kala dilebah ditumbuk duri

Pinang menghadap siri menyembah

Jari sepuluh menjunjung duli

Tepak tuan kayu jati

Tepak kami kayu meranti

Andaikan pait jangan dikeji

Jikapun manis jangan dipuji

Ombak berbuih di tengah lautan

Bulan syawal ke Indra Pura

Tepak sirih kami persembahkan

Awal salam pembuka kata

(penghulu Telangkai pihak laki-laki menyerahkan tepak sirih awal pembuka kata

pada pihak perempuan

Pihak perempuan:

Biri-biri kambing di hutan

(45)

Sirih diberi sudah dimakan

Apa sesungguhnya niat di hati

Pihak laki-laki:

Seronok sungguh Tuan Hamba ini …

Memang demikian kayu tembaga

Tidak sama kayu cendana

Memang demikian adat lembaga

Dulu sapa baru bertanya

Dikala perang Datuk Laksamana

Kura-kura dalam perahu dah gaharu cendana pula

Memang demikian orang bijaksana

Pura-pura tak tahu dah tahu bertanya pula

Pihak perempuan:

Susun kacang dua dan tiga

Mari letakkan dalam perahu

Dalam laut boleh diduga

Dalam hati siapa nak tahu

Pihak laki-laki:

Begini Tuan Hamba,

(46)

Banyak tempat yang dijelang

Yang jauh kami kunjungi

Yang dekat tempat bertandang

Dari Pauh angkat pematang

Lumba-lumba timang gelombang

Hanyut serantau ke Indra Giri

Dari jauh kami dating

Niat baik nak menjelang

Cuba-cuba menanam mumbang

Kalau tumbuh jadi sunting negeri

Pihak perempuan:

Wah, wah … yang aneh nampaknya tamu kita ini

Tuan hamba tau, apa itu mumbang?

Mumbang itu kan putik kelapa,

Lumba-lumba timang gelombang

Hanyut seekor ke tepian mandi

Usahlah tuan menanam mumbang

Tampang layu tumbuh tak jadi

Sudah tau kemudi patah

Mengapalah tuan naik perahu

(47)

Nanti semua ini bakalan tahu

Pihak laki-laki:

Tuan Hamba,

Bukan karena kemudi patah

Patah galah dalam perahu

Bukan kami berlagak latah

Kuasa Allah siapa naka tahu

Pihak perempuan:

Ooo, kuasa Allah pulak nak tuan kaji, kalahkanlah kami…

Kalau ada kaca di pintu

Silakan Tuan letak di dalam perahu

Jika tekat tuan sudah begitu

Cobalah, kuasa Tuhan siapa pula yang tahu

4.1.2.3 Merisik Besar

Yuscan (2005:29) mengatakan bahwa merisik besar adalah pertemuan antara kedua

keluarga (keluarga pemuda dan keluarga si anak dara) secara resmi menurut adat resam

Melayu untuk melanjutkan hasil kesepakatan yang telah dilakukan dam Merisik Kecil

sebelumnya. Dalam acara ini turut diundang pula tetangga dan sanak famili dari kedua

belah pihak yang dipimpin oleh seorang penghulu telangkai atau juru sabda untuk

(48)

Dalam merisik besar pihak keluarga pemuda akan memberikan sebuah tanda ikatan

kepada si anak dara sebagai tanda bahwa keduanya telah dipertunangkan sesuai dengan

hukum adat dan resam Melayu. Selain itu dalam merisik besar kedua belah pihak juga

mengumumkan kepada seluruh keluarga dan para tetangga mengenai kesepakatan yang

telah dibuat dalam merisik kecil seperti berapa lama masa pertunangan sebelum

dilanjutkan kejenjang pernikahan, besarnya mahar, luah atau seperangkat pakaian untuk

calon pengantin wanita (diantarkan selambat-lambatnya 1 minggu sebelum akad nikah),

peralatan kamar (diantarkan selambat-lambatnya 1 minggu sebelum malam bersanding),

besar uang antaran dan hari serta tanggal akad nikah.

