• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Kematian Pada Masyarakat Melayu di Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upacara Kematian Pada Masyarakat Melayu di Medan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Upacara Kematian pada Masyarakat Melayu di Medan

Fatimah

Staf Pengajar Departemen Sejarah Fakultas Sastra USU

Pendahuluan

Upacara kematian yang hendak penulis ketengahkan di sini adalah upacara kematian pada zaman dahulu masa kesultanan memerintah. Kesultanan merupakan bentuk pemerintahan tertinggi pada masyarakat Islam di Sumatera Utara. Oleh karena itu upacara kematian pada masyarakat Islam dapat dilihat dalam pelaksanaan upacara kematian sultan.

Sudah lazim dikatakan orang Melayu ialah mereka yang beragama Islam mempergunakan adat budaya Melayu. Dengan demikian masyarakat Melayu adalah kesatuan etnis berdasarkan “kultural” bukan berdasarkan “genealogis”. Sejak abad ke-5 pengaruh Hindu telah masuk ke daerah Sumatera Timur. Adat istiadat yang diterima sejak zaman Animisme, Hinduisme, dan Budhisme lama kelamaan talah disesuaikan dengan datangnya Islam. Kedatangan Islam membawa dua paham yaitu Al Washliyah dan Muhammadiyah. Kedua paham ini memperlihatkan perbedaan dalam pelaksanaan upacara kematian. Jadi ada dua hal yang akan diuraikan yaitu status sosial antara kaum bangsawan dan masyarakat awam dan kedua paham yang bertentangan meskipun keduanya penganut Islam.

Sekilas Sejarah Asal-Usul Bangsa

Indonesia

Prof. Dr. Slametmuljono telah mengumpulkan beberapa teori dalam bukunya Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara bahwa tanah asal bangsa Indonesia adalah Tiongkok, dan diperkuat oleh W. F. Sutterheim. Teori ini berdasarkan persamaan kebiasaan antara beberapa suku bangsa di Sumatera, Kalimantan, dan Suku Naga Assam seperti pada zaman dahulu memotong kepala orang (mengayan), mencat rambut, adanya rumah khusus untuk orang bujang dan penggunaan perhiasan, hingga pada kesimpulan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Assam. Prof. Dr. H. Kern tahun 1889 sebagai dasar teori mengambil kata-kata Melayu polynesia tentang nama-nama tumbuhan dan binatang

seperti tebu, nyiur, buluh, padi, mentimun, udang, penyu, buaya, babi, dan lain-lain yang ditemui dan dalam bahasa-bahasa di Daratan Asia Selatan, sampai kepada simpulan bahwa bangsa Melayu Polinesia berasal dari Cina.

Berdasarkan teori yang dikumpulkan Prof. Slamet Muljono menyimpulkan bahwa letak daerah asal bangsa Indonesia paling jauh di sebelah barat India Selatan dan yang paling jauh di sebelah utara Yunan. Mereka datang bergelombang-gelombang melalui Semenanjung Malaysia mendarat di Sumatera, menetap dan berbaur dengan penduduk Indonesia. Gelombang pertama yang mendarat dinamai bangsa Melayu Tua dan gelombang kedua dinamakan Melayu Muda.

Pengetahuan tentang asal-usul bangsa Indonesia diperoleh melalui rekonstruksi, artinya disusun setelah para ahli ingin mengetahuinya. Perpindahan bangsa Indonesia yang mula-mula terjadi di zaman prasejarah Indonesia. Dengan demikian tulisan apapun tidak satu pun tersedia untuk dijadikan sumber oleh para ahli.

Dalam hal ini yang paling penting dalam perpindahan ini adalah perpindahan kemudiannya yang dinamakan ras Indonesia atau Proto Melayu. Ras Indonesia-Mongol atau Proto Melayu tersebar di Semenanjung Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Formosa. Menurut V. Heine Geldern dan Stein Callenfels perpindahan itu terjadi antara tahun 2500-1500 sebelum Masehi.

