BAB VI FUNGSI DAN MAKNA TARI SAPU TANGAN
4.2 Fungsi Tari Saputangan
4.3.2 Makna Gerak
Kajian makna dengan analisis penanda dan petanda juga dapat dianalisis dan di kategorikan dalam tabel di bawah ini yang selanjutnya akan dijelaskan dalam poin-poin yang menuju pada mkana secara keseluruhan.
Tabel 4.1 Petanda dan Penanda dalam Ragam Tari Saputangan No Unsur dalam
tari
Penanda (bentuk) Pertanda (makna) 1 Gerak
Ragam 1.
Motif gerak menghormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan
Kesopanan, tanda hormat, ungkapan memulai suatu pekerjaan yang diawali dengan permohonan pada Allah selaku umat muslim
2 Ragam II Motif gerak menyilangkan saputangan
Memiliki makna
bahwasanya pasangan itu sudah mengikat janji untuk sehidup semati dalam membina rumah tangga yang baik sampai beranak cucu.
3 Ragam III Motif gerak mengayunkan kedua tangan disamping kanan dan kiri bergantian
Memiliki makna bahwa pasangan itu sudah siap untuk membina hubungan sampai ke jenjang pernikahan dan sudah
mendapat persetujuan dari kedua belah pihak, sehingga pasangan itu saling mengantarkan satu sama lain dalam setiap pertemuan mereka
4 Ragam IV Motif gerak menyatukan saputangan dan berjalan bersisian dengan arah hadap yang berlawanan
Memiliki makna pasangan itu sudah sepakat untuk menjalin hubungan yang baik dan melanjutkannya ke jenjang pernikahan
Catatan: penjabaran dalam ragam-ragam di atas merujuk pada penjabaran pada bab III, tabel 3.2.
Tari Sapu Tangan memiliki makna tari yang indah untuk menuntun pergaulan muda-muda dan mudi-mudi sesuai dengan aturan agama dan tata sopan santun yang hidup dan berkembang di daerah pesisir Sibolga, dimana masing-masing ragam memiliki makna yang berbeda satu sama lain sesuai dengan gerakannya, tari ini adalah jenis tari yang menunjukkan ke bahagiaan. Di dalam kesenian Sikambang hanya tari sapu tangan yang menunjukkan ke gembiraan.
Adapun makna tari yang terkandung dalam gerakan tari sapu tangan atau tari kapri yaitu menggambarkan tari muda-mudi yang ingin mengajuk hati dalam memcari pasangan hidupnya, baik menurut pandangannya, menurut pandangan
orang tuanya, dan pandangan masyarakatnya. Hal ini dilakukan agar dapat melihat hati calon masing-masing biar tidak salah pilih karena menyangkut masa depan berumah tangga dihari yang akan datang.
Secara makna, bentuk-bentuk gerak dalam tari Saputangan memiliki arti dalam kehidupan masyarakat Pesisir Sibolga. Tari ini menceritakan tentang kisah percintaan dari pertemuan pertama hingga pernikahan. Dari keseluruhan susunan tarian, terdapt 4 (empat) ragam gerak yang masing-masing menceritakan kisah percintaan.
Bentuk-bentuk gerak yang ada dilakukan secara berulang, dengan pola-pola gerak yang sama. Apabila diamati, bentuk gerak yang ada dari awal hingga akhir hanya terdiri dari dua bentuk saja, hanya arah hadap dan pola lantai yang berubah mengikuti ragam dalam tarian. Bentuk gerak tari Saputangan sangat sederhana dan lebih mengutamakan pada gerakan memainkan Saputangan yang digerakkan keatas dan kebawah. Gerakan penari laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan, melakukan gerak berjalan langkah celatuk dengan tempo lambat, berputar pindah tempat dan kembali ketempat semula, mundur, maju kesamping.
Bentuk gerak yang dilakukan dengan pola lantai dan arah hadaplah yang menjadikan tarian ini menjadi menarik.
Gambar. 4.1 Pola gerak permainan Saputangan yang mendominasi tarian (Dok, Dwi Irna Hasana 2019)
Penentuan empat ragam, menunjukkan empat arah mata angin yang memberikan pemaknaan bahwa setiap tindakan memiliki arah dan tujuan dan menjauhi ketersesatan. Selain itu empat arah mata angin juga menunjukkan penerimaan luas dari masyarakat kepada pasangan yang akan menjalankan hidup berumah tangga.