Pada zaman dahulu orang Melayu melaksanakan merisik, meminang dan naik

belanja pada waktu yang berbeda. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman maka

saat ini acara merisik, meminang dan naik belanja dilakukan dalam waktu dan tempat yang

bersamaan. Sesuai dengan sebuah ungkapan yang mengatakan

“Sekali merengkuh dayung

Duatiga pulau terlampaui

Sekali membawa pura

Dua tiga hutang dibayar.

Sekali kemarau tiba, sekali pucuk beralih

Sekali hujan turun, sekali lubang berisi

Sekali air bah, sekali tepian berpindah”

Penggabungan dalam pelaksanaan acara tersebut diatas bukanlah suatu hal yang

dianggap melanggar ketentuan adat apabila dilaksanaan sesuai dengan tertib acara dan

(49)

ini adalah perubahan urutan dan tata tertib pelaksanaan seperti malaksanakan “kawin”

terlebih dahulu baru menikah, bahkan punya anak terlebih dahulu barulah melangsungkan

pernikahan.

Percakapan dan Pantun pada Merisik Besar

Yuscan (2005:40) mengatakan percakapan dan pantun pada merisik besar sebagai

berikut:

Pihak laki-laki :

Begini Tuan Hamba

Musim habis masapun sampai

Adat lembaga akan tetap dipakai

Kami ini diutus sebagai telangkai

Semoga niat baik dapat tercapai

Kami dating beserta rombongan

Menyampaikan salam ta’zim penuh keikhlasan

Dari bapak …. Yang berada dipangkalan

Semoga kedatangan kami membawa keberkatan

Adapun niat dari orang tua kami tersebut,

Ingin mempererat hubungan silaturahmi

Dengan keluarga bapak …. Yang berada di sini

Tetapi hajat beliau tersebut tidak bisa disampaikan begitu saja, hajat dan niat dari

(50)

Tetapi maklumlah tuan, kami ini belum begitu paham dan arif di dalam hal

menyampaikan hajat ini secara adat. Untuk itu kami sampaikan …

Kampung Bedagai di hari pecan

Pohon dadap di simpang empat

Andailah ada salah kesilaan

Mohon maaf dari dunia hingga akhirat

Izinkan kami memahat si batang pepat

Pahat mengukir si batang kayu

Ijinkan kami menyampaikan hajat

Adat dipakai resam Melayu

Jadi Tuan Hamba,

Jika nak menetak berlandasan

Tangkahan bertepian,

Kampong berpenghulu

Susah dan duka tempat mengadu

Benang kusut rentang-rentankan

Dimana yang retak tolong tautkan

Sebelum maksud kami bentangkan

Kemana tepak nan diserahkan

Pihak perempuan :

(51)

Pihak laki-laki :

Makan sirih tidak berpinang

Pinang yang tumbuh di selat Malaka

Makan sirih tidak mengenyang

Sudah menjadi adat lembaga

Ikan bersisik masuk bengkawan

Hendak dibawa di hari pecan

Tepak perisik kami serahkan

Hendak merisik bunga di dalam taman

(menyerahkan tepak Merisik pada penghulu telangkai pihak perempuan)

Pihak Perempuan :

(tepak sirih diterima namun dibiarkan saja pada tempatnya dan isinya tidak

diambil/dimakan. Alasannya karena telangkai pihak laki-laki belum menjelaskan bunga

mana yang hendak dirisik).

Kemudian telangkai pihak perempuan berkata :

Putrid Tun Teja sedang berdandan

Dihibur Mak Inang sambil menari

Sirih risik belum dimakan

Karena belum jelas niat dihati

Serta kami pesankan :

(52)

Hinggap seekor di pisang barangan

Hati-hati Tuan merisik bunga

Nanti terisik bunga larangan

Pihak laki-laki :

Ooo, betul juga pesan tuan hamba ini

Beli kuini di Pecan Baru

Pagi hari di belah-belah

Beginilah nasib si anak beru

Gara-gara nak bebini, awak jadi susah

Baik tuan hamba, sesuai dengan pesan tuan hamba tu, eloklah kami buka kulit

Nampak isi, apalah guna berlindung di lalang sehelai, nantikan Nampak jua belangnya.