Orang-orang Melayu yang mendiami Semenanjung Malaysia, Sumatera, Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, Sumba, dan daerah pesisir kepulauan lainnya adalah yang telah berkebudayaan. Orang-orang Melayu yang dimaksud di sini adalah yang mempunyai bentuk fisik: bentuk kepala yang lebar, bentuk Mongol, warna kulit sawo matang, rambut hitam lurus.

(2)

maka tentu secara umum dibedakan pula berdasarkan tempet-tempat yang berbeda pula seperti orang Bugis, Batak, dan Aceh.

Orang-orang Melayu menghuni daerah-daerah pantai di Semenanjung Malaysia dan Sumatera Timur, selain hidup dari bercocok tanam juga kehidupan di laut dengan mengandalkan perahu-perahu mereka. Mereka sangat berani menyerang kapal-kapal yang sedang berada di perairan Selat Malaka. Mereka inilah yang disebut Melayu Pesisir.

Pengaruh Hindu

Pengaruh Hindu dengan kedatangan orang-orang India, besar pengaruhnya pada suku Karo, sebab ada beberapa marga yang berasal dari bangsawan India seperti marga Pandia dan Brahmana. Hasil peninggalan Hindu ini di jumpai pula di daerah Padang Lawas yaitu adanya patung seorang permaisuri yang menjadi Bhairawi. Hasil peninggalan purba ini menunjukan pengaruh pribumi lebih menonjol. Hal ini disebabkan pada ketika itu pengaruh Hindu di Padang Lawas mulai lemah.

Dalam upacara adat-istiadat pengaruh dan peninggalan Hindu sampai sekarang masih dipakai. Tidaklah cukup disebutkan satu per satu. Dari peninggalan Hindu yang masih dipakai antara lain upacara turun tanah, mencukur rambut dan memakai Pilis.

Hampir seluruh kegiatan upacara adat istiadat masih dapat terlihat pengaruh Hindu diakui sulit hilang dari kebiasaan orang Melayu, meskipun orang-orang Melayu tergolong kaum Sunnah wal Jamaah dari Mahzab Syafi’i. Kepercayaan kepada jimat yang dapat melindungi seseorang dengan istilah kebal.

Upacara Kematian pada Masyarakat

Melayu di Medan

Sebenarnya apabila kita berbicara upacara ini haruslah dihubungkan dengan agama yang dianut oleh orang yang meninggal. Tujuan upacara kematian pada masyarakat Melayu sesuai dengan ajaran agama Islam yaitu mati dalam Islam. Untuk membedakan pelaksanaan upacara kematian

antara kaum bagsawan dengan kaum awam memberi contoh:

• Upacara kematian kaum bangsawan dan pelaksanaannya.

• Bagi wanita itu rambut harus terurai hendaknya, dan bagi seorang lelaki dia harus memakai ikat kepala berwarna putih.

• Ada rombongan meratap sambil bersyair, biasanya ini mempunyai keahlian tersendiri, dapat mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat pengunjung iba/sedih.

• Jenazah diberi minyak pada sendi-sendinya, lalu dinaikkan ke tempat tidur khusus yang telah dihiasi.

• Muka dan badan jenazah ditutup dengan kain putih kemudian diletakkan sebilah keris, boleh benda-benda dari besi di atas perut. Gunanya untuk menghilangkan najis-najis secepat mungkin.

• Jenazah itu tidak boleh ditinggalkan sendirian pantang menurut kepercayaan. Orang-orang bergantian membaca ayat-ayat suci Alquran, sementara bau kapur barus, air mawar, dan asap setanggi semerbak memenuhi ruangan.

• Keranda dikerjakan beramai-ramai kemudian dihias di atasnya yang lazim disebut rahap (aungkup, atap). Pemberian tingkat rahap ini berdasarkan status sosial yang meninggal.