Ragam I, Motif gerak hormat, menjadi gerak awal dan sebagai pembuka tarian.
memiliki makna sopan dan santun sebelum mulai menari, yang berarti mohon izin kepada seluruh masyarakat yang hadir, sebagai bentuk kesopanan. Bentuk gerak meregangkan kedua tangan di depan dada, dengan duduk bersimpuh, menunjukkan kerendahan hati, kemudaan pikiran, karena pengantin masihlah baru memulai hidup baru, sehingga banyak hal yang tidak diketahui dan harus dipelajari. Untuk itu mereka meminta kepada yang tua-tua dapat mengajarkan arti hidup dalam berumah tangga.
Gambar 4.2 Ragam I, merupakan ragam pembuka dengan sikap badan duduk bersimpuh (perempuan), laki-laki duduk berlutut, membuka kedua tangan menghadap kedepan (Dok. Dwi Irna Hasana 2019)
Ragam II dalam tari Saputangan, dimulai dengan perkenalan dengan keluarga masing-masing yang ditandai dengan berjalan membentuk huruf C ke arah kiri, kaki melangkah kanan, kiri, kanan lalu kiri, kanan, kiri dan sedikit menekukkan kaki, serta berpindah tempat. Bentuk gerak ini memperlihatkan kedua psangan sudah semakin dekat dan saling memahami serta berjanji yang didekatkan dengan saling perkenalan dengan keluarga untuk menuju pelamaran.
Gambar 4.3 Pola gerak perkenalan kepada orang tua masing-masing ditandai dengan bentuk gerak membawa Saputangan kesamping kanan dan kiri bergantian (Dok. Dwi Irna Hasana 2019).
Masa perkenalan dan penyesuaian diri dengan keluarga dari masing-masing calon pasangan juga tergambar pada ragam II. Gambaran tentang keluarga calon masing-masing, akan disampaikan pada keluarganya untuk mendapatkan kepastian akan kelanjutan hubungan, dan memastikan hati dari kedua pasangan apakah mereka benar-benar sudah tepat mendapatkan pasangan hidupnya. Selain kedua calon pengantin, keluarga dan sanak saudara juga perlu untuk mengetahui bagaimana hubungan di antara keluarga, agar “bibit, bebet, bobot” sesuai dengan yang diharapkan.
Bentuk-bentuk gerak untuk penggambaran ini diungkapkan penari dengan ekspresi dalam mencari kepastian, keseriusan, walau tetap menunjukkan wajah yang tidak kaku, atau tetap tersenyum dengan pandangan (penari laki-laki) yang lebih tajam dari penari perempuan. Bentuk-bentuk gerak mengayunkan Saputangan ke kiri dan kanan, serta melangkah mengikuti tempo musik, adalah bahagian dari kewaspadaan, keseriusan dalam pemaknaan tarian.
Keraguan, kepastian, ketetapan, sebelum pelamaran merupakan gambaran pada ragam III. Kedua keluarga sudah sepakat untuk menjalin hubungan yang baik tanpa adanya keraguan, dikarenakan mereka sudah mendapat gambaran tentang keluarga calon masing-masing. Berita tentang penerimaan ini tentunya memberikan kebahagiaan pada calon pengantin, dengan membawa berita tersebut ke keluarganya untuk menjelaskan bahwa keduanya sudah sepakat dalam membina hubungan yang baik. Kekhawitaran keluarga dengan menerima berita bahagia, telah hilang/pupus dengan penerimaan mereka untuk melanjutkan hubungan kedua calon dalam tahap pelamaran.
Ekspresi kebahagiaan terdapat pada pola lantai serta arah hadap penari (lihat tabel 3.2 no..), menuangkan makna dari ragam III (lihat tabel 4.1 no 3), menjelaskan tidak ada lagi keraguan di antara calon pengantin maupun kedua keluarga untuk menerima hubungan ini. Mereka dengan kebahagiaan yang penuh menerima dan menyiapkan semua keperluan, menuju pelamaran dengan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan acara peminangan. Kedua calon pengantin (anak daro dan marapulai), turut serta dalam mempersiapkan hari peminangan. Kebahagiaan ini tampak pada photo di bawah ini, dengan penyatuan saputangan yang diangkat sejajar kepala, dengan tangan kiri berkacak pinggang.