Mohon pulalah kami menyampaikan sebuah nazam,

Yang pertama Nabi Allah Adam

Nenek manusia dari sekalian alam

Mula asalanya di Darus Salam

Ditempat Jibril dari tanah segenggam

Adam dijadikan seorang diri

Tinggal di sorga berhari-hari

Dilihatnya burung dua sejoli

Inginlah adam hendak beristri

Niat Adam Allah ketahui

(53)

Adam dikahwinkan, Jibril jadi saksi

Diberikan hantaran Shalawat Nabi

Jadi Tuan Hamba jika ini nak dikisahkan, wah bisa tiga hari tiga malam tak habis.

Hamba rasa sesuai dengan satu pantun ada mengatakan :

Jika nak digantang tiga gantang

Kalau disukat empat sukat

Jika direntang kelewat panjang

Elok dipintal supaya singkat

Sudah lama mengikat tudung

Baru sekarang dihampaikan

Sudah lama hajat dikandung

Baru sekarang nak disampaikan

Kami sudah mendengar tuan arif bijaksana

Paham dikias arif umpama,

Memegang adat kebiasaan

Menepati janji dan kata-kata,

Dari dahulu hingga sekarang

Siapa salah siapa ditimbang,

Adat dan syara’ jadi pegangan

Besarlah sudah anak di rumah

(54)

Darah baru setampuk pinang,

Berjalan belumlah jauh, ilmunya jua masihlah kurang,

Menjadi utang ibu dan bapa.

Menjadi tanggung jawabfamili sanak keluarga

Baru sebagian utang dibayar

Pertama : berkerat pusat berbuai dan berayun

Kedua : berkhitan sunnat rasul

Ketiga : mengaji khatam Al-Qur’an

Keempat : diajar Adat sopan santun

Kelima : badannya sehat jasmani dan rohani

Sudah diberi nama oleh keluarga sanak famili,

Hanya tinggal satu lagi utang kami,

Hukum Adat hukum negeri

Wajib disuruh berumah tangga,

Memenuhi syarat manusiawi

Menambah turunan anak manusia

Desau angin telah berlalu

Risik merisik himbau mehimbau

Desir berdesir berkesan di kalbu

Kait berkait rotan di hutan

(55)

Jadi tuan hamba

Karena anak kami sudah remaja

Lazim disebut muda belia

Selalu terbang tinggi di angkasa

Kami takut bala menimpa

Tentulah susah famili sanak saudara

Kami coba cari obat penawar bisa

Karena dia sudah remaja lajang

Elok kita umpamakan dia bagai seekor kumbang

Selalu terbang tinggidi sawah yang lapang

Perginya pagi pulangnya petang

Jangan tuan ragu ataupun bimbang

Dia ini bukan dagang terbuang

Bukan pula si kumbang jalang

Karena ada tempatnya beserta sarang

Tetapi tuan hamba,

Sifat-sifatnya tersebut dah jauh terbuang

Dianya selalu tinggal di sarang

Dari mulai pagi hingga kan petang

Kalau makan pun tak pulalah kenyang

Bagi mana kami tak susah

Melihat dia selalu gelisah

(56)

Apa dikerjakan selesai tak sudah

Yang paling parah, …

Makan sirih suntil tembakau

Beli kapur kedai Ncik Ali

Selalu merintih selalu mengigau

Bila tidur di malam hari

Melihat hal ini Tuan Hamba,

Tentulah Maknya yang paling risau

Bertanya pada anandanya, dengan berpantun:

Buah mangga buah kuini

Jatuh kesemak airnya payau

Mengapa anak jadi begini

Hati emak ikut menjadi risau

Namun si anak diam seribu bahasa

Tak berkata sepatah jua

Sekalian perasaan disimpan di dalam dada

Orang lain tak perlu ikut merasa

(57)