Untuk keperluan memandikan jenazah diperlukan antara lain kain putih, sugi-sugi, air limau, sabun, kapas, bedak, kapur barus, dan lain-lain. Semua alat ini dimasukkan di dalam dua mangkok empat piring dan satu talam dan satu sangai serta 2 buah labu. Jenazah dimandikan menurut ajaran Islam.

(3)

disebut “penyandar”. Kemudian semua alat-alat yang dipergunakan pada waktu memandikan jenazah ditambah sebentuk cincin, kain putih dihadiahkan pada bilal (peruang) yang mencuci tubuh jenazah.

Setelah selesai dimandikan, lalu dikafani dengan kain putih, diberi kapas, kayu, gaharu serta kapur barus dan wangi-wangian. Kemudian dimasukkan ke dalam keranda. Untuk terakhir diberi kesempatan kepada seluruh keluarga, ahli waris, kerabat, handai tolan untuk melihat jenazah. Setelah selesai semua lalu disembahyangkan (40 orang).

Upacara menshalatkan jenazah mempunyai persyaratan antara lain perlu diselesaikan hutang-piutangnya agar jangan menjadi penghalang bagi yang meninggal. Bagi seorang raja keranda dinaikkan dengan jenazahnya ke atas “ kelemba” agar dimulai upacara menjunjung duli yang terakhir sebelum upacara penabalan raja yang baru dimulai. Penabalan dilakukan di depan jenazah, sesuai dengan adat Melayu “Raja Mangkat, Raja Menanam”, maka penguburan raja tidak boleh dilakukan sebelum diangkat penggantinya.

Dalam acara penabalan raja ada hal-hal yang perlu diingat:

• Jenis pakaian sama dengan pakaian mahkota.

• Pelaminan yang disediakan 9 tingkat dan semua berwarna kuning.

• Dayang-dayangnya berjumlah 18 orang, 9 orang pada sisi kiri dan 9 orang lagi di sisi kanan.

• Balai pulut kuning disediakan yang besar dengan jumlah bunga telur sebanyak seratus biji.

• Seperangkat bahan tepung tawar.

• Payung kuning kerajaan bertingkat tiga.

• Alat regalia kerajaan harus ada di dekat penabalan singgasana: satu pedang panjang dan satu pedang pendek, satu keris panjang dan satu keris pendek. Kemudian satu tumpuk lada, satu tombak agam tanpa rambu-rambu, dan satu tombak pakai rambu.

• Salah seorang membaca surat pengangkatan pengukuhan menjadi raja.

• Salah seorang memegang payung bertingkat.

• Salah seorang menyerukan “Daulat Tuanku” sebanyak 3 kali lalu disambut dengan alunan suara rakyat di halaman istana.

• Diiringi dentuman meriam sebanyak 13 kali.

• Kemudian menepung tawari.

• Pembesar tertinggi duduk bersama-sama di singgasana.

Setelah acara penabalan ini selesai, jenazah sudah dapat diberangkatkan untuk dimakamkan. Pemberangkatan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir diawali dengan kata sambutan dari pengunjung. Setelah seluruh keluarga menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan moral dan materiel maka jenazah sudah boleh diberangkatkan.

Pada upacara penguburan yang harus disediakan adalah air mawar selabu, tilam, tikar, payung, dan bantal. Setelah selesai pelaksanaan shalat maka sudah boleh di bawa kekuburan boleh jalan kaki (sebaiknya tidak ikut wanita). Setelah selesai dikuburkan maka pada malamnya diadakan tahlil 3 hari berturut-turut.

Masyarakat Melayu dapat dikelompokan dalam dua bagian yaitu rakyat biasa dan bangsawan. Bagi rakyat biasa upacara kematian ini berbeda dibandingkan dengan bangsawan. Upacara kematian pada rakyat biasa menurut ajaran agama Islam pelaksanaan memandikan, menshalatkan, sampai mengantar ke tempat peristirahatan terakhir sama dengan kaum bangsawan. Perbedaanya terdapat pada rahap (sungkup), warna, dan payung bertingkat semua ini menunjukan status sosial.