Gambar 4.4: Berputar dengan menyatukan kedua Saputangan, menunjukkan pola penerimaan untuk melanjutkan hubungan. (Dok, Dwi Irna Hasana 2019)
Gambar di atas, memperlihatkan bentuk gerak penyatuan Saputangan sambil melangkah memutar berpindah tempat, menjelaskan keseluruhan isi dari ragam III. Pola berpindah dengan gerak meletakkan tangan kiri ke pinggang dan tangan kanan saling menyatu, memberikan pesan yang dalam untuk kebahagiaan dari sebuah hubungan. Pola ini juga memberikan pemaknaan bahwa sebuah hubungan tidak bisa didapat dengan begitu saja, penuh liku-liku dan perjuangan sehingga mendapat kebahagiaan. Pemaknaan ini juga menunjukkan sebagai manusia yang akan melanjutkan hidupnya, haruslah siap menerima segala rintangan, tidak boleh putus asa, karena akan banyak cobaan yang akan menghadang.
Ragam IV sebagai ragam terakhir dari tari Saputangan, merupakan puncak dari pencarian kedua calon pengantin dalam mencari pasangan hidupnya. Ragam III ini ditandai dengan bentuk gerak menyatukan dan menyilangkan Saputangan sebagai perwujudan dari menyatunya hubungan sampai ke jenjang pernikahan.
Bentuk-bentuk gerak yang demikian dengan langkah kaki berjalan seiring ke arah kanan dan kiri, memutar dan berpindah tempat dengan pola yang sama, menjadi pola gerak terakhir dalam tari Saputangan. Pemaknaan yang didapat dalam ragam IV, menunjukkan perjuangan dalam menghadapai segala rintangan yang akan didapat oleh setiap manusia. Pemaknaan ini, tidak hanya dilalui dengan begitu saja, tetapi harus dimaknai sebagai pelajaran hidup yang akan mendewasakan dalam mengambil sikap dan menentukan keputusan.
Gambar 4.5: Berjalan seiring dengan menyilangkan Saputangan menjadi pola penyatuan hubungan .(Dok, Dwi Irna Hasana 2019)
Hidup tidak hanya diwarnai dengan kebahagiaan, tetapi hidup penuh dengan segala persoalan yang harus dapat dihadapi dengan penuh ketaqwaan, untuk mendapatkan segala keinginan. Melalui pola-pola gerak dalam tari Saputangan banyak pelajaran yang didapat dalam mendapatkan sesuatu.
Dari seluruh rangakain gerak dalam setiap ragam, terlihat bahwa keindahan tidak hanya dilihat dari bentuk gerak saja, pola lantai, arah hadap yang ciptakan, namun kedalaman dari isi tarian yang menjadi penting untuk dapat dimaknai. Tari
Saputangan diciptakan tidak hanya untuk dinikmati secara aspek visual saja, tetapi makna yang ada dalam tarian yang menjadikan tarian ini menjadi penting, sehingga tarian ini ditempatkan pada posisi penting dalam rangkaian acara perkawinan.
Apabila diamati dari sisi bentuk-bentuk gerak, terlihat gerak yang dilakukan dari awal hingga tarian adalah sama. bentuk gerak yang ada berupa menghormat, berjalan, berputar, menyatukan Saputangan, yang dilakukan secara berulang.
Namun pengutamaan dari tarian lebih menonjolkan pada sisi makna dalam tarian, sekaligus sebagai pengajaran dan penghiburan untuk semua yang terlibat dalam pelaksanaan upacara padat perkawinan.
4.3.3 Pola Lantai
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian gerak, pola lantai dalam tari Saputangan lebih dominan dalam menunjukkan pemaknaan tarian. Bentuk-bentuk gerak menyatu terjelaskan dalam pola lantai dan arah hadap, sehingga terlihat bahwa tari Saputangan memiliki pola gerak yang beragam. Pola lantai tari Saputangan seperti pola lantai berpasangan yang dilakukan dengan arah maju, mundur, ke samping kanan dan kiri, berputar, melingkar, dan berganti tempat, merupakan pola lantai dan sekaligus arah hadap yang menunjang pemaknaan tarian.