Sang ayahpun ikut menjadi bingung

Mengapa anak menjadi pemurung

Jika duduk selalu termenung

Kalu berjalan banyak pula tersandung

Anak kandung sibiran tulang

Obat penat pelerai demam

Jika dulu anak periang

Mengapa sekarang jadi pendiam

Sang ayah berkata kepada ibu, bawalah dia ke Kampung Lalang

Disana ada turunan ahli nujum Pak Belalang

Kiranya Tuan Hamba, bukan dokter tak handal

Bukan dukun tak mujarab

Bunga sekuntum jadi penyebab

Dentam dentum bunyi rebana

Makan tak kenyang tidur tak lena

Hingga badan kurus jiwa merana

Kiranya sudah kena panah asmara

Seluruh keluarga sudah mufakat

Diberikan tugas kepada kami

(58)

Menyampaikan hajat secara resmi

Bolehlah kami dengan cerana

Memberikan sirih dengan setangan

Bolehkan kami hendak bertanya

Adakah bunga di dalam taman

Pihak Perempuan :

Semua cerita sudah didengar

Nampaknya kumbang tukang pesiar

Tak dapat duduk walau sebentar

Bagaikan dia memakai radar

Tau saja di mana bunga yang mekar

Untung tuan dating menjenguk

Hingga hati kami menjadi sejuk

Sungguh tuan bijak bestari

Pandai berkias pandai berperi

Jauh-jauh dating kemari

Kiranya ada yang hendak dicari

Tapi Tuan Hamba,

Sungguh indah diciptakan alam

(59)

Makhluk dijadikan bercorak ragam

Kumbang terbentuk tidak pula semacam

Jadi Tuan Hamba, yang mana bentuk kumbang Tuan itu?...

Pihak laki-laki :

Baiklah Tuan Hamba,

Agar tak jadi sengketa nanti di belakang hari

Adapun kumbang kami si kumbang jati

Orangnya elok lagi berbudi

Susah didapat payah dicari

Pihak Perempuan :

Bunga di taman bukanlah satu

Bunga yang mana yang niat tuan tuju

Ada bunga Mawar, MelatI dan si Bunga Labu

Eloklah kami jelaskan satu persatu

Bangsa Melati orangnya elok lagi berbudi

Dianya sangat pandai mengaji

Paling suka makan kue serabi

Tapi maaf dengan danya kami dah ada ikat janji

Dengan Bapak Zulkifli, yang tinggal di pangkal titi

Insya’ Allah akan kami raikan di bulan haji

(60)

Lain pula si Bunga Mawar

Orangnya elok lagi penyabar

Paling senang sama kue dadar

Inipun sudah ada lawan janji dan ber ikrar

Dengan anak Pak Abu Bakar pedagang tikar

Yang tinggal di kampung Mabar

Adapun n

Referensi

Dokumen terkait

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Melebih-Iebihkan (hyperbole).. Eufemisme Tipe dan Makna FiguratifPada Upacara Perkawinan adat Melayu Langkat Ungkapan figuratif adalah cara berkomunikasi dengan mengunakan

Tujuan upacara kematian pada masyarakat Melayu sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu mati dalam Islam.. Untuk membedakan pelaksanaan

Skala kesantunan yang dipaparkan oleh Leech terdiri dari lima skala kesantunan saat bertutur kata. a) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, ukuran

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bentuk kesantunan tuturan penolakan pada masyarakat Semarang dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesantunan masyarakat Semarang

Hasil penelitian mengenai struktur pantun dalam pantun Cucor Mawar meliputi rima berdasarkan bunyinya (rima sempurna, rima tak sempurna, terbuka, tertutup,

Pada penelitian ini juga digunakan teori eufemisme yang dikemukakan oleh Allan dan Burridge, untuk menemukan tipe eufemisme dalam upacara adat perkawinan masyarakat Melayu

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)