Seandainya orang biasa dapat menyanggupi apa yang dibuat oleh bangsawan, hal itu tidak dilaksanakannya, karena status sosial yang berbeda. Dalam hal ini yang menjadi dasar adalah agama Islam, bahasa adalah bahasa Melayu, adat adalah resam.

(4)

Sebagai Tujuan Adat Resam

Dalam hal ini kembali penulis menyebutkan seorang Melayu jika mempunyai adat resam, berbahasa Melayu dan beragama Islam. Dalam adat resam ini segala sesuatu tentang masyarakat dalam kehidupan sehari-hari telah diatur. Demikian juga dalam hal upacara kematian menurut adat resam Melayu telah diatur dan mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Sebagai penghormatan terakhir. Dalam upacara ini nampak keluarga memberikan penghormatan terakhir apalagi yang meninggal seorang tua. Jenazah diletakkan pada suatu tempat yang disediakan, diberi haruman sambil mengeluarkan air mata. 2. Sebagai acara perpisahan. Perpisahan itu

memang sedih apalagi yang meninggal orang tua. Perpisahan di sini berarti tidak bertemu lagi. Jenazah dikubur, sebagai hidup pergaulan biasa tidak ada lagi, karena telah berbeda dunianya.

3. Sebagai pernyataan perubahan status. Dapat diberi contoh seorang kepala keluarga meninggal, dengan sendirinya keluarga akan mengalami perubahan status. Anak sulung berubah statusnya menjadi wakil keluarga, seorang istri yang ditinggal akan menjadi janda, dan anak akan berubah menjadi yatim. 4. Sebagai pernyataan tanggung jawab

ahli waris, seorang yang meninggal mempunyai hutang piutang harus dipertanggungjawabkan oleh keluarga yang mengumumkannya pada waktu upacara dilaksanakan.

5. Sebagai alat sosialisaasi. Anggota keluarga yang ditingggal disadarkan kembali tentang hal dan kewajiban seseorang sebagai anggota masyarakat agar dapat melanjutkan sosialisasi pada waktu-waktu mendatang.

Sebab dan Tujuan Ajaran Agama

Agama Islam menyebutkan mati dalam agama Islam. Oleh karena itu tujuan upacara kematian pada suku Melayu Sumatera Timur sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam Alquran telah ditentukan cara-cara pelaksanaan upacara kematian seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu.

Dalam bagaimana agama Islam ditentukan bagaimana seorang muslim menjalankan ajaran agama Islam, bahkan kewajiban-kewajiban seorang muslim ditentukan; ditimpa musibah dan lain-lain. Dalam pedoman itu telah disebutkan juga persiapan-persiapan menghadapi orang meninggal.

Ada dua paham dalam pelaksanaan upacara ini yaitu paham Al Washliyah yang mengatakan pelaksanaan dalam upacara kematian seseorang dapat dilaksanakan dengan acara adat, asalkan jangan bertentangan dengan ajaran agama. Paham yang kedua Muhammadiyah menyatakan semua cara kematian dilaksanakan menurut ajaran agama Islam. Jadi dengan demikian acara adat tidak dilaksanakan paham ini.

Dalam ajaran agama Islam perlu adanya ketabahan pada orang sakit maupun keluarganya. Apabila penyakit itu bertambah kritis hendaknya si sakit selalu mengingat Tuhan dan dituntut mengucapkan Lailahaillallah (tiada tuhan selain Allah). Si sakit diarahkan ke kiblat.

Apabila yang dihadapi seorang tua, hendaklah berwasiat tentang harta yang akan ditinggalkan (kalau ada harta). Bagi tetangga hendaknya mengunjungi si sakit karena ini merupakan amal juga. Beberapa simbol yang terkandung dalam upacara itu antara lain dapat penulis sebutkan:

Porsa, sehelai kain putih yang diikatkan pada kepala atau apabila berkopiah diikatkan pada kopiah keluarga yang ditinggalkan, menandakan bersedih.