Tari Saputangan biasanya di lakukan secara berpasangan laki-laki dan perempuan dengan jumlah 2 sampai 6 orang penari. Penentuan jumlah penari tidak ditentukan, hanya saja penari harus terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun bisa juga ditarikan oleh perempuan dan perempuan tetapi dalam konteks pertunjukan yang lain. Dengan ketentuan tarian berpasangan, pola lantai yang ada
merujuk pada isi dari tarian yang lebih menekankan pada kisah percintaan.
Masing-masing pola lantai menceritakan isi dari bentuk gerak seperti pola lantai berputar (lihat pada tabel 3.2 no 6).
Pola lantai berputar (lihat tabel 3.2 no 2) membuat lingkaran atau putar di tempat, memberikan pemaknaan yang banyak tentang arti kehidupan. Apabila kita membuat garis lingkaran, kita akan memulai dari satu titik awal lalu tarik dan membuat pola melingkar menuju titik tersebut, maka kita akan melihat bahwa ada sebuah kehidupan dimana jika titik awal adalah kelahiran, maka titik akhir pada tempat yang sama adalah akhir dari kehidupan itu sendiri. Proses ini merupakan pencarian dalam menjalani hidup yang lebih baik. Lingkaran memberikan kesan dinamis, bergerak, memiliki kecepatan, sesuatu nyang berulang, tidak terputus.
Memiliki kualitas, dapat diandalkan, sesuatu yang sempurna, serta kehidupan.
Simbol ini memberikan kesan sebagai suatu peraturan yang tidak terlepas dari prinsip dasar dan hukum alam, di mana pergerakan manusia dimulai dari lahir, tumbuh, dan berkembang menjadi anak-anak, dewasa dan seterusnya. Dalam pola ini ada kewajiban dan ada hak atau sebaliknya, seperti dalam pepatah “siapa menabur angin, dia menuai badai”.
Selanjutnya pola lantai serong kanan dan serong kiri (lihat pada tabel 3.2 no 7), atau samping kanan dan samping kiri. Pola lantai ini memberikan kesan sebagai pembatas, dalam kamus bahasa Indonesia, garis ini memberikan arti melakukan kecurangan. Berkaitan dengan tari Saputangan, pola lantai serong memberikan pemaknaan untuk sebagai suami istri nantinya haruslah berlaku jujur dan melakukan komunikasi yang baik untuk menghindari terjadinya perselisihan.
Setiap perbuatan, baik maupun salah haruslah disampaikan, jangan menyimpan
permasalahan untuk menyimpan kebaikan, yang sesungguhnya akan menimbulkan perselisihan.
Selanjutnya posisi satu baris dalam tari saputangan (lihat pada tabel 3.2 no 1) memberi pemaknaan tentang kebersamaan dalam menjalani hidup dan bersama untuk menanggung tnggyungjawab sesuai dengan posisi masing-masing, pola lantai satu garis juga merupakan bentuk kepasrahan, keikhlasan, dalam menerima cobaan yang datang untuk diselesaikan dan ditanggungjawabi bersama.
Pola lantai satu baris menjadi posisi awal dari tarian, dengan membuat pola duduk sambil menegakkan tangan menghadap kedepan sebagi bentuk penghormatan.
Dari beberapa pola lantai yang dijelaskan di atas, terlihat bahwa, penyusunan pola lantai berdasarkan pada arti dalam kehidupan. Para pencipta tidak hanya berdasar pada pembuatan pola-pola gerak saja, namun pola yang mereka ciptakan merupakan ungkapan dan pelajaran bagi generasi selanjutnya.
Melalu tarian banyak hal yang didapat tentang bagaimana bersikap, menghormati, kejujuran, waspada dalam menghadapi rintangan dan cobaan, dan bersyukur. Arti dalam kehidupan menjadi inti cerita dari tari Saputangan, untuk dapat dimaknai, bahwa hidup hanya sekali, jadi berbuatlah baik, beramal sholeh, dan tidak berpasrah diri, serta selalu mendekatkan diri dalam keimanan dan ketaqwaan.