• Rambut terurai, bagi wanita keluarga yang ditinggalkan rambut terurai ini menandakan bersedih.

• Rahap, sungkup atau tutup yang di dalamnya diletakkan keranda. Rahap dipakai untuk raja atau orang besar. Bagi orang awam rahap ini tidak ada.

• Payung, jumlah payung menunjukkan kekuasaan (biasanya seorang raja/sultan semua payung berwarna kuning sebagai simbol raja).

• Kelambu, sebuah tempat tidur, khusus dipakai untuk upacara orang meninggal untuk golongan bangsawan.

(5)

diketahui dari selembayung yang terletak di atas bumbungan rakap. Selembayung ini adalah tanda jenis orang yang meninggal. Tanda jenis wanita melekat di tengah-tengah. Tanda jenis laki-laki berbukit di tengah-tengah. Biasanya rakap dari selembayung dipakai untuk golongan bangsawan.

• Keris atau bawar, dipakai sebagai simbol kekuasaan.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, seluruh daerah Indonesia mempunyai pemerintahan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak Proklamasi, kedudukan sultan di Medan (Sultan Deli) hanyalah sebagai Pemangku Adat Kebudayaan Melayu. Sehubungan dengan pertukaran pemerintah menjadi republik saat Sultan Othman Perkasa Alam yang pada tahun 1967 maka upacara penabalan sultan pun harus disesuaikan dengan situasi keadaan.

Penutup

Dari uraian yang telah diketengahkan mengenai upacara kematian masyarakat Melayu di Medan maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal:

1. Upacara kematian pada masyarakat awam. Pelaksanaan upacara kematian pada masyarakat awam pada umumnya menurut ajaran agama Islam terdapat

perbedaan paham yaitu Alwashliyah dan Muhammadiyah. Sehubungan dengan paham itu akan nampak perbedaan pelaksanaan upacara kematian itu pada masyarakat awam. Orang yang mempunyai taraf kehidupan yang lebih tinggi dan orang yang taraf hidupnya lebih rendah, paham tersebut hampir tidak nyata.

2. Kaum bangsawan tidak menganut paham Muhammadiyah sebab kaum bangsawan tidak mampu menghilangkan tradisi lama, dan mempertahankan tradisi lama, tradisi itu selalu membedakan status sosial antara bangsawan dengan rakyat. 3. Setelah Indonesia menjadi negara republik

yang berdaulat ke dalam dan keluar, pemerintah berusaha membangun masyarakat yang adil dan makmur. Kalau dahulu kaum bangsawan mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, saat sekarang meskipun turunan bangsawan masih ada, tetapi tidak dapat lagi membedakannya.

Referensi

Dokumen terkait

Jika kita simak dari asumsi yang telah dijelaskan diatas, sebelum kita mengkaji lebih dalam mengenai fungsi gondang sabangunan pada upacara kematian saurmatua pada masyarakat

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Tari Dakdeng adalah bagian dalam ritual upacara Tolak-bala, yang merupakan kesatuan dan pengiring dalam ritual upacara Tolak bala pada masyarakat Melayu di Desa

Jawab : Simbol yang digunakan dalam upacara kematian banyak, tetapi simbol yang menunjukkan ikatan hubungan kekerabatan dan digunakan dalam upacara kematian ada

Penelitian ini hanya menguraikan secara umum tentang kematian, pelaksanaan serta makna simbol yang digunakan dalam upacara kematian dalam agama Khonghucu, jadi untuk

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi tipe- tipe dan makna eufemisme dalam proses Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Langkat, (2)

Dalam menjalankan penelitian ini, tujuan dari penulis adalah untuk mengetahui mengenai tiap-tiap tahap dari prosesi upacara kematian masyarakat Cina Benteng dan untuk

Hal tersebut berkaitan dengan fungsi ritual tari Rumah Inai dalam upacara inisiasi masyarakat Melayu yaitu upacara adat perkawinan masyarakat Melayu di desa Tasik Serai, yang tujuannya